Anda di halaman 1dari 46

PARASIT DALAM SEL DARAH MERAH ANJING RAS

DOBERMAN DAN LABRADOR RETRIEVER

NURFITRAH ANDRIANI ABDULLAH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN


SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Parasit Dalam Sel Darah
Merah Anjing Ras Doberman dan Labrador Retiever adalah karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian belakang skripsi ini.

Bogor, Oktober2012

Nurfitrah Andriani Abdullah


NIM B04070001
ABSTRAK
NURFITRAH ANDRIANI ABDULLAH. Parasit Dalam Sel Darah Merah Anjing
Ras Doberman dan Labrador Retriever. Dibimbing oleh UMI CAHYANINGSIH
dan ARYANI S. SATYANINGTIJAS.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui infeksi parasit darah yang


terdapat pada preparat ulas darah dari anjing ras Doberman dan Labrador
Retriever yang berasal dari kepolisian Kelapa Dua Depok. Penelitian ini
menggunakan tujuh preparat ulas darah anjing Ras Doberman dan tujuh preparat
ulas darah anjing ras Labrador retriever dengan pewarnaan Giemsa 10% dan
diamati pada pembesaran 1000 X. Hasil pengamatan menunjukan bahwa jenis
parasit yang teridentifikasi yaitu Babesia sp. (0.6857±0.19518)% dan Theileria sp.
(0.6486±0.29300)% pada anjing ras Doberman. Rata-rata persentase parasit
Babesia sp. dan Theileria sp. pada anjing ras Labrador Retriever yaitu
(0.6771±0.10350)% dan (0.6857±0.09619)%. Secara umum tingkat parasitemia
pada kedua jenis anjing berada pada tingkat yang rendah atau “mild reaction”
(<1%).
Kata kunci : Doberman, Labrador retriever, Babesia sp., Theileria sp.

ABSTRACT

NURFITRAH ANDRIANI ABDULLAH. Parasite in Erythrocyte of Doberman


and Labrador Retriever Dog. Under guidance of UMI CAHYANINGSIH and
ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.
This research was conducted to know infection of parasite in erythrocyte of
Doberman and Labrador Retriever dogs at Kelapa Dua Depok. Seven Doberman’s
blood smear and seven Labrador Retriver’s blood smear were stained by Giemsa
10% and examined under 1000 X magnificence. The result of examination
showed that the dog were positively infected by Babesia sp. and Theileria sp. The
average percentation of Babesia sp. and Theileria sp. in Doberman dogs were
(0.6857±0.19518)% and (0.6486±0.29300)%, respectively. Meanwhile the
average percentation of Babesia sp.,and Theileria sp. in Labrador Retriever dogs
were (0.6771±0.10350)% and (0.6857±0.09619)%. In general, the parasitemia in
those dogs were in mild reaction (<1%).

Keyword: Doberman, Labrador retriever, Babesia sp., Theileria sp.


iii

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012


Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyususnan laporan, penulisan kritik, atau
tujuan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PARASIT DALAM SEL DARAH MERAH ANJING RAS
DOBERMAN DAN LABRADOR RETRIEVER

NURFITRAH ANDRIANI ABDULLAH

Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
v

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Parasit Dalam Sel Darah Merah Anjing Ras Doberman dan
Labrador Retriever
Nama : Nurfitrah Andriani Abdullah
NIM : B04070001

Disetujui

Dr.drh.Hj.Umi Cahyaningsih, M.S. Dr.drh.Aryani S. Satyaningtijas. M.Sc., AIF.


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui

Drh. Agus Setiyono, M,S, Ph.D.,APVet.


WakilDekanFakultasKedokteranHewan

Tanggal lulus :
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Yang Maha Berkehendak dan Maha
Besar, atas segala karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi
dengan judul Parasit Dalam Sel Darah Merah Anjing Ras Doberman dan Labrador
Retriever ini merupakan salah satu syarat kelulusan studi program sarjana pada
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Atas segala dukungan yang
telah diberikan dalam penyelesaian skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
 Dr.drh.Hj. Umi Cahyaningsih, M.S sebagai dosen pembimbing pertama yang
dengan sabar telah mencurahkan waktu, pikiran, dan ilmu yang sangat
bermanfaat bagi penulis.
 Dr. drh. Aryani S. Satyaningtijas, M.Sc., AIF sebagai dosen pembimbing
kedua sekaligus sebagai dosen pembimbing akademik yang selalu
membimbing penulis selama perkuliahan di FKH IPB dan selalu
menyemangati penulis dalam menjalani hari-hari yang berat selama di FKH
IPB.
 Kedua orang tua tercinta Ayah tercinta Drs. Abdullah S, M.M dan ibunda
tercinta Hendrawati yang selalu menyemangati dan mendoakan penulis serta
adik-adikku tersayang yang selalu menghibur penulis dengan canda tawa.
 Teknisi Laboratorium yang senantiasa membantu dalam pelaksanaan penelitian
ini dan teman-teman Avenzoar 45, teman-teman Gianuzzi 44, dan kakak kelas
yang selalu memberikan semangat.
 Semua pihak yang turut memberikan arti penting dalam perjalanan hidup
penulis termasuk penyelesaian skripsi ini.

Semoga karya ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi semua pihak.
Kritik dan saran yang membangun agar karya penulis menjadi lebih sempurna
sangat penulis harapkan.

Bogor, Oktober 2012

Nurfitrah Andriani Abdullah


vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Belajen, Kabupaten Enrekang pada tanggal 31 Maret


1989 dari ayah Drs. Abdullah, M.M dan ibu Hendrawati.Penulis merupakan putri
pertama dari lima bersaudara.
Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Anggeraja dan pada tahun
yang sama lulus seleksi masuk Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).Penulis
memilih Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis
aktif sebagai anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) pada tahun 2008-
2009. Penulis juga merupakan anggota aktif himpunan profesi (Himpro)
ruminansia sejak tahun 2008-2011.
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x


PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ........................................................................................ 1
Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
Manfaat Penelitian .................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4
Parasit ..................................................................................................... 4
Rhipicephalus sanguineus ...................................................................... 4
Babesia sp. .. ........................................................................................... 6
Morfologi ........................................................................................... 6
Siklus Hidup....................................................................................... 6
Gejala Klinis ...................................................................................... 8
Theileria sp. . .......................................................................................... 8
Morfologi ........................................................................................... 9
Siklus Hidup....................................................................................... 9
Gejala Klinis ...................................................................................... 10
Darah....................................................................................................... 11
METODE ......................................................................................................... 13
Waktu dan Tempat Penelitian................................................................. 13
Objek Penelitian...................................................................................... 13
Pengambilan Sampel Darah .................................................................... 13
Pembuatan Preparat Ulas Darah ............................................................. 13
Pengamatan Ulas Darah .......................................................................... 14
Analisis Data ........................................................................................... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 15
Identifikasi Berdasarkan Morfologi ........................................................ 15
Babesiasp. .......................................................................................... 16
Theileria sp. ....................................................................................... 17
Persentase Parasitemia ............................................................................ 18
ix

SIMPULAN ..................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 21
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Anjing merupakan mamalia yang paling banyak dipelihara orang dan yang
pertama kali didomestikasi atau disosialisasikan penggunaannya dalam kehidupan
manusia. Menurut penelitian ilmiah dan bukti dilapangan, dewasa ini anjing
banyak dipelihara karena anjing dianggap hewan pintar, mempunyai kecerdasan
yang cukup tinggi. Tingkat kecerdasan anjing tergantung dari jenis ras dan
individu anjing itu sendiri (Untung 1999). Anjing merupakan hewan sosial sama
seperti halnya manusia. Kedekatan pola perilaku anjing dengan manusia
menjadikan anjing bisa dilatih, diajak bermain, tinggal bersama manusia, dan
diajak bersosialisasi dengan manusia dan anjing lain. Anjing memiliki posisi unik
dalam hubungan antarspesies. Kesetiaan dan pengabdian yang ditunjukan anjing
sangat mirip dengan konsep manusia tentang cinta dan persahabatan (Grossman
1993).
Dewasa ini anjing difungsikan sebagai hewan pelacak untuk membantu
aparat keamanan (polisi) dalam memecahkan kasus kriminal, terutama di
Indonesia, seperti pelacak bahan peledak, narkotik, kasus pencurian, pembunuhan,
dan kasus kriminal lainnya. Jenis anjing yang sering digunakan sebagai anjing
pelacak di Indonesia diantaranya yaitu anjing Labrador Retriever, Gembala
Jerman, Rotweiller Retriever, Doberman Pincher, Belgian Melanois, dan Beagle
(Larkin dan Stockman 2001).

Gambar 1 Anjing ras Doberman (Horowitz 2009).


2

Gambar 2 Anjing ras Labrador Retriever (Horowitz 2009).

Anjing tersebut dipilih sebagai anjing pelacak karena memiliki penampilan


yang sangat baik, fisik yang sehat, dan daya intelegensi yang tinggi dibandingkan
anjing lain serta memiliki daya penciuman yang sangat tajam. Anjing mempunyai
sel-sel penciuman yang lebih banyak dari manusia dan lebih sensitif (Horowitz
2009), oleh karena fungsinya itu anjing sangat perlu untuk diperhatikan
kesehatannya.
Darah memiliki peranan yang sangat penting dan kompleks dalam sistem
sirkulasi tubuh yaitu sebagai media transpor nutrisi, oksigen, karbondioksida,
hormon, dan zat-zat hasil metabolisme. Disamping itu darah juga berperan dalam
sistem pertahanan tubuh terhadap agen penyakit (Martini et.al 1992). Darah
adalah salah satu parameter yang dapat dipakai untuk menentukan status
kesehatan hewan. Sebagian besar penyakit diketahui dapat menyebabkan
perubahan gambaran nilai darah (Ganong 2001).
Anjing rentan terhadap berbagai penyakit, mulai yang ringan hingga yang
berbahaya. Beberapa penyakit diantaranya juga merupakan penyakit pada
manusia, tapi sebagian lainnya merupakan penyakit khusus anjing. Salah satu
gejala penyakit berupa anemia pada anjing bisa berdampak fatal hingga kematian.
Anemia bisa disebabkan oleh adanya parasit darah yang hidup di dalam tubuh
anjing, gejala anemia pada anjing dapat di diagnosa melalui pemeriksaan seperti
warna pink pucat pada bagian ginggiva dan konjungtiva serta anjing memiliki
stamina yang kurang baik atau lethargi atau lemah (Lienden 2007). Pentingnya
parasit darah pada anjing, yaitu akan menyerap nutrisi darah sehingga anjing
kekurangan darah (anemia). Parasit yang biasanya menyerang anjing adalah jenis
Babesia sp. dan Theileria sp. (Cleveland et. al 2002). Penelitian ini akan
melakukan pemeriksaan parasit darah yang berasal dari anjing ras Doberman dan
3

Labrador Retriever di kepolisian Kelapa Dua Depok. Anjing tersebut


memperlihatkan gambaran darah yang mengarah pada anemia (Patmawati 2007;
Anggayasti 2007). Beberapa dari anjing tersebut diantaranya telah mati. Oleh
karena itu pemeriksaan terhadap darah anemia ini dianggap sangat penting.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui infeksi parasit dalam sel darah
merah yang dapat dilihat dengan preparat ulas darah dari anjing ras Doberman dan
Labrador Retriever yang berasal dari kepolisian Kelapa Dua Depok.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan informasi tentang
keberadaan dan jenis protozoa yang menginfeksi anjing ras Doberman dan
Labrador Retriever. Informasi yang diperoleh dapat dijadikan dasar untuk
melakukan tindakan pengobatan serta pencegahan secara berkala guna
mengurangi kemungkinan terjadi penularan protozoa pada anjing.
4

TINJAUAN PUSTAKA

Parasit
Parasit dapat dibedakan menjadi dua yaitu ektoparasit dan endoparasit.
Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya menumpang di bagian luar dari
tempatnya bergantung atau pada permukaan tubuh inangnya (host), contohnya
jenis nyamuk (Culicidae), lalat (Muscidae), kecoa (Dictipotera), tungau
(Parasitoformes), caplak (Acariformes), kutu (Pthiraptera), kutu busuk
(Hemiptera), dan pinjal (Siphonaptera). Endoparasit adalah parasit yang dapat
hidup di dalam tubuh inangnya diantaranya cacing dan protozoa (Gandahusada et.
al 1998).
Menurut Levine (1995), anjing dapat terinfeksi berbagai jenis protozoa yang
beredar di dalam sel darah merah, antara lain Trypanosoma rangeli, Hepatozoon
canis, dan Babesia canis dan Theileria sp. Parasit ini ditularkan oleh caplak coklat
anjing, Rhipicephalus sanguineus. Babesia canis terdapat pada anjing di seluruh
dunia, tetapi jarang di Amerika Serikat. Parasit ini ditularkan oleh gigitan caplak
dan lebih sering ditularkan oleh Rhipicephalus sanguineus, akan tetapi dapat juga
ditularkan oleh Dermacentor sp., Haemaphysalis sp., dan Hyalomma sp. (Kumar
et. al 2008).
Babesiosis dapat bersifat kronis, namun terkadang dapat juga bersifat akut
dan menyebabkan kematian pada hewan yang terinfeksi. Infeksi parasit pada
hewan dapat menyebabkan hewan kehilangan darah yang berdampak serius pada
hewan tersebut (Soulsby1982) sehingga dapat menyebabkan penurunan berat
badan, dan daya kerja. Penularan parasit ini tergantung dari populasi caplak yang
menjadi vektor dari penyebaran parasit (Soulsby1982).

Rhipicephalus sanguineus
Rhipicephalus sanguineus adalah ektoparasit penghisap darah yang
mempunyai peranan penting dalam bidang kesehatan hewan. Caplak dari spesies
Rhipicephalus sanguineus disebut juga “the brown dog tick” dan merupakan jenis
caplak yang paling sering pada anjing (Gambar 3). Secara umum tubuh caplak
terbagi menjadi dua bagian yaitu gnatosoma (kepala dan toraks) dan idiosoma
(abdomen) (Wijayanti 2007).
5

Gambar 3 Caplak Rhipicephalus sanguineus (Sumber: Ruedisueli dan Manship


2002).

Caplak ini dapat bertahan hidup pada inangnya dengan melengkapi siklus
hidupnya pada lingkungan sekitar yang sesuai inang. Caplak masih dapat bertahan
hidup pada suhu udara yang kurang mendukung baik suhu tinggi maupun rendah.
Populasi caplak akan meningkat drastis bila suhu hangat. Caplak ini memiliki sifat
toleransi terhadap perubahan cuaca (Lord 2001, Sugiarto 2005). Siklus hidup R.
sanguineus membutuhkan tiga induk semang mulai dari penetasan telur hingga
menjadi caplak dewasa. Induk semang yang diperlukan bisa dalam ras anjing yang
sama ataupun ras anjing yang berbeda. Seluruh stadium hidup caplak ini dapat
menghisap darah atau cairan tubuh kecuali pada stadium telur. Caplak dewasa
akan lepas dari tubuh anjing setelah menghisap darah kemudian merayap mencari
tempat berlindung di celah-celah hingga telurnya siap untuk dikeluarkan,
kemudian caplak dewasa akan siap untuk bertelur di tanah. Apabila caplak
tersebut mengandung protozoa (Babesia sp. dan Theileria sp.) dalam tubuhnya,
kemudian caplak ini menggigit anjing maka anjing tersebut kemungkinan akan
mengalami infeksi protozoa (James dan Leah 2001).

Dewasa Betin
a

Nimfa Telur

Larva

Nimfa
Larva
Gambar 4Siklus hidup Rhipicephalus sanguineus(Sumber: James dan Leah 2001).
6

Babesia sp.
Menurut Levine (1995) Babesia diklasifikasikan sebagai berikut:

Phylum III : Apicomplexa

Subclass : Piroplasmia

Ordo : Piroplasmida

Family : Babesiidae

Genus : Babesia

Spesies : Babesia sp.

Morfologi
Babesia sp. Merupakan parasit obligat intraseluler dengan induk semang
adalah anjing, ruminansia, dan satwa liar. Pada induk semang Babesia sp.
berhabitat di dalam sel darah merah, biasanya bentuknya berpasangan seperti buah
pir yang membentuk sudut pada kedua ujungnya, kadang-kadang dapat juga
dijumpai yang tidak berpasangan (Gambar 6). Menurut OIE (2010), ukuran
Babesia sp. diperkirakan panjang 1-1.5 µm dan lebar 0.5-1.0 µm. Ada dua bentuk
Babesia yaitu bentuk yang besar (sudutnya kecil) misalnya Babesia bigemina dan
Babesia motasi serta Babesia bentuk yang kecil (sudutnya lebih besar daripada
bentuk yang besar). Babesia divergens dan Babesia ovis (Levine1995). Babesia
sp. adalah parasit darah yang dapat menyebabkan babesiosis. Penyakit ini sering
ditemukan di daerah yang beriklim tropis, subtropis, dan beriklim sedang
(Astyawati et. al 2010). Babesia canis dan Babesia gibsoni paling sering
ditemukan pada anjing (Cleveland et. al 2002; OIE 2010).

Siklus Hidup
Secara umum Babesia sp. dalam siklus perkembangbiakannya dilakukan
secara aseksual (skizogoni) yang terjadi pada induk semang dan seksual
(gametogoni dan sporogoni) yang terjadi pada caplak (Gambar 5). Penyebaran
babesia dimulai ketika inang tergigit caplak yang mengandung babesia dalam
bentuk gametosit. Dalam tubuh caplak, babesia mengalami periode gametogoni
yaitu terjadi perkawinan antara mikrogamet dan makrogamet lalu membentuk
7

zigot. Tahap selanjutnya zigot berkembang menjadi ookinet (Uilenberg 2006).


Ookinet dapat menembus lapisan epitel dan membran basal dinding lambung,
ookinet akan membesar di tempat ini dan disebut ookista. Di dalam ookista
dibentuk ribuan sporozoit (ini yang disebut dengan periode sporogoni). Beberapa
sporozoit menembus kelenjar ludah caplak dan bila caplak menggigit anjing
makas porozoit masuk kedalam darah anjing dan mulailah siklus pre eritrositik.

tropozoit
Bentuk
amoboid
Infeksi
tropozoit

Sirkulasi pada
induk semang pembelahan
Vektor vertebrata
caplak
Bentuk
piriforom
merozoit
Infeksi
pada usus

Bentuk
“criciform”

Gambar 5 Siklus Hidup Babesia sp. (Sumber: Gardiner et. al 2002).

Perkembangan secara aseksual pada tubuh induk semang (anjing) dimulai


pada saat caplak mengisap darah, dengan menginokulasikan sporozoit Babesia sp.
melalui kelenjar ludah ke dalam tubuh anjing sebagai hospes perantaranya.
Sporozoit kemudian akan mengikuti sistem limfe dan membentuk trofozoit dan
selanjutnya menginfeksi sel parenkim hati, dan dalam beberapa hari membentuk
badan yang berinti banyak disebut skizont. Dalam perkembangannya skizont akan
membentuk merozoit di dalamnya. Semakin banyak jumlah merozoit dalam
skizont akan menyebabkan skizont ini pecah. Skizont yang pecah kemudian
melepaskan ribuan merozoit ke dalam aliran darah. Merozoit lalu menginfeksi
eritrosit, kemudian berubah menjadi trofozoit muda yang kemudian matang dan
8

berubah menjadi skizont. Skizont kembali pecah dan kembali melepaskan


merozoit yang akan menginfeksi eritrosit lain (Gardiner et. al 2002).

Gejala Klinis
Pada anjing, Babesia memasuki eritrosit dan dapat menyebabkan kenaikan
suhu dan frekuensi nafas (Skotarczak 2008; Duh et. al 2004). Gejala yang tampak
adalah, hemoglobinuria, ikterus, dan splenomegali (Yatim dan Herman 2006;
Skotarczak 2008; Crnogaj et. al 2010). Gejala infeksi kronis yang nampak adalah
demam, kehilangan nafsu makan dan kehilangan berat badan sehingga anjing
menjadi lemah, anoreksia (Skotarczak 2008; Sugiarto 2005; Crnogaj et. al 2010).
Gejala infeksi akut yang nampak adalah ikterus dan anemia. Anemia terjadi ketika
sel darah merah diinfestasi oleh parasit sehingga menyebabkan kelainan pada sel
darah merah berupa permukaan yang tidak teratur. Bentuk sel darah merah
yang tidak teratur ini akan mempengaruhi kandungan hemoglobin yang mengikat
oksigen. Kemudian sel darah merah yang mengalami kelainan tersebut akan
dikeluarkan dari sirkulasi oleh limpa (Price dan Wilson 2003). Adanya infestasi
parasit juga dapat menyebabkan terjadinya hemolisis (intravaskuler) yang
kemudian menyebabkan terjadinya anemia (Taylor et. al 2007). Berikut adalah
gambaran infeksi Babesia sp. dalam darah:

A B
Gambar 6 Babesia canis (A) dan Babesia gibsoni (B) pada sel darah merah anjing
(Sumber: Cleveland et. al2002).

Theileriasp.
Menurut Levine (1995) Theileria diklasifikasikan sebagai berikut:

Phylum : Apicomplexa

Class : Sporozoa
9

Subclass : Piroplasmodia

Ordo : Piroplasma

Family : Theileriidae

Genus : Theileria

Spesies : Theileria sp.

Morfologi

Bentuk Theileria sp. yang paling dominan adalah bentuk batang yang
memiliki ukuran diperkirakan 1.5-2.0 x 0.5-1.0 µm. Bentuk lain yang sering
dijumpai pada eritrosit yaitu bentuk oval, bundar, dan bentuk menyerupai koma
(Gambar 7) (Soulsby 1982).

Gambar 7 Bentuk Theileria parva (bentuk-bentuk piroplasma dalam eritrosit)


(Sumber:Soulsby 1982).

Siklus Hidup
Daur hidup Theileria sp. selain terjadi dalam tubuh caplak juga terjadi pada
tubuh induk semang (Gambar 8). Daur hidup terdiri dari stadium sporozoit,
skizon, merozoit, dan gamon. Sporozoit merupakan bentuk infektif yang masuk
ke dalam tubuh anjing melalui gigitan caplak. Sporozoit menginfeksi inang
melalui sistem limfe menuju jaringan limfoid terutama limfonodus dan limpa
yang berkembang membentuk badan berinti yang banyak disebut skizont. Skizont
ini berada dalam sitoplasma limfosit membentuk merozoit. Merozoit bergerak
masuk ke dalam eritrosit kemudian terjadi binnary fussion di dalam eritrosit.
10

Beberapa merozoit masuk ke dalam eritrosit lain membentuk gamon (Siegel et. al
2006).
Selanjutnya gamon memasuki daerah intestinal nimfa caplak membentuk
mikrogamon. Mikrogamon ini berinti empat, kemudian membelah membentuk
mikrogamet dengan satu inti kemudian bergabung dengan makrogamet
membentuk zigot. Zigot akan masuk ke dalam epitel usus dan mengalami
transformasi membentuk kinet. Kemudian kinet bergerak mengikuti aliran limfe
dan memasuki kelenjar saliva caplak dan mengalami perubahan menjadi
sporoblast (Bishop et. al 2004). Sporoblast akan menghasilkan ribuan sporozoit.
Sporozoit inilah yang kemudian menginfeksi mamalia melalui gigitan caplak yang
terinfeksi (Siegel et. al 2006).

Sporozoit
Limfosit
Sporozoit

Limfoblast
Skizon tropozoit
Sporoblast Parasit menyebar
ke dalam sel
Kelenjar saliva

Kinet
Merogoni

Pencernaan
caplak
Zigot Merozoit

Gamet
Piroplasma dalam
eritrosit

Gambar 8 Siklus hidup Theileria sp. (Sumber : IRLI 2006).

Gejala Klinis
Theileria sp. merupakan parasit pada hewan yang dapat menyebabkan
theileriosis. Theileriosis adalah kondisi tubuh yang terinfeksi Theileria dan dapat
11

menyebabkan terjadinya anemia yang disertai demam, diarre dan pembengkakan


kelenjar-kelenjar limfe. Menurut Morzaria (1990) patogenesitas Theileria untuk
setiap spesies berbeda-beda tergantung kepada strain parasit, tingkat kepekaan
inang dan jumlah parasit. Theileria mutans adalah salah satu jenis yang dikenal
benign. Theileria mutans mengalami limfositik merogoni, pembelahan terjadi di
eritrosit dan menyebabkan piroplasma parasitemia dan hemolitik anemia pada
inang. Gejala klinis pada hewan yang terinfeksi Theileria yaitu letargi, anoreksia,
membran pucat, hipertermia, hiperglobinuria, splenomegali, trombocytopenia, dan
anemia (Simoes et. al 2011).

Darah
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah
dan sel darah. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedangkan 45% sisanya terdiri
dari sel darah (Evelyn 2006). Darah berfungsi sebagai media transportasi, yaitu
membawa nutrisi dari saluran pencernaan menuju jaringan, produk akhir
metabolisme dari sel menuju organ eksresi, oksigen dari paru-paru menuju
jaringan, karbondioksida dari jaringan menuju paru-paru, berperan dalam
mengatur suhu tubuh, menjaga konsentrasi ion hidrogen tubuh dan pertahanan
terhadap serangan mikroorganisme (Cunningham 2002).
Volume darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat badan. Sel
darah terdiri dari tiga jenis eritrosit, leukosit, dan trombosit. Unsur ekstraseluler
darah termasuk air, elektrolit, protein, glukosa, enzim, dan hormon terdapat dalam
plasma. Eritrosit memiliki fungsi dalam pengangkutan oksigen ke jaringan dan
membawa karbondioksida dari jaringan pada tubuh karena adanya hemoglobin di
dalam butir darah merah (Colville dan Joanna 2002). Tekanan oksigen yang
tinggi, temperatur yang rendah, dan pH yang tinggi dalam kapiler paru-paru
menyebabkan pembentukan oxyhemoglobin. Sedangkan pada saat tekanan
oksigen yang rendah, temperatur yang tinggi, dan pH yang rendah di jaringan
menyebabkan pelepasan oksigen dari hemoglobbin (Ganong 2001). Fungsi
hemoglobin adalah mengikat oksigen untuk dibawah ke jaringan. Leukosit
berperan dalam pertahanan tubuh.
12

Anemia adalah suatu kondisi dimana jaringan kekurangan oksigen. Jaringan


yang kekurangan oksigen bisa disebabkan oleh karena penurunan jumlah butir
darahmerah (BDM), penurunan kadar hemoglobin, dan penurunan nilai
hematokrit (PCV). Pada anemia dengan penurunan kadar hemoglobin disebut
anemia defisiensi zat besi, dimana eritrosit menjadi berukuran kecil, mungkin
dapat diperkirakan bahwa jangka hidupnya diperpanjang karena sel yang lebih
muda memiliki ukuran lebih besar dibandingkan sel tua. Sebaliknya anemia tipe
mikrositik adalah akibat dari sel-sel darah muda yang tidak dilepaskan ke dalam
darah bersirkulasi dalam jumlah yang cukup untuk menggantikan sel-sel yang
telah mati (Guyton dan Hall 2007).
Jika tubuh hewan mengalami gangguan fisiologi maka gambaran darah
dapat mengalami perubahan. Perubahan gambaran darah dapat disebabkan faktor
internal seperti pertambahan umur, status gizi, kesehatan, stres, siklus estrus, dan
suhu tubuh. Faktor eksternal yang dapat menyebabkan perubahan gambaran darah
antara lain infeksi kuman, perubahan suhu lingkungan dan fraktura terbuka. Hal
lain yang diduga menjadi penyebab rendahnya jumlah eritrosit adalah investasi
parasit kronis. Bila investasi parasit terjadi dalam jumlah besar dan dalam waktu
lama, maka sangat mungkin anjing mengalami anemia. Investasi ini terjadi akibat
faktor kebersihan kandang yang kurang baik. Selain itu seringnya kontak antar
anjing semakin mempermudah penularan parasit dari satu anjung ke anjing
lainnya.
13

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli2011 di Laboratorium Protozoologi,
bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB.

Objek Penelitian
Penelitian ini menggunakan anjing ras Doberman dan ras Labrador
Retriever yang berasal dari kepolisian Kelapa Dua Depok. Jumlah anjing yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tujuh ekor ras Doberman (empat ekor
jantan dan tiga ekor betina yang berumur lebih dari tiga tahun) dan tujuh ekor ras
Labrador Retriever (lima ekor jantan-dua ekor betina yang berumur lebih dari tiga
tahun) anjing-anjing tersebut merupakan anjing impor yang sudah didomestikasi
tanpa diberikan perlakuan apapun dan sebelum melakukan aktivitas rutin
pelatihan anjing pelacak (Patmawati 2007; Aggayasti 2007).

Pengambilan Sampel Darah


Pengambilan darah dengan spuit pada anjing melalui vena cephalica
antibrachii lateralis dan vena femoralis sebanyak 2 ml setelah dilakukan
pemeriksan klinis terhadap anjing tersebut (Patmawati 2007; Anggayasti
2007).Setelah semua sampel darah diperoleh, sampel darah langsung dibawa
dengan menggunakan termos dingin ke laboratorium Fisiologi Departemen
Anatomi, Fisiologi & Farmakologi FKH IPB untuk langsung dilakukan
pengamatan. Lama perjalanan dari Kennel Subdit Satwa POLRI sampai
Laboratorium Fisiologi FKH IPB adalah 2-3 jam (Patmawati 2007; Anggayasti
2007).

Pembuatan Preparat Ulas Darah


Pembuatan preparat ulas darah dilakukan di Laboratorium Fisiologi,
Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor. Darah yang telah disiapkan diteteskan ke atas object
glass/gelas objek, kemudian ditempelkan ujung gelas objek yang lain dengan
membentuk sudut kurang lebih 45o, setelah itu gelas objek didorong dengan
14

kecepatan konstan sehingga didapatkan ulasan yang tidak terlalu tebal. Ulasan
yang didapat dikeringkan di udara selama 3-5menit, setelah kering dilakukan
fiksasi ulasan dalam metanol selama 5 menit. Ulasan kemudian dicelupkan ke
dalam pewarna giemsa selama kurang lebih 30 menit. Ulasan kemudian diangkat
dan dicuci menggunakan air yang mengalir sampai air bilasan tidak membawa
warna giemsa dan dikeringkan di udara.

Pengamatan Ulas Darah


Hasil preparat ulas darah yang telah diwarnai, dengan Giemsa 10%, diamati
di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 1000 X dengan minyak emersi.
Selanjutnya dilakukan penghitungan dengan rumus:
Jumlah parasit/500 RBC x 100% (Alamzan et. al 2008).
Penghitungan darah mulai dilakukan jika ditemukan parasit pada satu
lapang pandang, jika dalam satu lapang pandang tersebut jumlah eritrosit belum
mencapai jumlah lima ratus maka penghitungan dilanjutkan terhadap eritrosit
pada lapang pandang yang lain meskipun dalam lapang pandang tersebut tidak
ditemukan lagi parasit. Dalam penghitungan eritrosit rata-rata dilakukan pada 3-4
lapang pandang untuk mencapai angka lima ratus eritrosit.

Analisis Data
Setelah dilakukan penghitungan rataan persentase parasit dalam darah
selanjutnya dilakukan analisa statistik menggunakan softwere SPSS 16 dengan Uji
t berpasangan (Dahlan 2001).
15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Berdasarkan Morfologi


Berdasarkan hasil identifikasi preparat ulas darah anjing ras Doberman dan
Labrador Retriever yang berasal dari kepolisian Kelapa Dua Depok, ditemukan
dua jenis parasit darah yang mempunyai habitat di dalam sel darah merah
(intraseluler) yaitu Babesia sp. dan Theileria sp., keduanya merupakan parasit
darah yang sering menginfeksi hewan kecil diantaranya anjing. Phenzhorn (2006)
melaporkan bahwa jenis parasit dalam sel darah merah hewan liar yang biasa
ditemukan adalah jenis Babesia sp. dan Theileria sp. Dari ketujuh preparat ulas
darah anjing ras Doberman ditemukan protozoa parasit darah dan dari setiap
preparat ulas darah dapat ditemukan lebih dari satu jenis parasit darah yaitu
Babesia sp. dan Theileria sp., begitupun dengan anjing ras Labrador Retriever
dari ketujuh ekor anjing ditemukan protozoa parasit darah dan dari preparat ulas
darah dapat ditemukan lebih dari satu jenis parasit Babesia sp. maupun Theileria
sp. dari pemeriksaan tersebut semua anjing terinfeksi parasit Babesia sp. dan
Theileria sp.
Protozoa parasit yang terlihat pada pemeriksaan preparat ulas darah
merupakan protozoa intraeritrositik berbentuk seperti buah pir berpasangan
dengan warna yang lebih gelap dibandingkan sitoplasma dari sel darah merah.
Karakteristik ini sesuai dengan morfologi Babesia sp. (Cleveland et. al 2002) dan
merupakan parasit eritrositik (Gambar 9). Selain Babesia sp. ditemukan pula
protozoa parasit yang mengarah pada morfologi dari Theileria sp. pada preparat
ulas darah yang diperiksa terlihat parasit yang berbentuk batang dan dan bentuk
yang menyerupai koma dengan warna yang lebih gelap dibandingkan sitoplasma
dari sel darah merah (Gambar 10). Karakteristik ini sesuai dengan morfologi
Theileria sp. Menurut Soulsby (1982) bentuk Theileria sp. yang paling dominan
adalah bentuk batang.
Infeksi parasit ini dapat menyebabkan perubahan gambaran darah pada
hewan yang terinfeksi. Menurut Bandini (2001), jenis kelamin tidak
mempengaruhi tingkat infeksi parasit. Akan tetapi jika ditemukan parasit dengan
jumlah yang lebih banyak pada salah satu jenis kelamin maka kemungkinan hal
16

tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal, antara lain faktor stres pada hewan.
Tingkat stres pada hewan akan mempermudah infeksi parasit darah, karena
kondisi yang menurun akan menyebabkan daya tahan tubuh dan kekebalan tubuh
akan menurun pula sehingga lebih rentan terhadap infeksi parasit.

Babesia sp.
Babesia sp. merupakan salah satu jenis parasit darah yang berasal dari filum
apicomplexa dan famili Babesiidae. Dalam sel darah merah bentuk Babesia sp.
berpasangan seperti buah pir berbentuk sudut pada kedua ujungnya, akan tetapi
kadang-kadang dijumpai bentuk yang tidak berpasangan. Ukuran Babesia sp.
diperkirakan memiliki panjang 1-1.5 µm dan panjang 0.5-1.0 µm (Soulsby 1982).
Dua spesies dari genus Babesia yang dominan menginfeksi anjing, yaitu Babesia
canis dan Babesia gibsoni. Babesia canis ini terbagi lagi menjadi tiga subspesies,
yaitu Babesia canis canis, Babesia canis vogeli dan Babesia canis rossi (Caccio
et. al 2002). Babesia canis memiliki bentuk menyerupai buah pir dan memiliki
diameter 2.5-5.0 mikron, meruncing pada salah satu ujungnya dan pada ujung lain
tumpul, dan berpasangan (Hunfeld et. al 2008). Masing-masing subspesies ini
dapat dibedakan berdasarkan analisis rangkaian gen rRNA dan perbedaan sifat
alami dan virulensinya pada anjing. Babesia canis canis dilaporkan paling sering
menginfeksi anjing ras Doberman (Chauvin et. al 2009).
Gejala klinis yang biasanya terlihat pada anjing yang terinfeksi babesia
berupa gejala demam, hemoglobinuria, ikterus, dan splenomegali (Yatim dan
Herman 2006; Skotarczak 2008; Crnogaj et. al 2010). Gejala kronis yang yang
biasanya terlihat adalah demam, kehilangan nafsu makan hingga menyebabkan
bobot badan menurun (Skotarczak 2008; Sugiarto 2005; Crnogaj et. al 2010).
Infeksi babesia dalam jumlah banyak dapat menyebabkan kematian pada hewan
(Nasution 2007).
17

A B

Gambar 9 Babesia sp.(A) hasil pengamatan dan Babesia sp. dengan pembesaran
1000 X dan Babesia sp.(B) berdasarkan literatur (Cleveland et. al 2002).

Theileria sp.
Theileria merupakan parasit darah yang berasal dari filum apicomplexa dan
famili Theileriidae. Menurut Soulsby (1982) bentuk Theileria yang paling
dominan adalah bentuk batang yang memiliki ukuran diperkirakan 1.5-2.0 x 0.5-
1.0 µm (Kaufmann 2001). Akan tetapi sering juga ditemukan bentuk lain yang
sering dijumpai pada eritrosit yaitu bentuk oval, bundar, dan bentuk yang
menyerupai koma 0.5 x 2.0 µm (Kaufmann 2001). Jenis Theileria yang sering
menginveksi anjing yaitu Theileria annae (Dixit 2010). Simoes et. al (2011)
menyatakan bahwa gejala klinis pada hewan yang terinfeksi Theileria sp. dapat
berupa letargi, anoreksia, membran pucat, hipetermia, hiperglobinuria,
splenomegali, trombositopenia, dan anemia.

A B
Gambar 10 Theileria sp. (A) hasil pengamatan dengan pembesaran 1000 X dan
Theileria sp. (B) berdasarkan literatur (Kaufmann 2001).
18

Presentase Parasitemia
Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan diperoleh hasil nilai
parasitemia yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Rataan persentase parasit pada anjing ras Doberman dan Labrador
retriever.

Jenis anjing n Persentase parasit Persentase parasit


Babesia Theileria
Doberman 7 0. 6857± 0.1952 0.6486±0.2930
Labrador Retriever 7 0. 6771 ±0.1035 0.6857±0.0962
Keterangan: Hasil menunjukan hubungan yang tidak berbeda nyata ( p>0.1).

Tingkat parasitemia diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan. Tingkatan


pertama adalah tingkat ringan (mild reaction) yaitu bila ditemukan 1-4 parasit
darah per 500 eritrosit (parasitosis <1%), tingkatan kedua adalah tingkat lebih
berat (servere reaction) bila ditemukan 5-10 parasit per 500 eritrosit (parasitosis
3%), sedangkan tingkatan yang ketiga adalah tingkat berat sekali (very servere
reaction) yaitu bila ditemukan lebih dari sepuluh parasit per 500 eritrosit
(parasitosisnya 5-9%) (Birkenheuer et. al 2003; Camacho 2004).
Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa tingkat parasitemia
Theileria sp. dan Babesia sp. pada anjing ras Doberman dan ras Labrador
Retriever, nilai tersebut menunjukan bahwa tingkat parasitemia masih dalam
stadium ringan (mild reaction) yaitu kurang dari 1 %. Mengacu dari referensi di
atas, tingkat parasitemia yang kurang dari 1% hanya menyebabkan terjadinya
parasitiasis (Soulsby 1982). Parasitiasis adalah keadaan dimana infeksi parasit
belum menimbulkan lesi jelas atau tanda klinis pada induk semangnya. Menurut
Simoes et. al (2011), gejala klinis dapat terjadi jika tingkat parasitemia dalam
jumlah yang banyak. Akan tetapi jika infeksi parasit terjadi secara bersamaan dan
saling mempengaruhi antar parasit dalam darah, tingkat parasitemia yang rendah
(<1%) dapat memicu timbulnya gejala klinis (Birkenheuer et. al 2003).
Faktor yang dapat memicu timbulnya gejala klinis yaitu faktor eksternal
misalnya tatalaksana pemeliharaan, suhu, dan musim, sedangkan faktor internal
yang dapat memicu timbulnya suatu gejala klinis misalnya status imunitas
individu dan status nutrisi seperti defisiensi vitamin dan asam folat (Guyton dan
19

Hall 2007). Tingkat stres pada hewan juga akan mempermudah infeksi parasit
darah, karena kondisi yang menurun akan menyebabkan daya tahan tubuh dan
kekebalan tubuh akan menurun pula sehingga lebih rentan terhadap infeksi
parasit. Penularan parasit darah dari satu hewan ke hewan lainnya dapat
diperantarai oleh vektor seperti caplak. Infestasi caplak dalam jumlah banyak
dapat menyebabkan timbulnya gejala klinis berupa anemia, karena caplak ini akan
menghisap darah (James dan Leah 2001).
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya Patmawati (2007) dan Anggayasti
(2007) melaporkan bahwa anjing-anjing yang diambil darahnya ditemukan
investasi caplak dalam jumlah yang banyak. Caplak merupakan vektor dari parasit
darah Babesia sp. dan Theileria sp. Peningkatan jumlah caplak diduga dapat
mengindikasikan peningkatan jumlah parasit pada eritrosit. Namun, hal ini tidak
sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukan bahwa hasil pemeriksaan
parasit darah memperlihatkan adanya infeksi Babesia sp. dan Theileria sp. dengan
stadium ringan yaitu kurang dari 1% walaupun dengan investasi caplak yang
cukup tinggi. Tingkat parasit yang rendah dengan infestasi caplak yang tinggi
dapat mengindikasikan bahwa pada saat dilakukan pengambilan darah infeksi
parasit telah berjalan kronis (Altay et. al 2008) dan mencapai stadium
penyembuhan (Bakken et. al 2006). Pada masa penyembuhan ini hewan yang
terinfeksi parasit akan menjadi carrier (OIE 2012) dan dapat menjadi sumber
infeksi bagi caplak yang berperan sebagai vektor (Oliveira et. al 1995).
20

SIMPULAN

Semua preparat ulas darah anjing ras Doberman dan Labrador Retriever dari
Satwa POLRI-Depok ditemukan dua jenis parasit dalam sel darah merah yaitu
Theileria sp. dan Babesia sp. dengan tingkat infeksi ringan (< 1%).
21

DAFTAR PUSTAKA

Alamzan C, Mendrano C, Ortiz M, Fuente JDL. 2008. Genetic Diversity of


Anaplasma Marginale Straine From an Outbreak of Bovine Anaplasmosis
endemic area. Vet Parasitology. 158:103-109.

Altay K, Fatih A, Nazir D, Munir A. 2008. Molecular detection of Theileria and


Babesia infections in cattle. Vet Parasitol. 158:295-301.
Anggayasti GW. 2007. Gambaran Hematologi Anjing Pelacak Operasional Ras
Labrador Retriever Di Subdit Satwa Polri-Depok. [Skripsi]. Fakultas
Kedokteran Hewan IPB. Bogor. Hlm 61.
Astyawati T, Wulansarai R, Cahyono, Ardhiansyah F, Rumekso A, Dhetty. 2010.
Konsentrasi Serum Anjing yang Optimum untuk Menumbuhkan dan
Memelihara Babesia canis dalam Biakan. J Vet (4): 238-243.
Bakken S, Dumler S, Chen SM, Eckman, Marak R, Van etta L, Walker H. 2006.
Human granulocytic ehrlichiosis in the upper midwest United States. JAMA.
129:247-269.
Bandini Y. 2001. Sapi Bali. Penebar Swadaya. Jakarta.
Birkenheuer AJ, Levy MG, Breitschwerdt EB. 2003. Development and Evaluation
a Seminested PCR for Detection and Differentiation of Babesia gibsoni
(Asian Genotype) and Babesia canis DNA in canine Blood Samples. J.Clin
Microbiol. 41 (9): 4172-4177.
Bishop R, Musoke A, Morzaria S, Gardner M, Nene V. 2004. Theileria:
Intracellular Protozoan Parasites of Wild and Domestic Ruminan
Transmitted by Ixodod ticks. Parasitol. 129: 271-283.
Caccio SM, Antunovic B, Moretti A, Moretti A, Mangili V, Marinculic A, Baric
RR,Slemenda SB,Pieniazek NJ. 2002. Molecullar characterisation of
Babesia canis canis, babesia vogeli, from naturally infected Europen Dog.
(Abstrak) Vet parasitology. (106) 285-292.
Camacho T. 2004. Roles of the Maltese Cross Form of Babesia micorti in the
Development of Parasitemia in B. micorti Infection. .A.S.M. 72 (8) : 4929-
2930.

Chauvin A, Moreau E, Bonnet S, Plantard O, Malandrin M. 2009. Babesia and its


hosts: adaptasion to long-lasting interaction as away to achieve efficient
transmission. Vet Res. 40 (2): 37.
Cleveland CW, Peterson DS, Latimer KS. 2002. An Overview of Canine
Babesiosis. [terhubung berkala] Athens Departement of Medical
Microbiology and Parasitology, and Departement of Pathology, Collage of
Veterinary Medicine. University of Georgia.
http://www.vet.uga.edu/vpp/clerk/cleveland/. (17 April 2012).
22

Cunningham JG. 2002. Veterinary Physiology. Ed ke-3. Philadelphia London:


Saunders Company. Hlm 218-224.
Colville T, Joanna MB. 2002. Clinical Anatomy and Physiology For Veterinary
Technicians.
Criado A, Martinez J, Buling A, Barba JC, Merino S, Jefferies R, Irwin PJ. (2006)
New data on epizootiology and genetics of piroplasms based on sequences
of small ribosomal subunit and cytochrome b genes. Vet Parasitol. 142
(7):238–247.
Crnogaj M, Petlevski R, Mrljak V, Kis I, Torti M, Kucer N, Matijatko V, Sacer I,
Stokovic I. 2010. Melondialdehyde Levels in Serum of Dogs Infected with
Babesia canis. Vet Med 55 (4): 163-171.
Dahlan SM. 2001. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta. Salemba
Medika.
Dixit P, Dixit AK, Varshney JP. 2010. Evidence of New Phatogenic Theileria
Species in Dog. J Parasit Dis. 34 (1) : 29-32.
Duh D, Natasa T, Miroslav P, Katja S, Tatjana AZ. 2004. Canine babesiosis in
Slovenia: Molecular Evidence of Babesia canis canis and Babesia canis
vogeli. Vet Res. 35: 363-368.
Evelyn PC. 2006. Anatomis dan Fisiologis untuk Paramedis, Jakarta. Gramedia
Pustaka Utama. Hlm 73-78.
Gandahusada S, Ilahude H, Pribadi W. 1998. Parasitologi Kedokteran Ed ke-3.
Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hlm
109-112.
Ganong WF. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20.Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Hlm 145-148.
Gardiner CH, Fayer R, Dubey JP. 2002. An Atlas of Protozoa Parasites in Animal
Tissue. [terhubung berkala].
www.vet.uga.edu/vpp/archives/NSEP/babesia/ENG/etiologi.htm. (28 Mei
2012).
Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-11. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hlm 251-255.
Grossman L. 1993. The Dog’s Tale. BBC Books. London. Hlm 51.
Horowitz A. 2009. Inside of a Dog: What Dogs See Smeel and Know. New York.
Scribner a Division of Simon & Sehuster Inc. Hlm 9-11.
Hunfeld KP, A Hildebrandt, JS Gray. 2008. Babesiosis: recent insights into an
ancient disease. Int J. Parasitol. 38:1219-1237.
23

[ILRI] International Livestock Research Institut. 2006. Theileriosis. [terhubung


berkala]
http://www.ilri.org/InfoServ/Webpub/fulldocs/ilrad81/Theileriosis.htm(27
Januari 2012).

James N,Leah L. 2001. Life Cycle of the Brown Dog Tick, Rhipicephalus
sanguineus. [terhubung berkala]. University of Florida.

Kaufmann J. 2001. Parasitic Infections of Domestic Animals- a Diagnostic


Manual. Berlin: Birkhauser.
Kumar M, Pallay S, Haque S, Mahto D. 2008. Feline Babesiosis. Veterinary
World. 1 (4): 120-121
Larkin P, Stockman M. 2001. The Ultimate Encyclopedia of Dogs Breeds and
Dog Care. London: Annes Publishing. Hlm 142.
LevineN D.1995.Parasitologi Veteriner. Terjemahan G. Ashadi. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Lienden RV. 2007. Anemia in Dogs. [terhubung berkala]
Http//www.sniksnak.com/doghealthy/anemia.(29 April 2012).

Lord CC. 2001. National Public Health Pest Control Manual. Departement of
Entomology and Nematology. Departement of Agriculture and Consumer
Services. Division of Plant Industry. University of Florida. [terhubung
berkala]http ://creatures.ifas.ufl.edu/urban/medical/brown_dog_tick.htm.
(28 april 2012).

Martini FH, Ober WC, Garrison C, dan Weleh K. 1992. Fundamental of Anatomy
and physiology. Ed ke-2. New Jersey : Prentice Hall, Englewood Cliffs.
Hlm 243-245.

Morzaria SP. 1990. Identification of Theleria spesies and characterization of


Theileria parva stocks. International laboratory for Research on Animal
Disease. Kenya.
[OIE] Office International des Epizooties. 2010. Bovine Babesiosis. [terhubung
berkala.]France Word Organisation for Animal
Health.http://www.oie.int/fileadmin/Home/eng/Health_standards/tahc/2010/
en_chapitre_1.11.2.pdf . [28 Jan 2012]. Chapter 2.4.2. Hlm 1-3.
[OIE] Office International des Epizooties. 2012. Bovine Anaplasmosis.
[terhubung berkala]. http://www.oie.int. [19 Agustus 2012].
Oliveira C, Marjo VDW, Miguel A, Philippe J, Frans J. 1995. Detection of
Theileria Annulata in blood samples of carrier cattle by PCR. J. Clinic
Microbial. 33(10): 2665-2669.
24

Price SA, Wilson LM. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Ed ke-6. Buku 1. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hlm 258.
Patmawati F. 2007. Gambaran Hematologi Anjing Pelacak Operasional Ras
Doberman Di Subdit Satwa Polri Depok. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Hlm 48-61.
Penzhorn BL. 2006. Babesiosis of wild carnivores and angulates. Vet Parasitol.
138:11-12.

Ruedisueli FL, Manship B. Tick Identification Key. 2002. [terhubung berkala]


University of Lincoln
http://webpages.lincoln.ac.uk/fruedisueli/FRwebpages/parasitology/Ticks/TI
K/tick-key/backround_rhipicephalus.htm.
Siegel S. Howert E. Leroy BE. 2006. East coast Fever (Theileria Parva). A
review. Veterinary Clinical Pathology Clerkship Program. Departemen of
Pathology. Collego of Veterinary Medicine. University of Geo Athens.
Simoes PB, cardodo L, Araujo M, Mekuzas YY, Baneth G. 2011. Babesiosis due
to the Canine Babesia micorti-like small Piroplasm in Dogs-First Report
from Portugal and Possible Vertical Transmision. BioMed Central. (4):50.
Skotarczak B. 2008. Babesiosis as a Disease of people and Dogs Molecullar
Diagnostic: a Review. Vet Med 53(5): 229-235.
Sugiarto. 2005. Potensi Caplak Anjing Rhipicephalus sanguineus sebagai Vektor
Penyakit. [Skripsi]. Bogor; Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor.
Soulsby EJL. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals. New York.
Taylor MA, RL Coop, RL Wall. 2007. Veterinary Parasitology. 3th Edition.
Hongkong : Graphicraft Limited.
Uilenberg G. 2006. Babesia- a historical overview. Vet Parasitol. 138: 2-10.
Untung O. 1999.Merawat dan Memelihara Anjing. Jakarta : Penebar Swadaya.
Hlm 15-18.
Wijayanti DN. 2007. Studi Investasi Caplak pada Anjing Yang Dipelihara Di
Subdit Satwa Dit Samapta Babinkam Polri Kelapa Dua Depok. [Skripsi].
Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Yatim F, Herman R. 2006. Babebiosis (Piroplasmosis). Majalah Kedokteran
Nusantara. Vol 39 No 2.
25

LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisis data menggunakan Program SPSS 16 dengan metode Uji T

EXAMINE VARIABLES=td bd tl bl
/PLOT BOXPLOT STEMLEAF
26

/COMPARE GROUP
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/CINTERVAL 95
/MISSING LISTWISE

/NOTOTAL.

Explore
[DataSet0]

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

theileria doberman 7 100.0% 0 .0% 7 100.0%

babesia doberman 7 100.0% 0 .0% 7 100.0%

theileria labrador 7 100.0% 0 .0% 7 100.0%

theileria babesia 7 100.0% 0 .0% 7 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error

theileria doberman Mean .6486 .11074

95% Confidence Interval for Lower Bound .3776


Mean
Upper Bound .9195

5% Trimmed Mean .6573

Median .8000

Variance .086

Std. Deviation .29300

Minimum .14

Maximum 1.00

Range .86

Interquartile Range .40

Skewness -.865 .794

Kurtosis .144 1.587

babesia doberman Mean .6857 .07377

95% Confidence Interval for Lower Bound .5052


27

Mean Upper Bound .8662

5% Trimmed Mean .6841

Median .6000

Variance .038

Std. Deviation .19518

Minimum .40

Maximum 1.00

Range .60

Interquartile Range .20

Skewness .277 .794

Kurtosis .042 1.587

theileria labrador Mean .6857 .09619

95% Confidence Interval for Lower Bound .4504


Mean Upper Bound .9211

5% Trimmed Mean .6841

Median .6000

Variance .065

Std. Deviation .25448

Minimum .40

Maximum 1.00

Range .60

Interquartile Range .60

Skewness .222 .794

Kurtosis -1.715 1.587

theileria babesia Mean .6771 .10350

95% Confidence Interval for Lower Bound .4239


Mean Upper Bound .9304

5% Trimmed Mean .6890

Median .8000

Variance .075

Std. Deviation .27384

Minimum .14

Maximum 1.00
28

Range .86

Interquartile Range .20

Skewness -1.326 .794

Kurtosis 2.472 1.587

theileria doberman
theileria doberman Stem-and-Leaf Plot

Frequency Stem & Leaf

2,00 0 . 14
4,00 0 . 6888
1,00 1 . 0

Stem width: 1,00


Each leaf: 1 case(s)
29

theileria labrador
theileria labrador Stem-and-Leaf Plot

Frequency Stem & Leaf

2,00 0 . 44
3,00 0 . 668
2,00 1 . 00

Stem width: 1,00


Each leaf: 1 case(s)

theileria babesia
30

theileria babesia Stem-and-Leaf Plot

Frequency Stem & Leaf

1,00 Extremes (=<,1)


5,00 0 . 66888
1,00 1 . 0

Stem width: 1,00


Each leaf: 1 case(s)

EXAMINE VARIABLES=td bd tl bl
/PLOT NONE
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/CINTERVAL 95
/MISSING LISTWISE

/NOTOTAL.
31

Explore

[DataSet0]

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

theileria doberman 7 100.0% 0 .0% 7 100.0%

babesia doberman 7 100.0% 0 .0% 7 100.0%

theileria labrador 7 100.0% 0 .0% 7 100.0%

theileria babesia 7 100.0% 0 .0% 7 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error

theileria doberman Mean .6486 .11074

95% Confidence Interval for Lower Bound .3776


Mean
Upper Bound .9195

5% Trimmed Mean .6573

Median .8000

Variance .086

Std. Deviation .29300

Minimum .14

Maximum 1.00

Range .86

Interquartile Range .40

Skewness -.865 .794

Kurtosis .144 1.587

babesia doberman Mean .6857 .07377


32

95% Confidence Interval for Lower Bound .5052


Mean Upper Bound .8662

5% Trimmed Mean .6841

Median .6000

Variance .038

Std. Deviation .19518

Minimum .40

Maximum 1.00

Range .60

Interquartile Range .20

Skewness .277 .794

Kurtosis .042 1.587

theileria labrador Mean .6857 .09619

95% Confidence Interval for Lower Bound .4504


Mean Upper Bound .9211

5% Trimmed Mean .6841

Median .6000

Variance .065

Std. Deviation .25448

Minimum .40

Maximum 1.00

Range .60

Interquartile Range .60

Skewness .222 .794

Kurtosis -1.715 1.587

theileria babesia Mean .6771 .10350

95% Confidence Interval for Lower Bound .4239


Mean Upper Bound .9304

5% Trimmed Mean .6890

Median .8000

Variance .075

Std. Deviation .27384

Minimum .14
33

Maximum 1.00

Range .86

Interquartile Range .20

Skewness -1.326 .794

Kurtosis 2.472 1.587

T-TEST GROUPS=bd(1 2)
/MISSING=ANALYSIS
/VARIABLES=td

/CRITERIA=CI(.9500).

T-Test
[DataSet0]
Warnings

The Independent Samples table is not produced.

Group Statistics

babesia
doberm
an N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

theileria doberman 1 1 .8000 . .


a
2 0 . . .

a. t cannot be computed because at least one of the groups is empty.

T-TEST PAIRS=td WITH bd (PAIRED)


/CRITERIA=CI(.9500)

/MISSING=ANALYSIS.

[DataSet0]
Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 theileria doberman .6486 7 .29300 .11074

babesia doberman .6857 7 .19518 .07377

T-Test
Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.
34

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 theileria doberman &


7 .032 .946
babesia doberman

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Std.
Difference
Deviati Std. Error
Mean on Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)

Pair 1 theileria
-
doberman -
-.03714 .34688 .13111 .3579 .28367 -.283 6 .786
babesia
5
doberman

T-TEST PAIRS=td tl WITH bd bl (PAIRED)


/CRITERIA=CI(.9500)

/MISSING=ANALYSIS.

T-Test
[DataSet0]
Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 theileria doberman .6486 7 .29300 .11074

babesia doberman .6857 7 .19518 .07377

Pair 2 theileria labrador .6857 7 .25448 .09619

theileria babesia .6771 7 .27384 .10350

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 theileria doberman &


7 .032 .946
babesia doberman

Pair 2 theileria labrador & theileria


7 -.455 .305
babesia
35

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Std.
Difference
Deviati Std. Error
Mean on Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)

Pair 1 theileria doberman -


-.03714 .34688 .13111 -.35795 .28367 -.283 6 .786
babesia doberman

Pair 2 theileria labrador -


.00857 .45076 .17037 -.40831 .42545 .050 6 .962
theileria babesia

Lampiran 2

Tabel Hasil uji t berpasangan ras Doberman dengan melaporkan nilai p


parasit n Rata-rata±standar p
deviasi
theileria 7 0.6486±0. 29300 0.786
babesia 7 0. 6857±19518

Tabel Hasil uji t berpasangan ras Labrador Retriever dengan melaporkan nilai p
parasit n Rata-rata±standar deviasi p
theileria 7 0.6857±0.09619 0.962
babesia 7 0. 6771 ±0. 10350
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Anjing ras Doberman ................................................................................... 1


2 Anjing ras Labrador Retriever ..................................................................... 2
3 Rhipichepalus sanguineus ............................................................................ 5
4 Siklus Hidup Rhipichepalus sanguineus ...................................................... 5
5 Siklus Hidup Babesia sp. . ........................................................................... 7
6 Babesia canis dan Babesia gibsoni pada sel darah merah anjing ................ 8
7 Bentuk Theileria sp. . ................................................................................... 9
8 Siklus Hidup Theileria sp. . ......................................................................... 10
9 Gambaran Mikroskopis Babesia sp. ........................................................... 17
10 Gambaran Mikroskopis Theileria sp. . ......................................................... 17

Anda mungkin juga menyukai