Anda di halaman 1dari 4

J. Agrotek Tropika.

ISSN 2337-4993
144
Vol. 3, No. 1: 144 – 147, Januari 2015
Jurnal Agrotek Tropika 3(1):144-147, 2015

PENGARUH Paenibacillus polymyxa DAN Pseudomonas fluorescens DALAM


MOLASE TERHADAP KETERJADIAN PENYAKIT BULAI (Peronosclerospora
maydis L.) PADA TANAMAN JAGUNG MANIS

Hardy Muhammad Ridwan, Muhammad Nurdin & Suskandini Ratih D.

Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung


Jl.Prof. Soemantri Brodjonegoro, No.1, Bandar Lampung 35145
E-mail: hm.ridwan07@yahoo.co.id

ABSTRAK

Salah satu kendala yang dihadapi dalam budidaya jagung manis yaitu penyakit bulai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh Paenibacillus polymyxa atau Pseudomonas fluorescens dalam molase terhadap keterjadian penyakit bulai
(Peronosclerospora maydis), pertumbuhan dan produksi jagung manis. Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan sehingga jumlah unit percobaan yaitu 20. Perlakuan yang diujikan adalah Paenibacillus
polymyxa yang diformulasikan dalam molase, Pseudomonas fluorescens yang diformulasikan dalam molase, tanpa bakteri,
dan fungisida berbahan aktif metalaksil. Setiap ulangan terdapat 4 tanaman. Data dianalisis dengan menggunakan analisis
ragam dan dilanjutkan dengan uji BNT dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa P. polymyxa
dalam molase lebih efektif dalam menekan keterjadian penyakit, meningkatkan tinggi tanaman dan bobot tongkol dibandingkan
dengan perlakuan lainnya.
Kata kunci: Jagung manis, molase, Paenibacillus polymyxa, Pseudomonas fluorescens.

PENDAHULUAN Pada umumnya jagung ditanam sepanjang waktu


tetapi tanaman jagung rentan terserang P. maydis
Jagung manis (Zea mays var. saccarata) adalah sehingga sumber inokulum selalu tersedia di areal
tanaman pangan yang kebutuhan setiap tahunnya pertanaman. Oleh karena itu, penyakit bulai dapat
meningkat sehubungan dengan pertambahan penduduk dikendalikan dengan penggunaan kultivar tahan, tanam
yang senang mengkonsumsinya. Jagung manis selain serempak, sanitasi kebun, rotasi tanaman, eradikasi, dan
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan juga penggunaan fungisida (Badan Litbang Pertanian, 2012).
digunakan untuk bahan baku industri gula jagung (Bakhri, Fungisida merupakan cara pengendalian yang paling
2007). umum dilakukan oleh petani. Penggunaan fungisida
Produksi jagung manis di Indonesia pada tahun berbahan aktif metalaksil merupakan pengendalian yang
2013 mengalami penurunan dibandingkan dengan dilakukan petani untuk mengendalikan penyakit bulai
produksi jagung manis pada tahun 2012 (Badan Pusat jagung. Namun, keefektifan fungisida berbahan aktif
Statistik, 2014). Produksi jagung manis pada tahun 2013 metalaksil mengalami penurunan. Peningkatan dosis
adalah 18.506.287 ton sedangkan pada tahun 2012 fungisida bahkan dapat meningkatkan keterjadian
adalah 19.377.030 ton. penyakit bulai. Hal ini dikarenakan P. maydis mengalami
Salah satu kendala dalam budidaya tanaman resistensi (Surtikanti, 2012). Oleh karena itu, perlu dicari
jagung termasuk jagung manis adalah penyakit bulai yang pengendalian alternatif untuk mengendalikan penyakit
disebabkan oleh jamur Peronosclerospora maydis. bulai pada tanaman jagung.
Tanaman jagung yang terserang P. maydis mengalami Salah satu alternatif pengendalian penyakit bulai
penurunan produksi sebesar 80%-100%. Hal ini jagung yang ingin dilakukan adalah penggunaan
dikarenakan tanaman jagung manis yang terserang P. mikroorganisme berupa bakteri Paenibacillus
maydis tidak dapat menghasilkan biji (Soenartiningsih, polymyxa atau Pseudomonas fluorescens yang
2010). diformulasikan dalam bentuk cair dengan bahan
pembawa berupa molase. Larutan dapat mengandung
Ridwan et al.: Pengaruh Paenibacillus polymyxa dan Pseudomonas fluorescens 145

