Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN DIABETES MELITUS TIPE II

A. Konsep Dasar Diabetes Mellitus Tipe II


1. Definisi
Diabetes Mellitus tipe II atau NIDDM (Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus), dapat terjadi karena kerusakan progresif sekretorik
insulin akibat resistensi insulin. Diabetes Mellitus tipe II juga merupakan
salah satu gangguan metabolik dengan kondisi insulin yang diproduksi
oleh tubuh tidak cukup jumlahnya akan tetapi reseptor insulin di jaringan
tidak berespon terhadap insulin tersebut. Diabetes Mellitus tipe II
mengenai 90-95% pasien dengan diabetes mellitus. Insidensi terjadi lebih
umum pada usia 30 tahun, obesitas, herediter, dan faktor lingkungan.
Diabetes Mellitus tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi
(Smeltzer, 2015).
2. Etiologi
Diabetes Mellitus tipe II atau NIDDM (Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus), Diabete Mellitus tipe ini merupakan bentuk yang
paling umum. Penyebabnya bervariasi mulai dominan resistensi insulin
diseratai defisiensi insulin relatif sampai defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin. Penyebabnya resistensi insulin pada diabetes mellitus
sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor yang banyak berperan antara
lain sebagai berikut:
a. Faktor genetik
b. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara
drastis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan
ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk
memproduksi insulin.
c. Gaya hidup dan stres
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
cepat saji kaya pengawet, lemak dan gula. Makanan ini berpengaruh
besar terhadap kerja pankreas. Stres juga akan meningkatkan kerja
metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang
berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat
pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin.
d. Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama sama meningkatkan
resiko terkena diabetes mellitus.
e. Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel sel ß pankreas mengalami hipertrofi
sehingga akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin.
f. Infeksi
Masuknya bakteri atau virus kedalam pankreas akan berakibat
rusaknya sel sel pankreas. Kerusakan ini berakibat pada penurunan
fungsi pankreas.
3. Klasifikasi
Menurut Dewi (2014) terdapat empat klasifikasi klinis gangguan toleransi
glukosa sebagai berikut:
a. Diabetes Mellitus Tipe I
Diabetes Mellitus Tipe I merupakan kondisi tidak terkontrolnya gula di
dalam tubuh karena kerusakan sel β pankreas sehingga mengakibatkan
berkurangnya produksi insulin sepenuhnya. Diabetes Mellitus Tipe I
merupakan penyakit autoimun yang dipengaruhi secara genetik oleh
gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses perusakan imunologik
sel-sel yang memproduksi insulin secara bertahap.
b. Diabetes Mellitus Tipe II
Diabetes Mellitus Tipe II merupakan kondisi saat gula darah dalam
tubuh tidak terkontrol akibat gangguan sensitifitas sel β pankreas untuk
menghasilkan hormon insulin yang berperan sebagai pengontrol kadar
gula darah dalam tubuh.
c. Diabetes gestational (Diabetes kehamilan)
Gestational Diabetes Mellitus (GDM) adalah intoleransi glukosa yang
dimulai sejak kehamilan. Gejala utama GDM antara lain poliuri
(banyak kencing), polidipsi (banyak minum) dan poliphagi (banyak
makan). Jika seorang wanita mengalami kehamilan maka
membutuhkan lebih banyak insulin untuk mempertahankan
metabolisme karbohidrat yang normal. Jika seorang ibu hamil tidak
mampu menghasilkan lebih banyak insulin akan mengalami Diabetes.
Kadar glukosa darah maternal digambarkan oleh glukosa darah janin.
Pasalnya, glukosa dapat melintasi plasenta dengan mudah sedangkan
insulin tidak dapat melintasi barier plasenta sehingga kelebihan insulin
pada ibu hamil tidak dapat dicerminkan dari janin.
d. Diabetes tipe khusus
Diabetes tipe khusus merupakan kategori penyakait Diabetes dengan
komplikasi lain yang merupakan manifestasi dari Diabetes Tipe I dan
Diabetes Tipe II. Komplikasi Diabetes Mellitus secara umum dapat
dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi
vaskular jangka panjang.
4. Manifestasi Klinis
Menurut (Brunner, 2018). Manisfestasi Klinis Diabetes Mellitus yaitu:
a. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin), Polidipsia (peningkatan kadar
rasa haus), dan Polifagia (peningkatan rasa lapar).
b. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat kataboisme protein di otot dan
ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa
sebagai energi. Aliran darah yang buruk pada pasien DM kronis
menyebabkan kelelahan
c. Diabetes Mellitus tipe II disebabkan oleh intoleransi glukosa yang
progresif dan berlangsung perlahan (bertahun tahun) dan
mengakibatkan komplikasi jangka panjang apabila diabetes mellitus
tidak terdeteksi selama bertahun tahun (contoh, penyakit mata
neuropati perifer, penyakit vaskuler perifer). Komplikasi dapat muncul
sebelum diagnosis sebenarnya ditegakkan.
d. Tanda dan gejala ketoasidosis diabetes (DKA) mencakup nyeri
abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, dan napas berbau buah. DKA
yang tidak tertangani dapat menyebabkan perubahan tingkat kesadaran,
koma, dan kematian.
5. Patofisiologi
Diabetes Mellitus tipe II merupakan suatu kelainan metabolik
dengan karakteristik utama adalah terjadinya hiperglikemik kronik.
Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan
memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya diabetes mellitus
tipe II. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor-faktor
lingkungan seperti gaya hidup, obesitas, rendahnya aktivitas fisik, diet,
dan tingginya kadar asam lemak bebas.
Mekanisme terjadinya Diabetes Mellitus tipe II umumnya
disebabkan karena resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes mellitus tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel ß tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes mellitus tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang
merupakan ciri khas diabetes mellitus tipe II, namun masih terdapat
insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis
diabetik tidak terjadi pada diabetes mellitus tipe II. Meskipun demikian,
Diabetes Mellitus tipe II yang tidak terkontrol akan menimbulkan masalah
akut lainnya seperti sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non-Ketotik
(HHNK).
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabtes mellitus tipe 2 dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut
sering bersifat ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia,
luka pada kulit yang lama-lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan
kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi). Salah satu konsekuensi tidak
terdeteksinya penyakit diabetes mellitus selama bertahun-tahun adalah
terjadinya komplikasi diabetes mellitus jangka panjang (misalnya,
kelainan mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah
terjadi sebelum diagnosis ditegakkan (Smeltzer, 2015).
6. Pathway

- Faktor genetik Gula dalam darah


Kerusakan sel beta Ketidakseimbangan
tidak dapat dibawa
- Inveksi virus produksi insulin
masuk ke dalam sel
- Pengrusakan
imunologis
- pengruk

Batas melebihi ambang Anabolisme protein


glukosuria ginjal hiperglikemia menurun

Dieresis Osmotik Vikositas darah meningkat Syok hiperglikemik Kerusakan pada


antibodi

Poliuri → Retensi Kekebalan tubuh


Aliran darah lambat Koma diabetik
urine menurun

Kehilangan elektrolit Neuropati sensori


Iskemik jaringan Resiko infeksi
dalam sel perifer

Ketidakefektifan
Dehidrasi Klien tidak merasa
perfusi jaringan Nekrosis luka
sakit
perifer

Kerusakan
Resiko syok Kehilangan kalori Gangrene integritas jaringan

Sel kekurangan
Merangsang Protein dan lemak BB menurun
bahan untuk
hipotalamus dibakar
metabolisme

Pusat lapar dan haus Katabolisme lemak Pemecahan protein keletihan

Polidipsia Asam lemak keton ureum


polipagia

Ketidakseimbangan keteasidosis
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
7. Penatalaksanaan
Menurut (Smeltzer, 2015). tujuan utama penatalaksanaan terapi pada
Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa
darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari
terjadinya komplikasi.
Tatalaksana Diabetes Mellitus terangkum dalam 4 pilar pengendalian
diabetes, yaitu:
a. Edukasi
Penderita Diabetes Mellitus perlu mengetahui seluk beluk penyakit
Diabetes Mellitus. Dengan mengetahui faktor risiko diabetes mellitus,
proses terjadinya diabetes mellitus, gejala diabetes mellitus,
komplikasi penyakit diabetes mellitus, serta pengobatan diabetes
mellitus, penderita diharapkan dapat lebih menyadari pentingnya
pengendalian diabetes mellitus, meningkatkan kepatuhan gaya hidup
sehat dan pengobatan diabetes mellitus. Penderita perlu menyadari
bahwa mereka mampu menanggulangi diabetes mellitus dan bukanlah
suatu penyakit yang di luar kendalinya. Terdiagnosis sebagai penderita
diabetes mellitus bukan berarti akhir dari segalanya. Edukasi
(penyuluhan) secara individual dan pendekatan berdasarkan
penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang
berhasil.
b. Pengaturan makan (Diet)
Pengaturan makan pada penderita Diabetes Mellitus bertujuan untuk
mengendalikan gula darah, tekanan darah, kadar lemak darah, serta
berat badan ideal. Dengan demikian, komplikasi diabetes mellitus
dapat dihindari, sambil tetap mempertahankan kenikmatan proses
makan itu sendiri. Pada prinsipnya, makanan perlu dikonsumsi teratur
dan disebar merata dalam sehari. Seperti halnya prinsip sehat umum,
makanan untuk penderita diabetes mellitus sebaiknya rendah lemak
terutama lemak jenuh, kaya akan karbohidrat kompleks yang berserat
termasuk sayur dan buah dalam porsi yang secukupnya, serta seimbang
dengan kalori yang dibutuhkan untuk aktivitas sehari-hari penderita.
c. Olahraga / Latihan Jasmani
Pengendalian kadar gula, lemak darah, serta berat badan juga
membutuhkan aktivitas fisik teratur. Selain itu, aktivitas fisik juga
