Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stoikiometri merupakan ilmu kimia yang berhubungan dengan hubungan

kuantitatif yang ada antara reaktan dan produk dalam reaksi kimia. Perhitungan

mol untuk penentuan konsentrasi, hingga dapat menentukan indeks untuk

senyawa dengan rumus molekul tertentu merupakan bentuk-bentuk perhitungan

stoikiometri. Salah satu contohnya adalah stoikiometri pada senyawa kompleks.

Senyawa kompleks merupakan senyawa yang mengandung atom atau ion

(biasanya logam) yang dikelilingi oleh molekul atau anion, yang biasanya disebut

sebagai ligan atau agen pengompleks. Reaksi pada senyawa kompleks melibatkan

beberapa macam seperti subtitusi nukleofilik. Salah satu keistimewaan dari reaksi

kompleks adalah reaksi pergantian ligan melalui efek trans. ligan zat netral atau

anionik tetapi kation, seperti kation tropilium juga dikenal. Ligan netral, seperti

amoniak (NH3), atau karbon monoksida (CO) dalam keadaan bebas pun

merupakan molekul yang stabil, sementara ligan anionik, distabilkan hanya jika

dikoordinasikan ke atom logam pusat. Ligan representatif di daftarkan di tabel

menurut unsur yang mengikatnya. Logam umum atau yang dengan rumus kimia

rumit diungkapkan dengan singkatannya.

Tembaga dalam senyawanya memiliki bilangan oksidasi +1 dan +2.

Tembaga termasuk dalam logam transisi, dan tembaga dapat membentuk ion

kompleks, ion tembaga (I) tidak stabil dalam air sehingga memiliki reaksi
disporposionasi. Ammin-tembaga (II) adalah salah satu contoh senyawa kompleks

dari NH3 dan larutan tembaga.

Stoikiometri kompleks ammin-tembaga (II) menggunakan prinsip proses

ekstraksi pelarut, yaitu prinsip ini berlaku hukum distribusi yang menyatakan

apabila suatu sistem yang terdiri dari dua lapisan campuran (solvent) yang tidak

saling bercampur satu sama lain, ditambahkan senyawa ketiga (zat terlarut), maka

senyawa itu akan terdistribusi (terpartisi) kedalam dua lapisan tersebut, dengan

syarat Nerst bila zat terlarutnya tidak menghasilkan perubahan pada kedua pelarut

(solvent) atau zat yang terlarut yang terbagi (terpartisi) dalam dua pelarut tidak

mengalami asosiasi, disosiasi atau reaksi dengan pelarut. Prinsip tersebut

digunakan pada percobaan kali ini dimana stokiometri kompleks ammin-tembaga

(II) menggunakan cara ekstraksi pelarut dalam menentukan rumus kompleksnya

tersebut. Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan percobaan penentuan rumus

molekul kompleks ammin-tembaga (II).

1.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah:

1.2.1 Untuk menentukan koefisien distribusi ammonia dalam pelarut organik-air.

1.2.2 Untuk menentukan rumus molekul kompleks ammin-tembaga (II).


1.3 Rumusan Masalah

Rumusan Masalah pada percobaan ini adalah:

1.3.1 Bagaimana cara menentukan koefisien distribusi amonia dalam pelarut

organik-air.

1.3.2 Bagaimana cara menetukan rumus molekul kompleks ammin-tembaga (II).


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stoikiometri

Stoikiometri merupakan kajian tentang hubungan-hubungan kuantitatif

dalam reaksi kimia. Reaksi kimia merupakan pusat perhatian dari ilmu kimia,

dapat dinyatakan bahwa reaksi kimia adalah suatu proses dimana zat-zat baru

yaitu hasil reaksi, terbentuk dari beberapa zat aslinya yang disebut pereaksi.

Biasanya suatu reaksi kimia disertai oleh kejadian-kejadian fisis, seperti

perubahan warna, pembentukan endapan, atau timbulnya gas (Winarni, 2013).

Di awal kimia, aspek kuantitatif perubahan kimia, yakni stoikiometri

reaksi kimia, tidak mendapat banyak perhatian. Bahkan saat perhatian telah

diberikan teknik dan alat percobaan tidak menghasilkan hasil yang benar.

