Anda di halaman 1dari 46

ELEMEN PATIENT SAFETY

PADA PELAYANAN
FISIOTERAPI
DEFINISI

 Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem


dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman
yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Isu dan Elemen dalam
Patient Safety
5 isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu:
 keselamatan pasien;
 keselamatan pekerja ;
 keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan);
 keselamatan lingkungan;
 keselamatan bisnis.
Elemen Patient Safety:
 Adverse drug events(ADE)/ medication errors (ME) (ketidakcocokan
obat/kesalahan pengobatan)
 Restraint use (kendali penggunaan)
 Nosocomial infections (infeksi nosokomial)
 Surgical mishaps (kecelakaan operasi)
 Pressure ulcers (tekanan ulkus)
 Blood product safety/administration (keamanan produk
darah/administrasi)
 Antimicrobial resistance (resistensi antimikroba)
 Immunization program (program imunisasi)
 Falls (terjatuh)
 Blood stream – vascular catheter care (aliran darah – perawatan kateter
pembuluh darah)
 Systematic review, follow-up, and reporting of patient/visitor incident
reports (tinjauan sistematis, tindakan lanjutan, dan pelaporan
pasien/pengunjung laporan kejadian)
INFEKSI NOSOKOMIAL PADA PELAYANAN
FISIOTERAPI
Terminologi

 Infeksi adalah proses dimana seseorang yang rentan


terkena invasi mikro organisme pathogen, berkembang
biak dan menyebabkan sakit.
 Mikro organisme, adalah agen penyebab infeksi berupa
bakteri, virus dan jamur
 Infeksi Nosokomial, yaitu infeksi yang diperoleh ketika
seseorang dirawat di rumah sakit, tanpa adanya tanda-
tanda infeksi sebelumnya dan minimal terjadi 3x24 jam
sesudah masuk kuman.
Sumber Infeksi
 Sumber infeksi nosokomial dapat dibagi dalam 4 bagian:
 Petugas rumah sakit (perilaku)
 Kurang memperhatikan kebersihan
 Tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan
 Menderita penyakit tertentu
 Alat yang dipakai
 Kotor, Rusak
 Penyimpanan kurang baik
 Pasien
 Kondisi yang sangat lemah
 Menderita penyakit menular
 Lingkungan
 Ventilasi udara kurang baik
 Ruangan lembab
 Banyak serangga.
Transmisi mikroorganisme di
rumah sakit
 Contact transmission
Contact transmission adalah yang paling sering pada infeksi
nosokomial, dibagi dalam dua grup; direct contact, dan indirect
contact.
 Direct contact (kontak langsung): transmisi mikroorganisme
langsung permukaan tubuh ke permukaan tubuh, seperti saat
memandikan, membalikkan pasien, kegiatan asuhan
keperawatan yang menyentuh permukaan tubuh pasien,
dapat juga terjadi di antara dua pasien.
 Indirect contact (kontak tidak langsung): kontak dengan
kondisi orang yang lemah melalui peralatan yang
terkontaminasi, seperti peralatan instrument yang
terkontaminasi : jarum, alat dressing, tangan yang
terkontaminasi tidak dicuci, dan sarung tangan tidak diganti
di antara pasien.
 Droplettransmission
(Percikan)
Merupakan bentuk kontak transmisi, namun mekanisme
transfer mikroorganisme pathogen ke pejamu agak ada
jarak dari transmisi kontak. Mempunyai partikel sama atau
lebih besar dari 5 mikron. Droplet transmisi dapat terjadi
ketika batuk, bersin, beribicara, dan saat melakukan
tindakan khusus, seperti saat melakukan pengisapan lendir,
dan tidakan broschoskopi.
Transmisi terjadi ketika droplet berisi mikroorganisme yang
berasal dari orang terinfeksi dalam jarak dekat melalui
udara menetap / tinggal pada konjunctiva, mukosa,
hidung, dan mulut yang terkena.
 Airbone transimisi (melalui udara)
Transimisi melalui udara yang terkontaminasi dengan mikroorganisme
pathogen, memiliki partikel kurang atau sama dengan 5 mikron.
Transmisi terjadi ketika menghirup udara yang mengandung
mikroorganisme pathogen. Mikroorganisme dapat tinggal di udara
beberapa waktu sehingga penanganan khusus udara dan ventilasi perlu
dilakukan. Mikroorganisme yang ditransmisi melalui udara adalah
mycrobacterium tubercolusis, rubeola, dan varicella virus.