memiliki efek sangat baik meningkatkan sensitivitas insulin pada tubuh
penderita sehingga pengendalian diabetes mellitus lebih mudah
dicapai. Porsi olahraga perlu diseimbangkan dengan porsi makanan
dan obat sehingga tidak mengakibatkan kadar gula darah yang terlalu
rendah. Panduan umum yang dianjurkan yaitu aktivitas fisik dengan
intensitas ringan-selama 30 menit dalam sehari yang dimulai secara
bertahap. Jenis olahraga yang dianjurkan adalah olahraga aerobik
seperti berjalan, berenang, bersepeda, berdansa, berkebun, dan lain-
lain. Penderita juga perlu meningkatkan aktivitas fisik dalam kegiatan
sehari-hari, seperti lebih memilih naik tangga ketimbang lift, dan lain
sebagainya. Sebelum olahraga, sebaiknya penderita diperiksa dokter
sehingga penyulit seperti tekanan darah yang tinggi dapat diatasi
sebelum olahraga dimulai.
d. Obat/Terapi Farmakologi
Obat oral ataupun suntikan perlu diresepkan dokter apabila gula darah
tetap tidak terkendali setelah 3 bulan penderita mencoba menerapkan
gaya hidup sehat di atas. Obat juga digunakan atas pertimbangan
dokter pada keadaan-keadaan tertentu seperti pada komplikasi akut
diabetes mellitus, atau pada keadaan kadar gula darah yang terlampau
tinggi.
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Sukarmin, 2013). Pemeriksaan gula darah pada pasien Diabetes
Mellitus antara lain:
a. Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl
Kriteria diagnostik untuk diabetes mellitus >140 mg/dl paling sedikit
dalam dua kali pemeriksaan. Atau >140 mg/dl disertai gejala klasik
hiperglikemia, atau IGT 115-140 mg/dl.
b. Gula Darah 2 Jam Post Prondial <140 mg/dl
Digunakan untuk skrining atau evaluasi pengobatan bukan
didiagnostik
c. Gula Darah Sewaktu <140 mg/dl
Digunakan untuk skrining bukan diagnostik.
d. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
GD<115 mg/dl setengah jam, 1 jam, 1 setengah jam <200 mg/dl, 2
jam, 140 mg/dl. TTGO dilakukan hanya pada pasien yang telah bebas
dan diet dan beraktivitas fisik 3 hari sebelum tes tidak dianjurkan pada:
1) Hiperglikemi yang sedang puasa
2) Orang yang mendapat thiazide, pil KB, Steroid
3) Pasien yang dirawat atau sakit akut atau inaktif.
e. Tes Toleransi Glukosa Intravena (TTGI)
Dilakukan jika TTGO merupakam kontra indikasi atau terdapat
kelainan gastrointestinal yang mempengaruhi absorbsi glukosa.
f. Tes Toleransi Kortison Glukosa
Digunakan jika TTGO tidak bermakna, korison menyebabkan
peningkatan kadar gula darah abnormal dan menurunkan penggunaan
gula darah perifer pada orang yang berpredisposisi menjadi diabetes
mellitus kadar glukosa darah 140 mg/dl pada akhir 2 jam dianggap
sebagai hasil positif.
g. Glycosatet Hemoglobin
Berguna dalam memantau kadar glukosa darah rata rata selama lebih
dari 3 bulan.
h. C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 Kali Meningkat Setelah Pemberian
Glukosa
Untuk mengukur proinsulin (produksi samping yang tak aktif secara

biologis) dari pembentukan insulin dapat membantu mengetahui

sekresi insulin.

