Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KIMIA ANALISIS

IODOMETRI IODIMETRI

KELOMPOK 3 :

1. AYU WIDYANINGSIH (2182038)


2. MEILINDA MEGA SAPUTRI (2182053)
3. NANDA ARINDRA (2182056)
4. NOVITA PUSPITA SARI (2182058)
5. SISKA NUR AINI (2182064)

PRODI DIII FARMASI REGULER B


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NASIONAL
SURAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang
Alhamdulillah tepat pada waktunya.
Makalah yang berjudul Iodometri Iodimetri ini disusun untuk memenuhi tugas
Kimia Analisis 1.
Tidak lupa kami juga mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang
telah membantu suksesnya penyusunan makalah ini sehingga dapat diselesaikan dengan
baik.
Makalah yang kami susun ini masih banyak kekurangan , oleh sebab itu kami
terbuka terhadap saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesemprunaan makalah
ini pada masa yang akan datang.
Semoga makalaah ini memberikan manfaat kepada semua pembaa pada umunya
dan penulis khususnya. Aamiin.

Surakarta, 15 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................iii
BAB I : DASAR TEORI
A.Prinsip umum ..............................................................................................................1
BAB II : LARUTAN BAKU
A.Stabilitas Larutan Baku Natrium Tiosulfat .............................................................4
B.Pembuatan dan Pembakuan Larutan Iodium .........................................................5
C.Pembuatan dan Pembakuan Natrium Tiosulfat ......................................................6
D.Penggunaan Larutan Baku Natrium Tiosulfat ........................................................7
BAB III : INDIKATOR
A.Indikator ......................................................................................................................9
BAB IV : STANDARISASI
A.Preparasi dan Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat........................................12
B.Preparasi dan Standarisasi Larutan Iodin..............................................................13
BAB V : PEMBAHASAN
A.Prosedur Penelitian ..................................................................................................14
B.Hasil dan Pembahasan..............................................................................................14
C.Metode Penelitian .....................................................................................................17
D.Hasil dan Pembahasan .............................................................................................18
BAB VI : PENUTUP
A.Kesimpulan ...............................................................................................................22
B.Saran...........................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
BAB I
DASAR TEORI
A. PRINSIP UMUM
Oksidasi – Reduksi dengan Iodium
Iodium merupakan oksidator yang relatif lemah dibanding dengan kalium kromat,
senyawa serium (IV), brom, dan kalium bikromat.
I2 + 2e 2 I-
Walaupun demikian, iodium masih mampu mengoksidasi secara sempurna senyawa-
senyawa yang bersifat reduktor kuat seperti SnCl 2, H2SO3, H2S, Na2S2O3 dan lain-lainnya,
sedangkan dengan reduktor lemah seperti senyawa-senyawa arsen, antimon trivalent dan
besi (III) sianida dapat berlangsung sempurna jika larutan netral atau sedikit asam. Dalam
keadaan seperti ini maka potensial oksidasi dari reduktor menjadi minimal sedangkan
kekuatan mereduksinya menjadi maksimal.
Karena potensial oksidasinya rendah, maka justru sistem ini lebih menguntungkan
karena ia dapat mereduksi oksidator-oksidator kuat, sehingga iodida dapat mereduksi
oksidator tersebut dan kemudian dibebaskana iodium. Iodium yang dibebaskan ini
kemudian dapat dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat.
Dari kenyataan di atas, maka penggunaan metode titrasi dengan iodium-iodida
sering dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
1. Iodimetri merupakan titrasi langsung dengan menggunakan baku iodium (I 2) dan
digunakan untuk untuk analisis kuantitatif senyawa-senyawa yang mempunyai
potensial oksidasi lebih kecil dari pada sistem iodium-iodida sebagaimana
persamaan diatas atau dengan kata lain digunakan untuk senyawa-senyawa yang
bersifat reduktor yang cukup kuat seperti vitamin C, tiosulfat, arsent, sulfida,
sulfit, stibium(III), timah(II), dan ferosianida. Daya mereduksi dari berbagai
macam zat ini tergantung pada konsentrasi ion hidrogen, dan hanya dengan
penyesuaian pH dengan tepat yang dapat menghasilkan reaksi dengan iodium
secara kuantitatif.
2. Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan
senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih besar dari sistem
iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO 45H2O.
Pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida
berlebih dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan
baku tiosulfat. Banyaknya volume tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara
dengan iod yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel.
Pada metode iodimetri dan iodometri larutan harus dijaga supaya pH larutan lebih
kecil dari 8 karena dalam larutan alkali iodium bereaksi dengan hidroksida (OH -)
menghasilkan ion hipoiodit yang pada akhirnya mrnghasilkan ion iodat menurut reaksi :
1
I2 + OH HI + IO-
3 IO IO3- + 2 I-
sehingga apabila ini terjadi maka potensial oksidasinya lebih besar daripada
iodium akibatnya akan mengoksidasi tiosulfat (S2O32-) yang tidak hanya menghasilkan
2-
tetraionat (S4O6 ) tapi juga menghasilkan sulfat (SO 42-) sehingga menyulitkan
perhitungan stokiometri (reaksi berjalan tidak kuantitatif). Oleh karena itu, pada metode
iodometri tidak pernah dilakukan dalam larutan basa kuat.
Konsentrasi iodium dapat diatur untuk maksud-maksud tertentu dengan jalan
dididihkan atau ditampung dengan pelarut organik tidak campur dengan air, misalnya
kloroform atau karbon tetraklorida.
Dari pembicaraan diatas, dapat disimpulkan bahwa terhadap oksidator lemah yang
jika direduksi dengan iodida berjalan lambat maka supaya reaksinya berjalan sempurna
dapat ditempuh dengan cara-cara berikut :
a. Memperbesar ion iodida
b. Memperbesar konsentrasi ion hidrogen
c. Memisahkan iodium yang terjadi dengan pendidihan atau ekstraksi menggunakan
kloroform atau karbon tetraklorida.
Selain menggunakan larutan iodium, dalam iodimetri dapat digunakan larutan
baku kalium iodat (KIO3) dan KI. Larutan ini cukup stabil dan menghasilkan iodium bila
ditambahkan asam menurut reaksi :
IO3- + 5I- + 6H+ 3I2 + 3H2O
Pada penggunaan iodium untuk titrasi, ada dua sumber kesalahan yaitu :
a. Hilangnya iodium karena mudah menguap
b. Iodida dalam larutan asam mudah dioksidasi oleh udara menurut reaksi :
4I- + O2 + 4H- 2I2 = 2H2O
Penguapan dari iodium dapat dikurangi dengan adanya kelebihan iodida karena terbentuk
ion triiodida. Dengan 4% KI, maka penguapan iodium dapat diabaikan, asalkan titrasinya
tidak terlalu lama. Titrasi harus dilakukan dalam labu tertutup dan dingin. Oksidasi iodida
oleh udara dalam larutan netral dapat diabaikan, akan tetapi oksidasinya bertambah jika
pH larutan turun. Reaksi ini dikatalisis oleh ion logam dengan valensi tertentu (terutama
tembaga), ion nitrit dan cahaya matahari yang kuat. Oleh karena itu titrasi tidak boleh
dilakukan pada cahaya matahari langsung. Oksidasi iodida oleh udara dapat dipengaruhi
oleh reaksi antara iodida dengan oksidator terutama jika reaksinya berjalan lambat. Oleh
karena itu, larutan yang mengandung kelebihan iodida dan asam tidak boleh dibiarkan
terlalu lama. Jika akan dibiarkan agak terlalu lama maka larutan itu harus dibebaskan dari
udara sebelum penambahan iodida. Udara dikeluarkan dengan penambahan karbon
dioksida.

2
Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol/ liter pada 25°C) akan tetapi
larut secara cepat dengan adanya kalium iodida karena terbentuknya ion triiodida
menurut reaksi :
12 + I- I3- .
Dalam kebanyakan titrasi dengan iodium (iodimetri) digunakan suatu larutan iodium
dalam kalium iodida dan karena itu spesireaktifnya adalah ion triiodida (I 3-). Untuk
tepatnya semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iodium seharusnya ditulis
dengan I3- dan bukan I2 misal :
I3- + 2S2O32- 3I- + S4O62-
reaksi di atas lebih akurat daripada I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62- namun demi
kesederhanaan untuk selanjutnya penulisan larutan iodium dengan menggunakan I 2 dan
bukan I3-.

3
BAB II
LARUTAN BAKU
A. Stabilitas Larutan Baku Natrium Tiosulfat
Larutan baku tiosulfat jika disimpan lama-lama akan berubah titernya. Beberapa
hal yang menyebabkannya sangat kompleks dan saling bertentangan akan tetapi beberapa
faktor yang dapat menyebabkan terurainya larutan tiosulfat dapat disebutkan sebagai
berikut :
1. Keasaman
Larutan tiosulfat dalam dalam suasana alkali atau netral relatif stabil, tidak
dikenal adanya asam tiosulfat atau hidrogen tiosulfat. Proses peruraiannya sangat rumit,
tetapi fakta yang dapat dikemukakan adalah jika konsentrasi ion hidrogen lebih besar dari
2,5 x 10 -5 maka terbentuk ion hidrogen sulfit yang sangat tidak stabil dan terurai menurut
reaksi :
HS2O3- HSO3- + S
Kemudian secara perlahan-lahan akan terurai lagi dan terbentuk pentationat
menurut reaksi :
6H+ + 6S2O32- 2S5O62- + 3H2O
Jika dengan HCL pekat maka yang terjadi adalah hidrogen sulfida dan hidrogen
polisulfida dan tidak terbentuk ditionat atau sulfat, sedangkan dengan HCL yang kurang
pekat terutama jika ada katalisator arsen trioksida maka akan terbentuk pentationat.
Larutan tiosulfat paling stabil pada pH antara 9-10. Tops menganjurkan pemberian
natrium karbonat pada pembuatan larutan baku natrium tiosulfat, akan tetapi hal ini akan
mengakibatkan terjadinya reaksi samping pada saat titrasi larutan iodium yang netral.
Disamping itu pada larutan yang sangat alkalis maka kemungkinan terjadi reaksi sebagai
berikut :
3Na2S2O3 + 6NaOH 2Na2S + 4Na2SO3 + 3H2O
Mohr juga menunjukkan bahwa larutan tiosulfat dalam air diuraikan oleh asam
karbonat menurut reaksi :
H2O + CO2 H2CO3
Na2S2O3 + H2CO3 NaHCO3 + NaHSO3 + S
2. Oksidasi oleh udara
Tiosulfat perlahan-lahan akan dioksidasi oleh udara. Reaksinya terjadi dalam 2
tingkat :
Na2S2O3 + H2CO3 Na2SO3 + S (lambat )
Na2S2O3 + ½ O2 Na2SO4 (dapat diukur)
Na2S2O3 + ½ O2 Na2SO4 + S
Menurut Schuleck, sulfur yang terjadi selama peruraian reaksinya diperkirakan
berjalan sebagai berikut :
4
Na2S2O3 + H2O Na2SO4 + H2S
H2S + ½ O2 H2O + S
Na2S2O3 + ½ O2 Na2SO4 + S
Sebagai alasan terbentuknya tetrationat atau terjadi sulfat sebagai reaksi antara,
karena tembaga mengkatalisis peruraian ini dengan kuat sekali seperti diketahui bahwa
tembaga dengan kuat mengkatalisis oksidasi dari sulfit oleh udara menurut reaksi :
2Cu2- + 2S2O32- 2Cu+ + S4O62- (segera)
2Cu+ + ½ O2 2Cu2+ + O2- (lambat)
O2- + 2H+ H2O (lambat)
2Cu+ + 2S2O32 + ½ O2 + 2H+ 2Cu+ + S4O62- + H2O
dari kenyataan diatas, maka dianjurkan pembuatan larutan baku tiosulfat dengan air yang
didestilasi dengan alat gelas dan sejauh mungkin bebas dari tembaga. Dari penelitian
Kilpatrick diketemukan bahwa larutan tiosulfat yang dibuat dengan air suling bisa
terurai sebanyak 20% setelah 200 hari.
3. Mikroorganisme
Dari beberapa percobaan ternyata bahwa sumber utama peruraian larutan baku
tiosulfat adalah disebabkan adanya mikroorganisme dalam larutan tersebut. Ternyata ada
mikroorganisme dalam udara yang menggunakan sulfur dengan cara mengambil sulfur
dari tiosulfat menjadi sulfit yang oleh udara lansung dioksidasi menjadi sulfat. Ada
beberapa bakteri dalam udara yang bersifat demikian. Proses metabolisme dari bakteri itu
mungkin melalui reaksi sebagai berikut :
Na2S2O3 + H2O + O Na2S4O6 + 2 NaOH, dan
Na2S2O3 NaSO3 + S
Na2S2O3 + O NaSO4 dan
S + 3 O + H2O H2SO4
Oleh karena itu lariutan tiosulfat yang dibuat steril akan stabil sekali dan hanya
kalau terjadi kontainasi bakteri belerang maka akan terurai perlahan-lahan.
B. Pembuatan dan Pembakuan Larutan Iodium 0,1 N
Pembuatan larutan baku iodium 0,1 N dilakukan dengan cara : larutkan 12,7 gram
iodium dalam 100 ml larutan air yang mengandung 36 gram kalium iodida dalam labu
tertutup, tambah 3 tetes asam klorida, tambahkan air hingga 100 ml.
Iodium sukar larut dalam air (0,035 gram /liter) maka dilarutkan dalam larutan KI
yang mana iodium mudah larut di dalamnya dengan membentuk ion kompleks menurut
reaksi :
I2 + I- I3-
Karena iodium mudah menyublim, maka wadah harus selalu tertutup selama
titrasi berlangsung dan ujung buret tidak boleh menggunakan karet.

5
Adapun cara pembakuannya dilakukan dengan cara sebagai berikut : timbang
kurang lebih 150mg arsen trioksid secara seksama dan larutkan dalam 20 ml NaOH 1N
bila perlu dengan pemanasan, encerkan dengan 40 ml air dan tambah dengan 2 tetes metil
orange dan ikuti dengan penambahan HCI encer sampai warna kuning berubah menjadi
pink. Tambahkan 2 gram NaHCO3, 20 ml air dan 3 ml larutan kanji. Titrasi dengan baku
iodium perlahan-lahan hingga timbul warna biru tetap.
Arsen trioksid sukar larut dalam air akan tetapi mudah larut dalam larutan natrium
hidroksida (NaOH) dengan membentuk natrium arsenit menurut reaksi :
As2O3 + 6 NaOH 2Na3AsO3 + 3H2O
Jika iodium ditambahkan pada larutan alkali maka iodium akan bereaksi dengan
NaOH membentuk natrium hipoiodit atau senyawa-senyawa serupa yang mana tidak
akan bereaksi secara cepat dengan natrium arsenit.
2NaOH + I2 NaIO + NaI + H2O
Kelebihan natrium hidroksida dinetralkan dengan HCl menggunakan metil
orange sebagai indikator. Penambahan NaHCO3 untuk menetralkan asam iodida (HI)
yang terbentuk sehingga reaksi berjalan ke kanan secara sempurna. Reaksi secara lengkap
pada pembakuan iodium dengan arsen trioksid sebagai berikut :
As2O3 + 6 NaOH 2Na3AsO3 + 3H2O
Na3AsO3 + I2 + 2NaHCO3 Na3AsO4 + 2NaI + 2 CO2 + H2O
Pada reaksi diatas dapat diketahui bahwa valensinya adalah empat. Karena 1 mol
AsO3 setara dengan 2 mol Na3AsO3 sedangkan 1 mol Na3AsO3 setara dengan 1 mol I2
sehingga perhitungan normalitas dari iodium :
m grek iodium = m grek arsen trioksid
ml I2 x N I2 = m mol As2O3 x valensi
N I2 = mg As2O3 x valensi
BM As2O3 x ml I2
C. Pembuatan dan pembakuan Natrium Tiosulfat
Larutan standar yang sering digunakan dalam iodometri adalah natrium tiosulfat
yang lazimnya tersedia sebagai pentahidrat (Na 2S2O2.5H2O).Laruan tiosulfat tidak stabil
dalam jangka waktu yang lama.Bakteri yang memakan belerang dapat masuk kedalam
larutan dan proses metaboliknya akan mengakibatkan kekeruhan dan apabila terjadi
kekeruhan makan larutan tiosulfat tersebut harus dibuang.
Larutan baku tiosulfat 0,1N ibuat dengan cara sebagai berikut:Larutkan kira-kira
25 gram natrium tiosulfat pentahidrat dan 200 mg natrium karbonat dalam air yang telah
dididihkan sampai 100 ml.
Adapun cara pembakuannya dilakukan dengan cara sebagai berikut: Timbang
kurang lebih 150 mg kalium iodat yang sudah dikeringkan pada suhu 120 oC secara
seksama,larutkan dalam 25 ml air yang telah dididih kan.Tambahkan 2 gram kalium
6
iodide yang bebas iodat dan 5 ml HCl pekat dalam erlenmyer tertutup.Iodidum yang
dibebaskan di titrasi dengan natrium tiosulfat yang akan dibakukan sambil terus
dikocok.Bila larutan menjadi kuning pucat tambah 100 ml air dan 3 ml larutan
kanji.Titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat menjadi hilang(tidak berwarna).
Pada pembakuan di atas reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
KIO3 + 5KI + 6HCl 3I2 + 6KCl + 3H2O
I2 + 2 Na2S2O3 2 NaI + Na2S4O6
Pada reaksi diatas valensiya adalah 6 karena 1 mol KIO 3 serata dengan 3 mol I2,setara
dengan 2e,sehingga 1 mol KIO3 setara dengan 6e akibatnya BE KIO3 sama dengan BM/6.
Perhitungan normalitas dari natrium tiosulfat :
Mgrek natrium tiosulfat = mgrek kalium iodat
Ml Na2S4O3 x N Na2S4O3 = mmol As2O3 x valensi

N Na2S4O3 =

D. Penggunaan Larutan Baku iodum dan tiosulfat


1. Titrasi langsung
Sebagai contoh adalah penetapan kadar vitamin C atau asam askorbat dengan
cara :Lebih kurang 400 mg asam askorbat yang ditimbang seksama, larutkan dalam
campuran yang terdiri dari 100 ml air bebas karbon dioksida dan 25 ml asam sulfat
ener.Titrasi segera dengan iodium 0,1 N menggunakan indicator kanji sampai terbentuk
warna iru tetap. Tiap ml iodium setara dengan 8,806 mg asam askorbat.
Asam askorbat merupakan reduktor yang kuat dan secara sederhana dapat dititrasi
dengan larutan baku iodium. Di sini asam askorbat dioksidasi menjadi asam
dehidroaskorbat sedangkan iodium direduksi menjadi iodida.
2. Titrasi tidak langsung
Titrasi ini dilakukan dengan mentitrasi kembali kelebihan larutan baku iodium
dengan larutan baku tiosulfat. Biasanya dilakukan terhadap senyawa-senyawa yang
bersifat reduktor lemas seperti glukosa dan kalomel. Sebagai contoh adalah penetapan
kadar pada kalomel dengan cara: lebih kurang 250 mg kalomel yang ditimbang seksama
masukan dalam labu iodium, tambahkan 10 mL air, 25 ml iodium 0,1 N dan 10 ml larutan
natrium iodida 20% (b/v), tutup labu dan goyang-goyangkan hingga reaksi sempurna.
Titrasi dengan larutan natriun triosulfat 0,1 N setara dengan 23,607 mg Hg2Cl2.
Kalomel tidak larut dalam air maka tidak dapat dilarutkan melalui kloridanya
secara argentometri. Kalomel dalam larutan iodium dan natrium iodida larut dengan
segera dengan membentuk garam rangkap menurut reaksi berikut:
Hg2Cl2 + 6Nal + l2 → 2 K2Hgl4 + 2 NaCl

7
Supaya reaksi sempurna, maka harus selalu digoyang-goyangkan dan jika sudah
larut sempurna, maka itu merupakan tanda bahwa reaksi sempurna kemudian kelebihan
larutan baku triosulfat.
Karena pada oksidasi ini tiap 1 mol kalomel setara dengan 1 mol iodium yang
berarti setara dengan 2 elektrom maka valensinya adalah 2 sehingga berat ekivalenya
(BE) adalah setengah dari berat molekunya.
3. Dengan menitrasi iodium yang dibebeaskan dari penambahan kalium iodida
Sebagai contoh adalah penetapan kadar tembaga(II) sulfat yang ditimbang
seksama, larutan dalam 50 ml air, tambahkan 3 gram kalium iodida P dan 5 ml asam
asetat P. Titrasi dengan natriun tiosulfat 0,1 N menggunakan indikator kanji hingga
warna biru lemah, tambahkan 2 gram kalium tiosinat P dan lanjutkan titrasi hingga warna
biru hilang. Tiap ml natrium tiosulfat setara dengan 24,97 mg CuSO4.5H2O
Pada penetapan kadar di atas reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
2 CuSO4.5H2O + 4 KI 2 CuI + I2 + 2 K2SO4 + 10 H2O
I2 + 2 Na2S2O3 2 NaI + Na2S4O6
Pada reaksi di atas 2 mol CuSO 4.5H2O setara dengan 1 mol I2 yang berarti setara
dengan 2 elektron sehingga 2 mol CuSO 4.5H2O setara dengan 2 elektron atau 1 mol
CuSO4.5H2O setara dengan 1 elektron akibatny BE tembaga sulfat sama dengan BMnya.

8
BAB III
INDIKATOR
A. INDIKATOR
Warna larutan iodium 0,1 N dalam larutan air-iodida adalah kuning sampai coklat
tua.Satu tetes larutan iodum 0,1 N menimbulkan warna kuning pucat yang terlihat pada
100 ml air sehingga iod dapat bertindak sebagai indicatornya sendiri,artinya pada titk
akhir titrasi ditandai dengan munculnya sedikit warna kekuningan pada larutan.
Indikator yang sering digunakan adalah kanji atau amilum.kanji dengan adanya
iod akan meberikan komplek berwarna biru kuat yang akan terlihat apabila konsentrasi
iodium 2x10-5 M dan konsentrasi iodide lebih besar dari 2x10 -4 M .kepekaan warna
berkurang dengan kenaikan suhu larutandan adanya pelarut-pelarut organic.
Komponen utama dari kanji ada dua yaitu amilosa dan amipektin yang
perbandingannya berbeda untuk tumbuhan berbeda.Amilosa yang mempunyai rantai
lurus akan memberikan warna merah violet jika bereaksi dengan iodium.
Kanji mempunyai keunggulan harganya murah sedangkan kelemahannya kanji
tidak tidak dapat dapat larut dalam air dingin sehingga dalam proses pembuatannya harus
dibantu dengan pemanasan.Penambahan indicator kanji sebaiknya dilakukan pada saat
mendekati titik akhir titrasi karena iod dengan kanji membentuk komplek yang berwarna
biru yang tidak larut dalam air dingin sehingga dalam proses dikhawatirkan mengganggu
penetapan titik akhir titrasi.Karena adanya kelemahan ini,dianjurkan pemakaian kanji
natrium glukonat yangmana indicator ini tidak hidroskopis;cepat larut dan stabil dalam
penyimpanan;tidakmembentuk komplek yan tidak larut dengan iodium sehingga boleh
ditambahkan pada awal titrsi dan titik akhir jelas;reproduksibel dan tidak tiba-
tiba.sayangnya indicator ini harganya mahal.
Iodium juga memberikan warna ungu atau lembayung pada penambahan pelarut
organic seperti karbon tetraklorida (CCL 4) atau kloroform sehingga pada iodimetri
biasanya digunakan pelarut organic tersebut sebagai indicator.Penggunaan indicator
pelarut organic ini sangat penting terutama jika larutannya sangat asam sehingga kanji
terhidrolisa,titasinya berjalan sangat lambat dan larutannya sangat encer.
Kerugian pemakaian pelarut organic sebagai indicator antara lain pada saat titrasi
harus digunakan labu tertutup gelas,selama titrasi harus di gojog kuat –kuat untuk
menyari iodium dari air dan kadang-kadang harus ditunggu pemisahnya.

9
BAB IV
STANDARISASI

Pembicaraan tentang metode iodometri tidak lepas dari konsep titrasi langsung
dan tidak langsung. Titrasi langsung dikerjakan dengan titrasi menggunakan larutan
standar iodin. Metode ini dikenal sebagai metode iodimetri. Sebaliknya titrasi tidak
langsung melibatkan titrasi iodin yang diproduksi dalam reaksi dengan larutan standart
tiosulfat. Metode ke dua ini dikenal dengan metode iodometri. Pada bagian ini
penggunaan istilah iodometri dimaksudkan untuk ke dua metode analisis tersebut, kecuali
bila disebut secara khusus.
Prinsip umum metode iodometri
Iod bebas seperti halogen lain dapat menangkap elektron dari zat pereduksi,
sehingga iod sebagai oksidator. Ion I- siap memberikan elektron dengan adanya zat
penangkap elektron, sehingga I- bertindak sebagai zat pereduksi. Metode iodometri dalam
analisis volumetri didasarkan pada proses oksidasi reduksi yang melibatkan:
I2(padat) + 2e ↔ 2I-
pada beberapa literatur, sering reaksi ini ditulis sebagai:
I3- + 2e↔ 3I-
Dalam hal ini kita tidak membedakan antara keduanya. Dengan melihat potensi
standar I2/I- terlihatt relatif rendah dibandingkan dengan KmnO 4 dan K2Cr2O7 sehingga
ion I2 adalah oksidator relatif lemah. Sebaliknya I - merupakan zat pereduksi yang kuat
dibandingkan ion Cr3+ atau Mn2+.
Penentuan zat pereduksi
Iod bebas bereaksi dengan larutan natrium tiosulfat sebagai berikut:
2 Na2S2O3 + I2↔2 Nal+ Na2S2O6
Pada reaksi tersebut terbentuk senyawa natrium tetrationat, Na 2S2O6, gaeram dari asam
tetrationat. Reaksi iodometriyang paling pening ini dapat ditulis dalam bentuk ion sebagai
berikut :
2S2O3- + I2 ↔ 2I- + S4O6-
2S2O3- ↔ S4O6- + 2e
1 grek natrium tiosulfat = 1 mol, sedangkan 1 grek I2 = ½ mol
Ketika larutan Na2S2O3 dititrasi dengan larutan iod warna coklat gelap yang
karakteristik dari iod menjadi hilang. Ketika semua Na 2S2O3 telah teroksidasi, maka
kelebihan larutan iod akan menjadikan cairan tersebut berwarna kuning pucat. Karena itu
seperti pada metode permanganometri, dalam iodometri memungkinkan melakukan titrasi
tanpa menggunakan indikator. Namun kelebihan iod pada akhir titrasi (ekivalen) menjadi
sukar. Karena itu lebih disukai menggunakan reagen yang sensitif terhadap iod sebagai
indikator; yaitu larutan kanji, yang membentuk senyawa adsorpsi berwarna biru dengan
10
iod. Pada titradi dengan adanya larutan kanji, titik ekivalen ditentukan dari kenampakan
warna biru yang tepat pada kelebihan penambahan iod satu tetes. Sebaliknya,
dimungkikan juga untuk menitrasi larutan iod dengan tiosulfat sampai kelebihan satu
tetes tiosulfat menghilangkan warna biru larutan. Dalam kasus ini larutan kanji harus
ditambahkan pada saat akhir titrasi, mendekati ekivalen, ketika iod tinggal sedikit dan
larutan yang di titrasi berwarna kuning. Jika larutan kanji ditambahkan pada saat awal
titrasi, ketika masih banyak terdapat iod dalam larutan, maka sejumlah besar senyawa
iod-kanji yang terbentuk akan bereaksi lambat dengan tiosulfat.
Dengan mengetahui normalitas larutan lod, volume iod dan tiosulfat yang
digunakan dalam titrasi, kita dapat memperoleh normalitas titran(larutan tiosulfat).
Sebaliknya normalitas titranlarutan iod dapat dihitung dari normalitas tiosulfat yang
diketahui.
Berbagai zat pereduksi yang mampu mereduksi I2 menjadi ion I- ditentukan
dengan cara sama, diantaranya H2SO3, H3AsO3 dan HsbO3, H2S bebas, SnCl2. Persamaan
reaksi yang terjadi bila zat tersebut dititrasi dengan iod adalah sebagai berikut:
SO3- + I2 + H2O ↔ SO4- + 2 I- + H+
AsO3- + I2 + H2O ↔ AsO3-+ 2 I- + 2 H+
H2S- + I2 ↔ S (endapan) + 2 I- + 2 H+
Sn2+ + I2↔ Sn4+ + 2 I-
Penentuan zat pengoksidasi
Karena zat pereduksi ditentukan dengan titrasi menggunakan larutan iod, maka
dalam penentuan zat digunakan larutan KI untuk titrasi. Namun kenyataanya titrasi ini
tidah dapat dijalankan karena untuk menentukan titik ekivalennya titrasi ini tidak
mungkin. Karena oksidator seperti K2Cr2O7dititrasi dengan larutan KI, menurut reaksi
berikut:
K2Cr2O7+ 6 KI + 14 HCl ↔ 3I2 + 8 KCL + 2 CrCl3 + 7 H2O
Akhir reaksi ditandai oleh penghentian pelepasan iod. Namun keadaan tersebut tidak
dapat diamati. Ketika larutan digunakan sebagai indikator, pengamatan I 2 yang muncul
dapat terpantau dengan mudah (warna biru) namun bukan ketika tercapai pembentukan I 2
pertama kali.
Karena itu dalam kasus ini digunakan metode subtitusi tidak langsung, yaitu pada
campuran kalium iodida dan larutan asam (dalam jumlah berlebih) ditambahkan dengan
volume tertentu oksidator yang akan ditentukan (sebagai contoh larutan K 2Cr2O7).
Kemudian dibiarkan sekitar 5 menit untuk menyelesaikan reaksi tersebut. Selanjutnya iod
yang dilepaskandititrasi dengan tiosulfat. Banyaknya grek iod ekivalen dan grek tiosulfat
akan sama dengan zat pengoksidasi (K 2Cr2O7). Tidak bereaksi langsung, namun
banyaknya akan ekivalen, dengan perhitungan berikut:
VK2Cr2O7. NK2Cr2O7 = VNa2S2O3. NNa2S2O3
11
Penentuan zat pengoksidasi secara iodometri dapat dirangkum sebagai berikut:
KI + asam (berlebih dalam erlenmayer) + oksidator yang akan ditetapkan (dengan
memipet) → pelepasan I2
I2 + Na2S2O3 ↔ 2Nal + Na2S2O6(titrasi iod dengan tiosulfat)
Banyak zat pengoksidasi yang mampu mengoksidasi ion I - menjadi I2 dapat ditentukan
secara iodometri dengan prosedur ini, diantaranya Cl 2,Br2, KMnO4, KCIO3, bubuk
pemutih (CaCOI2), garam dari HNO2, hidrogen peroksida, garam ferri, garam kupri, dan
sebagainya. Reaksi penentuan tersebut didasarkan pada persamaan reaksi berikut
Br2 + l- ↔ 2 Br- + l2
2 MnO4- + 10 l- + 16 H+↔ 5 l2 + 2 Mn2+ + 8 H2O
ClO3- + 6 l- + 6 H+↔ 3 l2 + Cl- + 3 H2O
NO2- + 4 l- + 4 H+↔ 2 l2 + 2 NO (gas) + 2 H2O
H2O2 + 2l- + 2H+↔ l2 + 2H2O
2Fe3+ + 2l-↔ l2 + 2 Fe2+
Prosedur standardisasi
A. Preparasi dan standardisiasi larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N
1. Standaridisasi dengan kalium iodat
Timbang 0,14 – 0,15 gram kalium iodat kering.lakukan garam ini di dalam 25 ml
akuades dingin yang telah dididihkan. Tambahkan ke dalam 2 gram kalium iodida bebas
iodat (garam yang tak mengandung iodida diindikasikan dari tidak adanya warna kuning
bila asam sulfat ditambahkan, atau tidak ada warna biru bila larutan kanji ditambahkan),
dan 5 mlasam sulfat 1M. Titrasi iodin yang dibebaskan dengan larutan standar tiosulfat
dengan penggojogan yang konsisten. Bila warna cairan telah kuning pucat, encerkan
cairan tersebut dengan akuades hingga kira-kira 200mL. Tambahkan kemudian 2mL
larutan kanji dan teruskan titrasi higga terjadi perubahan warna dari biru menjadi jernih
tidak berwarna. Ulangi pekerjaan ini dengan dua bagian larutan yang lain.
2. Standaridisasi dengan kalium bikromat
Masukan 100 mL akuades dingin dan telah dididihkan ke dalam erlenmayer 500
mL. Tambahkan 3 garam kalium iodida bebas iodat dan 2 gram natrium bikarbonat. Aduk
hingga semua garam terlarut. Tambahkan ke dalam campuran tersebut 6 mL asam klorida
pekat dengan pengadukan yang merata. Masukan 25 mL larutan kalium bikromat 0,1 N.
Tutup erlenmayer secara rapat (dapat dengan gelas arloji). Encerkan larutan dengan 300
mL akuades dingin yang telah dididihkan. Titrasi iodin yang diproduksi dengan larutan
standar tiosulfat.
Bila hampir semua iodin telah bereaksi dicirikan dengan warna hijau kekuning-
kuningan tambahkan2 mL karutan kanji. Larutan kini menjadi berwarna biru. Teruskan
titrasi dengan tiosulfat tetes demi tetes dan aduklah larutan itu secara merata. Hentikan
titrasisaat terjadi perubahan warna dari biru kehijauan menjadi hijau muda.
12
B. Preparasi dan standaridisasi larutan standar iodin 0,1 N
1. Standarisasi dengan larutan arsen (III) oksida
Timbang secara tepat serbuk arsen (III) oksida sebanyak 2,5 gram. Masukkan
serbuk ini ke dalam gelas beker 400mL dan larutan dengan penambahan larutan NaOH
pekat. Larutan NaOH ini dibuat dengan melarutkan 2 gram NaOH dalam 20 mL akuades.
Encerkan larutan arsen (III) oksida hingga 200 mL, kemudian netralkan dengan
penambahan asam klorida 1 mL, kemudian netralkan dengan penambahan asam klorida
1M (cukup gunakan kertas lakmus sebagai indikator netralisasi). Pindahkan larutamn ini
ke dalam labu takar 500 mL. Tambahkan ke dalamnya 2 gram natrium bikarbonat dan
encerkan dengan akuades hingga tanda batas. Gojog larutan ini secara merata.
Ambil 25 mL larutan di atas dan masukan kedalam erlenmayer 250 mL.
Tambahkan 25-50 mL air, 5 gram natrium bikarbonat, dan 2mL larutan kanji, aduklah
larutan tersebut hingga seluruh bikarbonat terlarut. Titrasi larutan terakhir dengan standar
iodin (dalam buret) hingga diperoleh warna biru.
2. Standadisiasi dengan larutan standar tiosulfat
Sebelum digunakan untuk menstandardisasi larutan iodin, larutan tiosulfat harus
sudah distandardisasi terlebih dahulu (misal, dengan kalium iodat). Ambil 25 mL larutan
iodin, masukkan ke dalam erlenmayer 250 mL. Encerkan larutan iodin itu hingga 100 mL
dan tambahkan larutan standar tiosulfat (dari buret) hingga dieroleh warna kuning pucat.
Tambahkan 2 mL larutan kanji dan teruskan penambahan tiosulfat pelan-pelan hingga
larutan tidak berwarna. Catat volume titrasi.

