Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANORGANIK
PERCOBAAN V
“STOIKIOMETRI KOMPLEKS AMMIN-TEMBAGA (II)”

OLEH :

NAMA : NURLIAN
STAMBUK : A1L1 19 011
KELOMPOK : IA (SATU)
ASISTEN PEMBIMBING : AZRIN ABDILLAH

LABORATORIUM JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
HALAMAN PERSETUJUAN

Telah diperiksa secara teliti dan di setujui oleh Asisten Pembimbing

Praktikum Kimia Anorganik “Stoikiometri Kompleks Ammmin- Tembaga (II)”

yang dilaksanakan pada:

Hari/Tanggal : Senin, 25 November 2021

Waktu : 13.30 WITA - Selesai


Tempat : Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo, Kendari

Kendari, November 2021


Mengetahui,
Asisten Pembimbing

Azrin Abdillah
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sekian banyak fenomena terkait proses kimia yang sering dijumpai di alam

semesta ini, namun kebanyakan masyarakat tidak menyadari akan hal ini. Terlebih

lagi pada rekasi-reaksi kimia yang terjadi. Kebanyakan masyarakat beranggapan

bahwa proses kimia hanya bisa di pahami oleh ahli kimia. Olehnya itu, mendorong

ahli kimia menjadikan fokus perhatian serta kajiannya terhadap reaksi kimia.

Reaksi kimia adalah suatu proses alam yang selalu menghasilkan perubahan

antar senyawa kimia. Reaksi-reaksi kimia dapat dilihat dari adanya perubahan,

misalnya perubahan warna, perubahan wujud dan yang utama adalah perubahan zat

yang disertai perubahan energi dalam bentuk kalor. Salah satu reaksi kimia yang

sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari adalah reaksi reduksi oksidasi. Objek

kajian yang begitu penting dari reaksi kimia adalah mempelajari hubungan kuantitatif

antara zat-zat yang terlibat dalam rekasi ini, seperti stoikiometri.

Stoikiometri merupakan salah satu cabang ilmu kimia yang mempelajari

berbagai aspek yang menyangkut kesetaraan massa antar zat yang terlibat dalam

reaksi kimia, baik dalam skala molekular maupun skala eksperimental. Pengetahuan

tentang kesetaraan massa zat antara zat yang bereaksi merupakan dasar penyelesaian

hitungan yang melibatkan reaksi kimia. Konsep mol, diperlukan untuk mengkonversi

kesetaraan massa antar zat dari skala molekular ke dalam skala eksperimental dalam
laboratorium. Untuk bisa menentukan massa zat antar zat yang bereaksi dalam

stoikiometri ini diperlukan satu teknik.

Proses membuat perhitungan yang didasarkan pada rumus-rumus dan

persamaan-persamaan berimbang dirujuk sebagai stoikiometri (dari kata Yunani:

stoicheion, unsur dan metria, ilmu pengukuran). Suatu rumus molekul menyatakan

banyaknya atom yang sebenarnya dalam suatu molekul atau satuan terkecil suatu

senyawa. Stoikiometri dapat digunakan untuk menentukan rumus senyawa kompleks

apabila senyawa komleks tersebut belum diketahui rumusnya. Senyawa kompleks

telah banyak dipelajari dan diteliti melalui suatu tahapan-tahapan reaksi (mekanisme

reaksi) dengan menggunakan ion-ion logam serta ligan yang berbeda-beda. Hal ini

membuat stoikiometri dapat dilakukan untuk perhitungan rumus senyawa kompleks.

Ammin tembaga (II) merupakan ion kompleks yang terbentuk akibat

penambahan ammonia berlebih kedalam larutan garam Cu 2+. Pelarut yang digunakan

juga bervariasi seperti akuades, kloroform serta pelarut lainnya. Dasarnya

stoikiometri kompleks ammin – Tembaga (II) menggunakan prinsip proses ekstraksi

pelarut dan titrasi.

Titrasi adalah salah satu teknik dalam stoikiometri yang merupakan suatu

metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah

diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang

terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka

disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi

reduksi oksidasi dan lain sebagainya.


Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan rumus molekul

senyawa kompleks adalah melalui metode pemisahan ekstraksi. Dasar metode

ekstrasi cair-cair distribusi senyawa diantara dua fasa zat cair yang berada dalam

keadaan kesetimbangan. Perpindahan senyawa terlarut dari satu fasa ke fasa lainnya

akhirnya mencapai keadaan setimbang pada jumlah senyawa yang terpartisi. Pada

umumnya pereaksi organik pembentuk kelat merupakan asam-asam lemah yang

beraksi dengan ion-ion logam dan membentuk kompleks-kompleks netral yang sangat

mudah larut dalam pelarut organik seperti misalnya eter, hidrokarbon, keton dan

spesies terklorinasi seperti misalnya kloroform ataupun tetraklorida. Nilai

pembanding distribusi untuk macam-macam pereaksi ini sangat beragam untuk

kation-kation dan dapat diatur berdasarkan perubahan pH dan konsentrasi pereaksi;

memungkinkan dilakukannya pemisahan secara ekstraksi yang sangat berguna.

Berdasarkan latar belakang ini maka perlu memperdalam pengetahuan tentang

metode ekstraksi sehingga dilakukan percobaan dengan judul “Stoikiometri

Kompleks Ammin–Tembaga (II)”

1.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menentukan rumus molekul kompleks

ammin-tembaga (II).

1.3 Prinsip Percobaan


Prinsip percobaan ini adalahpenentuan rumus molekul kompleks ammin-

tembaga (II) berdasarkan koefisien distribusi amonia dalam pelarut air dan kloroform.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stoikiometri

Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari kuantitas dari reaktan dan produk

dalam reaksi kimia. Perhitungan stoikiometri yang paling baik dikerjakan dengan

menyatakan kuantitas yang tidak diketahui dalam mol dan kemudian bila perlu

dikonversi menjadi satu satuan lain. Pereaksi pembatas adalah reaktan yang ada

dalam jumlah stoikiometri terkecil. Reaktan ini membatasi jumlah produk yang dapat

dibentuk. Jumlah produk yang dihasilkan dalam suatu reaksi (hasil sebenanrnya)

mungkin lebih kecil dari pada jumlah maksimum yang mungkin diperoleh (hasil

teoritis). Perbandingan kedua dinyatakan sebagai persen hasil (Chang, 2001).

2.2 Natrium Hidroksida (NaOH)

Natrium hidroksida (NaOH) juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium

hidroksida merupakan jenis basa logam kaustik. Natrium hidroksida terbentuk dari

oksida basa natrium oksida yang dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida murni

berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran, dan larutan

jenuh 50%. Biasanya mempunyai kadar yang mendekati 100% dan dalam bentuk

larutan mempunyai kadar yang lebih bervariasi yaitu 40%, 50%, 72%. NaOH bersifat

lembab cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. NaOH

juga sangat larut dalam air dan akan melepaskan kalor ketika dilarutkan dalam air.
Larutan NaOH meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas, selain itu natrium

hidroksida dalam bentuk padatan mempunyai titik 318 oC sedangkan titik didihnya

1350 oC (Purnawan dan Sugono, 2019).

2.3 Kloroform

Chloroform adalah senyawa yang memilki daya larut dalam pelarut organic

yang di sebut non polar, secara fisika tingkat polaritas ini dapat diketahui dari

konstanta dielektrik pelarut chloroform diantaranya memilki berat molekul 119,38

gr/mol, titik didihnya 61,20 C, titik lebur -63,50 C, massa jenis 1,49 gr/cm3 (200 oC),

kelarutan dalam air 0,82 gr/l (200oC). sifat kimia kloroform dengan rumus CHCl3

merupakan larutan yang mudah menguap, tidak berwarna, memilki bau yang tajam

dan menusuk, bila terhirup dapat menimbulkan kantuk, dan tidak dapat bereaksi

dengan palmitamida (Wiradnyani dkk., 2014).

2.4 Logam tembaga (Cu)

. Logam tembaga merupakan logam merah muda yang lunak, dapat ditempa

dan liat. Tembaga dapat melebut pada suhu 1038 oC. Karena potensial elektrodanya

positif (+0,34V) untuk pasangan Cu/Cu2+ tembaga tidak larut dalam asam klorida dan

asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen tembaga bisa larut. Kebanyakan

senyawa Cu(I) sangat mudah teroksidasi menjadi Cu(II). Namun oksidasi selanjutnya

menjadi Cu(II). Terdapat kimiawi larutan Cu2+ yang dikenal baik dari sejumlah besar

garam berbagai anion didapatkan banyak diantaranya larut dalam air, menambah

perbendaharaan kompleks sulfat biru, CuSO4.5H2O yang paling dikenal. Senyawa ini
dapat terhidrasi membentuk anhidrat yang benar-benar putih. Penambahan ligan

terhadap larutan akan menyebabkan pembentukan ion kompleks dengan pertukaran

molekul air secara berurutan (Rusmawan dkk., 2011).

2.5 Asam Klorida (H2SO4)

Asam sulfat (H2SO4) adalah Larutan asam klorida (HCl) adalah cairan kimia

yang sangat korosif, berbau menyengat dan sangat iritatif dan beracun, larutan HCl

termasuk bahan kimia berbahaya atau B3. Asam klorida merupakan larutan gas

hidrogen klorida (HCl) dalam air. Warnanya bervariasi dari tidak berwarna hingga

kuning muda. Perbedaan warna ini tergantung pada kemurniannya. Sifat Fisika Asam

Klorida Parameter yaitu memiliki Nilai Berat molekul, gr/mol 36,5 Densitas, gr/ml

1,19 Titik didih (1 atm) , oC 50,5 Titik lebur (1 atm), oC -25 Tekanan uap pada 20
o
C,kPa. Sementara Uap larutan asam yang sangat pekat dapat menyebabkan iritasi

pada mata, sedangkan kontak secara langsung dapat menyebabkan luka pada mata

dan bisa mengakibatkan kebutaan. Jika kontak dengan kulit akan menyebabkan

terbakar. (Yurida dkk., 2013).

2.6 Asam Oksalat (H2C2O4)

Asam oksalat anhidrat (C2H2O4) mempunyai berat molekul 90,04 gr/mol dan

melting point 187 oC. Sifat dari asam oksalat anhidrat adalah tidak berbau, berwarna

putih, dan tidak menyerap air. Asam oksalat dihidrat merupakan jenis asam oksalat

yang dijual di pasaran yang mempunyai rumus bangun C2H4O2.2H2O, dengan berat

molekul 126,07 gr/mol dan melting point 101,5 oC, mengandung 71,42% asam
oksalat anhidrat dan 28,58% air, bersifat tidak bau dan dapat kehilangan molekul air

bila dipanaskan sampai suhu 100 oC. Kelarutan asam oksalat dalam etanol pada suhu

15,6 oC dan etil eter pada suhu 25 oC adalah 23,7 g/100 g solvent dan 1,5 g/100 g

solvent. Asam oksalat termasuk asam karboksilat bermartabat dua disebut juga asam

etanadioat atau asam dikarboksilat. Asam oksalat bila dipanaskan dengan H2SO4

pekat akan terurai menjadi CO2, CO dan H2O. Asam oksalat dengan KMnO4 dan

H2SO4 encer pada suhu 60o C akan terurai menjadi CO2, H2O, K2SO4 dan MnSO4.

Rumus molekul asam oksalat adalah HOOCCOOH (Atikah, 2017).

2.7 Senyawa Kompleks

Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari atom pusat dan

ligan.Atom pusat bisa berupa logam transisi, alkali atau alkali tanah.Ion atau molekul

netral yang memiliki atom - atom donor yang dikoordinasikan dengan atom pusat

disebut dengan ligan.Senyawa kompleks terbentuk akibat terjadinya ikatan kovalen

koordinasi antara ion logam atom pusat dengan suatu ligan.Sintesis senyawa

kompleks melibatkan reaksi antara larutan yang mengandung molekul atau ion

negatif sebagai ligan (Lestari dkk., 2014).

2.8 Indikator Metil Orange

Methyl orange is also an acid-base indicator (pKa = 3.5) in the laboratory. It

can be changed from azo structure (yellow colour) to quinoid structure (red colour)

as pH value is changed from 4.5 to 3.1. Meanwhile, its maximum absorption peak is

shifted from 463 nm under nearly neutral condition to 507 nm at pH 2.0, which is due
to the delocalization of lone pair electrons on the azo group. The structure change of

methyl orange at different pH also leads to the increase in the peak intensity at their

maximum absorption wavelength (Niu, 2013).

Metil orange merupakan indikator asam basa (pKA = 3.5) di laboratorium. Ini

dapat diubah dari struktur azo (warna kuning) menjadi struktur quinoid (warna

merah) karena nilai pH berubah dari 4,5 menjadi 3,1. Sementara itu, puncak serapan

maksimumnya bergeser dari 463 nm pada kondisi hampir netral menjadi 507 nm pada

pH 2.0, yang disebabkan oleh delokalisasi elektron pasangan bebas pada gugus azo.

Perubahan struktur metil orange pada pH yang berbeda juga menyebabkan

peningkatan intensitas puncak pada panjang gelombang serapan maksimumnya (Niu,

2013).

2.9 Titrasi

Titration is volumetric analysis, a type of quantitative chemical analysis, in

which a solution of known concentration is used to determine the concentration of an

unknown solution. Knowing the volumes of a standard solution and an unknown

solution involved in a reaction allows determination of the unknown concentration.

Today a large number of chemicals are used in chemical experiments, namely

titration, which results in increased costs of chemicals and large amounts of waste

that need to be disposed of. Therefore, microscope laboratory experiments have been

developed to reduce the chemicals used in experiments and, subsequently, replace the

commonly known standard experiments (Acharry et al., 2010).


Titrasi adalah analisis volumetrik, sejenis analisis kimia kuantitatif, dimana

larutan konsentrasiyang diketahuidigunakan untuk menentukan konsentrasi larutan

yang tidak diketahui.Mengetahui volume larutan standar dan larutan yang tidak

diketahui yang terlibat dalam reaksi memungkinkan penentuan konsentrasi yang tidak

diketahui.Saat ini sejumlah besar bahan kimia digunakan dalam percobaan kimia,

yaitu titrasi, yang mengakibatkan kenaikan biaya bahan kimia dan sejumlah besar

limbah yang perlu dibuang. Oleh karena itu, percobaan laboratorium mikroskop telah

dikembangkan untuk mengurangi bahan kimia yang digunakan dalam percobaan

dan, selanjutnya,menggantikan eksperimen standar yang umum dikenal (Acharry

dkk., 2010).

2.10 Ekstraksi Pelarut

Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) di antara dua

fasa cair yang tidak saling bercampur.Teknik ekstraksi sangat berguna untuk

pemisahan secara cepat dan bersih, baik untuk zat organik maupun zat

anorganik.Cara ini dapat digunakan untuk analisis makro maupun mikro. Melalui

proses ekstraksi, ion logam dalam pelarut air ditarik keluar dengan suatu pelarut

organik (fasa organik). Secara umum, ekstraksi ialah proses penarikan suatu zat

terlarut dari larutannya di dalam air oleh suatu pelarut lain yang tidak dapat

bercampur dengan air (fasa air). Tujuan ekstraksi ialah memisahkan suatu komponen

dari campurannya dengan menggunakan pelarut (Purwani dan Prayitno, 2014).


BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Kimia Anorganik “Stoikiometri Kompleks Ammin-Tembaga

(II)” dilaksanakan pada hari Senin 25 November 2021 pukul 13.30 WITA- Selesai

bertempat di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan,Universitas Halu Oleo, Kendari.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu 2 buah gelas kimia 100 mL,

corong pisah 250 mL, pipet ukur 25 mL dan 10 mL, buret 50 mL, corong kaca, 3

buah erlenmeyer 100 mL, spatula, batang pengaduk, gelas ukur 5 mL filler, botol

semprot, pipet tetes, statif dan klem.

Bahan-bahan yang digunakan larutan amoniak, karbon tetra klorida, indikator

metil orange, larutan asam klorida standar 0,055 M, larutan asam oksalat 1 M,

tembaga (II) sulfat, indikator fenoftalin, larutan natrium hidroksida 0,1 M dan

aquades.

3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu larutan NH3 1 M, larutan Cu2+

0,1 M, larutan HCl 0,055 M, larutan NaOH 0,1 M, aquades, kloroform, larutan asam

oksalat 0,1 M dan indikator metil orange.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Penentuan koefisien distribusi amonia antara air dan kloroform

10 mL larutan NH3 1 M dimasukkan kedalam corong pisah 250 mL

kemudian ditambahkan 10 mL air ke dalam corong pisah terebut. Dikocok hingga

homogen. selanjutnya ditambahkan 25 mL kloroform kedalam corong pisah dan

dikocoknya selama 5 menit. Didiamkan larutan hingga terbentuk 2 lapisan. Kemudian

dipindahkan lapisan bawah (Kloroform) ke dalam erlenmeyer 100 mL yang telah

berisi 10 mL air. Kemudian ditambahkan 2 tetes indikator metal orange. Selanjtnya

dititrasi dengan menggunakan HCl standar 0,005 M. Diulangi titrasi untuk 10 mL

kedua Kemudian dihitung koefisien distribusi amonia. Dicatat volume HCl yang

terpakai dan diamati perubahan warnanya. Kemudian dihitung koefisien distribusi

ammonia.

3.3.2 Penentuan rumus kompleks ammin-tembaga (II)

10 mL larutan NH3 dan 10 mL larutan Cu2+ 0,1M dimasukkan kedalam

corong pisah 250 mL. Dikocok agar homogen. Kemudian ditambahkan 25 mL

kloroform kedalam corong tersebut dan dikocok selama 5 menit. Didiamkan beberapa

menit hingga terbentuk 2 terbentuk lapisan. Selanjutnya dipindahkan 10 mL lapisan


bawah (kloroform) ke dalam erlenmeyer yang berisi 10 mL air dan ditambahkan 2

tetes indikatur MO. Kemudian dititrasi secara perlahan dengan larutan HCl 0,055 M.

Diulangi titrasi untuk 10 mL kedua. Dicatat volume HCl yang terpakai dan diamati

perubahan warnanya. Kemudian, dihitung jumlah amonia yang ada dalam air dan

kloroform dengan mengunakan harga koefisien distribusi. Ditentukan rumus

kompleks ammin-tembaga (II).


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengamatan

4.1.1 Penentuan Koefisien Distribusi Amonia Antara Air dan Kloroform

Tabel 1.Penentuan Koefisien Distribusi Amonia Antara Air dan Kloroform


No. Perlakuan Pengamatan
1. Diambil 10 mL NH3 1 M + 10 mL Terbentuk 2 lapisan :
aquades dimasukkan kedalam corong - Lapisan atas adalah air
pisah 250 mL ditambahkan 25 mL (keruh)
kloroform , kemudian dikocok hingga - Lapisan bawah adalah
homogen dan diamkan kloroform (bening)
2. Diambil 10 mL kloroform dari corong Larutan berwarna orange
pisah, dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 mL ditambahkan 2
tetes indicator MO dan 10 mL
aquadest
3. Dititrasi dengan larutan HCl 0,055 M Larutan berwarna merah
Volume HCl yang terpakai :
- vHCl 1= 2,5 mL
- vHCl 2= 2 mL

4.1.2 Penentuan Rumus Kompleks Cu-ammin

Tabel 2.Penentuan Rumus Kompleks Cu-ammin


No. Perlakuan Pengamatan
1. Diambil 10 mL NH3 1 M + 10 mL Terbentuk 2 lapisan :
aquades dimasukkan kedalam corong - Lapisan atas adalah Cu (biru
pisah 250 mL + 10 mL Cu2+ 0,1 M + tua)
25 mL kloroform, kemudian dikocok - Lapisan bawah adalah
hingga homogen dan diamkan kloroform (bening)
2. Diambil 10 mL kloroform dari corong Larutan berwarna orange
pisah, dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 mL ditambahkan 2
tetes indicator MO dan 10 mL aquades
3. Dititrasi dengan larutan HCl 0,055 M Larutan berwarna merah
Volume HCl yang terpakai :
- vHCl 1= 2 mL
- vHCl 2= 2 mL

4.2 Reaksi Kimia

Cu2+ + 2NH3→ [Cu(NH3)2]2+

[Cu(OH)5]2+ + 2NH3→[Cu(NH3)2]2+ + 2H2O

4.3 Pembahasan

4.3.1 Penentuan Koefisien Distribusi Amonia Antara Air dan Kloroform

Percobaan diawali dengan penentuan koefisien distribusi ammonia antara air

dan kloroform. Koefisien distribusi merupakan perbandingan konsentrasi zat terlarut

didalam dua fasa yaitu fasa organik dan fasa air. Pada tahap ini, sejumlah tertentu

amonia dalam pelaruit air diekstraksi dengan pelarut kloroform dengan

menggunakan corong pisah. Digunakan corong pisah bertujuan untuk memisahkan

zat/senyawa tertentu dalam sampel berdasarkan kelarutan dalam pelarut tertentu yang

memiliki perbedaan fase. Dimana didalam kedua larutan ini ditambahkan zat terlarut

(amonia) yang akan terdistibusi kedalam dua jenis pelarut ini. Berdasarkan data

pengamatan, larutan terbentuk menjadi dua lapisan. Hal ini disebabkan oleh

perbedaan sifat dimana air bersifat polar sedangkan kloroform bersifat non polar.

Lapisan atas merupakan NH3-air sedangkan pada lapisan bawah adalah NH3-

kloroform. Lapisan NH3-kloroform berada di bawah karena massa jenis kloroform


lebih besar dari massa jenis air. Amonia adalah senyawa yang bersifat semi polar

sehingga antara air dan kloroform terbentuk dua lapisan yang tidak saling bercampur,

tetapi dengan sifat dari ammonia yang semipolar maka akan terdistribusi kedalam dua

pelarut. Berdasarkan data pengamatan, warna kloroform kekuningan sedangkan

warna dari lapisan air tampak bening. Ketika larutannya homogen fasa kloroformnya

dipisahkan kedalam Erlenmeyer sebanyak 10 mL dan ditambahkan 10 mL air dan

indikator metil orange (MO) sebanyak 2 tetes sehingga larutan berwarna orange

kemudian dititrasi secara perlahan-lahan sampai warna larutan berubah menjadi

merah dengan larutan standar HCl 0,055 M didapatkan volume titrasi pertama sampai

kedua berturut-turut adalah 2,5 mL 2 mL. Pada tahap penambahan indikator

dimaksudkan agar menjadi penanda pada saat terjadi titik akhir titrasi atau analit

berubah menjadi warna merah. Selain itu metil orange digunakan karena pada proses

titrasi digunakan larutan HCl dimana larutan HCl bersifat asam. Dimana indikator

metil orange juga berada pada suasana asam karena trayek pH indikator metil orange

yaitu 3,1 – 4,4. Berdasarkan percobaan titrasi dilakukan sebanyak dua kali

pengulangan sementara berdasarkan teori titrasi harus dilakukan secara triplo untuk

mendapatkan keakuratan dan presisi nilai akhir yang diperoleh. Hal dilakukan karena

larutan kloroform sisa yang tidak terpakai dalam proses titrasi tidak mencukupi untuk

dititrasi mungkin salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut yaitu pada proses

untuk menghomogenkan larutan sebagian tumpah dari corong pisah. Dari perlakuan

tersebut maka dapat diperoleh konsentrasi NH3 dalam kloroform dan konsentrasi

NH3 dalam air. Setelah diketahui konsentrasi NH3 dalam kloroform dan NH3 dalam
air maka dapat ditentukan nilai koefisien distribusi NH3 yaitu dengan perbandingan

konsentrasi NH3 dalam kloroform dan konsentrasi NH3 dalam air Dengan demikian

analisis data diperoleh Koefisien distribusi dengan menggunakan kloroform adalah

0,0 1253 M

4.1.1 Penentuan Rumus Kompleks Cu-ammin

Percobaan penentuan rumus kompleks Cu-Ammin dilakukan dengan

mencampurkan 10 mL larutan NH3 1 M dengan 10 mL larutan ion Cu2+ 0,1 M

kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan 25 mL karbon

tetraklorida, setelah itu terbentuk 2 lapisan yang berwarna bening dan biru. Larutan

amonia dalam tetra klorida yang terletak pada bagian bawah corong pisah diambil

sebanyak 10 mL dan dimasukan ke dalam erlenmeyer yang berisi 10 mL air dan

indikator metil orange (MO) 2 tetes, adanya perbedaan massa jenis menyebabkan

kedua pelarut tidak saling bercampur dimana massa jenis yang lebih berat akan

berada diatas dan massa jenis yang lebih ringan akan berada pada posisi atas dalam

percobaan ini larutan larutan ion Cu 2+ 0,1 M berada diatas dan ammonia brerada pada

posisi bawah. Selanjutnya ditirasi dengan larutan HCl, volume titrasinya berturut-

turut adalah 2 mL 2 mL.Pada tahap penambahan indikator dimaksudkan agar menjadi

penanda pada saat terjadi titik akhir titrasi atau analit berubah menjadi warna merah. .

Berdasarkan hasil analisis data, rumus kompleks ammin-tembaga (II) yaitu

[Cu(NH3)2]2+

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan stoikiometri kompleks ammin-tembaga (II) yang telah

dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Koefisien distribusi dan rumus kompleks

ammin-temaga (II) dengan menggunakan kloroform diperoleh 0,0051851 dengan

rumus molekul kompleks Cu-ammin yaitu [Cu(NH3) 18]2+

5.2 Saran

Saran yang dapar saya ajukan dalam percobaaan ini sebaiknya praktikan

melakukan praktikum dengan hati-hati dan cermat terutama saat melakukan titrasi

dimana praktikan harus cermat melihat titik akhir titrasi sehingga mampu

meminimalisir kesalahan dalam praktikum ini.


DAFTAR PUSTAKA

Acharry, Saline and Suwannathada Jitrakha. 2010. The Development Of Microscale


Laboratory : Titration. Internasional Journal Of Arts and Science. Thailand.
3(9).

Atikah. 2017. Pengaruh Okaidator dan Waktu terhadap Yield Asam Oksalat dari
Kulit Pisang dengan Proses Oksidasi Karbohidrat. Jurnal Redoks. 2(1).
Chang, R. 2001. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 1. Erlangga :
Jakarta.
Lestari, I., Afrida dan Aulia, S. 2014. Sintensis dan Karakterisasi Senyawa Kompleks
Logam Kadmium (II) dengan Ligan Kufperon.Jurnal Penelitian Universitas
Jambi Seri Sains.16(1).

Niu, P. 2013. Photocatalytic Degradation of Methyl Orange in Aqueous TiO2


Suspensions.Asian Journal of Chemistry.25 (2).
Purnawan, I., dan Sugono. 2016. Pengaruh Konsentrasi NaOH terhadap Rendemen β-
Naftol pada Proses Pembuatan β-Naftol. Jurnal Konversi. 5(1).

Purwani, M dan Prayitno.2014.Ekstraksi Konsentrat Neodimium Memakai Tri Oktil


Amin. Jurnal Iptek Nuklir Ganendra.17(1).

Rusmawan, C. A., Onggo, D., dan Irma Mulyani, I. 2011. Analisis Kolorimetri Kadar
Besi(III) dalam Sampel Air Sumur dengan Metoda Pencitraan Digital.
Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2011
(SNIPS 2011). ISBN xxx-x-xxxx-xxxx-x.