i. Insulin Serum Puasa 2-20 mu/ml Post Glukosa Sampai 120 mu/ml

Tidak digunakan secara luas dalam klinik, dapat digunakan dalam

diagnosa banding hipoglikemia atau dalam penelitian diabetes mellitus.


B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas pasien
b. Identitas penanggung jawab pasien
c. Keluhan utama
d. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
e. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
f. Berapa lama klien menderita DM, bagaimana
penanganannya,mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara
minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan
klien untuk menanggulangi penyakitnya
2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas / istirahat
 Gejala    :    -    Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan , Kram
otot, tonus otot menurun, gangguan tidur
 Tanda    :   
 Takikardia dan takipnea pada keadaan isitrahat atau dengan
aktivitas
 Letargi / disorientasi, koma
 Penurunan kekuatan otot
b. Sirkulasi
1. Gejala    :   
1. Adanya riwayat hipertensi
2. Klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
3. Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama
2. Tanda    :   
1. Takikardia
2. Perubahan tekanan darah postural, hipertensi
3. Nadi yang menurun / tidak ada
4. Disritmia
5. Krekels
6. Kulit panas, kering, kemerahan, bola mata cekung
c. Integritas Ego
3. Gejala    :   
1. Stress, tergantung pada orang lain
2. Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi
4. Tanda    :    -    Ansietas, peka rangsang
d. Eliminasi
5. Gejala    :   
1. Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia
2. Rasa nyeri / terbakar, kesulitan berkemih (infeksi)
3. Nyeri tekan abdomen
4. Diare
6. Tanda    :    -    Urine encer, pucat, kuning : poliuri
e. Makanan / cairan
7. Gejala    :  
1. Hilang nafsu makan
2. Mual / muntah
3. Tidak mengikuti diet : peningkatan masukan glukosa /
karbohidrat.
4. Penurunan BB lebih dari periode beberapa hari / minggu
5. Haus
8. Tanda    :    -    Disorientasi : mengantuk, letargi, stupor / koma
(tahap lanjut). Ganguan memori (baru, masa lalu) kacau mental.
f. Nyeri / kenyamanan
9. Gejala    :    -    Abdomen yang tegang / nyeri (sedang/berat)
10. Tanda    :    -    Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat
berhati-hati
g.   Pernafasan
1. Gejala    :    -    Merasa kekurangan oksigen : batuk dengan /
tanpa sputum purulen (tergantung ada tidaknya infeksi)
2. Tanda    :   
1. Batuk, dengan / tanpa sputum purulen (infeksi)
2. Frekuensi pernafasan
h. Keamanan
1. Gejala    :    -    Kulit kering, gatal; ulkus kulit
2. Tanda    :   
1. Demam, diaphoresis
2. Kulit rusak, lesi / ilserasi
i. Menurunnya kekuatan umum / rentang gerak.
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul (Nurarif, Hardhi Kusuma,
2015).
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan
keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani.

b. Resiko Syok

c. Kerusakan integritas jaringan b.d nekrosis kerusakan jaringan

d. Resiko infeksi

e. Retensi Urine b.d inkomplit pengosongan kandung kemih, sfingter kuat


dan poliuri

f. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan sirkulasi darah ke


perifer, proses penyakit (DM)

g. Resiko ketidakseimbangan elektrolit

3. Intervensi Keperawatan Diabetes Mellitus (Nurarif, Hardhi Kusuma, 2015).

Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
Ketidakseimbangan nutrisi 1. Nutritional Status (Food Nutrition Management
kurang dari kebutuhan and Fluid Intake) 1. Kaji adanya alergi
tubuh b.d gangguan 2. Nutritional Status (Nutrient makanan
keseimbangan insulin, Intake) 2. Kolaborasi dengan ahli
makanan dan aktivitas 3. Weight Control gizi untuk menentukan
jasmani. Kriteria Hasil: jumlah kalori dan
a. Adanya peningkatan nutrisi yang dibutuhkan
berat badan sesuai pasien
dengan tujuan 3. Anjurkan pasien untuk
b. Berat badan ideal sesuai meningkatkan intake Fe
dengan tinggi badan 4. Anjurkan pasien untuk
c. Mampu mengidentifikasi meningkatkan protein
kebutuhan nutrisi dan vitamin c
d. Tidak ada tanda tanda 5. Berikan subtansi gula
malnutrisi 6. Yakinkan diet yang
e. Menunjukan dimakan mengandung
peningkatan fungsi tinggi serat untuk
pengecapan dan menelan mencegah konstipasi
f. Tidak terjadi penurunan 7. Berikan makanan yang
berat badan yang berarti terpilih (dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
(Dikonsulkan dengan
ahli gizi)
8. Ajarkan pasien
bagaimana membuat
catatan makanan harian
9. Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
10.Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
11.Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
Resiko Syok 1. Syok prevention Syok Prevention
2. Syok management 1. Monitor status
Kriteria Hasil: sirkulasi BP, warna
a. Nadi dalam batas yang kulit, suhu kulit,
diharapkan denyut jantung, HR,
b. Irama jantung dalam dan ritme, nadi perifer,
batas yang diharapkan dan kapiler refil.
c. Frekuensi nafas dalam 2. Monitor tanda
batas yang diharapkan inadekuat oksigenasi
d. Irama pernafasan jaringan
dalam batas yang 3. Monitor suhu dan
diharapkan pernafasan
e. Natrium serum dbn 4. Monitor input dan
f. Kalium serum dbn output
g. Klorida serum dbn 5. Pantau nilai HB, HT,
h. Kalsium serum dbn AGD, dan elektrolit
i. Magnesium serum dbn 6. Monitor hemodinamik
j. PH darah serum dbn invasi yang sesuai
Hidrasi: 7. Monitor tanda dan
1). Indikator gejala asites
2). Mata cekung tidak 8. Monitor tanda awal
ditemukan syok
3). Demam tidak 9. Tempatkan pasien
ditemukan pada posisi supinasi,
4). TD dbn kaki elevasi untuk
5). Hematokrit dbn peningkatan preload
dengan tepat
10. Lihat dan pelihara
kepatenan jalan nafas
11. Berikan cairan IV dan
oral yang tepat
12. Berikan Vasodilator
yang tepat
13. Ajarkan keluarga dan
pasien tentang tanda
dan gejala datangnya
syok
14. Ajarkan keluarga dan
pasien tentang langkah
untuk mengatasi gejala
syok
Kerusakan integritas 1. Tissue Integrity : Skin and Prssure ulcer prevention
jaringan b.d nekrosis mucous wound care
kerusakan jaringan 2. Wound healing : primary 1.Anjurkan pasien untuk
and secondary intention menggunakan pakaian
Kriteria Hasil: yang longgar
a. Perfusi jaringan normal 2.Jaga kulit agar tetap
b. Tidak ada tanda tanda bersih dan kering
infeksi 3.Mobilisasi pasien setiap
c. Ketebalan dan tekstur dua jam sekali
jaringan normal 4.Monitor kulit akan
d. Menunjukan pemahaman adanya kemerahan
dalam proses perbaikan 5.Oleskan lotion atau
kulit dan mencegah minyak/baby oil pada
terjadinya cidera daerah yang tertekan
berulang 6.Monitor aktivitas dan
e. Menunjukan terjadinya mobilisasi pasien
proses penyembuhan 7.Monitor status nutrisi
luka pasien
8.Memandikan pasien
dengan sabun dan air
hangat
9.Observasi luka
10. Ajarkan keluarga
tentang luka dan
perawatan luka
11. Kolaborasi ahli gizi
pemberian diet TKTP
Resiko infeksi Immune Status Infection Control
Knowledge : Infection control 1. Bersihkan lingkungan
Risk Kontrol setelah dipakai pasien
Kriteria Hasil: 2. Pertahankan teknik
1. Klien bebas dari tanda dan isolasi
gejala infeksi 3. Batasi pengunjung bila
