Anda di halaman 1dari 17

MODUL

KIMIA ANALITIK
IODOMETRI &
IODIMETRI

Penulis:
Fadila & Tri Mulfiana
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah Subhanahu wata’ala
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan
modul kimia analitik ini yang berjudul “Iodometri & Iodimetri”. Shalawat beriring salam
semoga tetap tercurahkan kepada baginda Nabiyullah Muhammad Saw, yang telah membawa
manusia dari lembah jahiliyah ke lembah yang berilmu.
Modul ini disusun dengan tujuan uuntuk memehuni tugas dari mata kuliah Kimia
Analitik. Dengan disusunnya modul ini kami berharap dapat menambah pengetahuan dan
wawasan kita semua, pun kami menyadari bahwa modul ini masih terdapat kekurangan dan
masih jauh dari kata sempurna. Apabila dalam modul ini terdapat banyak kekurangan dan
kesalahan, kami mohon maaf karena sesungguhnya manusia tidak luput dari kata salah.
Dengan demikian, kami menerima saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun
guna sempurnanya modul ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga modul ini dapat memberikan wawasan dan
pengetahuan bagi siapa saja yang membacanya.

Parepare, 14 Desember 2023


Penyusun

Fadila & Tri Mulfiana


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................3
DAFTAR ISI.............................................................................................................................4
A. PRINSIP DASAR IODOMETRI.....................................................................................5
B. METODE TITRASI IODOMETRI................................................................................5
1. Proses-Proses Iodometrik Langsung...........................................................................5
2. Proses-Proses Tak Langsung Atau Lodometrik Dalam Ion Iodida..........................6
C. LARUTAN ATANDAR PADA IODOMETRI................................................................6
D. TITIK AKHIR PADA TITRASI IODOMETRI............................................................8
E. PRINSIP DASAR IODIMETRI......................................................................................9
F. METODE TITRASI IODIMETRI................................................................................10
G. LARUTAN STANDAR PADA TITRASI IODIMETRI...........................................12
H. INDIKATOR IODOMETRI DAN IODIMETRI.....................................................13
1. Indikator Redoks Reversible......................................................................................14
2. Indikator Khusus........................................................................................................14
I. TITIK AKHIR TITRASI PADA IODIMETRI............................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16
A. PRINSIP DASAR IODOMETRI
lodometri merupakan proses titrasi terhadap iodium bebas dalam larutan.
lodometri digunakan untuk mengidentifikasi zat pereduksi kuat seperti SnCl2 dan
H2SO3. lodometri juga diartikan sebagai titrasi terhadap iodium yang dilepaskan dari
suatu reaksi kimia.
Iodometri adalah analisis titrimetri tidak langsung yang digunakan untuk
mengukur jumlah zat pengoksidasi, seperti kalium permanganat, besi III, dan tembaga
II, yang mengoksidasi iodida tambahan untuk menghasilkan iodium. Larutan standar
tiosulfat akan digunakan untuk menentukan jumlah lodin yang terbentuk. Analit yang
digunakan dalam titrasi iodometri merupakan oksidator yang dapat bereaksi dengan I
(iodida) menghasilkan I2. Larutan tiosulfat dapat digunakan untuk mentitrasi I 2 yang
dihasilkan secara kuantitatif. Titrasi iodometri termasuk dalam kategori titrasi balik
menurut definisi yang diberikan di atas.
lodometri merupakan metode titrasi tidak langsung yang digunakan untuk
mengidentifikasi senyawa-senyawa yang merupakan zat pengoksidasi seperti
CuSO4.5H2O atau yang memiliki potensi oksidasi lebih tinggi daripada sistem iodium-
iodida. Dalam iodometri, kelebihan kalium iodida digunakan untuk mereduksi sampel
pengoksidasi, menghasilkan iodium yang kemudian dititrasi menggunakan larutan
standar tiosulfat. Jumlah tiosulfat yang digunakan sebagai titran sesuai dengan jumlah
iodium yang dihasilkan dan jumlah sampel.
Semua oksidator yang akan ditetapkan kadarnya harus dipastikan terlebih
dahulu bereaksi dengan ion iodida (I) berlebih pada titrasi tidak langsung ini,
sehingga melepaskan I2. Setelah itu, larutan standar sekunder Na2S2O3 dengan
indikator pati digunakan untuk mentitrasi I2 yang dilepaskan.

B. METODE TITRASI IODOMETRI


1. Proses-Proses Iodometrik Langsung
Agen pereduksi kuat seperti tiosulfat, arsenik (III), stibinium (III), antimon
(II), sulfida, sulfit, timah (II), dan ferasianida sering digunakan dalam titrasi
iodometri langsung. Reaksi antara iodium dan tiosulfat dapat berjalan dengan
sempurna dalam metode iodometri langsung ini. Ketika kelebihan ion iodida
ditambahkan ke reagen oksidasi yang ditentukan maka iodium akan dilepaskan
dan natrium tiosulfat dapat digunakan untuk mentitrasi kelebihan ini. Metode ini
melibatkan titrasi zat pereduksi secara langsung dengan iodium, seperti pada
titrasi Na2S₂O3 dengan I2.
2 N a2 S 2 O 3 + I 2 → 2 N a I + N a S 4 O 6
2

Larutan kanji merupakan indikator yang digunakan dalam reaksi ini.


Larutan iodium akan berubah menjadi biru ketika larutan tiosulfat ditambahkan,
sehingga mengubah keadaan aslinya yang tidak berwarna. Sebaliknya, larutan
tiosulfat pada akhirnya akan berubah warna menjadi biru jika ditambahkan larutan
iodium.

2. Proses-Proses Tak Langsung Atau Lodometrik Dalam Ion Iodida


Metode iodometri ini digunakan dalam penentuan zat pengoksidasi.
Dimana zat yang berperan sebagi zat pereduksi akan berubah menjadi iodium.
Kemudian iodium yang dihasilkan akan dititrasi bersama larutan standar yaitu
Na2S₂O3. Jadi, metode titrasi iodometri ini digunakan untuk mengidentifikasi zat
pengoksidasi, seperti pada penentuan suatu zat oksidator ini (H2O2). Pada
oksidator ini ditambahkan larutan KI dan asam hingga akan terbentuk iodium
yang kemudian dititrasi dengan larutan

N a S 2 O3 . H 2 O2 +2 HCl→ I 2+2 KCl+2 H 2 O


2

Agen pengoksidasi kuat dapat dihasilkan dengan cara menambahkan


kalium iodida (KI) serta melakukan titrasi pada iodin yang dibebaskan sehingga
agen dihasilkan dan dapat dianalisis. Banyaknya agen pengoksidasi yang
memerlukan larutan asam agar dapat bereaksi dengan iodin, maka larutan natrium
tiosulfat akan berperan sebagai titrannya. Perlu dipastikan bahwa larutan natrium
tiosulfat tersebut berada dalam keaadan asam dengan rentang pH sekitar 3-4.
Sedangkan pada arsenik (III) diperlukan larutan dalam suasana basa.

C. LARUTAN ATANDAR PADA IODOMETRI


Natrium Tiosulfat adalah larutan standar yang biasanya digunakan dalam
prosedur titrasi lodometri. Garam ini tersedia dalam bentuk pentahidrat
Na2S₂O3.5H2O. Larutan ini perlu distandarisasi dengan menggunakan larutan standar
primer dan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung.
Karena bakteri pemakan belerang dapat memasuki larutan natrium tiosulfat
2−¿ ¿
, SO ¿
sehingga menghasilkan SO 2−¿ 3
4
, dan belerang koloidal sebagai hasil proses
metabolismenya, yang menyebabkan larutan menjadi tidak stabil dalam jangka waktu
lama. Hal ini terjadi karena belerang koloidal menghasilkan kekeruhan, sehingga
larutan harus dibuang dan tidak dapat digunakan kembali.
Untuk menghilangkan bakteri, air yang digunakan untuk membuat larutan
natrium tiosulfat perlu dididihkan terlebih dahulu. Pengawet seperti boraks atau
natrium karbonat juga bisa ditambahkan.
Meskipun tiosulfat teroksidasi secara perlahan di udara, sejumlah kecil ion
tembaga dalam air suling dapat mempercepat prosesnya. Dalam larutan asam,
tiosulfat terurai menghasilkan belerang sebagai endapan.
Dalam reaksi iodometri, larutan natrium tiosulfat biasanya digunakan sebagai
larutan standar. Larutan ini tidak stabil dalam jangka waktu lama disebabkan oleh hal-
hal sebagai berikut:
−¿ ¿
1. Keasaman, larutan ini mudah terurai menjadi ion hydrogen sulfit (HSO3 ) dan
−¿¿
secara perlahan-lahan terurai membentuk pentationat ( S5 O6 ).
2. Oksidasi oleh udara, larutan ini mudah teroksidasi membentuk sulfur.
3. Mikroorganisme, terdapat bakteri dari udara yang menggunakan larutan natrium
tiosulfat sebagai sumber sulfur dalam metabolismenya dan mengoksidasinya
menjadi sulfat.
Penggunaan standar primer KIO3 pada pembakuan larutan natrium tiosulfat
akan menyebabkan terjadinya reaksi, Sebagai berikut:

KIO3 + 5KI + 3H2SO4→ 3I2 + 3K2SO4 + 3H2O

I2 + 2Na2S2O3 → 2Nal + Na2S4O6

Indikator kanji / amilum yang dipergunakan perlu ditambahkan agar


mendekati titik akhir titrasi. Untuk memutuskan ikatan kuat senyawa kompleks dan
mencegah penentuan konsentrasi sampel, penambahan amilum di awal titrasi akan
menyebabkan terbentuknya iod-amilum akan membentuk kompleks warna biru yang
tidak larut dalam air dingin, sehingga akan menyebabkan titran semakin bertambah.
Pembuatan natrium thiosulfat dapat ditempuh dengan cara:
1. Melarutkan garam kristalnya pada aquades yang mendidih.
2. Menambahkan 3 tetes kloroform (CHCl3) atau 10 mg merkuri klorida (HgCl₂)
dalam 1 liter larutan.
3. Larutan yang terjadi disimpan pada tempat yang tidak terkena cahaya matahari.
Untuk membuat larutan tiosulfat steril, air biasanya direbus/di didihkan.
Natrium karbonat atau boraks kemudian ditambahkan sesering mungkin yang
berfungsi sebagai pengawet. Tiosulfat teroksidasi perlahan saat terkena udara. Namun,
oksidasi melalui udara ini akan dikatalisis oleh jejak tembaga yang kadang-kadang
ditemukan dalam air sulingan. Dalam larutan asam, tiosulfat terurai sehingga
menghasilkan belerang sebagai endapan seperti susu.

2−¿¿
S2 O 3 +2 H +¿→ ¿ H2S2O3 → H2SO3 + S
Jika tiosulfat dititrasi ke dalam larutan yodium yang bersifat asam, reaksi tidak
akan terjadi selama larutan tercampur rata, tetapi akan berlangsung lambat. Iodium
dan tiosulfat bereaksi jauh lebih cepat dibandingkan proses penguraiannya. Tiosulfat
diubah oleh iodium menjadi ion tetrationat:

2−¿ ¿
−¿+ S4 O 6 ¿
2−¿→2 I ¿
I 2+ 2 S2 O3

Reaksinya berjalan cepat, sampai selesai, dan tidak ada reaksi sampingan.
Berat ekivalen dari Na2S₂O3.5H2O adalah berat molekulnya, 248,17. Tiosulfat
teroksidasi secara parsial menjadi sulfat:

+¿ ¿
2−¿ +10 H ¿

2−¿+ 5 H 2 O →8 I−¿+ 2SO 4 ¿


¿
4 I 2 + S2 O 3

Dalam larutan yang netral, atau sedikit alkalin, oksidasi menjadi sulfat tidak
muncul, terutama jika iodin dipergunakan sebagai titran.

D. TITIK AKHIR PADA TITRASI IODOMETRI


Cara menentukan titik ekivalen dalam proses titrasi lodo- lodimetri yaitu
dengan menggunakan indikator I₂. Perubahan warna yang terjadi akan lebih sensitif
dengan menggunakan kanji sebagai indikator, hal tersebut terjadi karena kanji dengan
kandungan I₂ dalam larutan Kl akan bereaksi menjadi kompleks lodium yang
berwarna biru meskipun konsentrasi l₂ nya sangat kecil.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi lodometri
adalah sebagai berikut:
1. Karena kompleks I₂ amilum terdisosiasi secara perlahan, penambahan pati pada
awal titrasi akan menyebabkan sejumlah besar l ₂ diserap oleh amilum, waktu
terbaik untuk menambahkan amilum yaitu menjelang akhir titrasi, seperti yang
ditunjukkan oleh larutan, perubahan warnanya menjadi kuning muda. Alasan
kedua adalah, untuk menghindari hidrolisis amilum, iodometri biasanya dilakukan
dalam media asam kuat.
2. Oksidasi iodida oleh udara bebas harus diminimalkan dengan melakukan titrasi
sesegera mungkin. Pengocokan diperlukan selama titrasi iodometri untuk
mencegah akumulasi tiosulfat di area tertentu, karena akumulasi tiosulfat dapat
menyebabkan pemecahan tiosulfat dan produksi belerang. Dengan adanya
belerang, reaksi ini terlihat terbentuk, dan larutan berubah menjadi koloid yang
keruh.
+¿→ H 2 SO3 + S ¿
¿
S2 O2−¿+2
3
H

Agar penentuan larutan menjadi akurat, dianjurkan untuk larutan analit


tereduksi seluruhnya. Larutan analit dapat tereduksi secara sempurna apabila
kelebihan iodida. Oleh karena itu, penambahan jumlah iodida ditambahkan secara
berlebih. Iodida yang berlebih pada proses titrasi tidak akan mempengaruhi proses
titrasi redoks yang sedang berlangsung. Namun, titrasi ini haris segera dilakukan
−¿¿
untuk menghidari I teroksidasi oleh udara yang menyebabkannya berubah menjadi
I₂.
Adapun larutan tiosulfat yang digunakan pada proses titrasi ini perlu
dilakukannya standarisasi terlebih ahulu sebelum digunakan. Standarisasi tiosulfat
dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa oksidator berupa K2Cr2O7, KIO3,
KBrO3, atau senyawa tembaga (II) yang memiliki tingkat kemurnian yang tinggi.
Selanjutnya, apabila dalam proses titrasi ini menggunakan Cu (II) maka pH
larutan tersebut harus dibuffer terlebih dahulu menjadi pH 3. Kemudian digunakannya
tiosianat untuk masking agent, penambahan KSCN dilakukan pada saat mendekati
titik akhir titrasi. Hal tersebut dilakukan guna untuk menggantikan I ₂ yang terserap
oleh Cul. Apabila pada tembaga (II) pH yang digunakan terlalu tinggi, akan
mengakibatkan terjadinya terhidrolisis sehingga membentuk hidroksidanya. Dan
apabila larutan dalam kondisi keasaman yang tinggi maka cenderung terjadi reaksi
−¿¿
I sebagai akibat adanya Cu (II) dalam larutan yang megkatalis reaksi tersebut.

E. PRINSIP DASAR IODIMETRI


Iodimetri adalah proses titrasi dengan menggunakan larutan I ₂ sebagai larutan
standarnya. lodimetri ialah analisis untuk mengidentifikasi kadar suatu zat dengan
menggunakan larutan standar berupa iodium. Dengan kata lain, penentuan keteapan
kuantitatif pada larutan analit dengan menggunakan metode titrasi secara langsung
serta melibatkan reaksi antara iodium dengan larutan analit sehingga dihasilkan reaksi
yang terbentuk dengan ion iodida disebut sebagai titrasi iodimetri.
Iodium akan mengoksidasi zat yang potensi oksidasinya lebih rendah
dibandingkan dengan sistem iodium-iodida bila dititrasi langsung menggunakan
iodium secara iodimetri. Iodimetri adalah nama yang diberikan untuk proses
melakukan analisis dengan senyawa pereduksi yodium. Reduktor yang dapat
dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya dioksidasi menggunakan larutan
yodium. Oksidasi kuantitatif senyawa pereduksi dengan yodium dikenal sebagai
lodimetri.
Iodium digunakan sebagai oksidan dalam titrasi iodimetri, namun sangat
sedikit zat yang cukup kuat sebagai unsur pereduksi untuk dititrasi secara terpisah
dengan iodium. Akibatnya, penentuan iodimetri tidak banyak. Tiosulfat, arsenik (III),
antimon (III), sulfida, sulfit, timah (II), dan ferosianida merupakan zat penting yang
cukup kuat sebagai unsur pereduksi untuk dititrasi langsung dengan iodium. Yaitu zat
dengan potensi reduksi yang jauh lebih rendah. Zat-zat ini bereaksi sempurna dan
cepat dengan iodium bahkan dalam larutan asam. Reaksi lengkap dengan zat
pereduksi yang relatif lemah, seperti arsenik trivalen atau stibium trivalen, hanya
dapat terjadi jika larutan dijaga netral atau sedikit asam. Dalam keadaan ini, kekuatan
pereduksi atau potensi reduksi zat pereduksi berada pada titik tertingginya.
Iodium merupakan oksidator yang relatif lemah. Oksidasi potensial sistem
yodium yodida ini dapat dituliskan sebagai reaksi berikut ini:

−¿E 0 =+0 ,535vol ¿

I 2+ 2e−¿ →2 I ¿

F. METODE TITRASI IODIMETRI


lodimetri adalah titrasi langsung dengan iodin (12). Ada batasan jumlah zat
yang dapat ditentukan secara iodimetri karena 1 2 merupakan zat pengoksidasi sedang.
Namun karena sifatnya yang ringan, titrasi dengan I lebih selektif dibandingkan
dengan titran pengoksidasi kuat. Penentuan iodimetri sering digunakan untuk
menentukan zat-zat berikut: H₂S, ion sulfit (SO32-), Sn (II), As (III), dan hidrazin
(N2H4).
Larutan iodium merupakan larutan standar sekunder karena
ketidakstabilannya. Titrasi tidak dapat dilakukan tanpa menyelesaikan proses
standardisasi terlebih dahulu. Larutan tiosulfat (S₂O) atau As2O3 dapat digunakan
untuk standardisasi. Larutan iodium mungkin menjadi tidak stabil karena paparan
cahaya, oksidasi oleh udara pada pH rendah, atau penguapan iodium. Larutan iodium
harus dijaga tetap dingin dan gelap di dalam botol. Karena yodium hanya 1,3 x 10-3
M yang larut dalam air pada suhu 20°C, larutan yodium dibuat dengan melarutkan I 2
dalam larutan KI. Oleh karena itu, larutan triiodida (I3-)sebenarnya digunakan untuk
titrasi.

−1
12 + I → I 3 −¿
¿

Pada pH tinggi (basa kuat) iodin dapat mengalami reaksi disproporsionasi


menjadi hipoiodat. Oleh karena itu, titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan netral
atau dalam kisaran asam lemah sampai basa lemah.

−¿↔ I O 3 ¿
I 2+ 2OH
−¿ −¿+ H O ¿
+I 2
¿

Amilum yang digunakan sebagai indikator akan terhidrolisis jika titrasi


dilakukan pada lingkungan yang sangat asam. Selain itu, pada kondisi ini iodida yang
dihasilkan dapat dioksidasi menjadi I2 dengan adanya O2 dari udara terbuka sehingga
reaksi ini memerlukan H+ dari asam.
+ ¿→2 I2 + 2 H2 O¿

4 I −¿+ O +4 H
2 ¿

Penambahan larutan amilum yang berperan sebagai indikator pada proses


titrasi ini membentuk senyawa kompleks amilum-1 padatitik akhir titrasi. Senya
kompleks amilum-1 ini yang menyebabkan warna biru pada larutan. Contoh analit
yang dapat dianalisi dengan menggunakan metode titrasi iodimetri dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.

Tabel.1 Beberapa contoh analit dan reaksinya pada titrasi iodimetri


Analit Reaksi (Oksidasi)
2+¿ ¿ 2+¿+ I ¿
Sn Sn
−¿ 4+¿ +3I−¿ ¿ ¿
3 → Sn ¿

H2 S H 2 S + I 3 → S +3 l −¿
¿
−¿+2 H
+¿ ¿
¿

3+¿ ¿ −¿ +H 2 → AsO 4 ¿
As AsO 3+ I 3
3−¿ −¿ +2H +¿ ¿ ¿
+3 I ¿

−¿¿
+ ¿+ 6 I ¿
N2 H4 N 2 H 4 +2 I −¿→ N +4 H 2 ¿
3
+ ¿¿
−¿+ 2 H ¿
Asam askorbat Askorbat+ I −¿+
3
H 2 O ↔dehidroaskorbat + 3 I ¿

(vitamin C)

+ ¿¿
−¿+2 H ¿
Reaksi: H 2 S + I 2 → S+ 2 I

Gambar 1. Diagram titrasi iodimetri untuk analisis H 2 S


Perubahan warna ketika menambahkan indikator amilum pada larutan analit
tidak terjadi begitu saja. Namun, perubahan warna dapat terjadi jika indikator amilum
telah dititrasikan dengan iodium serta larutan analit telah habis yang menyebabkan
adanya kelebihan iodium inilah yang mengakibatkan terjadinya perubahan warna
sehingga muncul warna biru pada larutan. Berdasarkan gambar diatas, dapat diketahui
reaksi saat mencapai titi ekuivalen yaitu:

ek H2S = ek I2
atau 1 mol H2S bereaksi dengan I mol I2
mol H2S = mol I2

G. LARUTAN STANDAR PADA TITRASI IODIMETRI


Metode penentuan kandungan senyawa dalam suatu larutan dapat dilakukan
secara kuantitatif yang disebut sebagai titrasi iodimetri. Metode titrasi ini tergolong
titrasi secara langsung dimana digunakannya larutan iodium sebagai titran. Adapun
perubahan warna yang terjadi merupakan hasil dari penentuan untuk mengidentifikasi
titik akhir titrasi. Reaksi yang terjadi dengan ditandai terjadinya perubahan warna
yang pada titik akhir disebabkan oleh reaksi antara indikator amilum dan juga larutan
baku iodin yang berlebih setelah bereaksi dengan senyawa dalam larutan analit.

Penambahan indikator amilum pada titrasi iodimetri sangatlah berperan


penting untuk dilakukan. Karena untuk mengidentifikasi kapan titrasi dihentikan
diperlukannya indikator ini yang akan memberi perubahan warna biru ketika telah
berikatan dengan iodin. Sehingga dapat menjadi penentu bahwa proses titrasi telah
selesai. Agar amilum tidak membungkus iodin, maka penambahan amilum harus
dilakukan pada saat mendekati titik akhir titrasi, sehingga terhindar dari reaksi
amilum yang sukar dititrasi ke keadaan semula.

Titrasi iodimetri merupakan titrasi yang melibatkan larutan iodium sebagai


bahan dasar penetapannya. Sama halnya dengan titrasi iodometri juga menggunakan
iodium sebagai dasar penetapannya namun metode ini tergolong titrasi secara tidak
langsung, berbeda dengan iodimetri yang merupakan titrasi secara langsung. Iodimetri
termasuk titrasi redoks dengan iodium sebagai titran. Metode analisis analit ini,
melibatkan reaksi redoks yang didalamnya terdapat reduktor dan oksidator. Dalam
reaksi redoks umumnya selalu ada unsur yang mengalami penambahan bilangan
oksidasi (melepaskan elektron), maka harus ada suatu unsur yang bilangan
oksidasinya berkurang atau turun (menangkap elektron). Larutan analit akan
mengalami pengoksidasian oleh iodium, sehingga iodium akan tereduksi menjadi ion
iodida, hal tersebut dapa dilihat pada reaksi dibawah ini:

12 +2e−¿
→2 I −¿¿ ¿
Larutan kanji atau amilum biasanya digunakan sebagai indikator dalam
mengidentifikasi titik akhir pada titrasi. Banyaknya penambahan indikator tidak
melebihi 0,5-1%. Namu, perlu diketahui bahwa selain indikator amilum juga terdapat
indikator lainnya yang dapat digunakan. Diantaranya karbon tetraklorida atau
kloroform yang dapat mengidentifikasi titik akhir titrasi akan tetapi lebih umum
digunakan suatu larutan (disperse koloidal) kanji. Adapun perubahan warna yang
terjadi dari hasil reaksi antara iodium dengan amilum yaitu warna biru tua. Perlu
diketahui bahwa titrasi iodimetri hanya dapat dilakukan dalam keadaan suasana netral
atau dalam kisaran asam lemah dan basa lemah. Hal tersebut dikarenakan apabila
titrasi tersebut dilakukan pada suasana terlalu asam ataupun basa dalam hal ini asam
kuat dan basa kuat akan mengakibatkan iodine dapat mengalami reaksi
disproporsionasi menjadi hipoidat.

−¿ IO3 ¿
I 2+ 2OH
−¿ −¿ + H O ¿
+I 2
¿

Iodium dalam sebuah proses analitik berperan penting sebagai pereaksi


oksidasi (iodimetri). Beberapa zat relatif digunakan sebagai pereaksi reduksi yang
cukup kuat untuk melangsungkan proses titrasi secara langsung bersama iodium. Oleh
sebab itu, jumlah penggunaan titrasi dengan iodimetri relatif sedikit. Berbanding
terbalik jika pereaksi oksidasinya kuat untuk bereaksi secara smpurna dengan ion
iodida, maka akan banyak penggunaan titrasi secara iodimetrik yang terjadi. Apabila
dalam suatu titrasi terjadi kelebihan ion iodida yang ditambahkan pada pereaksi
oksidasi yang telah ditentukan, akan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat.

Iodium termasuk larutan yang memiliki potensial reduksi lebih kecil jika
dibandingkan dengan iodin sehinggan iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa
tersebut. Salah satu penerapan dari titrasi iodimetri yang dapat kita lihat yaitu reaksi
antara vitamin C dengan larutan iodium. Diketahui bahwa vitamin C memiliki reduksi
yang lebih kecil dibangding iodium yang menyebabkan terjadinya titrasi langsung
terjadi.

Titrasi iodimetri pada farmakope Indonesia, menggunakannya untuk


menetapkan kadar suatu larutan seperti asam askorbat, natrium tiosulfat, metampiron
(antalgin), serta natrium tiosulfat dan sediaan injeksi. Titik akhir titrasi iodimetri ini
dapat diidentifikasi dengan menambahkannya sebuah indikator yang dikenal dengan
nama amilum. Dimana saat mencapai titik akhir, amilum ini akan memberikan warna
biru tua pada larutan untuk menandai jika larutan tersebut telah mencapai titik akhir
titrasi.

Iodium (I2) merupakan larutan yang bersifat sebagai oksidator lemah, sehingga
apabila terdapat oksidator kuat yang memberikan efek reaksi dengan reduktor maka
akan menimbulkan reaksi sampingan yang membuat penyimpangan pada hasil
penetapan. Oleh sebab itu, larutan I2 digunaka sebagai pengoksidasi reduktor secara
kuantitatif pada titik sekuivalennya.
H. INDIKATOR IODOMETRI DAN IODIMETRI
Iodometri dan iodimetri merupakan titrasi redoks yang merupakan titrasi
terhadap larutan analitit berupa reduktor atau oksidator dengan titran berupa larutan
dari zat standar oksidator atau reduktor. Ada 2 (dua) jenis indikator yang dapat
digunakan dalam titrasi ini diantaranya:
1. Indikator Redoks Reversible
Indikator redoks reversibel bergantung pada variasi potensial larutan
selama titrasi dibandingkan pada satu zat saja. Karena dapat dioksidasi dan
direduksi kembali, indikator ini disebut reversibel dan oleh karena itu sering
digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi redoks. Perubahan warna indikator
reversibel berkorelasi dengan potensial elektrokimia, yang setengah reaksinya
dapat dinyatakan sebagai berikut:

-
In Oks + n e ↔ In Red
Warna A Warna B

Dengan keterangan, In Oks merupakanindikator dalam bentuk oksidator


dan In Red merupakan indikator dalam bentuk reduktor. Reaksi yang terjadi dapat
dituliskan ke dalam persamaan Nerst sebagai berikut:

In Oks 0,059 [ In Red ]


E=E − log
In Red n [ In Oks ]

Reaksi redoks yang terjadi selama titrasi harus dipertimbangkan ketika


menggunakan indikator redoks reversibel ini. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa tidak semua jenis titrasi redoks dapat dilakukan dengan semua
jenis indikator redoks reversibel. Potensial pada titik ekuivalen titrasi atau
kekuatan oksidasi titran dan analit dapat digunakan untuk menentukan persyaratan
pemilihan indikator yang sesuai. Potensi transisi indikator sangat bergantung pada
pH larutan, sehingga harus dilakukan upaya untuk menjaganya pada tingkat
tersebut selama prosedur titrasi.

2. Indikator Khusus
Indikator yang tidak terpengaruh oleh potensial redoks dan mampu
bereaksi dengan salah satu komponen reaktan disebut indikator redoks khusus.
Dalam titrasi redoks iodometrir/iodimetri, amilum merupakan salah satu indikator
redoks yang unik. Jika dikombinasikan dengan iodium, amilum merupakan
indikator yang dapat menghasilkan kompleks berwarna biru tua. Reaksi
pembentukan kompleks iodium dan pati adalah sebagai berikut, tergantung
penggunaannya:

I 2 +amilum → Iod-amilum (biru)


−¿
2 → warna hilang (tak berwarna) ¿
Iod-amilum + S2 O3

Dengan demikian, perubahan warna biru tua ditunjukkan untuk


mengidentifikasi reaksi yang terjadi diantara iodin dan larutan amilum. Kedua
larutan ini akan membentuk senyawa kompleks yaitu iod-amilum. Kompleks iod-
amilum ini kemudian pecah dikarenakan konsentrasi iod telah habis pada saat
penambahan titran ion tiosulfat. Sehingga warna biru tua sebelumnya akan hilang
atau berubah menjadi bening (jernih). Dalam keaadan inilah titrasi harus
diberhentikan.

Titrasi oksidimetri menunjukkan kurva titrasi redoks, dimana terdapat


konsentrasi zat-zat atau ion yang berada pada suatu reaksi menyebabkan reaksi
tersebut mengalami perubahan secara kontinu. Perubahan reaksi yang terjadi
menyebabkan potensial pada larutan juga mengalami perubahan. Sehingga kurva
titrasi menunjukkan perubahan titran yang digunakan selama proses titrasi seperti
pada kurva netralisasi.

Karena persamaan Nerst adalah rasio konsentrasi bentuk teroksidasi dan


tereduksi, maka kurva oksidimetri tidak seperti kurva lainnya. Dimana kurva ini
tidak berubah seiring dengan terjadinya pengenceran. Keuntungan tambahannya
adalah jika salah satu ion yang terbentuk menjadi kompleks, maka kurva titrasi
oksidimetri dapat diperlebar pada titik beloknya.

Kecepatan reaksi redoks terjadi karena karakteristiknya yang unik, reaksi


redoks sulit untuk dianalisis secara volumetrik. Reversibilitas merupakan sifat
yang perlu dihindari karena banyak reaksi redoks terjadi secara lambat. Telah
diketahui bahwa reaksi lambat tidak cocok untuk titrasi karena prosesnya akan
sangat lambat dan tidak mungkin dilakukan dengan akurasi yang memadai. Oleh
karena itu, dalam analisis volumetrik, reaksi lambat memerlukan percepatan
reaksi. Ada beberapa cara untuk mempercepat reaksi lambat, salah satunya adalah
dengan memanaskan larutan pada suhu yang lebih tinggi.

I. TITIK AKHIR TITRASI PADA IODIMETRI


Titrasi larutan analit yang berupa zat pengoksidasi atau pereduksi dengan
titran yang berupa zat pengoksidasi atau pereduksi standar disebut dengan titrasi
redoks. Reaksi redoks, juga disebut sebagai reaksi reduksi-oksidasi, merupakan dasar
titrasi redoks. Indikator yang dapat berubah warna ketika titik akhir titrasi tercapai
diperlukan untuk menentukan titik akhir titrasi pada titrasi redoks. Dengan demikian,
suatu bahan atau senyawa yang mengalami reaksi reduksi-oksidasi (redoks) dan
berubah warna dapat disebut sebagai indikator redoks. Indikator redoks harus
menunjukkan perubahan warna yang berbeda ketika berada dalam keadaan teroksidasi
dan tereduksi, sama seperti indikator yang digunakan dalam titrasi asam basa (asam-
alkalimetri), pembentukan kompleks (kompleksometri), dan titrasi pengendapan
(argentometri).
DAFTAR PUSTAKA
Alauhdin. 2020. Buku Ajar Kimia Analitik Dasar. Yogyakarta: UNNES Press
Ethica, Salis, Norma. 2017. Kimia Analitik Dasar. Semarang: IAKIS.
Indayatmi. 2020. Analisis Titrimetri dan Gravimetri Kelas 11 SMK. Yogyakarta: CV. Alif
Gemilang Pressindo
Rohmah & Chylen. 2020. Buku Ajar Kimia Analisis. Sidoarjo: UMSIDA Press
Zulfikar. 2008. Kimia Kesehatan (jilid 3). Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan

Anda mungkin juga menyukai