13
BAB V
PEMBAHASAN

Jurnal Ilmiah
1. Penetapan Kadar Klorin (Cl2) Pada Beras Menggunakan Metode Iodometri
A. PROSEDUR PENELITIAN
1. Prosedur Kerja
Prosedur kerja analisis kualitatif dengan metode reaksi warna sampel beras
ditumbuk terlebih dahulu ditimbang sebanyak 10 g. sampel ditambahkan 50 mL
akuades lalu dihomogenkan, kemudian disaring menggunakan kertas saring diambil
filtrat sebanyak 2 Ml masukan dalam tabung reaksi tambahkan kalium iodida 10%
dan amilum 1% bila positif mengandung klorin akan berwarna biru (Wongkar,
2014).Untuk analisis kuantitatif metode titrasi iodometri pada klorin, sampel beras
yang telah ditumbuk ditimbang sebanyak 10 g dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.
Ditambahkan akuades 50 mL kemudian ditambahkan 2 g kalium iodida dan 10 mL
asam asetat, tutup mulut erlenmeyer menggunakan plastik bewarna hitam, titrasi
dengan larutan natrium tiosulfat sampai berwarna kuningmuda kemudian
ditambahkan 1 mL indikator amilum, titrasi dilanjutkan hingga warna biru benar-
benar hilang. Dicatat hasil volume dan lakukan titrasi blanko (Wongkar, 2014).
Rumus perhitungan:
Kadar klorin (%) = (Vtitran -Vblanko) x N x BM Cl2 x 100%
Bu x 1000
Untuk standardisasi natriun tiosulfat 0,01 N pipet 10 ml larutan KIO3 0,01 N
masukkan dalam erlenmeyer 250 ml, tambahkan 5 ml H2SO4 2 N campurkan hingga
homogen, tambahkan 10 ml larutan KI 10%, titrasi menggunakan Na2S2O3 0,01N
dari warna merah kecoklatan hingga berwarna kuning muda, tambahkan 1 ml larutan
indikator amilum 1%, mula –mula berwarna biru, lanjutkan titrasi menggunakan
Na2S2O3 hingga warna biru benar-benar hilang (Vogel, 1994).
Rumus perhitungan standardisasi :
Normalitas = (N1 . V1) KIO3 = (N2 . V2) Na2S2O
N2 = (N1 . V1) KIO3
V2
Keterangan :
N1 = normalitas KIO3
V1 = volume pipet KIO3
N2 = normalitas Na2S2O3
V2 = volume titran Na2S2O3
B. HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL

14
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan prosedur penelitian,
diperoleh hasil penelitian. Dari penelitian analiisa kualitatif pada beras menggunakan
reaksi warna didapat hasil sebagai berikut :
Tabel 1.
Hasil Uji Kualitatif Klorin Pada Beras dengan Raksi Warna

Sampel Pereaksi Hasil Kesimpulan


BP Kalium Iodida dan AmilumBiru Biru Positif Positif
Sampel Kalium Iodida dan Amilum
Ket : BP = Baku Pembanding ( Beras + Klorin)
Tabel 2.
Hasil Penetapan Kadar Klorin Pada Beras

Berat
Kadar klorin Rata-rata kadar klorin
Sampel Pengulangan sampel
(gram) (%) (%)
I 10 0,09
A II 10 0,08 0,08
III 10 0,09
I 10 0,0020
B II 10 0,0021 0,0020
III 10 0,0020

Ket: A = beras sebelum dimasak dengan pencucian sebanyak 3 kali B =

beras sesudah dimasak pada 780C


PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan penetapan kadar klorin pada beras secara
iodometri. Sampel yang dipilih beras yang diduga dari segi fisik mengandung klorin
dengan ciri berwarna putih seperti lilin, tekstur licin, dan berbau kimia, dan paling
diminati oleh pembeli.
Sampel dianalisis kualitatif terlebih dahulu menggunakan reaksi warna. Beras
dianalisis kualitatif agar diketahui bahwa beras tersebut mengandung klorin atau
tidak.
Menurut Permenkes Republik Indonesia No. 033/Menkes/Per/IX/2012,
bahwa klorin tidak tercatat sebagai Bahan Tambahan Pangan ( BTP) dalam
kelompok pemutih dan pematang tepung yang diperbolehkan, namun dalam
penelitian ini tetap dilakukan penetapan kadar dengan alasan untuk mengetahui
apakah beras yang mengandung klorin setelah mengalami proses pencucian dan
pemasakan akan tetap mengandung klorin.

15
Sampel A adalah beras sebelum dimasak, dan telah dicuci sebanyak tiga kali.
Sampel B adalah beras yang sesudah dimasak menggunakan rice cooker atau sudah

menjadi nasi pada suhu 78oC. Dilakukan pada suhu 78oC karena suhu tersebut
adalah suhu yang digunakan rice cooker untuk menghangatkan nasi.
Selanjutnya dilakukan penetapan kadar pada masing-masing sampel dengan
metode iodometri atau titrasi tidak langsung. Prinsip dari metode ini adalah sifat
oksidator kuat pada klorin akan direduksi dengan kalium iodida berlebih dan akan
menghasilkan iodium. Reaksi yang terjadi adalah :
Cl2 + 2l- 2Cl- + I2
Iodium yang dihasilkan selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium
tiosulfat, banyaknya volume tiosulfat yang digunakan sebagai titran berbanding lurus
dengan iod yang dihasilkan.
Dengan reaksi sebagai berikut:
I2 + 2S2O32- S4O62- + 2I-
Titrasi larutan dilakukan dalam suasana asam dengan penambahan asam
asetat. Fungsi penambahan asam asetat adalah supaya iodium bereaksi dengan
hidroksida dari asam asetat dan akan menjadi ion iodida, dan erlenmeyer yang berisi
larutan iodium ditutup menggunakan plastik hitam, karena iodium mudah teroksidasi
oleh cahaya dan udara sehingga akan sulit dititrasi menggunakan natrium tiosulfat.
Pada titrasi iodometri menggunakan amilum sebagai indikator yang berfungsi
untuk menunjukan titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna dari biru
menjadi tidak berwarna. Larutan indikator amilum ditambahkan pada saat akan
menjelang titik akhir dititrasi, karena jika indikator amilum ditambahkan diawal akan
membentuk iod-amilum memiliki warna biru kompleks yang sulit dititrasi oleh
natrium tiosulfat.
Dari hasil perhitungan klorin dalam beras sebelum dimasak pada pencucian
ketiga didapatkan kadar klorin sebesar 0,08 %. Pada sampel beras yang sudah

dimasak atau sudah menjadi nasi pada suhu 780C didapatkan kadar klorin sebesar
0,0020 %, Klorin pada beras sebelum dan sesudah dimasak tidak hilang hanya
mengalami penurunan kadar.
Sinuhaji (2009) klorin pada beras akan mengakibatkan pengikisan mukosa
usus pada lambung (korosit) sehingga rentan terhadap penyakit maag. Dalam jangka
panjang mengkonsumsi beras yang mengandung klorin akan mengakibatkan
penyakit kanker hati dan ginjal. Tetapi kadar klorin tidak semuanya terakumulasi di
dalam tubuh, sebagian besar klorin dieksrkesikan melalui urin dan faces . Klorin
yang masuk kedalam tubuh melalui oral proses ekskresi urin terjadi pada saat 24 jam
dimana 14% dikeluarkan melalui urin dan 0,9% dikeluarkan melalui faces, dan

16
setelah 72 jam maka 35% dikeluarkan melalui urin dan 5% dikeluarkan melalui
faces.
Jurnal Ilmiah
2. Penetapan Kadar Vitamin C Pada Jerami Nangka
C. METODE PENELITIAN
1. Pengumpulan serta penyiapan bahan dan alat
2. Uji Kualitatif
Masukan 10 tetes filtrat jerami nangka, kedalam tabung reaksi. Tambahkan
30 tetes pereaksi benedict, lalu panaskan diatas lampu spriritus. setelah dipanaskan
selama kuang lebih 1 menit, muncul adanyan endapan yang terbentuk warna hijau,
kekuningan ad merah. Hal ini membuktikan adanya kandungan vitamin C pada
jerami nangka.
3. Pembuatan Indikator Kanji
Timbang kanji seberat 1,00 gram, lalu didihkan aquadest sebanyak 100 ml.
Masukan kanji kedalam beaker glass, lalu tambahkan aquadest mendidih 100 ml
diamkan ad dingin.
4. Pembuatan larutan baku iodium
Timbang iodium sebanyak 3,175 gram dan kalium iodida 10 gram. Lalu
masukan kalium iodida 10 gram kedalam labu takar 250 ml, tambahkan iodium dan
aquadest sedikit demi sedikit. Lalu tambahkan 3 tetes HCL P, kemudian di ad kan
dengan aquadest 250 ml. Simpan dalam botol berwarna coklat daan bersumbat kaca.
5. Pembakuan larutan Iodium 0,1 N
Timbang 150 mg arsen trioksida P, larutkan dalam 20 ml NaOH 1 N.
kemudian diencerkan dengan 40 ml aquadest, tambahkan 2 tetes jingga metil dan
2,00 gram NaHCO3 P lalu encerkan dengan 50 ml aquadest dan 3 ml larutan
kanji. Kemudian tirasi dengan larutan iodium ad terjadi biru mantap, lalu hitung
normalitas larutan. Dengan rumus : Perhitungan :
MgAs2O3 x Valensi
Normalitas =

ml Iodium x BM As2O
6. Penetapan Kadar Vitamin C
Timbang 10,00 gram jerami nangka lalu haluskan dengan blender. Masukan
dalam labu takar 50 ml, tambahkan aquadest ad 50 ml. Saring dengan dengan
corong menggunakan kertas saring untuk memisahkan filtratnya. Kamudian
ambil 5 ml filtrat dengan menggunakan pipet volume, masukan dalam
Erlenmeyer 125 ml, tambahkan 2 tetes larutan amilum dan 20 ml aquadest.
Sampel dititrasi dengan larutan iodium 0,1 N dengan menggunakan indicator

17
kanji ad terjadi perubahan warna menjadi biru mantap. Kemudian hitung
kadarnya dengan rumus :
Perhitungan :
Kadar vitamin C = V I2 x N I2 x 8,808 x 100%
Mg sampel x 0,1
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Determinasi tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus)
Nangka yang diperoleh dari pasar Klaten, kemudian dilakukan
determinasi tanaman nangka di Laboratorium Biologi Fakultas MIPA
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Berdasarkan dari hasildeterminasi
menyatakan sampel yang diuji adalah Artocarpus heterophyllus L.
2. Uji kualitatif
Sebelum ditetapkan kadarnya, dilakukan Uji kualitatif terlebih dahulu untuk
mengetahui ada atau tidaknya vitamin C yang terkandung dalam jerami nangka
tersebut. Hasil Uji kualitatif dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Nama uji Pereaksi Reaksi positif Hasil pengamatan Hasil uji
Vitamin C Benedict Endapan Endapan merah bata +
merah bata

3. Pembakuan larutan Iodium 0.1 N


Pembakuan larutan iodium 0,1N dilakukan secara titrasi sebanyak 3 kali
dengan hasil yang diperoleh ialah 0,089 N.
4. Penetapan kadar vitamin C
Penetapan kadar vitamin C dalam jerami nangka dilakukan titrasi sebanyak 3
kali dengan hasil yang diperoleh 0,021 % b/b atau 0,0021 mg/10 gram
Vitamin C dapat ditemukan di alam hampir pada semua tumbuhan
terutama sayuran dan buah-buahan, terutama buah-buahan segar, karena itu
sering disebut Fresh Food Vitamin. Salah satu buah yang mengandung vitamin C
adalah nangka. Nangka merupakan tanaman hutan yang pohonnya dapat
mencapai tinggi 25 m, kayunya besar, bila telah tua berwarna kuning hingga
kemerahan. Nangka yang bernama ilmiah (Artocarpus heterophyllus ) memiliki
beberapa jenis buah yang enak rasanya. Ada beberapa jenis nangka yang populer
di masyarakat karena keunikannya.
Salah satu jenis nangka yang digunakan pada penelitian ini adalah Nangka
Dulang. Nangka ini banyak ditemukan didaerah Pasar. Kelebihan nangka ini terletak
pada daminya yang berukuran besar dan berasa manis. Selain itu, daging buahnya
memang manis, berwarna kuning menarik, besar, dan tebal. Bila digigit, daging buah
nangka dulang terasa renyah karena kandungan airnya sedikit. Nangka jenis ini