2. Mendskripsikan proses perlu
penularan penyakit, faktor 4. Instruksikan pada
yang mempengaruhi pengunjung untuk
penularan serta mencuci tangan saat
penatalaksanaanya berkunjung dan setelah
3. Menunjukan kemampuan berkunjung
untuk mencegah timbulnya meninggalkan pasien
infeksi 5. Gunakan sabun anti
4. Jumlah leukosit dalam batas mikrobia untuk cuci
normal tangan
5. Menunjukan prilaku hidup 6. Cuci tangan setiap
sehat sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
7. Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
Retensi Urine b.d Urinary elimanation Urinary retention care
inkomplit pengosongan Urinary continence 1. Monitor intake dan
kandung kemih, sfingter Kriteria Hasil: output
kuat dan poliuri 1. Kandung kemih kosong 2. Monitor penggunaan
secara penuh obat antikolionergik
2. Tidak ada residu urine 3. Monitor derajat
>100-200cc distensi bladder
3. Bebas dari ISK 4. Instruksikan pasien
4. Tidak ada spasme bladder dan keluarga untuk
5. Balance cairan seimbang mencatat output urine
5. Sediakan privacy
untuk eliminasi
6. Stimulasi refleks
bladder dengan
kompres dingin pada
abdomen
7. Katerisasi bila perlu
8. Monitor tanda dan
gejala ISK
Ketidakefektifan perfusi 1. Circulation Status Peripheral Sensation
jaringan perifer b.d 2. Tissu Perfusion: Cerebral Management
penurunan sirkulasi darah Kriteria Hasil: 1.Monitor adanya daerah
ke perifer, proses penyakit Mendemonstrasikan status tertentu yang hanya peka
(DM) sirkulasi yang ditandai terhadap panas, dingin,
dengan: tajam, tumpul.
a. Tekanan sistolik dan 2.Monitor adanya paratese
diastolik dalam tentang 3.Instruksikan keluarga
yang diharapkan untuk mengobservasi
b. Tidak ada ortostatik kulit jika ada isi atau
hipertensi laserasi
c. Tidak ada tanda 4.Gunakan sarung tangan
peningkatan tekanan untuk proteksi
intrakranial 5.Batasi gerakan pada
Mendemonstraikan kepala, leher dan
kemampuan kognitif yang punggung
ditandai dengan: 6.Monitor keadaan BAB
a. Berkomunikasi dengan 7.Kolaborasi pemberian
jelas dan sesuai dengan analgetik
kemampuan 8.Monitor adanya
b. Menunjukkan perhatian, tromboplebitis
konsentrasi dan orientasi 9.Diskusikan mengenai
c. Memproses informasi penyebab perubahan
d. Membuat keputusan sensasi
dengan benar
Menunjukkan fungsi
sensori motori kranial yang
utuh: tingkat kesadaran
membaik, tidak ada
gerakan gerakan involunter
Resiko ketidakseimbangan 1. Fluid balance Fluid management
elektrolit 2. Hydration 1. Timbang popok/pembalut
3. Nutritional status (Food & jika diperlukan
Fluid) 2. Pertahankan catatan
4. Intake intake dan output yang
Kriteri Hasil: akurat
a. Mempertahankan urine 3. Monitor status hidrasi
output sesuai dengan 4. Monitor vital sign
usia dan bb, berat jenis 5. Monitor masukan
urine normal. Dan HT makanan/cairan dan
normal hitung intake kalori
b. Tekanan darah, nadi, harian
suhu tubuh dalam batas 6. Kolaborasi pemberian
normal cairan IV
c. Tidak ada tanda 7. Monitor status nutrisi
dehidrasi, Elastisitas 8. Berikan cairan IV pada
turgor kuit baik, suhu ruangan
membran mukosa 9. Dorong masukan oral
lembab, tidak ada rasa 10.Dorong keluarga untuk
haus yang berlebih membantu pasien makan
11.Atur kemungkinan
transfusi
12.Persiapan untuk
transfusi
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, 2018. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 12,
Jakarta: EGC.
Dewi,R.K. 2014. Diabetes bukan untuk ditakuti. Jakarta :Fmedia.
Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma, 2016. Asuhan Keperawatan Praktis.
Yogyakarta: Mediaction.
Riyadi, Sujono, Sukarmin, 2013. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Eksokrin dan Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu
Smeltzer, Suzanne C, 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Volume 2, Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai