Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR

PENENTUAN KADAR BESI DALAM SAMPEL


AIR DENGAN METODE
PERMANGANOMETRI

OLEH:

Armeisia Daun Rara (2105531093)


Michael Fahrezi (2205531095)
Muhamad Hamka (2105531100)
Ariiq Julian Shabbah (2105531130)

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2023
LEMBAR ASISTENSI

NO TANGGAL MATERI ASISTENSI PARAF


1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Menyetujui
Dosen Pembimbing

Dr. I Gede Putu Agus Suryawan,


ST, MT
NIP.196908091997031001
I. TUJUAN

1.1 Mengetahui apa itu titrasi permanganometri.


1.2 Mengetahui proses pada titrasi permanganomertri.
1.3 Melakukan analisis indikator pada titrasi permanganometri.
1.4 Menentukan nilai normalitas larutan baku KMnO4.
1.5 Menentukan kadar sampel FeSO4.

II. DASAR TEORI

2.1 Besi

Besi merupakan logam sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini karena
besi mempunyai berbagai macam kegunaan. Selain itu, besi merupakan logam terbanyak
di dalam perut bumi setelah aluminium. Hal ini menyebabkan industri produksi besi
berkembang cukup pesat [1]. Logam besi memiliki sifat antara lain, memiliki kemampuan
yang baik sebagai penghantar listrik (konduktor), penghantar panas, dapat membentuk
alloy dengan logam lain, dapat ditempa dan dibentuk [2]. Karena sifat-sifatnya yang khas
ini maka logam ini cukup populer di dalam bidang industri. Tidak hanya itu, di bidang
kesehatan besi juga terkandung dalam obat penambah darah.

Obat penambah darah mempunyai ukuran dosis tertentu untuk dapat dikonsumsi
oleh penderita anemia [3]. Zat besi yang diperlukan tubuh sekitar 150-300 mg per hari [4].
Untuk mengatasi anemia, tubuh memerlukan asupan zat besi yang cukup karena jika
berlebihan maka akan menyebabkan permeabilitas dinding pembuluh pembuluh darah
kapiler meningkat, sehingga plasma darah merembes keluar yang mengakibatkan volume
darah menurun dan hipoksia jaringan menyebabkan asidosis [5]. Oleh karena itu,
diperlukan sebuah metode untuk menentukan kadar besi dalam suatu sampel.
2.2 Permanganometri

Penentuan kadar besi dapat dilakukan dengan metode yang menggunakan prinsip
reaksi redoks yaitu permanganometri. Permanganometri adalah jenis dari titrasi redoks
dimana anion dari permanganat berwanra dan pengokdidasi (KMnO4) digunakan
untuk mengukur jumlah larutan yang dapat teroksidasi dalam sampel (Bessen et al.,
2021). Jadi dapat dikatakan bahwa permanganometri merupakan suatu proses yang
dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium permanganat (KMnO4) sebagai larutan baku
dalam suasana asam. Rekasi berdasarkan serah terima elektron yaitu elektron yang
diberikan oleh pereduksi (proses okdidasi) dan diterima oleh pengoksidasi (proses reduksi)
(Hasanah dkk, 2019).

Metode permanganometri memiliki kelebihan yang mudah untuk dilakukan,


efektif dan tidak memerlukan suatu indiator untuk dapat menemukan titik akhir titrasi.
Sedangkan kekurangan pada metode ini adalah larutan dari KMnO4 jika terkena cahaya
atau dititrasi dengan cukup lama maka akan mudah terurai menjadi MnO2, sehingga pada
titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan pengendapan coklat yang dapat
membantu proses penentuan titik akhir titrasi. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat
pada larutan seperti H2C2O4.2H2O yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan
cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+, oleh karena itu
penambahan pentiter pada proses titrasi harus dilakukan secara sedikit demi sedikit
agar kesalahan dalam menentukan titik akhir titrasu dapat dihindarai (Hasanah dkk,
2019).

Zat organik dapat dioksidasi dengan menggunakan KMnO4 sebagai larutan


baku dalam suasana asam dengan pemanasan. Sisa KMnO4 direduksi dengan asam
oksalat berlebih. Kelebihan asam oksalat dititrasi kembali dengan KMnO4. Metode
permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat. Reaksi oksidasi
ini dapat berlangsung dalam suasana asam, netral dan alkalis. Adapun reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut:
Adapun reaksi redoks antara asam oksalat dengan KMnO4 dalam suasana asam
adalah sebagai berikut:

Penentuan kalium permanganat dengan menggunakan titrasi permanganometri


tidak membutuhkan indikator sebagai penentu titik akhir titrasi. Hal ini disebabkan karena
kalium permanganat selain bertindak sebagai titran juga bertindak sebagai indikator. Titik
akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah
muda. Warna merah muda tersebut timbul akibat dari kelebihan ion permanganat.
Satu tetes kelebihan ion permanganat maka akan menimbulkan warna merah muda
yang cukup jelas terlihat (Kurniawati dan Alfanah, 2018).

2.3 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TITRASI PERMANGANOMETRI

A. KELEBIHAN TITRASI PERMANGANOMETRI


Titrasi permanganometri ini lebih mudah digunakan dan efektif, karena reaksi ini
tidak memerlukan indicator, hal ini dikarenakan larutan KMnO4 sudah berfungsi
sebagai indicator, yaitu ion MnO4 berwarna ungu, setelah diredukdsi menjadi ion Mn-
tidak berwarna, dan disebut juga sebagai autoindikator.
B. KEKURANGAN TITRASI PERMANGANOMETRI
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak pada:
Larutan pentiter KMnO4 pada buret Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang
lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga
pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang seharusnya
adalah larutan berwarna merah rosa. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada
larutan seperti H2C2O4 Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang
telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara
MnO4 dengan Mn2+. MnO4 + 3Mn2+ + 2H2O <-> 5MnO2 + 4H+ Penambahan KMnO4
yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4 Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat
pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan
terjadi kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi
air.

Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan untuk titrasi
yang pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi permanganometri yang dilaksanakan.

2.4 MANFAAT TITRASI PERMANGANOMETRI

Untuk mengetahui kadar dari zat-zat yang bilangan oksidasinya masih dapat
dioksidasi. Dalam bidang industri, metode ini dapat dimanfaatkan dalam pengolahan air,
dimana secara permanganometri dapat diketahui kadar suatu zat sesuai dengan sifat
oksidasi reduksi yang dimilikinya, sehingga dapat dipisahkan apabila tidak diperlukan atau
berbahaya.

2.5 Oksidasi – Reduksi

Bilangan oksidasi (atau tingkat oksidasi) ialah berapa electron (muatan) dianggap
ada/dipunyai oleh atom tersebut, seakan-akan dalam ikatan kimia, electron sepenuhnya
pindah dari atom satu ke atom yang lain, tetapi sedemikian rupa, sehingga molekul secara
keseluruhan tak bermuatan. Valensi dan bilangan oksidasi (BO) merupakan pengertian
tidak sama. Valensi dalam perkembangan histories Ilmu Kimia diartikan sebagai "daya
ikat" atau berapa banyak atom H diikat oleh satu atom unsure yang bersangkutan (atau,
sebagai ganti atom H, berapa atom univalent lain atau 2x jumlah atom O).

Maka valensi dalam arti sempitnya itu merupakan bilangan bulat dan harus positif dan
punya akar dalam kenyataan, walaupun tidak mencerminkan teori. Valensi penting dalam
pengertian rumus bagun. Sebaliknya bilangan oksidasi dapat positif maupun negative;
umumnya nilainya sama dengan nilai valensi tetapi ada kalanya berbeda, malahan tidak
selalu bulat, dapat juga pecahan. Perbedaan ini terjadi karena BO merupakan hasil
perhitungan dan sebenarnya tidak punya dasar riil. Perbedaan nilai ini dengan valensi
terjadi antara lain kalau dalam molekul terdapat ikatan antara atom-atom unsure sejenis
(misalnya dalam ikatan organik). BO sangat membantu untuk mengerti reksi oksidasi-
reduksi (redoks) dan perhitungan yang bersangkutan dengan redoks, misalnya dalam
penentuan koefesien reaksi.

Oksidasi ialah reksi yang menaikkan BO suatu unsure dalam zat yang mengalami
oksidasi, dapat juga dilihat sebagai kenaikan muatan positif (penurunan muatan negatif)
dan umumnya juga kenaikan valensi. Sebaliknya ialah reduksi, yaitu reaksi yang
menurunkan BO atau muatan positif (menaikkan muatan negatif) dan umumnya
menurunkan valensi unsure dalam zat yang direduksi. Jadi sekalipun kita mereduksi atau
mengoksidasi suatu persenyawaan, sebenarnya yang dioksidasi atau reduksi itu ialah
unsure tertentu yang terdapat di dalam pesenyawaan tersebut. Miasalnya:

MnO2 + 4 HCI MnCL2 + Cl2 + 2H2O

Dalam reaksi ini, MnO2 ialah oksidator dan HCI, sedang HCL mereduksi atau
dioksidasi oleh MnO2. Tetapi, seperti disebut di atas, yang dioksidasi ataupun direduksi
ialah suatu unsure dalam persenyawaan-persenyawaan yang bersangkutan. Dalam hal ini,
yang dioksidasi ialah unsure Cl karena tampak berubah (naik muatan positifnya) dari CI di
dalam HCI, menjadi Cl dalam molekul Cl₂. Yang diredusi ialah unsure Mn karena berubah
(turun) BO-nya dari +4 dalam MnO2 menjadi +2 dalam MnCl2.

III. ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat

a. Buret
b. Pipet volume (10,0 mL)
c. 3 buah labu elenmeyer (250 mL)
d. 1 labu ukur 500 mL
e. 2 buah gelas kimia (100 mL)
f. Corong pendek
g. Lap/tisu
h. Alat pemanas

3.2 Bahan

a. Asam oksalat (C2H2O4)


b. Asam asetat (CH3COOH)
c. Larutan KMn04
d. Larutan sampel FAS 0,3 N
e. Larutan H2SO4.2N

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

4.1 Pembakuan Larutan KMn04

1. Pipet 10,0 mL larutan baku primer asam oksalat dengan pipet volume yang kering dan
bersih, masukkan ke dalam elenmeyer.
2. Tambahkan 10 ml H2SO4.2N, panaskan 60-700 C.
3. Titrasi dengan larutan KMn04 sampai timbul warna merah muda.
4. Ulangi pekerjaan sebanyak dua kali.
5. Hitung normalitas KMn04 rata-rata sampai 4 angka belakang koma.

4.2 Menentukan Kadar Besi (FE2+) Dalam Sampel Air

1. Pipet 10,0 mL larutan sampel dengan pipet volume yang kering dan bersih, masukkan
ke dalam elenmeyer.
2. Tambahkan 10 ml H2SO4.2N.
3. Titrasi dengan larutan KMn04 sampai timbul warna merah muda.
4. Ulangi pekerjaan sebanyak dua kali.
5. Hitung kadar rata-rata besi dalam sampel air sampai dua angka di belakang koma
dalam satuan gram/100 ml (% b/v)
V. HASIL PENGAMATAN

5.1 Pembakuan KMnO4

Asam Oksalat/C2H2O4.5H2O = 6,3 g/L


Mr. C2H2O4.5H2O = 126 g/mol
Konsentrasi C2H2O4 = 0,1000 eq/L

Hasil Titrasi C2H2O4 dengan KMnO4:


Ulangan Vol. C2H2O4 (mL) Vol. KMnO4 (mL)
1 10 10,40
2 10 10,60
3 10 10,30

5.2 Penentuan Kadar Besi


Pengenceran:
Hasil Titrasi Besi dalam Sampel:
Ulangan Vol. Sampel (mL) Vol. KMnO4 (mL)
1 10 6,30
2 10 6,80
3 10 6,90

VI. PERHITUNGAN

6.1 Normalitas C2H2O4 . 2H2O


Diketahui:
1 mol C2H2O4 = 2 Eq
Sehingga normalitas C2H2O4 =
6,3 𝑔/𝐿
𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐶2𝐻2𝑂4.2𝐻2𝑂 = × 2 𝑒𝑞
126 𝑔/𝑚𝑜𝑙
𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐶2𝐻2𝑂4.2𝐻2𝑂 = 0,1000 𝑔𝑟𝑒𝑘/𝐿
6.2 Pembakuan KMnO4

𝐶2𝐻2𝑂4.2𝐻2𝑂 = 𝐾𝑀𝑛𝑂4

𝑁1 . 𝑉1 = 𝑁2 . 𝑉2
𝑁1 . 𝑉1
𝑁2 =
𝑉2

Maka,
0,1000 ×10
Ulangan 1 𝑁2 = = 0,096
10,40
0,1000 ×10
Ulangan 2 𝑁2 = = 0,094
10,60
0,1000 ×10
Ulangan 3 𝑁2 = = 0,097
10,30
Jadi rata-rata dari ketiga hasil normalitas KMnO4 yaitu = 0,0956 M

6.3 Penentuan Kadar FeSO4

M FeSO4 x V FeSO4 = M KMnO4 x V KMnO4


M FeSO4 x 10 = 0,0956 x 6,30
M FeSO4 = 0,060 M

Dengan memasukkan nilai V KMnO4 maka diperoleh:


𝑀1 FeSO4 = 0,060 M
𝑀2 FeSO4 = 0,065 M
𝑀3 FeSO4 = 0,066 M

Jadi, rata-rata M FeSO4 = 0,063 M

𝑀 𝑥 𝑀𝑟 𝑥 𝑉 0,063 𝑥 152 𝑥 10
Berat FeSO4 = = = 0,095
1000 1000
𝑀𝑟 56
Berat Ekuivalensi Fe = = = 56
𝑒 1

𝑉 𝐾𝑀𝑛𝑂4 0,0956 𝑥 6,30 𝑥 56


Berat 𝐹𝑒𝑆𝑂42+ = x Be Fe = = 3,373
𝑉 𝐹𝑒𝑆𝑂4 10

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐹𝑒𝑆𝑂42+ 3,373 35,505


Kadar 𝐹𝑒 2+ = = = = 0,3551 = 35,51%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐹𝑒𝑆𝑂4 0,095 100

VII. PEMBAHASAN

7.1 Pembakuan KMnO4

Pada proses percobaan pembakuan larutan KMnO4, asam oksalat memiliki peran
sebagai titran sedangkan larutan KMnO4 berperan sebagai titrat. Sebelum proses titrasi
ditambahkan terlebih dahulu 10 ml H2SO42N pada larutan asam oksalat kemudian panaskan
dengan temperatur 60–70oC . Titrasi dilakukan hingga didapat titik akhir titrasi yang ditandai
dengan berubahnya warna dari bening menjadi merah muda. Percobaan pertama dengan
asam oksalat dengan 9,40 mL KMnO4 terjadi perubahan warna dari bening ke merah muda.
Pada percobaan kedua antara 10 mL asam oksalat dengan 9,60 mL KMn04 juga
menghasilkan perubahan warna. Pada percobaan ketiga atau terakhir 10 mL asam oksalat
dengan 9,30 ml KMnO4 warna yang dihasilakan cenderung lebih pekat dari dua percobaan
sebelumnya. Hal ini karena pada proses titrasi keran buret sedikit macet sehingga saat larutan
KMn04 keluar dari keran sedikit berlebih daripada seharusnya. Dari ketiga reaksi yang
terjadi, didapatkan nilai normalitas KMnO4 pada percobaan pertama sebesar 0,096, pada
percobaan kedua 0,094, dan pada percobaan terakhir sebesar 0,097. Sehingga didapatkan
normalitas rata-rata KMnO4 yaitu 0,0956 M.

7.2 Penentuan Kadar Sampel Besi (Fe2+)

Pada percobaan kadar sampel Fe2+, yang memiliki peran sebagai titran adalah KMnO4
sedangkan yang berperan sebagai titrat adalah air sumur yang mengandung besi (Fe2+).
Percobaan pertama antara air sumur yang mengandung besi (Fe2+) dengan KMnO4
dibutuhkan larutan KMnO4 sebanyak 6,30 ml untuk dapat mengubah warna dari kadar
sampel besi (Fe2+) 10 ml menjadi warna merah muda. Percobaan kedua membutuhkan
6,80 ml KMnO4 untuk berubah warna. Pada percobaan ketiga dibutuhkan 6,90 ml KMnO4
untuk berubah warna dari bening ke merah muda. Namun pada percobaan ketiga warna
yang dihasilkan lebih pekat karena kesalahan praktikan saat melakukan titrasi, yaitu terlalu
lebar membuka keran buret sehingga larutan KMnO4 jatuh tidak signifikan (terlalu banyak
dalam satu waktu). Perubahan warna dari larutan tersebut bisa berubah warna karena
sebelum dilakukan proses titrasi, ditambahkan terlebih dahulu 10 ml indikator H2SO4. Dari
reaksi tersebut didapat kadar sampel besi (Fe2+) sebanyak 35,51% b/v

VIII. KESIMPULAN

1. Permanganat merupakan analisis titrasi yang menerapkan prinsip reaksi redoks


dengan KMnO4 sebagai oksidator.
2. Pada proses percobaan pembakuan larutan KMnO4, asam oksalat memiliki peran
sebagai titran sedangkan larutan KMnO4 berperan sebagai titrat.
3. Pada percobaan kadar sampel Fe2+, yang memiliki peran sebagai titran adalah
KMnO4 sedangkan yang berperan sebagai titrat adalah air sumur yang mengandung
besi (Fe2+).
4. Jumlah kadar 𝐹𝑒 + adalah 35,51% b/v.
5. Normalitas rata-rata KMnO4 yaitu 0,0956 M.
DAFTAR PUSTAKA

Bessen, N. P., Bertelsen, E. R., Shafer, J. C. 2021. Permanganometric Titration for the
Qualification of Pursfied Bis. Journal of ACS Omega.
Hasanah, U., Mukaromah, A. I., Sitomurni, D. H. 2019. Perbandingan Metode Analisis
Permanganometri dan Bikromatometri pada Penentuan Kadar Chemical Oxygen
Demand. Jurnal Prosiding Unimus.
Kurniawati, P. Dan Alfanah, H. 2018. Perbandingan Metode Penentuan Kadar Permangat
dalam Air Kran Secara Titrimetri dan Spektrofotometri UV-VIS. Indonesian
Journal of Chemical Analysis.
Putra, F. A. Dan Sugiarto, R. D. 2016. Perbandingan Metode Analisis Permanganometri
dan Serimetri dalam Penentuan Kadar Besi. Jurnal Sains dan Seni ITS.
Lampiran Dokumentasi Praktikum

Anda mungkin juga menyukai