Adoc - Pub - Parasit Dalam Sel Darah Merah Anjing Ras Doberman
Adoc - Pub - Parasit Dalam Sel Darah Merah Anjing Ras Doberman
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Parasit Dalam Sel Darah
Merah Anjing Ras Doberman dan Labrador Retiever adalah karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian belakang skripsi ini.
Bogor, Oktober2012
ABSTRACT
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyususnan laporan, penulisan kritik, atau
tujuan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PARASIT DALAM SEL DARAH MERAH ANJING RAS
DOBERMAN DAN LABRADOR RETRIEVER
Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Parasit Dalam Sel Darah Merah Anjing Ras Doberman dan
Labrador Retriever
Nama : Nurfitrah Andriani Abdullah
NIM : B04070001
Disetujui
Diketahui
Tanggal lulus :
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Yang Maha Berkehendak dan Maha
Besar, atas segala karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi
dengan judul Parasit Dalam Sel Darah Merah Anjing Ras Doberman dan Labrador
Retriever ini merupakan salah satu syarat kelulusan studi program sarjana pada
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Atas segala dukungan yang
telah diberikan dalam penyelesaian skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
Dr.drh.Hj. Umi Cahyaningsih, M.S sebagai dosen pembimbing pertama yang
dengan sabar telah mencurahkan waktu, pikiran, dan ilmu yang sangat
bermanfaat bagi penulis.
Dr. drh. Aryani S. Satyaningtijas, M.Sc., AIF sebagai dosen pembimbing
kedua sekaligus sebagai dosen pembimbing akademik yang selalu
membimbing penulis selama perkuliahan di FKH IPB dan selalu
menyemangati penulis dalam menjalani hari-hari yang berat selama di FKH
IPB.
Kedua orang tua tercinta Ayah tercinta Drs. Abdullah S, M.M dan ibunda
tercinta Hendrawati yang selalu menyemangati dan mendoakan penulis serta
adik-adikku tersayang yang selalu menghibur penulis dengan canda tawa.
Teknisi Laboratorium yang senantiasa membantu dalam pelaksanaan penelitian
ini dan teman-teman Avenzoar 45, teman-teman Gianuzzi 44, dan kakak kelas
yang selalu memberikan semangat.
Semua pihak yang turut memberikan arti penting dalam perjalanan hidup
penulis termasuk penyelesaian skripsi ini.
Semoga karya ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi semua pihak.
Kritik dan saran yang membangun agar karya penulis menjadi lebih sempurna
sangat penulis harapkan.
RIWAYAT HIDUP
Halaman
SIMPULAN ..................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 21
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anjing merupakan mamalia yang paling banyak dipelihara orang dan yang
pertama kali didomestikasi atau disosialisasikan penggunaannya dalam kehidupan
manusia. Menurut penelitian ilmiah dan bukti dilapangan, dewasa ini anjing
banyak dipelihara karena anjing dianggap hewan pintar, mempunyai kecerdasan
yang cukup tinggi. Tingkat kecerdasan anjing tergantung dari jenis ras dan
individu anjing itu sendiri (Untung 1999). Anjing merupakan hewan sosial sama
seperti halnya manusia. Kedekatan pola perilaku anjing dengan manusia
menjadikan anjing bisa dilatih, diajak bermain, tinggal bersama manusia, dan
diajak bersosialisasi dengan manusia dan anjing lain. Anjing memiliki posisi unik
dalam hubungan antarspesies. Kesetiaan dan pengabdian yang ditunjukan anjing
sangat mirip dengan konsep manusia tentang cinta dan persahabatan (Grossman
1993).
Dewasa ini anjing difungsikan sebagai hewan pelacak untuk membantu
aparat keamanan (polisi) dalam memecahkan kasus kriminal, terutama di
Indonesia, seperti pelacak bahan peledak, narkotik, kasus pencurian, pembunuhan,
dan kasus kriminal lainnya. Jenis anjing yang sering digunakan sebagai anjing
pelacak di Indonesia diantaranya yaitu anjing Labrador Retriever, Gembala
Jerman, Rotweiller Retriever, Doberman Pincher, Belgian Melanois, dan Beagle
(Larkin dan Stockman 2001).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui infeksi parasit dalam sel darah
merah yang dapat dilihat dengan preparat ulas darah dari anjing ras Doberman dan
Labrador Retriever yang berasal dari kepolisian Kelapa Dua Depok.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan informasi tentang
keberadaan dan jenis protozoa yang menginfeksi anjing ras Doberman dan
Labrador Retriever. Informasi yang diperoleh dapat dijadikan dasar untuk
melakukan tindakan pengobatan serta pencegahan secara berkala guna
mengurangi kemungkinan terjadi penularan protozoa pada anjing.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Parasit
Parasit dapat dibedakan menjadi dua yaitu ektoparasit dan endoparasit.
Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya menumpang di bagian luar dari
tempatnya bergantung atau pada permukaan tubuh inangnya (host), contohnya
jenis nyamuk (Culicidae), lalat (Muscidae), kecoa (Dictipotera), tungau
(Parasitoformes), caplak (Acariformes), kutu (Pthiraptera), kutu busuk
(Hemiptera), dan pinjal (Siphonaptera). Endoparasit adalah parasit yang dapat
hidup di dalam tubuh inangnya diantaranya cacing dan protozoa (Gandahusada et.
al 1998).
Menurut Levine (1995), anjing dapat terinfeksi berbagai jenis protozoa yang
beredar di dalam sel darah merah, antara lain Trypanosoma rangeli, Hepatozoon
canis, dan Babesia canis dan Theileria sp. Parasit ini ditularkan oleh caplak coklat
anjing, Rhipicephalus sanguineus. Babesia canis terdapat pada anjing di seluruh
dunia, tetapi jarang di Amerika Serikat. Parasit ini ditularkan oleh gigitan caplak
dan lebih sering ditularkan oleh Rhipicephalus sanguineus, akan tetapi dapat juga
ditularkan oleh Dermacentor sp., Haemaphysalis sp., dan Hyalomma sp. (Kumar
et. al 2008).
Babesiosis dapat bersifat kronis, namun terkadang dapat juga bersifat akut
dan menyebabkan kematian pada hewan yang terinfeksi. Infeksi parasit pada
hewan dapat menyebabkan hewan kehilangan darah yang berdampak serius pada
hewan tersebut (Soulsby1982) sehingga dapat menyebabkan penurunan berat
badan, dan daya kerja. Penularan parasit ini tergantung dari populasi caplak yang
menjadi vektor dari penyebaran parasit (Soulsby1982).
Rhipicephalus sanguineus
Rhipicephalus sanguineus adalah ektoparasit penghisap darah yang
mempunyai peranan penting dalam bidang kesehatan hewan. Caplak dari spesies
Rhipicephalus sanguineus disebut juga “the brown dog tick” dan merupakan jenis
caplak yang paling sering pada anjing (Gambar 3). Secara umum tubuh caplak
terbagi menjadi dua bagian yaitu gnatosoma (kepala dan toraks) dan idiosoma
(abdomen) (Wijayanti 2007).
5
Caplak ini dapat bertahan hidup pada inangnya dengan melengkapi siklus
hidupnya pada lingkungan sekitar yang sesuai inang. Caplak masih dapat bertahan
hidup pada suhu udara yang kurang mendukung baik suhu tinggi maupun rendah.
Populasi caplak akan meningkat drastis bila suhu hangat. Caplak ini memiliki sifat
toleransi terhadap perubahan cuaca (Lord 2001, Sugiarto 2005). Siklus hidup R.
sanguineus membutuhkan tiga induk semang mulai dari penetasan telur hingga
menjadi caplak dewasa. Induk semang yang diperlukan bisa dalam ras anjing yang
sama ataupun ras anjing yang berbeda. Seluruh stadium hidup caplak ini dapat
menghisap darah atau cairan tubuh kecuali pada stadium telur. Caplak dewasa
akan lepas dari tubuh anjing setelah menghisap darah kemudian merayap mencari
tempat berlindung di celah-celah hingga telurnya siap untuk dikeluarkan,
kemudian caplak dewasa akan siap untuk bertelur di tanah. Apabila caplak
tersebut mengandung protozoa (Babesia sp. dan Theileria sp.) dalam tubuhnya,
kemudian caplak ini menggigit anjing maka anjing tersebut kemungkinan akan
mengalami infeksi protozoa (James dan Leah 2001).
Dewasa Betin
a
Nimfa Telur
Larva
Nimfa
Larva
Gambar 4Siklus hidup Rhipicephalus sanguineus(Sumber: James dan Leah 2001).
6
Babesia sp.
Menurut Levine (1995) Babesia diklasifikasikan sebagai berikut:
Subclass : Piroplasmia
Ordo : Piroplasmida
Family : Babesiidae
Genus : Babesia
Morfologi
Babesia sp. Merupakan parasit obligat intraseluler dengan induk semang
adalah anjing, ruminansia, dan satwa liar. Pada induk semang Babesia sp.
berhabitat di dalam sel darah merah, biasanya bentuknya berpasangan seperti buah
pir yang membentuk sudut pada kedua ujungnya, kadang-kadang dapat juga
dijumpai yang tidak berpasangan (Gambar 6). Menurut OIE (2010), ukuran
Babesia sp. diperkirakan panjang 1-1.5 µm dan lebar 0.5-1.0 µm. Ada dua bentuk
Babesia yaitu bentuk yang besar (sudutnya kecil) misalnya Babesia bigemina dan
Babesia motasi serta Babesia bentuk yang kecil (sudutnya lebih besar daripada
bentuk yang besar). Babesia divergens dan Babesia ovis (Levine1995). Babesia
sp. adalah parasit darah yang dapat menyebabkan babesiosis. Penyakit ini sering
ditemukan di daerah yang beriklim tropis, subtropis, dan beriklim sedang
(Astyawati et. al 2010). Babesia canis dan Babesia gibsoni paling sering
ditemukan pada anjing (Cleveland et. al 2002; OIE 2010).
Siklus Hidup
Secara umum Babesia sp. dalam siklus perkembangbiakannya dilakukan
secara aseksual (skizogoni) yang terjadi pada induk semang dan seksual
(gametogoni dan sporogoni) yang terjadi pada caplak (Gambar 5). Penyebaran
babesia dimulai ketika inang tergigit caplak yang mengandung babesia dalam
bentuk gametosit. Dalam tubuh caplak, babesia mengalami periode gametogoni
yaitu terjadi perkawinan antara mikrogamet dan makrogamet lalu membentuk
7
tropozoit
Bentuk
amoboid
Infeksi
tropozoit
Sirkulasi pada
induk semang pembelahan
Vektor vertebrata
caplak
Bentuk
piriforom
merozoit
Infeksi
pada usus
Bentuk
“criciform”
Gejala Klinis
Pada anjing, Babesia memasuki eritrosit dan dapat menyebabkan kenaikan
suhu dan frekuensi nafas (Skotarczak 2008; Duh et. al 2004). Gejala yang tampak
adalah, hemoglobinuria, ikterus, dan splenomegali (Yatim dan Herman 2006;
Skotarczak 2008; Crnogaj et. al 2010). Gejala infeksi kronis yang nampak adalah
demam, kehilangan nafsu makan dan kehilangan berat badan sehingga anjing
menjadi lemah, anoreksia (Skotarczak 2008; Sugiarto 2005; Crnogaj et. al 2010).
Gejala infeksi akut yang nampak adalah ikterus dan anemia. Anemia terjadi ketika
sel darah merah diinfestasi oleh parasit sehingga menyebabkan kelainan pada sel
darah merah berupa permukaan yang tidak teratur. Bentuk sel darah merah
yang tidak teratur ini akan mempengaruhi kandungan hemoglobin yang mengikat
oksigen. Kemudian sel darah merah yang mengalami kelainan tersebut akan
dikeluarkan dari sirkulasi oleh limpa (Price dan Wilson 2003). Adanya infestasi
parasit juga dapat menyebabkan terjadinya hemolisis (intravaskuler) yang
kemudian menyebabkan terjadinya anemia (Taylor et. al 2007). Berikut adalah
gambaran infeksi Babesia sp. dalam darah:
A B
Gambar 6 Babesia canis (A) dan Babesia gibsoni (B) pada sel darah merah anjing
(Sumber: Cleveland et. al2002).
Theileriasp.
Menurut Levine (1995) Theileria diklasifikasikan sebagai berikut:
Phylum : Apicomplexa
Class : Sporozoa
9
Subclass : Piroplasmodia
Ordo : Piroplasma
Family : Theileriidae
Genus : Theileria
Morfologi
Bentuk Theileria sp. yang paling dominan adalah bentuk batang yang
memiliki ukuran diperkirakan 1.5-2.0 x 0.5-1.0 µm. Bentuk lain yang sering
dijumpai pada eritrosit yaitu bentuk oval, bundar, dan bentuk menyerupai koma
(Gambar 7) (Soulsby 1982).
Siklus Hidup
Daur hidup Theileria sp. selain terjadi dalam tubuh caplak juga terjadi pada
tubuh induk semang (Gambar 8). Daur hidup terdiri dari stadium sporozoit,
skizon, merozoit, dan gamon. Sporozoit merupakan bentuk infektif yang masuk
ke dalam tubuh anjing melalui gigitan caplak. Sporozoit menginfeksi inang
melalui sistem limfe menuju jaringan limfoid terutama limfonodus dan limpa
yang berkembang membentuk badan berinti yang banyak disebut skizont. Skizont
ini berada dalam sitoplasma limfosit membentuk merozoit. Merozoit bergerak
masuk ke dalam eritrosit kemudian terjadi binnary fussion di dalam eritrosit.
10
Beberapa merozoit masuk ke dalam eritrosit lain membentuk gamon (Siegel et. al
2006).
Selanjutnya gamon memasuki daerah intestinal nimfa caplak membentuk
mikrogamon. Mikrogamon ini berinti empat, kemudian membelah membentuk
mikrogamet dengan satu inti kemudian bergabung dengan makrogamet
membentuk zigot. Zigot akan masuk ke dalam epitel usus dan mengalami
transformasi membentuk kinet. Kemudian kinet bergerak mengikuti aliran limfe
dan memasuki kelenjar saliva caplak dan mengalami perubahan menjadi
sporoblast (Bishop et. al 2004). Sporoblast akan menghasilkan ribuan sporozoit.
Sporozoit inilah yang kemudian menginfeksi mamalia melalui gigitan caplak yang
terinfeksi (Siegel et. al 2006).
Sporozoit
Limfosit
Sporozoit
Limfoblast
Skizon tropozoit
Sporoblast Parasit menyebar
ke dalam sel
Kelenjar saliva
Kinet
Merogoni
Pencernaan
caplak
Zigot Merozoit
Gamet
Piroplasma dalam
eritrosit
Gejala Klinis
Theileria sp. merupakan parasit pada hewan yang dapat menyebabkan
theileriosis. Theileriosis adalah kondisi tubuh yang terinfeksi Theileria dan dapat
11
Darah
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah
dan sel darah. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedangkan 45% sisanya terdiri
dari sel darah (Evelyn 2006). Darah berfungsi sebagai media transportasi, yaitu
membawa nutrisi dari saluran pencernaan menuju jaringan, produk akhir
metabolisme dari sel menuju organ eksresi, oksigen dari paru-paru menuju
jaringan, karbondioksida dari jaringan menuju paru-paru, berperan dalam
mengatur suhu tubuh, menjaga konsentrasi ion hidrogen tubuh dan pertahanan
terhadap serangan mikroorganisme (Cunningham 2002).
Volume darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat badan. Sel
darah terdiri dari tiga jenis eritrosit, leukosit, dan trombosit. Unsur ekstraseluler
darah termasuk air, elektrolit, protein, glukosa, enzim, dan hormon terdapat dalam
plasma. Eritrosit memiliki fungsi dalam pengangkutan oksigen ke jaringan dan
membawa karbondioksida dari jaringan pada tubuh karena adanya hemoglobin di
dalam butir darah merah (Colville dan Joanna 2002). Tekanan oksigen yang
tinggi, temperatur yang rendah, dan pH yang tinggi dalam kapiler paru-paru
menyebabkan pembentukan oxyhemoglobin. Sedangkan pada saat tekanan
oksigen yang rendah, temperatur yang tinggi, dan pH yang rendah di jaringan
menyebabkan pelepasan oksigen dari hemoglobbin (Ganong 2001). Fungsi
hemoglobin adalah mengikat oksigen untuk dibawah ke jaringan. Leukosit
berperan dalam pertahanan tubuh.
12
METODE
Objek Penelitian
Penelitian ini menggunakan anjing ras Doberman dan ras Labrador
Retriever yang berasal dari kepolisian Kelapa Dua Depok. Jumlah anjing yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tujuh ekor ras Doberman (empat ekor
jantan dan tiga ekor betina yang berumur lebih dari tiga tahun) dan tujuh ekor ras
Labrador Retriever (lima ekor jantan-dua ekor betina yang berumur lebih dari tiga
tahun) anjing-anjing tersebut merupakan anjing impor yang sudah didomestikasi
tanpa diberikan perlakuan apapun dan sebelum melakukan aktivitas rutin
pelatihan anjing pelacak (Patmawati 2007; Aggayasti 2007).
kecepatan konstan sehingga didapatkan ulasan yang tidak terlalu tebal. Ulasan
yang didapat dikeringkan di udara selama 3-5menit, setelah kering dilakukan
fiksasi ulasan dalam metanol selama 5 menit. Ulasan kemudian dicelupkan ke
dalam pewarna giemsa selama kurang lebih 30 menit. Ulasan kemudian diangkat
dan dicuci menggunakan air yang mengalir sampai air bilasan tidak membawa
warna giemsa dan dikeringkan di udara.
Analisis Data
Setelah dilakukan penghitungan rataan persentase parasit dalam darah
selanjutnya dilakukan analisa statistik menggunakan softwere SPSS 16 dengan Uji
t berpasangan (Dahlan 2001).
15
tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal, antara lain faktor stres pada hewan.
Tingkat stres pada hewan akan mempermudah infeksi parasit darah, karena
kondisi yang menurun akan menyebabkan daya tahan tubuh dan kekebalan tubuh
akan menurun pula sehingga lebih rentan terhadap infeksi parasit.
Babesia sp.
Babesia sp. merupakan salah satu jenis parasit darah yang berasal dari filum
apicomplexa dan famili Babesiidae. Dalam sel darah merah bentuk Babesia sp.
berpasangan seperti buah pir berbentuk sudut pada kedua ujungnya, akan tetapi
kadang-kadang dijumpai bentuk yang tidak berpasangan. Ukuran Babesia sp.
diperkirakan memiliki panjang 1-1.5 µm dan panjang 0.5-1.0 µm (Soulsby 1982).
Dua spesies dari genus Babesia yang dominan menginfeksi anjing, yaitu Babesia
canis dan Babesia gibsoni. Babesia canis ini terbagi lagi menjadi tiga subspesies,
yaitu Babesia canis canis, Babesia canis vogeli dan Babesia canis rossi (Caccio
et. al 2002). Babesia canis memiliki bentuk menyerupai buah pir dan memiliki
diameter 2.5-5.0 mikron, meruncing pada salah satu ujungnya dan pada ujung lain
tumpul, dan berpasangan (Hunfeld et. al 2008). Masing-masing subspesies ini
dapat dibedakan berdasarkan analisis rangkaian gen rRNA dan perbedaan sifat
alami dan virulensinya pada anjing. Babesia canis canis dilaporkan paling sering
menginfeksi anjing ras Doberman (Chauvin et. al 2009).
Gejala klinis yang biasanya terlihat pada anjing yang terinfeksi babesia
berupa gejala demam, hemoglobinuria, ikterus, dan splenomegali (Yatim dan
Herman 2006; Skotarczak 2008; Crnogaj et. al 2010). Gejala kronis yang yang
biasanya terlihat adalah demam, kehilangan nafsu makan hingga menyebabkan
bobot badan menurun (Skotarczak 2008; Sugiarto 2005; Crnogaj et. al 2010).
Infeksi babesia dalam jumlah banyak dapat menyebabkan kematian pada hewan
(Nasution 2007).
17
A B
Gambar 9 Babesia sp.(A) hasil pengamatan dan Babesia sp. dengan pembesaran
1000 X dan Babesia sp.(B) berdasarkan literatur (Cleveland et. al 2002).
Theileria sp.
Theileria merupakan parasit darah yang berasal dari filum apicomplexa dan
famili Theileriidae. Menurut Soulsby (1982) bentuk Theileria yang paling
dominan adalah bentuk batang yang memiliki ukuran diperkirakan 1.5-2.0 x 0.5-
1.0 µm (Kaufmann 2001). Akan tetapi sering juga ditemukan bentuk lain yang
sering dijumpai pada eritrosit yaitu bentuk oval, bundar, dan bentuk yang
menyerupai koma 0.5 x 2.0 µm (Kaufmann 2001). Jenis Theileria yang sering
menginveksi anjing yaitu Theileria annae (Dixit 2010). Simoes et. al (2011)
menyatakan bahwa gejala klinis pada hewan yang terinfeksi Theileria sp. dapat
berupa letargi, anoreksia, membran pucat, hipetermia, hiperglobinuria,
splenomegali, trombositopenia, dan anemia.
A B
Gambar 10 Theileria sp. (A) hasil pengamatan dengan pembesaran 1000 X dan
Theileria sp. (B) berdasarkan literatur (Kaufmann 2001).
18
Presentase Parasitemia
Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan diperoleh hasil nilai
parasitemia yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Rataan persentase parasit pada anjing ras Doberman dan Labrador
retriever.
Hall 2007). Tingkat stres pada hewan juga akan mempermudah infeksi parasit
darah, karena kondisi yang menurun akan menyebabkan daya tahan tubuh dan
kekebalan tubuh akan menurun pula sehingga lebih rentan terhadap infeksi
parasit. Penularan parasit darah dari satu hewan ke hewan lainnya dapat
diperantarai oleh vektor seperti caplak. Infestasi caplak dalam jumlah banyak
dapat menyebabkan timbulnya gejala klinis berupa anemia, karena caplak ini akan
menghisap darah (James dan Leah 2001).
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya Patmawati (2007) dan Anggayasti
(2007) melaporkan bahwa anjing-anjing yang diambil darahnya ditemukan
investasi caplak dalam jumlah yang banyak. Caplak merupakan vektor dari parasit
darah Babesia sp. dan Theileria sp. Peningkatan jumlah caplak diduga dapat
mengindikasikan peningkatan jumlah parasit pada eritrosit. Namun, hal ini tidak
sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukan bahwa hasil pemeriksaan
parasit darah memperlihatkan adanya infeksi Babesia sp. dan Theileria sp. dengan
stadium ringan yaitu kurang dari 1% walaupun dengan investasi caplak yang
cukup tinggi. Tingkat parasit yang rendah dengan infestasi caplak yang tinggi
dapat mengindikasikan bahwa pada saat dilakukan pengambilan darah infeksi
parasit telah berjalan kronis (Altay et. al 2008) dan mencapai stadium
penyembuhan (Bakken et. al 2006). Pada masa penyembuhan ini hewan yang
terinfeksi parasit akan menjadi carrier (OIE 2012) dan dapat menjadi sumber
infeksi bagi caplak yang berperan sebagai vektor (Oliveira et. al 1995).
20
SIMPULAN
Semua preparat ulas darah anjing ras Doberman dan Labrador Retriever dari
Satwa POLRI-Depok ditemukan dua jenis parasit dalam sel darah merah yaitu
Theileria sp. dan Babesia sp. dengan tingkat infeksi ringan (< 1%).
21
DAFTAR PUSTAKA
James N,Leah L. 2001. Life Cycle of the Brown Dog Tick, Rhipicephalus
sanguineus. [terhubung berkala]. University of Florida.
Lord CC. 2001. National Public Health Pest Control Manual. Departement of
Entomology and Nematology. Departement of Agriculture and Consumer
Services. Division of Plant Industry. University of Florida. [terhubung
berkala]http ://creatures.ifas.ufl.edu/urban/medical/brown_dog_tick.htm.
(28 april 2012).
Martini FH, Ober WC, Garrison C, dan Weleh K. 1992. Fundamental of Anatomy
and physiology. Ed ke-2. New Jersey : Prentice Hall, Englewood Cliffs.
Hlm 243-245.
Price SA, Wilson LM. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Ed ke-6. Buku 1. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hlm 258.
Patmawati F. 2007. Gambaran Hematologi Anjing Pelacak Operasional Ras
Doberman Di Subdit Satwa Polri Depok. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Hlm 48-61.
Penzhorn BL. 2006. Babesiosis of wild carnivores and angulates. Vet Parasitol.
138:11-12.
LAMPIRAN
EXAMINE VARIABLES=td bd tl bl
/PLOT BOXPLOT STEMLEAF
26
/COMPARE GROUP
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/CINTERVAL 95
/MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.
Explore
[DataSet0]
Cases
Descriptives
Median .8000
Variance .086
Minimum .14
Maximum 1.00
Range .86
Median .6000
Variance .038
Minimum .40
Maximum 1.00
Range .60
Median .6000
Variance .065
Minimum .40
Maximum 1.00
Range .60
Median .8000
Variance .075
Minimum .14
Maximum 1.00
28
Range .86
theileria doberman
theileria doberman Stem-and-Leaf Plot
2,00 0 . 14
4,00 0 . 6888
1,00 1 . 0
theileria labrador
theileria labrador Stem-and-Leaf Plot
2,00 0 . 44
3,00 0 . 668
2,00 1 . 00
theileria babesia
30
EXAMINE VARIABLES=td bd tl bl
/PLOT NONE
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/CINTERVAL 95
/MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.
31
Explore
[DataSet0]
Cases
Descriptives
Median .8000
Variance .086
Minimum .14
Maximum 1.00
Range .86
Median .6000
Variance .038
Minimum .40
Maximum 1.00
Range .60
Median .6000
Variance .065
Minimum .40
Maximum 1.00
Range .60
Median .8000
Variance .075
Minimum .14
33
Maximum 1.00
Range .86
T-TEST GROUPS=bd(1 2)
/MISSING=ANALYSIS
/VARIABLES=td
/CRITERIA=CI(.9500).
T-Test
[DataSet0]
Warnings
Group Statistics
babesia
doberm
an N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
/MISSING=ANALYSIS.
[DataSet0]
Paired Samples Statistics
T-Test
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
34
N Correlation Sig.
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std.
Difference
Deviati Std. Error
Mean on Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair 1 theileria
-
doberman -
-.03714 .34688 .13111 .3579 .28367 -.283 6 .786
babesia
5
doberman
/MISSING=ANALYSIS.
T-Test
[DataSet0]
Paired Samples Statistics
N Correlation Sig.
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std.
Difference
Deviati Std. Error
Mean on Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
Lampiran 2
Tabel Hasil uji t berpasangan ras Labrador Retriever dengan melaporkan nilai p
parasit n Rata-rata±standar deviasi p
theileria 7 0.6857±0.09619 0.962
babesia 7 0. 6771 ±0. 10350
DAFTAR GAMBAR
Halaman