Stoikiometri yang menangani aspek kuantitatif reaksi kimia menjadi metodologi

dasar kimia. Semua hukum fundamental kimia, dari hukum kekekalan massa,

hukum perbandingan tetap sampai hukum reaksi gas semua didasarkan

stoikiometri. Hukum-hukum fundamental ini merupakan dasar teori atom, dan

secara konsisten dijelaskan dengan teori atom (Takeuchi, 2006).

2.2 Metode Ekstraksi

Ekstraksi solvent atau yang lebih dikenal dengan ekstraksi cair-cair

merupakan proses pemisahan fasa cair yang memanfaatkan perbedaan kelarutan

zat yang akan dipisahkan antara larutan asal dan pelarut pengekstrak (solvent).

Prinsip dasar dari ekstraksi cair-cair ini melibatkan pengontakan suatu larutan
dengan pelarut (solvent) lain yang tidak saling melarut (immisible) dengan pelarut

asal yang mempunyai densitas yang berbeda sehingga akan terbentuk dua fasa

beberapa saat setelah penambahan solvent. Dalam proses pengontakan yang

terjadi dalam kolom isian, salah satu cairan didispersikan dalam bentuk tetesan ke

dalam cairan pendispersi tetesan yang disebut dengan fasa kontinyu

(Mirwan, 2008).

Ekstraksi adalah suatu metoda yang digunakan untuk memisahkan satu

komponen campuran dari zat padat atau zat cair dengan menggunakan bantuan

pelarut. Ekstraksi dapat digolongkan menjadi dua katagori yaitu ekstraksi cair cair

dan ekstraksi padat cair (leaching). Ekstraksi cair cair digunakan untuk

memisahkan dua zat cair yang saling bercampur dengan menggunakan suatu

pelarut yang melarutkan salah satu zat dalam campuran itu. Ekstraksi padat cair

(leaching) digunakan untuk memisahkan campuran zat padat dan zat terlarut

dengan menggunakan pelarut yang dapat melarutkan zat terlarut tetapi sangat

sedikit melarutkan zat padat (Haryono, 2008).

2.3 Hukum Distribusi

Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak

saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut

maka akan terjadi pembagian kelarutan. Dalam praktek solut akan terdistribusi

dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan

terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap,

dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan

distribusi atau koefisien distribusi (Suyanti, 2008).


2.4 Senyawa Kompleks

Sintesis senyawa kompleks melibatkan reaksi antara larutan yang

mengandung molekul atau ion negatif sebagai ligan. Beberapa molekul organik

seperti kupferon, 8-hidroksikuinolin (oksin), benzoilaseton dan lain-lain, dapat

berfungsi sebagai ligan dalam pembentukan kompleks dengan logam transisi.

Salah satu metode penentuan komposisi kompleks adalah dengan variasi kontinu

atau sering disebut metode Job. Ikatan antara inti dan ligan bersifat kovalen.

Faktor Ph dapat mempengaruhi pembentukan khelat logam yang kuat. Berbagai

ogam membentuk kompleks pada pH tertentu (Lestari, 2014).

2.5 Metil Orange

Metil Orange (MO) merupakan salah satu

jenis pewarna sintesis azo yang banyak ditemukan

dalam limbah industri tekstil. Pewarna azo

merupakan pewarna sintetik aromatik yang

tersusun dari satu atau lebih gugus azo yang

mengandung dua atom nitrogen dengan ikatan azo Gambar 1. Metil Orange
(-N=N-) dan tersubstitusi dengan elektron penstabil gugus azo. Umumnya

pewarna azo larut dalam air, mudah teradsorbsi dalam kulit, terhirup sehingga

berpotensi bersifat racun dan menyebabkan kanker. Pewarna azo juga merupakan

agen mutagenik pada manusia dan lingkungan. Metil orange (MO) merupakan

salah satu jenis pewarna azo yang banyak ditemukan dilimbah industri tekstil dan
merupakan senyawa beracun, serta memberikan dampak negatif pada lingkungan

(Mauliddawati, 2014).

2.6 Logam Tembaga (Cu)

Tembaga dengan nama kimia cu-prum

dilambangkan dengan Cu, berbentuk kristal

dengan warna kemerahan dan di alam dapat

ditemukan dalam bentuk logam bebas, akan tetapi

lebih banyak ditemukan dalam bentuk

persenyawaan atau sebagai senyawa padat dalam Gambar 2. Logam Cu


bentuk mineral. Dalam tabel periodik unsur-unsur kimia tembaga menempati

posisi dengan nomor atom 29 dan mempunyai bobot 63.456. Tembaga adalah

logam merah muda yang lunak, dapat ditempa, liat, dan melebur pada suhu

1038°C. Logam tembaga juga dinamakan cupro untuk yang bervalensi +1 dan

cupri yang bervalensi +2. (Handoko, 2013).

Cu(I) maupun Cu(II) adalah spesies ion stabil dalam larutan netral dan

larutan alkali tanpa agen pengompleks NH3 atau CN-, denga penambahan

ammonia berlebih, tembaga dapat membentuk ion yang stabil sebagai Cu(NH3)2+

and Cu(NH3)42+. Bilangan oksidasi reduksi dari reaksi Cu(II)/Cu(I) dan Cu(I)/Cu.

Potensial oksidasi reduksi Cu(NH3)42+/Cu(NH3)2 lebih besar dari Cu(NH3)2+/Cu,

dimana Cu(NH3)2+ berperan sebagai agen pengoksidasi. Potensial oksidasi


reduksi Cu(I)/Cu lebih besar dari hidrogen, dimana Cu(I) dapat direduksi menjadi

logam tembaga (Koyama, 2006).

Tembaga (Cu) merupakan salah satu logam berat yang banyak

dimanfaatkan dalam industri, terutama dalam industry lapis listrik (electroplating)

dan industry logam (alloy). Keberadaan tembaga dalam jumlah kecil sangat

berguna bagi mahluk hidup karena merupakan logam berat essensial, tetapi dalam

jumlah besar (lebih dari 2,5 mg/kg berat tubuh orang dewasa dan 0,05 mg/kg

berat tubuh untuk anak-anak dan bayi, dapat mengakibatkan berbagai masalah

kesehatan karena sifatnya yang toksik. Ion logam tembaga dapat terakumulasi di

otak, jaringan kulit, hati, pankreas dan miokardium. Dengan demikian

penanganan limbah logam Cu harus dilakukan (Sukatra, 2014).


BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Kimia Anorganik “Stoikiometri Kompleks Ammin-Tembaga

(II)” dilaksanakan pada hari Selasa, 12 November 2019 pukul 13.00 WITA-

selesai. Bertempat di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo, Kendari.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah corong pisah 50 mL,

buret 50 mL, pipet gondok 50 mL, statif dan klem, pipet tetes, gelas ukur 5 mL

dan 10 mL, erlenmeyer 250 mL, botol semprot, gelas kimia 50 mL dan 100 mL,

serta filler.

Bahan-bahan yang digunakan larutan amonia, CCl4, indikator MO, larutan

HCl standar 0,055 M, larutan H2C2O4 0,1 M, CuSO4 dan H2O.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Penentuan Koefisien Distribusi Amonia antara Air dan Kloroform

10 mL larutan NH3 14 M dimasukkan ke dalam corong pisah 50 mL,

kemudian ditambahkan 10 mL air ke dalam corong pisah tersebut. Selanjutnya

larutan dikocok agar homogen. Kemudian ditambahkan 25 mL karbon

tertraklorida ke dalam corong pisah dan dikocok kembali selama 5 menit. Larutan

yang telah dikocok didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan. Selanjutnya, lapisan


karbon tetraklorida sebanyak 10 mL dipindahkan ke dalam Erlenmeyer yang

berisi 10 mL air dan kemudian ditambahkan 2 tetes larutan metil orange. Larutan

selanjutnya dititrasi perlahan-lahan dengan menggunkan larutan HCl standar

0,055 M sampai terbentuk warna merah. Titrasi dilakukan 2 kali pengulangan

dengan volume ke dua 10 mL dan kemudian untuk sisanya. Dihitung koefisien

distribusi ammonia.

3.3.2 Penentuan Rumus Kompleks Ammin-Tembaga (II)

10 mL larutan NH3 1 M dimasukkan ke dalam corong pisah 50 mL,

kemudian ditambahkan 10 mL larutan CuSO4 0,1 M ke dalam corong pisah

tersebut. Selanjutnya larutan dikocok agar homogen. Kemudian ditambahkan 25

mL karbon tetraklorida ke dalam corong pisah dan dikocok kembali selama 5

menit. Larutan yang telah dikocok didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan.

Selanjutnya, lapisan kloroform sebanyak 10 mL dipindahkan ke dalam

Erlenmeyer yang berisi 10 mL air dan kemudian ditambahkan 2 tetes larutan

metal orange. Larutan selanjutnya dititrasi perlahan-lahan dengan menggunkan

larutan HCl standar 0,055 M sampai terbentuk warna merah. Titrasi dilakukan 2

kali pengulangan dengan volume ke dua 10 mL dan kemudian untuk sisanya.

Dihitung jumlah ammonia yang terdapat dalam air dan kloroform, kemudian

ditentukan rumus kompleksnya.


3.4 Prosedur Analisis Data

3.4.1 Penentuan Koefisien Distribusi Ammonia dalam Air dan Kloroform

N NH3 dalam kloroform × V NH3 dalam kloroform = V HCl × N HCl

[HCl] × V HCl
[NH3]kloroform = [NH3]karbon 𝑡𝑒𝑡𝑟𝑎𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑑𝑎

[NH3]air = [NH3]baku - [NH3]karbon tetraklorida

[NH 3 ]karbon te traklorida


Kd =
[NH 3 ]air

3.4.2 Penentuan Rumus Senyawa Kompleks Ammin-Cu(II)

N NH3 dalam kloroform × V NH3 dalam kloroform = V HCl × N HCl

[HCl] × V HCl
[NH3]kloroform = [NH3]karbon 𝑡𝑒𝑡𝑟𝑎𝑘𝑙𝑜𝑟𝑖𝑑𝑎

[NH3]air = [NH3]baku - [NH3]karbon tetraklorida

[NH 3 ]karbon te traklorida


Kd =
[NH 3 ]air

mmol NH3 dalam Cu2+ = [NH3] dalam CuSO4 × V NH3

mmol [Cu2+] = [Cu2+] × V Cu2+

mmol [Cu2+] : mmol [Cu2+]


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Praktikum

4.1.1 Penentuan Distribusi Amonia antara Air dan CCl4

Tabel 4.1 Hasil Titrasi Penentuan Distribusi Amonia antara Air dan Kloroform
V NH3 (CCl4) V HCl Keterangan Nilai KD
10 mL 0,7 mL Merah bata
10 mL 0,6 mL Merah bata 0,004096
5,4 mL 0,5 mL Merah bata

Pencampuran air dan kloroform dalam penentuan distribusi amonia

terbentuk dua lapisan hal ini dikarenakan adanya perbedaan massa jenis pada air

dan kloroform, air memiliki massa jenis lebih rendah yaitu 0,98 kg/m3 dibanding

kloroform yang memiliki massa jenis sebesar 1,14 kg/m3, hal inilah yang

menyebabkan lapisan air berada pada lapisan atas dan kloroform berada pada

lapisan bawah. Saat ditambahkan senyawa ketiga yaitu NH3 senyawa ketiga ini

akan terdistribusi ke dalam dua lapisan. Berdasarkan hukum Nerst bila ke dalam

dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam

kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan (Purwani, 2008)

Penentuan koefisien distribusi NH3 yaitu dengan mentitrasi kloroform

dengan HCl 0,055 M. Volume HCl yang terpakai berturut-turut saat dilakukan

triplo adalah 0,7 mL, 0,6 mL dan 0,5 mL dengan hasil titrasi larutan menjadi

warna merah. Perubahan warna ini menandakan bahwa larutan telah mencapai

titik akhir titrasi. Dari hasil perhitungan didapatkan besarnya konsentrasi NH3
dalam karbon tetraklorida 0,00408 sehingga konsentrasi dalam air dapat diketahui

sebesar 0,99592. Dari kedua konsentrasi NH3 dalam masing-masing larutan maka

dapat dihitung koefisien distribusi NH3 yaitu sebesar 0,004096.

4.1.2 Penentuan Rumus Kompleks Ammin- Tembaga (II)

Tabel 4.2 Hasil Titrasi Penentuan Rumus Kompleks Ammin-Tembaga (II)


V NH3 (CCl4) V HCl Keterangan Rumus Kompleks Cu-
Ammin
10 mL 2,0 mL Warna orange
10 mL 0,7 mL Warna orange [Cu(NH3)10]2+
2,3 mL 0,2 mL Warna orange

Penambahan 10 mL Cu dan 10 mL NH3 ke dalam corong pisah akan

memicu terbentuknya senyawa kompleks ammin-tembaga (II), dengan Cu sebagai

pusat dan NH3 sebagai ligan. Kemudian ditambahkan 25 mL karbon tetraklorida

akan terbentuk dua lapisan hal ini dikarenakan adanya perbedaan massa jenis pada

Cu dan kloroform. Seperti halnya H2O, Cu juga memiliki massa jenis lebih rendah

dibanding kloroform. Pada lapisan bawah adalah Cu dalam kloroform yang

ditandai dengan warna larutan bening dan pada lapisan atas adalah Cu dalam NH3

yang ditandai dengan larutan berwarna biru.

Penentuan rumus molekul ammin-tembaga (II) dimulai dengan mentitrasi

Cu dalam kloroform, pada tahap ini juga digunakan HCL 0,055 M. Volume HCl

yang digunakan berturut-turut adalah 2,0 mL, 0,7 mL,dan 0,2 mL. Pada akhir

titrasi warna larutan menjadi merah terang yang menendakan adanya kompleks

Cu. Dengan prosedur analisis data yang sama dengan air dan karbon tetraklorida

didapatkan koefisien distribusinya sebesar 0,006583.


Penentuan rumus molekul ammin-tembaga (II) yaitu dengan melakukan

perbandingan mol Cu2+ dan mol NH3, dari hasil analisis data perbandingan mol

yang didapatkan adalah 1:10 maka rumus molekul ammin-tembaga (II) yaitu

[Cu(NH3)10]2+.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengamatan dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan

5.1.1 Penentuan koefisien distribusi amonia dalam pelarut organik-air yaitu

dengan menghitung konsentrasi NH3 dalam kloroform dan konsentrasi NH3

dalam air. Sehingga koefisien distribusi NH3 dapat diketahui sebesar

0,00640.

5.1.2 Penentuan rumus molekul ammin-tembaga (II) dilakukan dengan

membandingkan mol NH3 dan Cu2+ yang didapatkan dari hasil

perbandingan distribusi NH3 pada Cu2+ dan kloroform. Perbandingan

kompleks dari ammin-tembaga (II) adalah 1:10 maka rumus molekulnya

adalah [Cu(NH3)10]2+.

5.2 Saran

Saran yang dapar saya ajukan dalam percobaaan ini sebaiknya praktikan

melaksanakan praktikum harus hati-hati dan teliti dalam pengukuran volume saat

memipet dan pada saat titrasi agar titik akhir titrasi sangat penting agar didapatkan

hasil pengukuran yang tepat, dan percobaan benar-benar sesuai prosedur.


DAFTAR PUSTAKA

Handoko, Chanel Tri, Tri Budi Yanti, Halimatul Syadiyah dan Siti Marwati. 2013.
Penggunaan Metode Presipitasi untuk Menurunkan Kadar Cu dalam
Limbah Cair Industri Perak di Kotagede. Jurnal Penelitian Saintek. 18(2)

Haryono., Pertiwi, Dyah S., Susanto Dian I., dan Ismawaty, D. 2008.
Pengambilan Pekrim dari Ampas Wortel dengan Ekstraksi menggunakan
Pelarut HCl Encer. Jurnal Institut Teknologi Nasional.

Koyama, kazuya, Mikiya Tanaka, and Jae-Chun Lee. 2006. Copper Leaching
Behaviour from Waste Printed Circuit Board in Ammoniacal Alkaline
Solution. Environtmental Management Technology Journal. Vol.7, No.7.

Lestari, I., Afrida., dan Aulia S. 2014. Sintensis dan Karakterisasi Senyawa
Kompleks Logam Kadmium (II) dengan Ligan Kufperon. Jurnal
Penelitian Universitas Jambi Seri Sains. 16(1).

Mauliddawati, V.T., dan Adi S.P. 2014. Biodegradasi Metil Orange Oleh Jamur
Pelapuk Coklat Daedalea Dickinsii. Jurnal Seni dan Sains. 2(1).

Mirwan, Agus dan Doni Rahmat Wicakso. 2008. Pengaruh Isian Jenis Bola
terhadapr Dinamika Tetes dan Koefisien Massa Ekstraksi Cair-Cair dalam
Kolom Isian. Info Teknik. 9(2)

Sukarta, I Nyoman. 2014. Penurunan Konsentrasi Cu2+ Oleh Kulit Kacang


Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) dari Limbah Pembuatan Tempe.
Seminar Nasional FMIPA

Suyanti., Purwani., dan Muhadi. 2008. Ekstraksi Konsentrat Neodimium


memakai Asam di-2-Etil Heksil Fosfat. Jurnal Seminar IV SDM Teknologi
Nuklir. ISSN 1978-0176.

Winarni, Sri, Ade Ismayani dan Fitriani. 2013. Kesalahan Konsep Materi Stoikiometri
yang Dialami Siswa SMA. Jurnal Ilmiah Didaktika. 16(1)

Takeuchi, Yasito. 2006. Buku Teks Pengantar Kimia. Tokyo: Muki Kagaku.
LAMPIRAN 3. ANALISIS DATA

1. Penentuan Koefisien Distribusi Ammonia dalam kloroform dan air.

[HCl] = 0,055 M

VHCl 1 = 0,7 mL

VHCl 2 = 0,6 mL

VHCl 3 = 0,5 mL

Vlapisankloroform 1 = 10 mL

Vlapisankloroform 2 = 10 mL

Vlapisankloroform 3 = 5,4 mL

[NH3]kloroform1 . Vlapisankloroform 1 = [HCl] VHCl 1

[NH3]kloroform1 . 10 mL = 0.055 M . 0,7 mL

0.055 M . 0,7 mL
[NH3]kloroform1 = = 0.00385 M
10 mL

[NH3]kloroform2 . Vlapisankloroform 2 = [HCl] VHCl 2

[NH3]kloroform2 . 10 mL = 0.055 M . 0.6 mL

0.055 M . 0,6 mL
[NH3]kloroform2 = = 0.0033 M
10 mL

[NH3]kloroform3 . Vlapisankloroform 3 = [HCl] VHCl 1

[NH3]kloroform3 . 5,4 mL = 0.055 M . 0,5 mL

0.055 M . 0,5 mL
[NH3]kloroform3 = = 0.00509 M
5,4 mL

(0.00385+0.0033+0.00509) M
[NH3]kloroformrata-rata = = 0,00408 M
3

[NH3]air = [NH3] awal - [NH3]kloroform rata-rata

[NH3]air = 1 M – 0.00408 M

[NH3]air = 0.99592 M
[NH3 ]Organik
KD=
[NH3 ]Air

0,00408 M
KD= = 0,004096
0.99592 M

2. Penentuan Rumus Molekul Ammin-Tembaga

[HCl] = 0,055 M

VHCl 1 = 2,0 mL

VHCl 2 = 0,7 mL

VHCl 3 = 0,2 mL

Vlapisankloroform 1 = 10 mL

Vlapisankloroform 2 = 10 mL

Vlapisankloroform 3 = 2,3 mL

[NH3]kloroform 1 . Vlapisankloroform 1 = [HCl] VHCl 1

[NH3]kloroform 1 . 10 mL = 0.055 M . 2 mL

0.055 M . 2 mL
[NH3]kloroform 1 = = 0.011 M
10 mL

[NH3]kloroform 2 . Vlapisankloroform 2 = [HCl] VHCl 2

[NH3]kloroform 2 . 10 mL = 0.055 M . 0,7 mL

0.055 M . 0,7 mL
[NH3]kloroform 2 = = 0.00385 M
10 mL

[NH3]kloroform 3 . Vlapisankloroform 3 = [HCl] VHCl 1

[NH3]kloroform 3 . 2,3 mL = 0.055 M . 0,2 mL

0.055 M . 0.2 mL
[NH3]kloroform3 = = 0.00478 M
2,3 mL

(0.011+0.00385+0.00478) M
[NH3]kloroform rata-rata = = 0.00654 M
3
[NH3]Cu = [NH3] awal - [NH3]kloroform rata-rata

[NH3]Cu = 1 M – 0.00654 M

[NH3]Cu = 0.99346 M

[NH3 ]Organik
KD=
[NH3 ]Air

0.00654 M
KD= = 0.006583
0.99346 M

mmol NH3dalam Cu2+ = [NH3]Cu x V NH3

= 0.99346 M x 10 mL

= 9.9346 mmol ≈ 10 mmol

mmol Cu2+ = [Cu2+] x V Cu2+

= 0,1 M x 10 mL

= 1 mmol

Cu2+ : NH3 = 1 : 10

Maka rumus empirisnya yaitu [Cu(NH3)10]2+

Anda mungkin juga menyukai