 Common Vehicle Transmission


Transmisi mikroorganisme melalui makanan, minuman, alat kesehatan,
dan peralatan lain yang terkontaminasi dengan mikroorganisme pathogen.

 Vectorborne transmission
Transmisi mikroorganisme melalui vector seperti nyamuk, lalat, tikus,
serangga lainya.
Pedoman kebijakan
pengendalian infeksi
nosokomial, meliputi:
 Penerapan standar precaution (cuci tangan dan
penggunaan alat pelindung)
 Isolasi precaution
 Antiseptik dan aseptic
 Desinfeksi dan sterilisasi
 Edukasi
 Antibiotik
Penerapan Standar Precaution
 Standar precaution adalah petunjuk untuk mencegah
penularan infeksi melalui darah dan cairan tubuh tanpa
memandang diagnosa medisnya atau dengan kata lain
diterapkan pada semua pasien yang berobat / dirawat di RS

 Prinsip Dasar Standar Precaution:


Bahwa darah& semua cairan tubuh, secret, eksreta, kulit
yang tidak utuh& selaput lendir penderita dianggap sebagai
sumber potensial untuk penularan infeksi termasuk HIV.
 Komponen utama standar precaution :
 Cuci tangan
 Penggunaan alat pelindung: sarung tangan, masker, kaca
mata, apron, sepatu bot.
Langkah cuci tangan /seven
step cuci tangan :
 Telapak tangan dengan telapak tangan
 Telapak kanan di atas punggung tangan
kiri dan sebaliknya
 Jari saling berkaitan
 Punggung jari pada telapak tangan
lainya
 Jempol digosok memutar oleh telapak
tangan lainya
 Jari-jari menguncup digosokkan
memutar pada telapak tangan lainya
 Cuci pergelangan tangan
Cuci tangan digolongkan atas
3 bagian :
 Cuci tangan rutin / social
 Cuci tangan procedural
 Cuci tangan pembedahan
Cuci tangan rutin bagi tenaga
kesehatan, dilakukan pada :
 Waktu tiba di RS
 Sebelum masuk ruang rawat dan setelah meninggalkan
ruang rawat
 Di antara 2 tindakan atau pemeriksaan
 Di antara pasien
 Setelah melepas sarung tangan
 Sebelum dan sesudah makan
 Setelah membersihkan sekresi hidung
 Jika tangan kotor
 Setelah ke kamar kecil
 Sebelum meninggalkan rumah sakit
Cuci tangan procedural /
antiseptic dilakukan pada waktu
 Memeriksa / merawat pasien yang rentan (mis. Bayi premature, pasien
manula, penderita AIDS stadium lanjut)
 Melakukan prosedur inversive. Seperti pemasangan kateter, teknik dry needle,
dll)
 Meninggalkan ruang isolasi (mis. Hepatitis atau penderita yang kebal terhadap
obat seperti MRSA).
 Cuci tangan antiseptic dilakukan dengan tujuan
menghilangkan kotoran, debu serta mengurangi baik flora
sementara maupun flora tetap menggunakan sabun yang
mengandung antiseptic (klorheksidin, iodofor, atau triclosan)
selain sabun biasa.
 Prosedur cuci tangan antiseptic:
 Basahi tangan seluruhnya di bawah air mengalir
 Gunakan sabun anti microbial di telapak tangan yang
sudah dibasahi
 Buat busa secukupnya
 Gosok kedua tangan termasuk kuku dan sela jari dengan
sabun  ikuti 7 langkah cuci tangan selama 1 menit (60
detik)
 Bilas dengan air bersih
 Tutup kran dengan siku / tissue
 (hindarkan menyentuh benda di sekitar / kran setelah
Alat Pelindung diri
 Sarung Tangan
Cuci tangan dan penggunaan sarung tangan merupakan
komponen kunci (penerapan standar precaution standar
kewaspadaan) dalam menimialkan penularan penyakit serta
mempertahankan lingkungan bebas infeksi (Garner dan Favero
1986).