18
banyak ditanam oleh petani karena rajin sekali berbuah. Bobot satu buah nangka
dulang sekitar 7-20 kg.
Sebelum ditetapkan kadarnya, terlebih dahulu nangka di Determinasi
untuk membuktikan bahwa sampel yang digunakan benar-benar nangka. Hasil
determiasi tanaman nangka yang dilakukan di Laboratorium Taksonomi
Tumbuhan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menegaskan
bahwa tanaman yang akan digunakan untuk penelitian ini termasuk divisi
magnoliophyta, kelas magnoliopsida, familia moraceae, genus artocarpus,
spesies Artocarpus heterophyllus Lmk dan nama daerah Nangka.
Setelah itu, dilakukan Uji Kualitatif untuk mengetahui ada atau tidaknya
vitamin C yang terkandung dalam jerami nangka. Berdasarkan uji kualitatif yang
dilakukan, menunjukan adanya kandungan vitamin C dalam jerami nangka. Hal
ini diketahui dengan adanya perubahan warna (dari biru menjadi merah bata dan
terdapat endapan) pada sampel setelah di tetesi benedict kemudian dipanaskan.
Benedict akan bereaksi dengan gugus aldehid, kecuali aldehid dalam gugus
aromatik, dan alpha hidroksi keton.
Pembakuan iodium dilakukan sebanyak 3 kali replikasi. Pada saat
pembakuan iodium terjadi kesalahan pada saat pembuatannya, yakni terlalu
banyak saat pengenceran aquadest menyebabkan hasil tidak bisa digunakan
untuk titrasi karena terlalu encer. Sehingga dilakukan pembuatan ulang larutan
baku iodium, dengan hasil yang didapat sesuai yang diinginkan sehingga bisa
digunakan untuk titrasi.
Tujuan dilakukan pembakuan adalah untuk menyamakan larutan yang
digunakan untuk titrasi dengan standar larutan baku. Hasil dari rata-rata titrasi
didapat 33,83 ml dan normalitasnya 0,089 N dengan perubahan warna kuning ke
merah muda kemudian menjadi biru mantap. Reaksi yang berlangsung pada
pembakuan larutan I2 dapat dilihat sebagai berikut :
As2O3 + 6NaOH → 2Na3AsO3

Na3AsO3 + I2 + 2NaHCO3 → Na3AsO4 + NaI + 2CO2 + H2O


Dasar dari metode Iodimetri adalah bersifat mereduksi vitamin C (asam
askorbat). Asam askorbat merupakan zat pereduksi yang kuat dan secara
sederhana dapat dititrasi dengan larutan baku iodium. Metode iodimetri (titrasi
langsung dengan larutan baku idoium 0,1 N) dapat digunakan pada asam
askorbat murni atau larutannya, karena dalam jerami nangka kadar vitamin C
yang terdapat dalam sampel dapat ditetapkan kadarnya dengan metode iodimetri.
Metode Iodimetri yang digunakan dalam penetapan kadar vitamin C dalam
jerami nangka ini merupakan suatu metode yang memiliki ketepatan yang baik

19
karena dihasilkan jumlah titran yang hampir sama banyak pada setiap seri
pengukurannya. (Rohman, 2007).
Penetapan kadar vitamin C pada jerami nangka dilakukan sebanyak 3 kali
replikasi, dengan maksud untuk mengetahui dan membandingkan hasil dari
setiap titrasi. Penetapan kadar vitamin C dengan metode iodimetri ini merupakan
reaksi reduksi-oksidasi (redoks). Dalam hal ini vitamin C bertindak sebagai zat
pereduksi (reduktor) dan I2 sebagai zat pengosidasi (oksidator). Dalam reaksi ini
terjadi transfer elektron dari pasangan pereduksi ke pasangan pengoksidasi.
Asam askorbat dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat, sedang iodium
direduksi menjadi iodida, reaksinya sebagai berikut :

Gambar 1. Reaksi antara vitamin C dan Iodin (Rohman, 2007)


I2 (kelebihan) + Indikator Kanji menjadi Biru Terbentuk kompleks warna
biru dari kanji dan I2 yang berlebihan.
Hasil percobaan penetapan kadar vitamin C pada jerami nangka adalah
0,021 % b/b atau 0,0021 mg/10 gram. Dari hasil ini terjadi perbedaan yang
cukup banyak dengan hasil penelitian yang sudah ada, yaitu penetapan kadar
vitamin C yang terdapat dalam daging buah nangka 7 mg/100 gram dan biji
nangka 10 mg/100 gram, sehingga kadar vitamin C pada jerami nangka lebih
kesil dari kadar buah nangka dan biji nangka. Ini dikarenakan perbedaan berat
sampel yang digunakan, pada penelitian ini sampel yang digunakan hanya 10
gram sedangkan pada penelitian sebelumnya 100 gram. Sehingga memungkinkan
hasil kadar yang diperoleh sangat sedikit, selain itu bisa saja metode yang
digunakan kurang tepat sehingga menghasilkan kadar yang diperoleh sedikit.
Menurut Andarwulan (1992), metode iodimetri tidak efektif untuk
mengukur kandungan vitamin C dalam bahan pangan, karena adanya komponen
lain selain vitamin C yang juga bersifat pereduksi. Senyawa-senyawa tersebut
mempunyai titik akhir yang sama dengan warna titik akhir titrasi vitamin C
dengan iodin. Sehingga pada penelitian ini bisa disarankan dengan menggunkan
yang lain, seperti : metode 2,6-diklorofenol indofenol karena zat pereduksi lain
tidak mengganggu penetapan kadar vitamin C. Reaksinya berjalan kuantitatif dan
praktis spesifik untuk larutan asam askorbat pada pH 1-3,5. Selain itu bisa

20
menggunakan metode spektofotometri Ultraviolet, metode ini berdasarkan
kemampuan vitamin C yang terlarut.
Hasil kadar yang diperoleh pada penelitian ini 0,021 % b/b atau 0,0021
mg/10 gram tidak sebanding dengan kebutuhan asupan vitamin C per harinya
yang telah ditetapkan oleh Recommended Daily Allowance (RDA) untuk remaja
usia 11-14 tahun adalah 50 mg/hari dan usia 15-18 tahun 60 mg/hari (Silalahi,
2006).

21
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian Penetapan Kadar Klorin (Cl2) Pada Beras
Menggunakan Metode Iodometri yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Hasil uji kualitatif menunjukkan sampel positif mengandung klorin.
2. Dari hasil perhitungan kadar klorin dalam beras, pada sampel A didapatkan
kadar klorin 0,08 %. Pada sampel B 0,0020 %

Berdasarkan hasil penelitian Penetapan Kadar Vitamin C Pada Jerami Nangka


yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Kadar vitamin C pada jerami nangka sebesar 0,021 % b/b atau 0,0021 mg/10
gram.

B. SARAN
1. Bagi masyarakat sebaiknya memperhatikan ciri-ciri fisik beras seperti warna,
bau dan tekstur beras sebelum membeli beras.
2. Kepada pembaca dan masyarakat umumnya diharapkan melakukan
pencucian beras sebanyak tiga kali pencucian untuk mengurangi kadar klorin
di dalam beras

DAFTAR PUSTAKA
22
Mursyidi,Achmad. Rohman,Abdul. 2008. Pengantar Kimia Farmasi Analisis Volumetri
& Gravimetri. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Widodo, Didik Setiyo. Lusiana, Retno Ariadi. 2010. Kimia Analisis Kuantitatif. Graha
Ilmu : Yogyakarta.

23

Anda mungkin juga menyukai