unsur hara makro, mikro, atau mengandung urea 300 kg ha-1, KCl 100 kg ha-1, dan SP-36 100 kg
mikroorganisme yang berpotensi sebagai perombak ha -1 .
bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan agen P. polymyxa dan P. fluorescens diperbanyak
pengendali hama dan penyakit tanaman sehingga baik pada media Nutrient Agar (18 g per liter air). Sejarah
digunakan sebagai dekomposer, pupuk hayati, atau ketersediaan awal isolat P. polymyxa diperoleh dari
pestisida organik (Purwasasmita, 2009). Formulasi cair BBPOPT Jatisari yaitu hasil isolasi dari tanah rizosfer
yang mengandung agen hayati dibuat dengan tujuan tanaman padi dan P. fluorescens diperoleh dari hasil
untuk memperpanjang kemampuan agen hayati bertahan isolasi tanah rizosfer pertanaman kedelai di Natar.
hidup, untuk memudahkan aplikasi, dan untuk Bahan yang digunakan yaitu molase dan isolat P.
penyimpanan jangka panjang. polymyxa atau P. fluorescens. Formulasi cair dibuat
Agen hayati yang digunakan dapat berupa P. dengan mensuspensikan satu cawan petri bakteri P.
polymyxa. P. polymyxa menghasilkan antibiotik serta polymyxa berumur 5 hari inkubasi atau P. fluorescens
dapat berperan sebagai kompetitor terhadap unsur hara berumur 5 hari inkubasi dalam akuades sebanyak 100
bagi patogen tanaman (Sutariati (2006) dalam Siregar ml. Selanjutnya suspensi bakteri ini ditambahkan dalam
et al., 2007). Selain itu dapat digunakan juga 20 ml molase 1% (artinya 0,1 g molase kental dalam 10
Pseudomonas fluorescens yaitu bakteri yang mampu ml air).
menghasilkan antibiotik Penazine 1-Carboxilic Acid P. polymyxa atau P. fluorescens yang
(PCA) yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan diformulasikan dalam molase digunakan sebagai
jamur (Talanca, 2002). Berdasarkan kemampuan bakteri perendam benih selama 12 jam dan penyemprotan daun
tersebut maka mikroorganisme berupa P. polymyxa dan corong jagung berumur 5 hari setelah tanam. Formulasi
P. fluorescens diharapkan dapat mengurangi yang digunakan untuk perendaman dan penyemprotan
pertumbuhan P. maydis. jagung merupakan formulasi yang sama yaitu suspensi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui satu cawan petri bakteri P. polymyxa berumur 5 hari
pengaruh P. polymyxa atau P. fluorescens terhadap inkubasi atau P. fluorescens berumur 5 hari inkubasi
keterjadian penyakit bulai (P. maydis), pertumbuhan, dan dalam akuades sebanyak 100 ml. Selanjutnya suspensi
produksi jagung manis. bakteri ini ditambahkan dalam 20 ml larutan molase.
Pada saat aplikasi formulasi tersebut tidak perlu
BAHAN DAN METODE diencerkan lagi dengan air melainkan langsung
diaplikasikan pada benih jagung manis dan daun corong
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang jagung manis.
Terpadu dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Tanaman jagung perlakuan tanpa bakteri yaitu
Fakultas Pertanian, Universtitas Lampung dari tanaman jagung diinfeksi dengan bulai jagung dan tidak
Desember 2013 sampai dengan Februari 2014. diberi agen hayati apapun. Tanaman jagung perlakuan
Benih yang digunakan adalah benih jagung manis fungisida berbahan aktif metalaksil berasal dari benih
kultivar Bonanza F1 yang rentan terhadap penyakit bulai. jagung manis yang direndam fungisida berbahan aktif
Penelitian disusun dalan rancangan acak lengkap dengan metalaksil selama 12 jam dengan cara melarutkan
5 ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 4 tanaman fungisida berbahan aktif metalaksil sebanyak 5 ml ke
sehingga setiap satu perlakuan sebanyak 20 unit tanaman dalam akuades 1 liter.
percobaan. Data dianalisis dengan menggunakan sidik Inokulum P. maydis diperoleh dengan cara
ragam dan dilanjutkan dengan uji BNT dengan taraf mencacah daun jagung sebanyak 72 g yang menunjukkan
kepercayaan 95%. Perlakuan terdiri atas P. polymyxa serangan P. maydis kemudian direndam ke dalam 1 liter
yang diformulasikan dalam molase, P. fluorescens yang air yang telah dicampur dengan 5 g gula pasir selama 4
diformulasikan dalam molase, tanpa bakteri, dan jam. Inokulasi tanaman jagung manis dilakukan pada
fungisida berbahan aktif metalaksil. saat 7 hari setelah tanam. Inokulasi P. maydis dilakukan
Tanaman uji yang digunakan adalah tanaman dengan cara menyemprotkan air rendaman tersebut
jagung manis Bonanza F1 yang rentan terhadap serangan pada titik tumbuh tanaman jagung sebanyak 1 ml.
patogen P. maydis. Benih jagung ditanam pada lahan Inokulasi dilakukan pada pukul 18.00 WIB. Inokulasi
yang telah dibersihkan dari gulma dan tanah diolah P. maydis dilakukan pada saat tanaman jagung manis
sampai gembur. Benih ditanam 1 butir per lubang dengan berumur 7 hari setelah tanam.
jarak tanam 75 cm x 25 cm. Pemeliharaan tanaman Peubah yang diamati dalam penelitian adalah masa
yang dilakukan berupa pemupukan, penyiraman, dan inkubasi, keterjadian penyakit, tinggi tanaman, dan bobot
pengendalian gulma. Dosis pupuk yang digunakan yaitu tongkol. Keterjadian penyakit dihitung dengan
146 Jurnal Agrotek Tropika 3(1):144-147, 2015

menggunakan rumus (Sekarsari et al., 2013) sebagai polymyxa mampu menekan P. maydis pada saat 7 hari
berikut: setelah inokulasi.
n Selain itu, P. polymyxa juga berpengaruh pada
KP  100% tinggi tanaman dan bobot tongkol disebabkan P.
N
polymyxa diduga mampu menghasilkan auksin dan
Dengan KP adalah keterjadian penyakit, n adalah sitokinin, serta memfiksasi nitrogen (Timmusk (2003)
jumlah tanaman yang terserang, dan N adalah jumlah dalam Siregar et al., 2007). Oleh karena itu, aplikasi P.
tanaman yang diamati. polymyxa pada penelitian ini ternyata juga meningkatkan
pertumbuhan tanaman jagung manis menjadi lebih tinggi
HASIL DAN PEMBAHASAN dibandingkan dengan tanaman yang tanpa aplikasi P.
polymyxa. Pertumbuhan tanaman jagung manis akibat
Gejala penyakit bulai pada tanaman jagung manis adanya aplikasi P. polymyxa menyebabkan masih dapat
kultivar Bonanza F1 mulai terlihat pada saat 5 hari setelah menghasilkan tongkol dengan bobot tongkol 194,88 g.
inokulasi (hsi) P. maydis. Gejala awal penyakit bulai Hasil penelitian ini sejalan dengan Siregar et al. (2007)
yaitu munculnya garis-garis kekuningan (klorosis) sejajar bahwa perendaman benih cabai dengan P. polymyxa
tulang daun kemudian klorosis menyebar di seluruh dapat meningkatkan ketahanan tanaman cabai terhadap
permukaan daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyakit antraknosa.bahkan dapat memacu
aplikasi formulasi cair berupa molase berbahan aktif pertumbuhan tanaman cabai sehingga meningkatkan
mikroorganisme berbeda nyata terhadap keterjadian mutu fisik dan mutu fisiologis benih cabai yang
penyakit pada saat 14 hari setelah inokulasi, tinggi dihasilkan.
tanaman, dan bobot tongkol, tetapi masa inkubasi tidak P. fluorescens dalam molase berpengaruh pada
berpengaruh nyata (Tabel 1). keterjadian penyakit saat 14 hari setelah inokulasi, tinggi
Perlakuan P. polymyxa dalam molase tanaman, dan bobot tongkol. Aplikasi P. fluorescens dan
berpengaruh pada keterjadian penyakit saat 14 hari molase mampu menekan keterjadian penyakit diduga
setelah inokulasi, tinggi tanaman, dan bobot tongkol. disebabkan oleh kandungan antibiotik yang dihasilkan
Aplikasi P. polymyxa dan molase mampu menekan oleh P. fluorescens. P. fluorescens mampu
keterjadian penyakit diduga disebabkan oleh antibiotik menghasilkan antibiotik Penazine 1-Carboxilic Acid
yang terkandung di dalam P. polymyxa serta molase (PCA) yang berfungsi untuk menekan pertumbuhan
yang berperan sebagai sumber nutrisi. P. polymyxa jamur (Talanca, 2002), serta kemampuan P. fluorescens
mengandung antibiotik Fusaricidin yang diduga mampu yang mampu bertahan di tanaman jagung manis akibat
menghambat kehidupan P. maydis sebagai patogen adanya sumber nutrisi yang diperoleh dari molase. P.
penyebab bulai (Raza et al., 2008). Menurut Burges fluorescens umumnya digunakan untuk mengendalikan
dan Jones (1998) dalam Hanudin dan Marwoto (2012), hawar daun bakteri pada tanaman padi yang telah
molase berperan sebagai sumber nutrisi sehingga P. dilakukan di Purwakarta (Ismail et al., 2011) yang
polymyxa dapat bertahan hidup dengan memanfaatkan terbukti efektif dalam mengendalikan penyakit karat
molase sebagai sumber nutrisi. Atas dasar itulah P.

Tabel 1. Pengaruh perlakuan terhadap masa inkubasi, tinggi tanaman, keterjadian penyakit bulai, dan bobot tongkol
pada tanaman jagung manis.

Keterangan: Nilai tengah yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom tidak berbeda berdasarkan uji BNT
pada α = 5%. Angka dalam kurung merupakan nilai tengah hasil setelah dilakukan transformasi.
Ridwan et al.: Pengaruh Paenibacillus polymyxa dan Pseudomonas fluorescens 147

daun yang disebabkan oleh jamur Puccinia polysora Hanudin dan B. Marwoto. 2012. Penyakit karat putih
(Talanca, 2002). pada krisan dan upaya pengendaliannya. Jurnal
Selain itu, aplikasi P. fluorescens mampu Litbang Pertanian. 31(2): 51-57.
menghasilkan bobot tongkol yang lebih tinggi
Ismail, N., L.A. Taulu, dan Bahtiar. 2011. Potensi
dibandingkan dengan tanpa perlakuan dan perlakuan
Corynebacterium sebagai pengendali penyakit
fungisida berbahan aktif metalaksil. Menurut Weller
hawar daun bakteri pada Tanaman Padi. Seminar
(1988) dalam Soesanto (2010) P. fluorescens mampu
Nasional Serealia 2011, hlm. 459-465.
memacu pertumbuhan tanaman dengan meningkatkan
ketersediaan zat makanan dan mampu menghasilkan Purwasasmita, M. 2009. Pemanfaatan Larutan MOL.
auksin sehingga meningkatkan pertumbuhan tanaman. http://riefarm.blogspot.com/. Diakses pada
Penelitian ini sejalan dengan Soesanto (2010) bahwa tanggal : 25 Mei 2014.
aplikasi P. fluorescens meningkatkan bobot buah tomat Raza W., W.Young, dan Q.R. Shen. 2008.
per tanaman. Paenibacillus polymyxa: antibiotics hydrolitic
Pada penelitian ini juga digunakan metalaksil enzymes and hazzard assessment. Journal of
sebagai pembanding. Hasil penelitian menunjukkan Plant Pathology. 90(3): 419-430.
bahwa keterjadian penyakit bulai pada tanaman jagung
manis yang diaplikasikan metalaksil tidak berpengaruh Sekarsari, R.A., J. Prasetyo, dan T. Maryono. 2013.
nyata dibandingkan dengan tanaman jagung manis yang Pengaruh beberapa fungisida nabati terhadap
diaplikasi P. polymyxa dan P. fluorescens. Hal ini keterjadian penyakit bulai pada tanaman jagung
menunjukkan bahwa fungisida sintetik berbahan aktif manis (Zea mays saccharata). Jurnal Agrotek
metalaksil kurang efektif dalam mengendalikan penyakit Tropika. 1(1): 98-101.
bulai pada tanaman jagung manis. Siregar, A.N., S. Ilyas, D. Fardiaz, E. Murniati, dan E.
Wiyono. 2007. Penggunaan agens biokontrol
KESIMPULAN Bacillus polymyxa dan Trichoderma harzianum
untuk meningkatkan mutu benih cabai dan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat pengendalian penyakit antraknosa. Jurnal
disimpulkan bahwa perlakuan P. polymyxa dan molase Penyuluhan Pertanian. 2(2): 105-114.
paling efektif dalam menekan keterjadian penyakit,
meningkatkan tinggi tanaman, dan bobot tongkol. Soenartiningsih. 2010. Perkembangan penyakit bulai
(Peronosclerospora maydis) pada jagung tahun
DAFTAR PUSTAKA 2008-2009 di Kabupaten Blitar. Prosiding
Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEJ
dan PFJ XX Komisariat Daerah Sulawesi
Badan Litbang Pertanian. 2012. Penyakit Bulai pada Selatan. hlm. 100-106.
Tanaman Jagung dan Teknik
Pengendaliannya. Sinartani, 25-31 Januari Soesanto L., E. Mugiastuti, dan R.F. Rahayuniati. 2010.
2012. hlm.13-16. Kajian mekanisme antagonis Pseudomonas
fluorescens P60 terhadap Fusarium oxysporum
Bakhri, S. 2007. Budidaya jagung dengan konsep F.SP. Lycopersici pada tanaman tomat in vivo.
pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Balai Jurnal HPT Tropika. 10(2): 108-115.
Pengkajian Teknologi Pertanian. Sulawesi
Tengah. 17 hlm. Surtikanti. 2012. Penyakit bulai pada tanaman jagung.
Superman: Suara Perlindungan Tanaman.
Biro Pusat Statistik. 2014. Tabel Luas Panen– 2(1): 41-48.
Produktivitas- Produksi Tanaman Jagung
Provinsi Indonesia. http://www.bps.go.id/ Talanca, A.H. 2002. Peranan beberapa mikroorganisme
tnmn_pgn.php. Diakses pada tanggal : 21 April untuk pengendalian penyakit jagung. Prosiding
2014. Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI,
PFI dan HPTI XV Sul-Sel. hlm.17-21.

Anda mungkin juga menyukai