Wrandyani, N. K., Wartini, N. M., dan Admadi, B. H. M. P. 2014. Komposisi


Senyawa Penyusun Minuman Sinom (Curcuma Domestika Val-Tamarindus
Indica L). Jurnal Media Ilmiah Teknologi Pangan. 1(1).

Yurida, M., Afriani, E., Arita, S. R. 2013. Pengaruh Kandungan CaO dari Jenis
Adsorben Semen terhadap Kemurnian Gliserol. Jurnal Teknik Kimia. 2(19).
LAMPIRAN

1. Diagram Alir Prosedur Kerja

1.1 Penentuan Koefisien Distribusi Amonia Dalam Air dan Kloroform

10 mL NH3 + 10 mL aquades

- Dimasukkan ke dalam corong pisah 250 mL


- Ditambahkan 25 mL kloroform
- Dikocok selama 5 menit

10 mL NH3 + 10 mL aquades

+ 25 mL kloroform
- Didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan
- Dipisahkan kedua lapisan

Lapisan amonia Lapisan amonia


dalam kloroform dalam air

- Dipindahkan 10 mL ke erlenmeyer yang berisi 10 mL air


- Ditambahkan 2 tetes indikator MO
- Dititrasi dengan larutan standar HCl 0,055 M
- Diulangi titrasi dengan sisanya
- Dihitung Kd Amonia

[ N H 3 ]kloroform
Kd =
[ N H 3 ]air
1.2 Penentuan Rumus Kompleks Ammin-Tembaga (II)

10 mL NH3 + 10 mL aquades +
10 mL Cu2+

- Dimasukkan ke dalam corong pisah 250 mL


- Ditambahkan 25 mL kloroform
- Dikocok selama 5 menit
- Didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan
- Dipisahkan kedua lapisan

Lapisan amonia Lapisan amonia


dalam kloroform dalam air

- Dipindahkan 10 mL ke erlenmeyer yang berisi 10 mL air


- Ditambahkan 2 tetes indikator MO
- Dititrasi dengan larutan standar HCl 0,055 M
- Diulangi titrasi dengan sisanya
- Ditentukan rumus Kompleks Ammin-Tembaga (II)

[Cu(NH3)18]2+.
2. Analisis Data

2.1 Penentuan Koefisien Distribusi Amonia Dalam Air dan Kloroform

Diketahui : Volume HCl yang dipakai = 2,25 mL

[HCl]baku = 0,055 M

Volume NH3 dalam CHCl3 = 10 mL

Ditanyakan : Kd Amonia ?

Penyelesaian :

Mol HCl = mol NH3

V1 x M1 = V2 x M2

V 1× M 1
M2 =
V2

2 ,25 × 0,055
=
10

M2 = 0,012375 M

[NH3]kloroform = 0,012375 M

[NH3]air = [NH3]awal – [NH3]kloroform

[NH3]air = (1 - 0,012375) M

= 0,987625 M

[ N H 3 ]kloroform
Kd =
[ N H 3 ]air

0,012375 M
=
0,987625 M

= 0,01253

2.2 Penentuan Rumus Molekul Ammin tembaga (II)


Diketahui : Volume HCl yang dipakai = 2 mL

[HCl]baku = 0,055 M

Volume NH3 dalam CHCl3 = 10 mL

Ditanyakan : Rumus molekul ammin-tembaga (II) ?

Penyelesaian :

Mol HCl = mol NH3

V1 x M1 = V2 x M2

V 1× M 1
M2 =
V2

2× 0,055
=
10

M2 = 0,011 M

[NH3]kloroform = 0,011 M

[NH3]air = [NH3]awal – [NH3]kloroform

[NH3]air = (1 – 0,011) M

= 0,989 M

[Cu– NH3] =

mol Cu
=[NH3]awal – [NH3]kloroform + [NH3]air
mol Cu−N H 3

= (1 – 0,011) M + 0,989

= 1,978

1 , 978
Mol Cu = =2
0 , 9 89

Jadi, rumus senyawa kompleksnya adalah [Cu(NH3)2]2+

Anda mungkin juga menyukai