 Ada tiga alasan petugas kesehatan menggunakan sarung tangan,


yaitu :
1. Mengurangi resiko petugas terkena infeksi bacterial dari pasien
2. Mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien
3. Mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan
mikroorganisme yang dapat berpindah dari satu pasien ke
lainya (kontaminasi langsung)
 Sarung tangan dipakai pada waktu melakukan kontak langsung dengan benda /
alat yang diduga / terbukti secara nyata terkontaminasi oleh cairan tubuh
penderita (darah, pus, urine, faeces dan muntahan), melakukan tidakan-
tindakan invasive.Penggunaan sarung tangan bukan pengganti cuci tangan.

 Sarung tangan terdiri dari 2 macam :

 Steril
 Non steril / re-use

 Sarung tangan steril dipakai pada waktu melakukan tindakan invasive. Sedang
sarung tangan non steril digunakan pada waktu melakukan tindakan non invasive
yang diduga atau secara nyata terdapat cairan tubuh, sebelum kontak dengan
alat / benda yang terkontaminasi cairan tubuh
 Masker, pelindung mata dan wajah
 Memakai masker selama melakukan tindakan atau perawatan pasien yang
memungkinkan terkena percikan darah / cairan tubuh pasien
 Melepaskan masker setelah dipakai dan segera mencuci tangan

 Gaun / apron
 Memakai gaun selama melakukan tindakan atau perawatan pasien yang
memungkinkan terkena percikan darah atau cairan tubuh pasien.
 Segera melepas gaun dan cuci tangan untuk mencegah berpindahnya
mikroorganisme ke pasien dan lingkunganya.
LUKA TEKAN
 Ulkus dekubitus adalah suatu keadaan kerusakan jaringan setempat yang
disebabkan oleh iskemia pada kulit (kutis dan subkutis) akibat tekanan
dari luar yang berlebihan.
 Umumnya terjadi pada penderita dengan penyakit kronik yang berbaring
lama. Ulkus dekubitus sering disebut sebagai ischemic ulcer; pressure
ulcer/ sore, bed sore.
 Masalah ini menjadi problem yang cukup serius baik di negara maju
maupun di negara berkembang, karena mengakibatkan meningkatnya
biaya perawatan dan memperlambat program rehabilitasi bagi penderita.
Luka tekan pada pelayanan
Fisioterapi
 Kejadian yang sering terjadi adalah:
 Luka tekan/ decubitus pada pasien
rawat inap (Stroke, SCI, dll) akibat
tidak diberikan mobilisasi dini dan
kurangnya pendidikan pasien untuk
melakukan turning rutin
 Lukatekan/ decubitus pada pasien
rawat inap (Stroke, Post.operasi
fraktur, dll) akibat kesalahan dalam
melakukan mobilisasi
Luka bakar

 Luka bakar termasuk jenis luka karena panas atau


dingin yang berlebihan, mengenai kulit epidermis,
dermis bahkan jaringan sub dermis
 Penyembuhan dapat meninggalkan deformitas,
berupa kontraktur jaringan, sehingga terjadi
limitasi fungsional
 Sering terjadi pada pelayanan fisioterapi di rawat
jalan
Luka Bakar pada Yan
Fisioterapi
 Kejadian yang sering terjadi adalah:
Luka bakar pada pasien Inhalasi pada bayi akibat
pemberian sinar Inframerah yang jaraknya terlalu
dekat atau sinar tidak tegak lurus permukaan
tubuh
Luka bakar pada pasien geriatri akibat pemberian
sinar Diathermy akibat teknik pemberian yang
salah dan kurangnya komunikasi
Luka bakar pada pasien akibat pemberian
cryotherapy atau ice therapy akibat teknik
pemberian yang salah dan kurangnya komunikasi
Pencegahan

