Anda di halaman 1dari 3

Nama: Chendini Maharani

NIM: 1902101010168

Kelas: 04

Judul: Respon Imun yang diperantarai sel

 Etiologi

Sistem kekebalan diperantarai sel atau sistem imun diperantarai sel adalah
respon imun yang tidak melibatkan antibodi, tetapi melibatkan komponen seluler
seperti aktivasi makrofag, sel NK, sel T sitotoksik yang mengikat antigen tertentu,
dan sekresi berbagai sitokin sebagai respon terhadap antigen. Sel-sel T merupakan
bagian dari respon yang diperantarai sel secara aktif melawan bakteri dan virus yang
berada di dalam sel tubuh yang terinfeksi., juga melawan fungi, protozoa, dan
cacing parasit (Campbell et al., 2004).

 Mekanisme

Awalnya, subtipe sel T dibagi menjadi dua yaitu sel T sitotoksik (sel T
pembunuh) dan sel T pembantu. Namun seiring pesatnya penelitian imunologi pada
dekade terakhir, banyak ditemukan jenis lain dari limfosit misalnya sel T gamma
delta (sel T γδ). Sel T sitotoksik hanya mengenali antigen yang dirangkaikan pada
molekul MHC kelas I, sementara sel T pembantu hanya mengenali antigen yang
dirangkaikan pada molekul MHC kelas II. Dua mekanisme presentasi antigen
tersebut memunculkan peran berbeda dua tipe sel T. Jenis lain sel T yang termasuk
subtipe minor yaitu sel T γδ, yang mengenali antigen yang tidak melekat pada
molekul MHC.
Sel sitotoksik secara langsung menyerang sel lainnya yang membawa antigen
asing/abnormal di permukaan

Sel T sitotoksik (cytotoxic T lymphocyte/CTL) atau sel T pembunuh


merupakan subkelompok dari sel T yang membunuh sel yang terinfeksi virus (dan
patogen lainnya), sel-sel yang rusak, atau sel yang tidak berfungsi dengan baik. Sel
T sitotoksik diaktifkan ketika reseptor sel T melekat pada antigen spesifik ini dalam
sebuah kompleks dengan reseptor MHC kelas I dari sel lainnya. Pengenalan MHC
antigen ini dibantu oleh koreseptor pada sel T yang disebut CD8. Sel T lalu
berkeliling ke seluruh tubuh untuk mencari sel yang menyajikan antigen ini pada
molekul MHC kelas I. Ketika sel T yang aktif berikatan dengan sel yang demikian,
sel T melepaskan protein sitotoksik (seperti perforin) yang dapat membentuk pori
pada membran plasma target, membuat ion, air, dan toksin masuk ke dalamnya. Hal
ini menyebabkan sel mengalami apoptosis. Sel T sitotoksik penting untuk
mencegah replikasi virus. Pengaktifan sel T membutuhkan sinyal pengaktifan
antigen/MHC yang sangat kuat dan sinyal pengaktifan tambahan yang disediakan
oleh sel T pembantu.

1. Sel T pembantu

Sel T pembantu (T helper cell/Th) mengatur respons imun bawaan dan respons
imun adaptif, serta membantu menentukan jenis respons imun pada patogen khusus.
Sel tersebut tidak memiliki aktivitas sitotoksik dan tidak membunuh sel yang
terinfeksi atau membersihkan patogen secara langsung, tetapi mereka mengontrol
respons imun dengan mengarahkan sel lain untuk melakukan tugas tersebut.

2. Sel T gamma delta

Sel T gamma delta (sel T γδ) memiliki reseptor sel T alternatif yang berbeda
dengan sel T CD4+ dan CD8+ (αβ), serta memiliki ciri yang mirip dengan sel T
pembantu, sel T sitotoksik, dan sel NK, sehingga berada pada perbatasan antara
sistem imun adaptif dan sistem imun bawaan. Di satu sisi, sel T γδ merupakan
komponen dari sistem imun adaptif karena gen reseptor sel T menjalani penataan
ulang dan menghasilan diversitas reseptor serta dapat mengembangkan memori.
 Perubahan
Gambaran lesi granuloma pada tuberkulosis.
A. Lesi granuloma dengan nekrosis perkijuan
di tengahnya. B. Lesi diperbesar tampak sel
epiteloid dengan beberapa sel raksasa sel datia
Langhans. C. Pada orang dengan
imunokompeten, lesi granuloma tidak disertai
nekrosis perkijuan di tengahnya. D. Pada
imunidefisiensi tampak makrofag yang di
tengahnya penuh berisi BTA (diwarnai
dengan pewarnaan Ziehl Neelsen)

Sel T juga akan meningkatkan jumlah sel lainnya, misalnya magrofag yang
akan membantu pembersihan sel-sel yang terinfeksi. Pada keadaan inflamasi
kronik, misalnya tuberkolosis, terbentuk granuloma (kumpulan magrofag yang
berfungsi , sel-sel raksasa, sel epitel dan sel T) yang mengalami klasifikasi sehingga
menyebabkan gangguan fungsi jaringan (James et al., 2002).

DAFTAR PUSTAKA

Bratawidjaya, K. G. (2012). Imunologi Dasar Edisi ke-10. Penerbit Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Campbell, Neil, A., Mitchell, Lawrence, G., Reece, dan Jane B. (2004). Bologi
Edisi 5 Jilid 3. Erlangga, Jakarta.

James, J., Baker, C. dan Swain, H. (2002). Prinsip-prinsip sains untuk


keperawatan. Erlangga, Jakarta.

Kresno, S. B. (2010). Imunologi Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Penerbit


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai