Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam arti yang luas, senyawa kompleks dapat diartikan senyawa yang
terbentuk karena penggabungan dua atau lebih senyawa sederhana, yang masing
masingnya dapat berdiri sendiri atau tunggal. Demikian juga dalam bidang
formulasi sering diterapkan pembentukan kompleks antara obat dengan bahan
tambahan. Menurut Werner (orang yang pertama kali berhasil mengkaji senyawa
kompleks), beberapa ion logam cenderung berikatan koordinasi dengan zat-zat
tertentu terbentuk senyawa kompleks yang mantap.
Sebagian besar jenis reaksi kimia yang digunakan dalam penentuan
titrimetrik melibatkan pembentukan ion kompleks. Reaksi pembentukan senyawa
kompleks bergantung pada persenyawaan bukan ion hidrogen atau ion hidroksida
untuk membentuk suatu ion atau suatu senyawa yang dapat larut dan sedikit
terdisosiasi. Kation yang logam cenderung untuk membentuk kompleks. Sifat ini
digunakan untuk pemisahan, penetapan kadar, dan membuat kation yang tidak
dapat bereaksi. Untuk analisis yang penting adalah tetapan stabilitas (kestabilan)
dan tetapan disosiasi.
Dalam bidang farmasi, prinsip kompleks ini digunakan untuk menambah
kelarutan suatu senyawa obat. Karena ada sebagian dari senyawa obat tak dapat
larut dengan baik pada pelarut tertentu sehingga diperlukan penambahan senyawa
pengkompleks. Dengan demikian senyawa yang memiliki sifat sukar larut akan
mengalami peningkatan kelarutan dalam pelarut dengan adanya penambahan
senyawa pengkompleks.
Mengingat pentingnya prinsip reaksi kompleks dalam bidang farmasi maka
dilakukanlah percobaan ini, dimana akan digunakan sampel kofein yang memiliki
sifat sukar larut dengan sulfanilamida sebagai zat pengkompleks.
1.1 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penentuan kelarutan suatu zat dengan
penambahan zat pengompleks.

1
1.2.2 Tujuan Percobaan
Menetapkan kelarutan paracetamol didalam air dengan penambahan Na
EDTA menggunakan metode spektrofotometri.
1.3 Prinsip Percobaan
Penetapan kelarutan paracetamol didalam air dengan penambahan Na EDTA
konsentrasi yang berbeda-beda didasarkan pada kompleks yang terjadi antara
paracetamol dan Na EDTA yang di ukur dengan menggunakan spektrofotometer
UV.
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui senyawa kompleks.

2. Mahasiswa dapat mengetahui spembentukan snyawa kompleks antara


paracetamol dan Na EDTA

3. Mahasiswa dapat menegetahui prinsip spektrofotometri UV-Vis

4. Mahasiswa dapat mengetahui teknik pembuatan larutan standar, larutan


sampel dan blangko.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Umum
Kompleks atau senyawa koordinasi, diakibatkan oleh mekanisme donor-
akseptor atau reaksi asam-basa Lewis antara dua atau lebih konstituen kimia yang
berbeda. Setiap atom atau ion nonlogam apakah bebas atau berada dalam molekul
netral atau dalam senyawa ionik, yang dapat menyumbangkan satu pasang
elektron, dapat bertindak sebagai donor. Akseptor, atau konstituen yang ambil
bagian dalam pasangan elektron, seringkali berupa ion logam, walaupun dapat
juga berupa atom netral.(Martin A, 1990)
Kompleks dapat dibagi dalam dua kelompok bargantung pada apakah
komponen akseptor adalah ion logam atau molekul organik. Gaya antar molekul
yang terlibat dalam pembentukan kompleks adalah gaya van der waals dari
dirspersi, dipolar dan tipe dipolar induksi. (Martin A, 1990).
Senyawa kompleks atau senyawa koordinasi telah berkembang pesat karena
senyawa ini memegang peranan penting dalam kehidupan manusia terutama
karena aplikasinya dalam berbagai bidang seperti dalam bidang kesehatan,
farmasi, industri dan lingkungan. Senyawa kompleks dalam industri sangat
dibutuhkan terutama dalam katalis. Dalam industri petrokimia kebutuhan katalis
semakin meningkat karena setiap produk petrokimia diubah menjadi senyawa
kimia lainnya selalu dibutuhkan katalis, misalnya pada reaksi hidrogenasi,
karbonilasi, hidroformilasi (Gates,B.1992). Kompleks logam transisi dapat
mengkatalis berbagai reaksi kimia seperti kompleks yang telah lama dipakai
sebagi katalis untuk oksidasi stirena yaitu dalam pembentukan senyawa olefin.
Dalam bidang kesehatan dan farmasi senyawa kompleks sangat penting juga
dalam berupa obat – obatan seperti vitamin B12 yang merupakan senyawa
kompleks antara kobalt dengan porfirin, hemoglobin yang berfungsi untuk
mengangkut oksigen (Sukardjo, 1999).
Ion oksalat merupakan ligan yang istimewa karena mampu membentuk
senyawa kompleks dengan berbagai ion logam transisi menghasilkan senyawa

3
dengan sifat dan karakter yang bervariasi. Ion oksalat memiliki empat atom
donor namun hanya dua atom yang menjadikannya sebagai ligan bidentat yang
berikatan dengan ion logam membentuk senyawa kompleks mono, bis dan tris
oksalat. Ion oksalat juga dapat berfungsi sebagai ligan jembatan yang
menghubungkan lebih dari satu inti ion logam transisi, baik ion logam yang
sejenis maupun berbeda jenis sehingga membentuk kompleks polimer
berdimensi satu, dua, bahkan tiga.(Kiki, K, A. 2006)
2.1.2 Metode pembentukan kompleks
Menurut Day, R (1995), metode-metode analisis pembentukan kompleks
ada beberapa macam, antara lain :
1. Metode variasi berkesinambungan
Metode ini berdasarkan pada kenyataan bahwa apabila dua senyawa
membentuk kompleks maka terjadi perubahan sifat fisika dan kimia.
2. Metode titrasi
Metode ini diterapkan pada pembentukan kompleks glisin dan Cu yang
dititrasi dengan NaOH
3. Metode distribusi
Metode distribusi diterapkan pada pembentukan kompleks iodium dan KI
idoium dilarutkan dalam CS2 dan KI dilarutkan dalam air kelautan iodium dalam
air karena terbentuk kompleks
4. Metode kelarutan
Kelarutan pada amino benzene akan menambah kelarutan paracetamol,
dimana kadar paracetamol diukur dengan spektrofotometer.
2.1.3 Atom Pusat
Atom pusat adalah suatu kation yang menerima elektron-elektron dari ligan
untuk membentuk suatu ion kompleks. Atom yang menyediakan tempat bagi
elektron yang didonorkan (Cotton dan Wikinson,1989). Suatu senyawa dikatakan
kompleks apabila ligan-ligannya membentuk ikatan kovalen koordinasi dengan
suatu ion atau atom pusat. Teori ikatan dalam senyawa-senyawa kompleks mula-
mula diperkenalkan oleh Lewis Sidwich. Teori ini digagalkan karena tidak dapat
menjelaskan bentuk geometri senyawa-senyawa kompleks. Tiga teori kemudian

4
muncul, salah satunya yaitu teori Medan Ligan (Arsyad,2001). Teori medan ligan
menjelaskan pembentukkan kompleks atas dasar elektrostatik yang diciptakan
oleh ligan-ligan terkoordinasi di sekeliling bulatan sebellah dalam dari atom
pusat. Medan ligan menyebabkan pengurangan tingkat energi orbital-orbital di
atom pusat yang kemudian menghasilkan energi untuk menstabilkan kompleks itu
(Vogel,1990).
2.1.4 Ligan
Ligan adalah spesies yang mampu menyumbangkan pasangan elektron pada
atom logam pusat atau ion dan merupakan dasar Lewis dalam menerima pasangan
elektron, atom logam pusat atau tindakan ion sebagai asam Lewis. Ligan yang
hanya memiliki satu pasang elektron yang dapat menyumbangkan disebut ligan
unidentate (Petrucci dan Harwood 1989).
Teori Lewis dapat memberikan penjelasan yang luas tentang struktur-
struktur kimia dengan ungkapan-ungkapan yang sederhana, untuk dapat
dimengerti dengan lebih mendalam sifat-sifat dari teori ligan, yang menjelkaskan
tentang pembentukan kompleks atas dasar medan elektrostatik yang diciptakan
oleh ligan-ligan yang terkoordinasi sekeliling bulatan sebelah dalam ari atom
pusat. Medan ligan menyebabkan penguraian tinkatan energi orbital d atom pusat,
lalu menghasilkan energi untuk menstabilkan kompleks itu, jika molekul netral
yang terlibat sebagai ligan dalam pembentukan kompleks, muatan pada ion
kompleks tetap sama seperti muatan pada atom pusatnya. Kompleks dengan ligan-
ligan campuran bisa mempunyai muatan yang berbeda-beda (Svehla, 1985).
Beberapa contoh ligan unidentate adalah anion monoatomik seperti ion
halida, anion poliatomik seperti ion nitrit, molekul sederhana seperti amonia dan
molekul yang lebih kompleks seperti metal, dan CH3NH2. Beberapa ligan mampu
menyumbangkan lebih dari satu pasangan elektron tunggal dari atom yang
berbeda, dalam ligan dan situs yang berbeda dalam struktur geometris kompleks.
Ini disebut ligan multidentat. Molekul etilendiamin dapat menyumbangkan dua
pasangan elektron, satu dari setiap atom N dan dapat menyumbangkan dua pasang
elektron, disebut ligan bidentat. Ketika ikatan ligan multidentat ke ion logam
menghasilkan cincin, dapat lihat kompleks sebagai kelat. Ligan multidentat

5
disebut agen kelat, dan proses pembentukan kelat disebut khelating (Petrucci dan
Harwood 1989).
Keistimewaan yang khas dari atom-atom logam transisi group d adalah
kemampuannya untuk membentuk kompleks dengan berbagai molekul netral,
seperti karbon monoksida, isosoianida, fosfin tersubsitusi, arsin dan stibin, nitrat
oksida, dan berbagai molekul dengan orbital π yang terdelokalisai seperti piridin,
2,2-bipiridin, dan 1,10-fenantrolin. Terdapat jenis-jenis kompleks yang beragam,
beranah dari molekul senyawaan biner seperti Cr(CO)6 atau Ni(PF3)4 sampai ion
kompleks seperti [Fe(CN)5CO]3- (Cotton dan Wilkinson, 1989).
2.1.4 Senyawa Kompleks
Senyawa kompleks merupakan senyawa yang ligan-ligannya membentuk
ikatan kovalen koordinasi dengan suatu ion atau atom pusat. Teori ikatan dalam
senyawa-senyawa kompleks mula-mula diperkenalkan oleh Lewis Sidwich. Teori
ini digagalkan karena tidak dapat menjelaskan bentuk geometri senyawa-senyawa
kompleks. Tiga teori kemudian muncul, salah satunya yaitu teori Medan Ligan
(Arsyad,2001). Teori medan ligan menjelaskan pembentukkan kompleks atas
dasar elektrostatik yang diciptakan oleh ligan-ligan terkoordinasi di sekeliling
bulatan sebellah dalam dari atom pusat. Medan ligan menyebabkan pengurangan
tingkat energi orbital-orbital di atom pusat yang kemudian menghasilkan energi
untuk menstabilkan kompleks itu (Vogel,1990).
Senyawa koordinasi terbentuk dari reaksi antara asam lewis (yang dapat
berupa atom logam atau ion logam) dengan basa lewis (yang merupakan ligan
netral atau ligan negative). Atom logam atau ion logam dalam senyawa kompleks
berfungsi sebagai atom pusat yang dikelilingi oleh ligan yang ada. Ikatan antara
atom pusat dengan ligan-ligan merupakan ikatan kovalen koordinasi dengan
semua elektron yang digunakan untuk membentuk ikatan berasal dari ligan-ligan
(Effendy,2006). Ikatan kovalen koordinasi merupakan ikatan kimia yang terjadi
akibat pemakaian pasangan elektron secara bersama-sama oleh dua atom yang
berikatan dimana setiap atom menyumbangkan satu elektron atau ikatan kimia
yang terbentuk diantara dau atom yang sama-sama ingin menangkap elektron
untuk membentuk suatu molekul (Saputro,2015).

6
Kobalt ( Co) merupakan unsur yang termasuk logam transisi. Kobalt dapat
membentuk dua ion yaitu Co(II) susunan d7 dan Co(III) susunan d6. Kompleks
Co(III) mempunyai struktur oktahedral Ls, kemudian kompleks Co(II)
mempunyai struktur berubah – ubah dan bersifat Hs. Kobalt adalah logam abu –
abu, besifat magnetik, melebur pada 1490˚C (Vogel, 1990).
2.1.6 Spektrofotometri
Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrofotometer dan fotometer. Spektrofotometri menghasilkan sinar dan
spektrum dengan panjang gelombang dan fotometri adalah alat pengukur
intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometri
digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut
ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang (Khopkar, 1990: 325).
Kelebihan spektrofotometri dibandingkan fotometer adalah panjang
gelombang dan sinar putih dapat terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai
seperti prisma, glatung, ataupun celah optis. Pada spektrofotometri panjang
gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat
pengurai cahay seperti prisma suatu spektrofotometer tersususn dari sumber
spektrum tampak yang kontinu. Monokromator sel pengabsorbsian untuk
mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding
(Khopkar, 1990: 225 – 226).
2.1.7 Prinsip kerja spektrofotometri
Sebuah spektrofotometer dapat dianggap sebagai sebuah fotometer
fotolistrik yang diperhalus yang memungkinkan penggunaan pita-pita cahaya
yang sinambung variabelnya dan lebih mendekati monokromatik, atau lebih tepat,
pita-pita sempit energi cahaya dari sumbernya (Basset dkk., 1994).
Spektrofotometri ultravoilet dan cahaya tampak berguna pada penentuan
struktur molekul organik dan pada analisa kuantitatif. Spektrum elektron suatu
molekul adalah hasil transmisi antara dua tingkat energi elektron pada molekul
tersebut (Creswell, 2005: 26).

7
Spektroskopi UV–VIS adalah tekhnik analisis spektroskopi yang
menggunakan sumber radiasi elektromagnetik dan sinar tampak dengan
mengunakan instrumen. Spektrofotometri adalah penyerapan sinar tampak untuk
ultraviolet dengan suatu molekul yang daat menyebabkan eksitasi molekul dan
tingkat dasar ke tingkat energi yang paling tinggi (Sumar, 1994: 135).
Panjang gelombang cahaya UV-VIS dan sinar tampak jauh lebih pendek
daripada panjang gelombang radiaatsi inframerah. Satuan yang digunakan untuk
menentukan panjang gelombang ini adalah monokromator (1 nm = 10 -7 cm).
Spektrum tampak sekitar 400 nm (ungu) sampai 750 nm (merah) sedangkan
spektrum UV adalah 100 – 400 nm (Day and Underwood, 2002: 788).
Radiasi ultraviolet maupun radiasi cahaya tampak berenergi lebih tinggi
dripada radiai inframerah absorbsi cahaya UV atau visibel mengakibatkan
transmisi elektromagnetik yaitu promosi elektron-elektron dan orbital keadaan
dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan terdesitasi berenergi lebih tinggi
transisi ini memerlukan 40 – 300 kkal/mol. Energi yang terserap selanjutnya
terbuang sebagai cahaya atau tersalurkan melalui reaksi kimia misalnya
isomerisasi atau reaksi – reaksi radiasi lain (Day and Underwood, 2002: 189).
Panjang gelombang cahaya UV dan VIS bergantung pada mudahnya promo
elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi
elektron akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih sedikit akan
menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang. Cahaya yang menyerap
cahaya pada daerah tampak (yakni mudah dipromosikan dan pada senyawa yang
menyerap pada panjang gelombang UV yang lebih pendek (Day and Underwood,
2002: 180).
Semua molekul dapat mengabsorbsi radiasi dalam daerah UV-VIS karena
mereka mengandung elektron baik sekutu maupun menyendiri yang dapat
dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang di mana
absorbsi itu terjadi bergantung pada beberapa elektron kuat itu terikat dalam
molekul itu. Elektron dalam suatu ikatan kovalen tunggal terikat denagn kuat dan
diperlukan iodisasi yang lebih tinggi atau panjang gelombang pendek untuk
sksitasinya (Day and Underwood, 2002: 388).

8
Spektrum elektronik senyawa dalam fase uap kadang kadang menunjukkan
struktur harus di mana sumbangan vibrasi individu teramati. Namun dalam fase-
fase merapat tingkat energi molekul demikian terganggu oleh tetangga-tetangga
dekatnya, sehingga sering sekali hanya tampak pita lebar (Day dan Underwood,
2002: 389).
Ada beberapa yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri UV-
VIS terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna yang akan dianalisis
dengan senyawa spektrofotometri visibel karena senyawa tersebut harus diubah
menjadi senyawa yang berwarna pembentukan molekul yang dianalisis tidak
menyerap pada daerah tersebut (Ibnu Ghalib, 2012: 252).

Cahaya yang berasal dari lampu deuterium maupun wolfram yang bersifat
polikromatis di teruskan melalui lensa menuju ke monokromator pada
spektrofotometer dan filter cahaya pada fotometer. Monokromator kemudian akan
mengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya monokromatis (tunggal). Berkas-
berkas cahaya dengan panjang tertentu kemudian akan dilewatkan pada sampel
yang mengandung suatu zat dalam konsentrasi tertentu. Oleh karena itu, terdapat
cahaya yang diserap (diabsorbsi) dan ada pula yang dilewatkan. Cahaya yang
dilewatkan ini kemudian di terima oleh detector. Detector kemudian akan
menghitung cahaya yang diterima dan mengetahui cahaya yang diserap oleh
sampel. Cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasi zat yang terkandung
dalam sampel sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam sampel secara
kuantitatif.

9
Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Larutan yang dianalisis merupakan larutan berwarna
Apabila larutan yang akan dianalisis merupakan larutan yang tidak berwarna,
maka larutan tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi larutan yang
berwarna. Kecuali apabila diukur dengan menggunakan lampu UV.
2. Panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang yang digunakan adalah panjang gelombang yang
mempunyai absorbansi maksimal. Hal ini dikarenakan pada panajgn gelombang
maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada panjang gelombang tersebut,
perubahan absorbansi untuk tiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar.
Selain itu disekitar panjang gelombang maksimal, akan terbentuk kurva
absorbansi yang datar sehingga hukum Lambert-Beer dapat terpenuhi. Dan
apabila dilakukan pengukuran ulang, tingkat kesalahannya akan kecil sekali.
3. Kalibrasi Panjang gelombang dan Absorban
Spektrofotometer digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang
dipancarkan dan cahaya yang diabsorbsi. Hal ini bergantung pada spektrum
elektromagnetik yang diabsorb oleh benda. Tiap media akan menyerap cahaya
pada panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawa yang terbentuk. Oleh
karena itu perlu dilakukan kalibrasi panjang gelombang dan absorban pada
spektrofotometer agar pengukuran yang di dapatkan lebih teliti.
2.1.8 Paracetamol
Parasetamol merupakan zat aktif pada obat yang banyak digunakan dan
dimanfaatkan sebagai analgesik dan antipiretik. Parasetamol dimetabolisir oleh
hati dan dikeluarkan melalui ginjal. Parasetamol tidak merangsang selaput lendir
lambung atau menimbulkan pendarahan pada saluran cerna. Diduga mekanisme
kerjanya adalah menghambat pembentukan prostaglandin. Obat ini digunakan
untuk melenyapkan atau meredakan rasa nyeri dan menurunkan panas tubuh.
Analisis parasetamol dilakukan untuk memastikan bahwa tablet parasetamol
sesuai dengan kriteria yang tertera pada Farmakope Indonesia dan memastikan
bahwa parasetamol dapat memberikan efek farmakologi yang diharapkan pada
pasien (Ansel, 1989).

10
Paracetamol merupakan turunan senyawa sintesis dari p-aminofenol yang
memberikanefek analgesia dan antipiretika. Senyawa ini dikenal dengan nama
lain asetaminofen, merupakan senyawa metabolit aktif fenasetin, namun tidak
memiliki sifat karsinogenik (menyebabkan kanker). Senyawa ini memilik nama
kimia N-asetil-p-aminofenol atau p-asetamidofenol atau 4’-hidroksiasetanilida
(Depkes RI, 1979).
Obat yang bersifat analgesik (penahan rasa sakit/nyeri) dan antipiretik
(penurun panas/demam) adalah obat yang paling banyak dikonsumsi masyarakat,
karena obat ini dapat berkhasiat menyembuhkan demam, sakit kepala dan rasa
nyeri. Umumnya obat yang bersifat analgesik dan antipiretik ini mengandung zat
aktif yang disebut asetaminofen atau yang lebih dikenal dengan parasetamol
(Rachdiati, 2008).
2.2 Uraian Bahan

2.2. 1 Na2EDTA (Dirjen POM.1995:412)


Nama resmi : DINATRIUM ETILENDIAMINA TETRA
ASETAT DIHIDRAT

Nama lain : Dinatrium adetat, Nas2 EDTA


Rumus molekul : C10H14Na2O8. 2H2O
Berat nolekul : 372,24
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, higroskopik.


Kelarutan : Larut dalam air, dalam etanol 95% dan eter P.
Kegunaan : Sebagai reaktan.

11
2.2.2 Paracetamol(Dirjen POM, 1979 : 37)
Nama resmi : Acetaminophenum
Sinonim : Asetminofen, Parasetamol
Rumus molekur : C8H9NO2
Berat molekul : 151,16
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa


pahit
Kelarutan : Larut dalam 17 bagian air, dalam 7 bagian etanol
(95%) P,dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian
gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol p; larut
dalam larutan alkali hidroksida
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
Khasiat :Analgetikum, antipiratikum
2.2.3 ALKOHOL (Ditjen POM edisi III 1979 : 65)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Alkohol
Rumus Molekul : C2H6O
Berat Molekul :46,0
Pemerian : cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, dan
mudah bergerak, bau khas dan rasa panas.
Kelarutan : Hampir larut dalam larutan
Penyimpanan : dalam wadah tertututp rapat
Kegunaan : sebagai pelarut

12
2.2.4 Aquadest (Dirjen POM, 1979: 96)
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Aquadest, Air suling, air mineral
Rumus Molekul : H2O
Rumus Struktur : O
H H
Berat Molekul : 18,00
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak mempunyai rasa
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : sebagai pelarut

13
BAB 3
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari senin , tanggal 23 september
2019, pada pukul 07:00-selesai, di Laboratorium Teknologi Farmasi, Jurusan
Farmasi, Fakultas olahraga dan kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Pada praktikum kali ini alat yang digunakan yakni gelas beaker, gelas ukur,
batang pengaduk, botol vial, pipet dan spektrofotometer uv.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada saat praktikum yaitu alkohol 70%,
Paracetamol, Na EDTA, aquades dan tissue
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Larutan Standar
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Dibuat larutan paracetamol 1.000 ppm
4. Diukur aquadest sebanyak 10 ml
5. Dilarutkan paracetamol dengan aquadest kedalam ampul
6. Dilakukan pengenceran 1000 ppm
3.3.2 Larutan Sampel
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Ditimbang paracetamol sebanyak 0,1 g
4. Ditimbang Na EDTA sebanyak 0,5 g
5. Diukur aquadest sebanyak 10 ml
6. Dimasukkan paracetamol dan Na EDTA
7. Diencerkan menggunakan aquadest

14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Larutan Standar
No. Sampel Absorban
1. 10 ppm O,687
2. 20 ppm 1,375
3. 30 ppm 2,074

4.1.2 Larutan Sampel


No Sampel Absorban (nm)

1 PCT + Na EDTA 0,2 g 3,336

2 PCT + Na EDTA 0,4 g 3,415

3 PCT + Na EDTA 0,6 g 3,401

4.2 Perhitungan
4.2.1 Pengenceran bertingkat
0,1 g
- x 1.000.000 = 1.000 ppm
10 ml
0,1 g
- x 10.000 = 100 ppm
10 ml
-

15
4.2.2 Faktor Pengenceran
m 0,1 g
FP = =
v 10 mL x 10 mL x 10 mL
= 0,01
4.2.3 Konsentrasi Sampel
Paracetamol 0,1 g dan Na-EDTA 0,2 g
y = 0,0694 – 0,0083
3,336 + 0,0083 = 0,0694 x
3,3443 = 0,0694x
3,3443
x =
0,0694
x = 48, 188 PPM
Paracetamol 0,1 g dan Na-EDTA 0,4 g
y = 0,0694 – 0,0083
3, 145 + 0,0083 = 0,0694 x
3, 4233 = 0,0694 x
3,4233
x =
0,0694
x = 49, 377 PPM
Paracetamol 0,1 g dan Na-EDTA 0,6 g
y = 0,0694 – 0,0083
3, 401 + 0,0083 = 0,0694 x
3, 4093 = 0, 694 x
3,4093
x =
0,0694
x = 49, 125 PPM
4.2 Pembahasan

Kompleks atau senyawa koordinasi, menurut definisi klasik, diakibatkan


oleh mekanisme donor-akseptor atau reaksi asam-basa Lewis antara dua atau lebih
konstituen kimia yang berbeda. Setiap atom atau ion nonlogam apakah bebas atau
berada dalam molekul netral atau dalam senyawa ionik, yang dapat
menyumbangkan satu pasang elektron, dapat bertindak sebagai donor. Akseptor,

16
atau konstituen yang ambil bagian dalam pasangan elektron, seringkali berupa ion
logam, walaupun dapat juga berupa atom netral (Martin, A: 1990).

Dalam pelaksanaan analisisis anorganik kualitatif banyak digunakan reaksi-


reaksi yang menghasilkan pembentukan kompleks. Suatu ion atau molekul
kompleks terdiri dari satu ion (ion) pusat dan sejumlah ligan yang terikat erat
dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah relatif komponen-komponen ini dalam
kompleks yang stabil nampak mengikuti stoikiometri yang sangat tertentu,
meskipun ini tak dapat ditafsirkan di dalam lingkup konsep valensi klasik (Roth,
H., J: 1994).

Gaya antar molekul yang terlibat dalam pembentukan kompleks adalah


vanderwaals dari dispersi, dipolar, dan tipe dipolar induksi. Ikatan hidrogen
memberikan gaya yang bermakna dalam beberapa kompleks molekuler, dan
kovalen koordinat sangat penting dalam kompleks logam. Perpindahan muatan
dan interaksi hidrofobis pun terjadi (Martin, A: 1990).

Satu ion (atau molekul) kompleks terdiri dari satu atom (ion) pusan dan
sejumlah ligam yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Atom pusat ditandai
oleh bilangan koordinasi, suatu angka bulat, yang menunjukkan jumlah ligan
(monodentat) yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan satu atom
pusat. Susunan logam-logam sekitar atom pusat adalah simetris (Svehla, G: 1990).

G.N Lewis menerangkan bahwa pembentukan kompleks terjadi karena


pentumbanagn atau pasangan elektron seluruhnya oleh satu ligan kepada atom
pusat, inilah yang disebut dengan ikatan-datif. Teori Medan Ligan menjelaskan
bahwa pembentukan kompleks atas dasar medan elektrostatik yang diciptakan
oleh ligan-ligan dalam dari atom pusat. Medan ligan menyebabkan penguraian
tingkatan energi orbital-orbital-d atom pusat, yang lalu menghasilkan energi untuk
menstabilkan kompleks itu (Energi Stabilitas Medan Ligan) (Svehla, G: 1990).

Pada pembagian besar logam cenderung untuk membentuk kompleks.


Sifat ini dapat digunakan untuk pemisahan, penentuan kadar dan untuk membuat
kation tidak dapat berreaksi. Untuk analisis kuantitatif yang penting adalah
tetapan stabilitas (kestabilan) dan tetapan disosiasi. Pada pembentukan dan
penguraian senyawa kompleks dibedakan antara disosiasi pertama dan kedua.
Disosiasi pertama merupakan disosiasi menjadi kation dan anion kompleks atau

17
menjadi anion dan kation kompleks, yang biasanya terjadi secara sempurna (Roth,
H., J: 1994).

Makin besar tetapan disosiasi, makin banyak ion dalam larutan, dan makin
tidak stabil kompleks yang terjadi. Selain itu diketahui juga bahwa banyak
senyawa kompleks yang terdisosiasi secara bertahap. Ion kompleks tunggal hanya
terdapat pada larutan senyawa kompleks yang sangat kuat (Day, R., A.: 1995).

Pembentukan kompleks dalam analisa kualitatif sering terlihat dan dipakai


untuk pemisahan atau identifikasi. Salah satu fenomena yang paling umum yang
muncul bila ion kompleks terbentuk adalah perubahan warna larutan dan kenaikan
larutan (Svehla, G.: 1990).

Kompleks terbentuk dari suatu reaksi ion logam yaitu kation dengan suatu
anion atau molekul netral. Ion logam di dalam kompleks disebut atom pusat dan
kelompok yang terikat pada atom pusat disebut ligan. Jumlah ikatan yang
terbentuk oleh atom logam, pusat disebut bilangan koordinasi dari logam, salah
satu contoh reaksi kompleks adalah reaksi dari ion perak dengan ion sianida untuk
membentuk ion kompleks Ag(CN)2 yang sangat stabil (Martin, A: 1990). Higuchi
dan kawan-kawannya telah menyelidiki kompleksasi kafein dengan sejumlah obat
yang bersifat asam. Mereka menemukan interaksi antara kafein dengan obat
misalnya silfonamida atau barbiturat disebabkan oleh gaya dipol-dipol atau ikatan
hidrogen antara gugus karbonil yang terpolarisasi dari kafein dan atom hidrogen
dari asam. Interaksi sekunder mungkin terjadi antara bagian-bagian molekul
nonpolar dan kompleks “ditekan keluar” dari fase air karena tekanan internal air
yang besar. Kedua efek ini menyebabkan derajat interaksi yang tinggi (Martin, A:
1990).

18
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dengan ditambahkan Na-EDTA sebagai zat pengompleks dalam
melarutkan paracetamol, maka dapat ditetapkan bahwa paracetamol dapat
ditingkatkan dengan menambahkan zat pengompleks yaitu Na-EDTA.
Ditambahkan zat pengompleks pada tiga konsentrasi yang berbeda-beda , akan
meningkatkan pula kelarutan zat, tetapi dapat juga menurun karena berbagai
kemungkinan kesalahan yang terjadi.
Pada penambahan Na-EDTA dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu,
konsentarsi sampel PCT 0,1 g +Na-EDTA 0,2 g adalah 48,188 g/mL, kemudian
untuk sampel PCT 0,1 g +Na-EDTA 0,4 g diperoleh konsentrasi 49, 327 g/mL
yang menunjukkan adanya peningkatan dan untuk sampel PCT 0,1 g + Na-EDTA
0,6 g konsetrasi yang diperoleh adalah 49, 125g yang menunjukkan penurunan
konsentrasi.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Jurusan
Saran kami kepada pihak jurusan agar memperhatikan keadaan
laborotorium dan melengkapi alat-alat praktikum yang masih kurang untuk
kepentingan bersama
5.2.2 Saran untuk asisten
Agar lebih sabar dalam membimbing praktikan dan diharapkan kepada
asisten agar lebih mengawasi dan tegas kepada praktikan yang mengganggu
kenyamanan praktikan lainnya yang sedang memperhatikan.
5.2.3 Saran untuk praktikan
Agar lebih berhati-hati saat melakukan praktikum dan tetap menjaga
kebersihan laboratorium.

19
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad. (2001). kamus kimia. jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh


Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-271, 607-608, 700,
Jakarta, UI Press.

Basset J. dan Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif
Anorganik. Jakarta : Buku kedokteran EGC.

Creswell. J. W. 2005. Educational Research. Planning, Conducting,


andEvaluating Quantitative and Qualitative Reserach, Second Edition. New
Jersey: Pearson Merrill Prentice Hall

Cotton dan Wilkinson. 1989, Kimia Anorganik Dasar. Cetakan Pertama.


Jakarta: UI-Press

Day RA. 1995. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga

Day, R A, dan Underwood, A L., (2002), Analsis Kimia Kuantitatif Edisi


Keenam, Erlangga, Jakarta

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI: Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, 378, 535, 612.
Jakarta

Dirjen POM.(1995). Farmakope Indonesia Edisi IV.Jakarta : Depkes RI

Dwidjoseputro, D. 2003. Dasar - Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.

Effendy. 2006. Seri Buku Ikatan Kimia dan Kimia Anorganik Teori VSEPR Gates,
B. C., (1992), ”Catalytic Chemistry”, John Wiley and Sons Inc, Singapore,

Ilyas, Fitrah et all. 2012. Penuntun Praktikum Kimia Fisika. UIN Alauddin
Makassar.

20
Khopkar, S. M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.Kepolaran dan Gaya Antar Molekul. Malang : Banyumedia
Publishing.

Martin, A., Swarbick, J., dan A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik 2. Edisi
III.Jakarta: UI Press. Pp. 940-1010, 1162, 1163, 1170.

Martin, Alfrel, dkk. 1993. Kimia Fisika. Jakarta : UI Press.

Petrucci, H. Ralph, Suminar. 1989. Kimia Dasar , Edisi Ke-4 Jilid 1, Erlangga,
Jakarta.

Pudjaatmaka, A. 2002. Kamus Kimia. Jakarta: Balai Pustaka.

Rachdiati, Henny dan Ricson P Hutagaol dan Erna Rosdiana.2008Penentuan


Waktu Kelarutan Parasetamol Pada Uji Disolusi. Nusa Kimia Jurnal Vol.8 No.1 :
1-6, Juni. FMIPA UNB.

Roth, H. J. 1994. Analisis Farmasi. Universitas Gadjah Mada Press: Yogyakarta.

Sumar Hendayana, Asep Kadarohman, AA Sumarna dan Asep Supriatna. 1994


Kimia Analitik Instrumen Edisi Kesatu. Semarang: IKIP Semarang Press.

Saputro, Agung N.C., 2015, konsep Dasar Kimia Koordinasi, Deepublish,


Yogyakarta.

Svehla,G., (1985), Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro, Edisi


kelima, Bagian I, Kalman Media Pusaka, Jakarta.

Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.
Cetakan Kedua. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka, Jakarta.

Tortora, G. J., Funke, B. R. & Case, C. L., 2010, Microbiology an introduction


10th edition, Pearson edition, Inc.,Publishing as Pearson BenjaminsCummings,
San Francisco, 1301 Sansome.

21

Anda mungkin juga menyukai