 Lakukan tes sensasi dasar sebelum intervensi


 Untuk pemberian sinar inframerah jarak harus diperhatikan
(aman:50cm), alat masih dalam kondisi baik
 Untuk pemberian diathermy harus selalu dimulai dari intensitas 0 dan
dosis normalis – fortis (III – IV)
PASIEN JATUH
 Penyebab pasien jatuh adalah multifaktorial dan kompleks tetapi faktor-faktor
penyebab yang signifikan di rumah sakit adalah:
 Berjalan yang tidak stabil (masalah keseimbngan)
 Kebingungan
 Incontinence atau kebutuhan penggunaan toilet secara sering
 Pernah jatuh sebelumnya
 Mengkonsumsi obat tidur atau penenang (NPSA, 2007)

 Jatuh dapat menyebabkan pada penambahan hari rawat di rumah sakti, cidera
fisik, kehilangan kepercayaan/ confidence, dan mengurangi independensi.
Banyak pasien geriatri yang rentan untuk jatuh karena kurangnya mobilitas
dan/ atau kondisi gangguan kesehatan yang kompleks.
Program pencegahan
pasien jatuh
Meliputi:
1. Perubahan lingkungan fisik
2. Meninjau pengobatan yang didapat
3. Sidak oleh pimpinan
4. Asesmen reiko pasien jatuh

 Yang sebaiknya dipraktikkan juga adalah tempat tidur


yang lebih rendah, alarms, dan tambahan latihan/
exercise bagi pasien untuk mengurangi jumlah pasien
jatuh
Opportunities

 Fisioterapis dapat melakukan pendekatan kepada


pimpinan RS mengenai program latihan untuk
mencegah pasien jatuh pada pasien yang dirawat
di RS
KODE ETIK FISIOTERAPI
Pengertian Kode Etik
Kode Etik diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman
etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik
merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku.

Pengertian Kode Etik Profesi


Kode etik profesi adalah suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh
suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk
dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang
agak berat, maka masuk dalam kategori norma
hukum.
Secara garis besar kode etik profesi mencakup butir-butir
pokok sebagi berikut :
1. Kode perilaku,
2. Kode moral,
3. Menjunjung tinggi standar moral,
4. Memiliki kejujuran yang tinggi,
5. Mengatur etis nama yang boleh diperbuat dan
tidak boleh diperbuat oleh professional.
Pengertian Kode Eik Fisioterapi Indonesia
Keputusan IFI nomor : Kep/100/VIII/2001/IFI tentang Kode Etik Fisioterapi
Indonesia.
Demikian juga sikap dan perilaku profesional maka fisioterapi dalam
memberikan pelayanan
hendaknya :
1. Menghargai hak dan martabat individu,
2. Tidak bersikap diskriminasi dalam memberikan pelayanan
kepada siapapun yang membutuhkan.
3. Memberikan pelayanan profesional yang jujur, berkompeten dan
bertanggungjawab.
4. Mengakui batasan dan kewenangan profesi dan hanya memberikan
pelayanan dalam lingkup profesi fisioterapi.
5. Menjaga rahasia pasien/klein yang dipercayakan kepadanya
kecuali untuk kepentingan pengadilan/hukum.
6. Selalu memelihara standar kompetnsi profesi fisioterapi dan
selalu meningkatlan pengatahuan/ketrampilan.
7. Memberikan kontribusi dalam perencanaan dan pengembangan
pelayanan untuk meningkatkan derajat kesehatan individu dan
masyarakat.
Kode Etik 1
Yaitu menghargai hak dan martabat setiap individu, Menghargai hak dan
martabat individu sebagai landasan dalam pelayanan profesional.
Hubungan yang terjadi anatara fisoterapi denga pasien/klein didasari sikap
saling percaya dan
menghargai hak masing-masing.
a. Hak Pasien/Klein
1. Pasien/klein berhak atas pelayanan yang sebaik mungkin.
2. Pasien/klein berhak atas perlindungan terhadap pelayanan yang
tidak sesuai dan hanya menerima pelayanan yang bermanfaat.
3. Pasien/klein berhak atas pelayanan fisioterapi yang menghargai
privasi dan martabatnya.
4. Pasien/klein atau kuasa hukum berhak atas informasi yang cukup
tentang assesment, pilihan terapi/tindakan dan resiko yang dapat
ditimbulkan.
5. Pasien/klein berhak atas pemanfaatan sumber daya yang tersedia
untuk yang terbaik dalam pemeliharaan kesehatannya, sehingga bila di
pandang perlu fisioterapis dapat merujuk kepada pihak lain/profesi lain yang
lebih berkompeten.
6. Pasien/klein berhak menentukan dan membuat keputusan sendiri
dalam hal:
a. Memilih pelayanan fisioterapi atau alternatif lain
b. Menghentikan dan menerima ketidakmampuannya walaupun
mungkin tindakan fisioterapi dapat meningkatkan keadaanya.
b. Hak-Hak Fisioterapi
1. Fisioterapi berhak atas kemandirian profesi dan otonomi
2. Fisioterapi berhak atas rasa bebas dari ancaman terhadap kehormatan,
reputasi dan kompetensi serta hak untuk mendapatkan perlindungan dan
kesempatan untuk membela diri terhadap gugatan sesuai keadilan.
3. Fisioterapi berhak untuk bekerja sama dengan teman sejawat
4. Fisioterapi berhak menolak melakukan intervensi apabila dipandang bukan
merupakan cara yang terbaik bagi pasien/klein.
5. Fisioterapi berhak atas jasa yang layak dari pelayanan profesionalnya.

c. Hak-Hak Profesi Organisasi Ikatan Fisiterapi Indonesia (IFI)


1. Ikatan Fisioterapi Indonesia berhak atas loyalitas anggota dan memberikan
perlindungan dari pelecehan akibat pelayanan yang inkopeten, ilegal dan
bertentangan dengan kode etik profesi
2. Ikatan Fisioterapi Indonesia berhak atas nama baik dan menolak pelecehan dari
siapapun.
3. Ikatan Fisioterapi Indonesia berhak atas pengajaran fisioterapi yang berkualitas,
kompeten dan berpengalaman dibidangnya.
4. Ikatan Fisioterapi Indonesia berhak atas praktek fisioterapi yang profesisonal dan
menolak
diajarkan secara semena-mena kepada individu atau kelompok lain.
KODE ETIK II
Yaitu Membantu siapa saja yang membutuhkan
pelayanan profesionalnya tanpa diskriminasi, terdiri atas
1. Fisioterapi mempunyai kewajiban moral untuk
memberikan pelayanan kepada yang membutuhkan
tanpa membedakan umur, jenis kelamin,
suku/ras, kondisi, agama/kepercayaan, polotik dan
status ekonomi. Dalam keadaan diluar karena alasan
apapun maka fisioterapis akan merujuk kepada
tenaga/profesi lain yang memadai.
2. Fisioterapi harus selalu mempertimbangkan
konsekuensi dari keputusan yang dipilih bagi individu
dan masyarakat.
3. Fisioterapi dituntut untuk menghargai adat
istiadat/kebiasaan dari pasien/klein dalam
memberi pelayanan.
4. Fisioterapi berkewajiban untuk berkarya mendukung
kebijakan pelayanan kesehatan
KODE ETIK III
Yaitu Memberikan pelayanan profesional yang jujur, kompeten dan
bertangungjawab.
a. Tanggung Jawab Fisioterapi
1. Fisioterapi mengemban tugas dan tanggung jawab yang
dipercayakan kepadanya dan memanfaatkan ketrampilan dan
keahlian secara efektif untuk kepentingan individu dan
masyarakat.
2. Fisioterapi dimanapun dia berada hendaknya selalu
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dilingkungannya.
3. Fisioterapi harus menjamin bahwa pelayanan yang diberikan, jenis,
dosis, struktur organisasi dan alokasi sumber daya dirancang untuk
pelayanan yang berkualitas sesuai dengan tuntutan kebutuhan individu,
masyarakat, kolega, dan profesi lain.
4. Fisioterapi hendaknya selalu mencari, memberi dan menerima
informasi agar dapat meningkatkan pelayanan.
5. Fisioterapi harus menghindari praktek ilegal yang bertentangan
dengan kode etik profesi.
6. Fisioterapi harus mencantumkan gelar secara benar untuk
mengambarkan status profesinya.
7. Fisioterapi wajib memberikan informasi yang benar kepada
masyarakat dan profesi kesehatan lainnya tentang fisioterapi dan
profesi kesehatan lainnya tentang fisioterapi dan pelayanan
profesionalnya sehingga mereka menjadi tahu dan mau menggunkannya.
8. Fisioterapi dalam menentukan tarif pelayanan harus masuk akal
dan tidak memanfaatkan profesi untuk semata-mata mencari
keuntungan.
9. Jasa profesisional yang diterima fisioterapi harus diadaptkan
dengan cara yang jujur.
10. Fisioterapi dalam memanfaatkan teknologi berdasarkan efektivitas
dan efisiensi demi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan individu dan
masyarakat.
b. Tanggung Jawab Organisasi Profesi
1. Ikatan Fisioterapi Indonesia menjamin pelayanan yang
diberikan secara jujur, komplit dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
2. Ikatan Fisioterapi Indonesia membuat dan memantau
pelakasanaan standar profesi dalam praktek dalam
praktek profesional.
3. Ikatan Fisioterapi Indonesia akan secara aktif
mempromosikan profesi fisioterapi kepada masyarakat
secara jujur.
4. Ikatan Fisioterapi Indonesia akan mengatur sumber daya
yang ada secara efektif, efisien dan bertanggungjawab.
5. Ikatan Fisioterapi Indonesia memberikan dukungan kepada
anggotanya untuk mendapatkan informasi pendidikan,
program dan kebijakan organsasi.
6. Ikatan Fisioterapi Indonesia memperjuangakan agar
anggotanya mendapatkan penghasilan yang wajar.
7. Ikatan Fisioterapi Indonesia bertanggungjawab kepada
anggotanya.
KODE ETIK IV
Yaitu mengakui batas dan kewenangan profesi dan hanya
memberikan pelayanaan dalam lingkup profesi fisioterapi.
1. Fisioterapi memberikan pelayanan dan tindakan sesuai dengan
pengetahuam dan ketrampilan yang dapat dipertanggungjawabkan.
2. Fisioterapi tidak akan melakukan aktifitas profesi yang dapat
merugikan pasie/klein, kolega atau masyarakat.
3. Fisioterapi hendaknya selalu mensejahterakan pelayanannya
dengan standar pelayanan praktek fisioterapi.
4. Fisioterapi dalam mengambil keputusan beradasarakan kepada
pengetahuan dan kehati-hatian.
5. Fisioterapi berkewajiban menyumbangkan gagasan, pengetahuan
dan ketrampilan untuk kemajuan profesi dan organisasi.
6. Apabila fisioterapi memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang
kurang memadai untuk mengatasi tertentu harus : Meminta
petunjuk dan aran kepada yang lebih berpengalaman pada kondisi
yang tepat dan Merujuk pasien/klein kepada profesi atau
lembaga lain yang tepat.

-Apabila fisioterapi menerima pasien/kelin yang dirujuk kepadanya


untuk konsultasi maka dia tidak melakukan intervensi atau
mengkonsulkan kepada profesi atau profesi lain tanpa persetujuan
pasien/klein yang merujuk.
KODE ETIK V
Yaitu menjaga rahasia individu yang dapat dipercayakan kepadanya.
1. Informasi tentang pasien/klein dilarang untuk diberikan kepada orang
atau pihak lain yang tidak berkepentingan tanpa persetujuan pasien/
klein/ kuasa hukumnya.
2. Pencacatan informasi selama proyek penelitian hendaknya tidak
mencantumkan identitas pasien, kecuali ada pesetujuan dari yang
bersangkutan.
3. Informasi dapat diberikan apabila mempunyai kekuatan hukum
atau bila dperlukan untuk keselamatan seseorang atau masyarakat.
4. Privasi pasien/klein harus tetap terjaga selama awancara.
5. Komputer atau cacatan harus terlindung dari pihak yang tidak
berkepentingan.
6. Fisioterapi yang mampu terhadap informasi rahasia kolega/
pasien/ klein hanya akan membuka informasi bilamana sangat
membutuhkan.
7. Informasi rahasia diberikan hendaknya tidak tercacat permanen
tanpa persetujuan individu.
KODE ETIK VI
Yaitu selalu memelihara standar profesi dan meningkatakan pengetahuan dan
ketrampilan.
a. Tanggung Jawab Fisioterapi
1. Fisioterapi bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan terkini.
2. Fisioterapi secara terus menerus meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan profesi melalui
literatur dan pendidikan.
3. Fisioterapi beratanggungjawab menggunkan tehnik yang mereka kuasai oleh karena itu
hendaknya :
a. Mendelegasikan kepada fisioterapis yang kualifait.
b. Memberikan instruksi yang jelas kepada pasien/klein, keluarga, asisten dan pihak lain
apabila dipandang perlu.
4. Fisioterapi sebgai pemilik harus memastikan bahwa karyawan mampu untuk menerima
tanggungjawabnya.
5. Fisioterapi sebagai pemilik hendaknya memberikan kepada karyawan untuk berkembang
menjadi fisioterapi.Fisioterapi dalam melakukan penelitian harus mengikuti kebijakan yang
ditetapkan oleh Ikatan Fisioterapi Indonesia.
b. Tanggung Jawab Ikatan Fisioterapi Indonesia.
1. Ikatan Fisioetarapi Indonesia hendaknya menyelenggarakan pedidikan yang berkelanjutan
untuk meningkatakan pengetahuan dan ketrampilan profesional
2. Ikatan Fisioetarapi Indonesia menjamin agar kode etik di jalankan oleh setiap profesi
KODE ETIK VII
Yaitu memberikan kontribusi dalam perencanaan dan pengembangan
pelayanan untuk
meningkatkan derajat kesehatan individu dan masyarakat.
1. Fisioterapi mempunyai tugas dan kewajiban untuk bekerja sama
dengan profesi lain dalam perencanaan dan pengelolaan agar
mampu memberikan pelayanan yang optimal bagi kesehatan
individu dan masyarakat.
2. Fisioterapi hendaknya menyesuaikan diri dengan profesionalisme
dan melengkapi diri dengan ketrampilan yang memadai untuk
perencanaan dan pengelolaan dalm situasi tertentu yang dihadapinya,
sehingga sadar akan keberadaan pelayanannya dalam konteks sosial
dan ekonomi secara menyeluruh.
3. Fisioterapi mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan dan
medukung penelitian untuk perencanaan dan pengetahuan.
4. Fisioterapi memberikan dorongan dan dukungan kepada
sejawat dalam menyusun perencanaan pelayanan strategis
pengembangan.

Anda mungkin juga menyukai