Anda di halaman 1dari 10

ANTIHIPERGLICEMIC EFFECTS OF DECOCTA WHITE DRAGON FRUIT SKIN IN

SWISS MALE MICE SWISS STRAIN LOADED WITH SUCROSE

RESEARCH PROPOSAL

Oleh :

Kyefas Swandikqa

NIM : 178114003

THE FACULTY OF PHARMACY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2020
ABSTRAC
Hiperglikemia merupakan kondisi peningkatan kadar glukosa dalam darah melebihi batas normal
dan salah satu tanda diabetes melitus. Salah satu tanaman yang dapat digunakan untuk
menurunkan kadar gula darah adalah buah naga putih (Hylocereus undatus (Haworth) Britton &
Rose.) Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek antihiperglikemik dan mengetahui dosis
efektif dari pemberian dekokta kulit buah naga putih pada mencit yang terbebani sukrosa. Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental murni rancangan acak
lengkap pola searah. Sebanyak 30 ekor mencit dibagi ke dalam 6 kelompok secara acak, yaitu
kelompok kontrol negatif (aquadest), kelompok kontrol positif (akarbosa 80 mg/KgBB dan
sukrosa 4 g/kgBB), kelompok kontrol gula (sukrosa, 4 g/kgBB) dan kelompok perlakuan yang
diberikan sukrosa 4 g/kgBB dan 3 peringkat dosis sediaan dekokta kulit buah naga putih, yaitu
833,3; 1666,7; dan 3333,3 mg/KgBB secara peroral. Pemberian sukrosa secara peroral diberikan
30 menit setelah perlakuan. Pengamatan dilakukan pada menit ke-0 sebelum pemberian sukrosa,
dan pada menit ke-15, 30, 60, 90, dan 120 setelah sukrosa diberikan dengan mengambil darah
dari ekor hewan uji. Data kadar gula darah yang diperoleh dianalisis secara statistik

Kata kunci: Antihiperglikemik, dekokta, kulit buah naga putih, sukrosa.


INTRODUCTION

Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa dalam
darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas penyakit diabetes
mellitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan pada beberapa keadaan yang lain
(PERKENI, 2015). Diabetes digambarkan dengan sekelompok gangguan metabolisme yang
ditandai dan diidentifikasi oleh adanya hiperglikemia tanpa adanya pengobatan. Etiopatologi
heterogen meliputi defek sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya, dan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein. Efek jangka panjang dari diabetes meliputi retinopati, nefropati
dan neuropati (WHO, 2019).

Alternatif pengobatan yang sering kali digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah obat-
obatan herbal. Obat herbal telah digunakan masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu
(Nursetiani dan Herdiana, 2018). Salah satu tanaman yang dapat digunakan untuk menurunkan
kadar gula darah adalah buah naga putih (Hylocereus undatus (Haworth) Britton & Rose).

Kulit buah naga putih (Hylocereus undatus(Haworth) Britt. & Rose.) diketahui memiliki
aktivitas antihiperglikemik. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Yunianty, et
al. (2016) yang menunjukan bahwa pemberian ekstrak etanol kulit buah naga putih dengan
metode toleransi glukosa oral pada dosis 125 mg/kgBB dapat menurunkan kadar glukosa darah
dan tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol glibenklamid. Pada
penapisan fitokimia simplisia yang dilakukan oleh Yunianty, et al. (2016) menunjukan bahwa
kulit buah naga putih mengandung senyawa polifenol, flavonoid, tanin, kuinon, monoterpen, dan
sesquiterpen. Senyawa flavonoid dan tanin diduga sebagai senyawa antihiperglikemik karena
adanya kemampuan inhibisi aktivitas enzim α-glukosidase secara in vitro (Yuningtyas dan
Artianti, 2015).

Metode uji yang digunakan adalah uji toleransi gula oral (UTGO) pada mencit jantan
yang diinduksi sukrosa secara oral. Sukrosa merupakan disakarida non-pereduksi yang terdiri
dari glukosa dan fruktosa yang dihubungkan melalui karbon anomernya (Pubchem, 2020).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Cahyani, et al. (2016) dinyatakan bahwa pemberian
induksi sukrosa secara peroral diketahui dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah
dalam waktu 15 menit.
Kulit buah naga putih dibuat dalam bentuk sediaan dekokta. Dekokta adalah sediaan cair
yang dibuat dengan mengekstraksi sediaan herbal dengan air pada suhu 90°C selama 30 menit
(BPOM, 2010). Flavonoid dan tanin merupakan senyawa polar, sehingga diharapkan dapat
tersari dengan metode ekstraksi dekokta yang dimana pelarutnya menggunakan air (Yuningtyas
dan Artianti, 2015; BPOM, 2010) dan sediaan dekokta yang dihasilkan dapat memberikan efek
antihiperglikemik.

METHODOLOGY

Penelitian tentang efek antihiperglikemik dekokta kulit buah naga putih pada mencit jantan galur
Swiss termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola
searah.

Alat dan Bahan

Hewan uji

Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan galur Swiss dalam kondisi sehat dengan umur 2-
3 bulan, dan berat badan 20-30 gram

Bahan uji

Kulit Hylocereus undatus(Haworth) Britt. & Rose. yang didapatkan dari Kebun Buah Naga,
Jalan Kaliurang KM 11, Gadingan, Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, Sukrosa,
Akarbosa, Aquadest, Strip Pengukur Kadar Gula Darah, FeCl2 5%, NaOH 2N.

Alat Uji

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: oven, mesin penyerbuk, ayakan nomor
mesh 40 dan 50, moisture balance, timbangan analitik, panci enamel, termometer, penangas air,
kain flanel, stopwatch, gelas beker, gelas ukur, labu ukur, erlenmeyer, batang pengaduk, pipet
tetes, tabung reaksi, pipet ukur, glasfirn, spuit, syringe, lanset, corong, glukometer (Accu Check
Active), pisau, talenan.

Pembuatan simplisia dan serbuk kulit buah naga putih

Buah naga putih yang diperoleh dikupas dan diambil kulitnya. Kulit buah naga putihyang masih
segar dicuci dengan air mengalir hingga bersih. Bahan tersebut dipotong menjadi beberapa
bagian, kemudian disebarkan pada wadah tertentu untuk dioven dengan suhu 45-50ºC selama 24
jam atau hingga benar-benar kering dan dapat diserbuk dengan mesin penyerbuk. Serbuk
simplisia yang didapatkan kemudian diayak kembali menggunakan ayakan nomor 40 dan 50
mesh.

Penetapan kadar air pada serbuk kering kulit buah naga putih

Penetapan kadar air dari serbuk bertujuan untuk mengetahui serbuk yang digunakan telah
memenuhi persyaratan serbuk. Penetapan kadar air dilakukan dengan menimbang serbuk kering
kulit buah naga putih yang sudah diayak, dimasukkan ke dalam alat moisture balance kemudian
diratakan. Dilakukan pemanasan pada suhu 105ºC selama 15 menit, kemudian secara otomatis %
kadar air akan muncul pada alat. Persen kadar air yang baik untuk simplisia adalah kurang dari
atau sama dengan 10% (BPOM RI, 2014).

Pembuatan dekokta kulit buah naga putih

Sediaan dekokta dibuat dari serbuk kulit buah naga putih dengan merebus sebanyak 10 g serbuk
kulit buah naga putih menggunakan 20 mL aquadest dalam panci enamel sebagai pembasah, dan
kemudian ditambahkan aquadest hinggal 100 mL. Kemudian dipanaskan pada suhu 90ºC selama
15 menit sambil diaduk setiap 5 menit sekali. Setelah dingin, diserkai dengan kain flannel, lalu
ditambahkan air secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume sediaan dekokta kulit
Hylocereus undatus(Haworth) Britt. & Rose.yang dikehendaki, yaitu 100 mL.

Uji tabung fitokimia

Uji Flavonoid

Pengujian dilakukan dengan mengambil 2 ml ekstrak sampel uji ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 1 mL NaOH 2N. Jika terbentuk warna kuning menunjukkan adanya flavonoid
(Roghini and Vijayalakshmi 2018).

Uji Tanin

Pengujian dilakukan dengan mengambil 1 ml ekstrak sampel uji ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 2 mL FeCl2 5%. Jika terbentuk warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan
adanya tanin (Roghini and Vijayalakshmi 2018)
Penetapan dosis dekokta kulit buah naga putih.

Penetapan peringkat dosis dekokta kulit buah naga putihdidasarkan pada:

a. Bobot tertinggi mencit yaitu 30 g

b. Pemberian dekokta kulit buah naga putih menggunakan volume maksimal peroral pada
mencit, yaitu 1 mL.

c. Konsentrasi dekokta kulit buah naga putih yang dibuat yaitu 10%.

Penetapan dosis tertinggi dekokta kulit Hylocereus undatus(Haworth) Britt. & Rose.yaitu:

D x BB = C x V

D x 30 g = 10g/100mL x 1 mL

D x 30 g = 10 mg/mL x 1 mL

D = 0,3333 mg/gBB

D = 3333,3 mg/KgBB

Keterangan:

D = Dosis (mg/KgBB)

BB = Bobot badan mencit (gram)

C = Konsentrasi (mg/mL)

V = Volume (mL)

Dosis tersebut digunakan sebagai dosis tertinggi, dua dosis lainnya diperoleh dengan membagi 2
dari dosis yang telah didapatkan, yaitu 3333,3 mg/KgBB. Sehingga didapatkan 3 peringkat dosis
yaitu 833,3; 1666,7; dan 3333,3 mg/KgBB.

Pembuatan larutan sukrosa 12% b/v

Konsentrasi larutan sukrosa yang akan dibuat dicari dengan menggunakan rumus D x BB = C x
V dimana dosis 4 g/KgBB (GunawanPuteri et al. 2018), BB menggunakan rata-rata berat badan
normal pada mencit tertinggi yaitu 30 gram, dan volume maksimal peroral yang dapat diberikan
pada mencit yaitu 1 mL. Dari hasil perhitungan didapatkan konsentrasi sukrosa yang diberikan
pada mencit yatu 12 gram/100 mL atau 12% b/v.

Pembuatan larutan akarbosa dalam aquadest

Larutan akarbosa dibuat berdasarkan dosis 80mg/KgBB (Gunawan-Puteri et al. 2018). Larutan
dibuat dengan cara menimbang akarbosa yang telah digerus sebanyak 240 mg, setelah itu
akarbosa dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, dan ditambahkan aquadest hingga tanda batas
kemudian digojog hingga homogen

Penyiapan hewan uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan dengan galur Swiss
sebanyak 30 ekor. Mencit yang digunakan dalam kondisi sehat, umur 2-3 bulan, dan dengan
berat badan 20-30 gram. Hewan uji terlebih dahulu dipuasakan selama 16-18 jam dan hanya
diberikan air minum. Hewan uji kemudian diadaptasikan di lingkungan tempat penelitian selama
18-24 jam.

Perlakuan hewan uji

Pengelompokan hewan uji dilakukan dengan membagi mencit ke dalam 6 kelompok yang terdiri
dari 5 hewan uji secara acak, sehingga total keseluruhan hewan uji yang dibutuhkan pada
penelitian ini adalah sebanyak 30 hewan uji. Kelompok I diberikan aquadest sebagai kontrol
negatif. Kelompok II diberikan larutan sukrosa sebesar 4 g/kgBB sebagai kontrol gula.
Kelompok III diberikan suspensi akarbosa sebagai kontrol positif dengan dosis 80mg/kgBB.
Kelompok IV, V, dan VI diberikan dekokta kulit buah naga putih sebagai perlakuan dengan
menggunakan 3 peringkat dosis yang berbeda, yaitu 833,34; 1666,67; dan 3333,33mg/KgBB.
Semua perlakuan dilakukan secara peroral pada mencit. Induksi sukrosa 12% secara peroral
kemudian diberikan 30 menit setelah perlakuan III, IV, V, dan VI. Kadar gula darah mencit
diukur pada menit ke-0 sebelum pemberian sukrosa, dan pada menit ke-15, 30, 60, 90, dan 120
setelah pemberian glukosa. Pengukuran kadar gula darah mencit dilakukan dengan menggunakan
glukometer (Accu Check Active) dimana darah diambil dari ekor (vena lateralis) hewan uji.
Setelah kadar gula darah diperoleh, dibuat grafik nilai kadar gula darah vs kurva menit ke-0
hingga menit ke-120 menggunakan metode trapesium (AUC t0-tn) dengan rumus sebagai
berikut:
t 1−t 0 t 2−t 1 t n−t n−1
𝐴𝑈𝐶𝑡0−𝑡𝑛= 𝑥 (𝐶0+𝐶1) + 𝑥 (𝐶1+𝐶2) + 𝑥 (𝐶𝑛−1+𝐶𝑛)
2 2 2
Catatan :
t = waktu (menit)
C = kadar gula darah (mg/dL)
𝐴𝑈𝐶𝑡0−𝑡𝑛= luas daerah di bawah kurva dari waktu ke-0 hingga ke-n

Setelah diperoleh data AUC0-120, dihitung persentase penurunan kadar gula darah (%
PKGD) dengan rumus sebagai berikut:

% PKGD =

AUC 0−120 kelompok perlakuan−AUC 0−120 kontrol negatif


1− x 100 %
AUC 0−120 kontrol gula− AUC 0−120 kontrol negatif

1 Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Hasil


Data AUC0-120 kadar gula darah pada mencit dianalisis secara statistik dengan uji normalitas
Shapiro-Wilk. Bila didapatkan data terdistribusi normal maka dilakukan uji varian pada data.
Bila data memiliki varian yang sama maka dilakukan uji ANOVA satu arah untuk melihat
perbedaan antar kelompok dan dilanjutkan dengan uji Post hoc Bonferroni. Bila data memiliki
varian yang berbeda maka dilakukan uji ANOVA satu arah untuk melihat perbedaan antar
kelompok dan dilanjutkan dengan uji Post hoc Tamhane’s. Sedangkan jika data yang didapatkan
terdistribusi tidak normal maka dilakukan uji Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan uji Post
hoc Mann-Whitney. Apabila hasil yang didapatkan menunjukkan nilai P<0,05, maka terdapat
perbedaan rerata yang bermakna antara dua kelompok data. Jika terdapat P>0,05, artinya
perbedaan tersebut tidak bermakna (Dahlan, 2014).

2 Jadwal Kegiatan
Tabel I. Jadwal Kegiatan
Bulan ke-
Tahap
1 2 3 4 5 6
Persiapan
Studi Pustaka
Penelitian Laboratori
um
Pengumpulan Data D
an Penyelesaian
Analisis Data
Penyusunan Laporan

REFERENCE

Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2010. Acuan Sediaan Herbal. Volume 5. Jakarta : Badan P
engawas Obat dan Makanan, 4.

Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2014. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Mutu Obat
Tradisional. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan, 9.

Cahyani, A. I., Priastomo, M., dan Ramadhan, A. M., 2016. Uji Aktivitas Ekstrak Daun Sepat
(Mitragyna speciosa) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit (Mus Musculus).
Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian ke-4, 25-26.

Gunawan-Puteri, M.D.P.T., Rustandi, F., and Hendra, P., 2018. Spray Dried Aqueous Extract of
Lemongrass (Cymbopogon citratus) Exhibits in Vitro and in Vivo Anti Hyperglycemic
Activities. Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas, 15(2), 55-61.

Nursetiani, A., dan Herdiana, Y., 2018. Potensi Biji Klabet (Trigonella Foenum-Graecum L.)
Sebagai Alternatif Pengobatan Herbal : Review Jurnal. Farmaka, 16 (2), 475.

Perkeni, 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Ja
karta: PB Perkeni, 1, 31, 34.

Pubchem, 2020. Sucrose (Online). https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Sucrose.


Diakses 07 Mei 2020

Roghini, R., and Vijayalakshmi, K., 2018. Phytochemical Screening, Quantitative Analysis of
Flavonoids And Minerals In Ethanolic Extract Of Citrus Paradisi. International Journal of
Pharmaceutical Sciences and Research (IJPSR), 9 (11), 4860.

World Health Organization, 2019. Classification of Diabetes Mellitus 2019.World Health Organ
ization, 6.
Yunianty, R., Yuniarni, U., dan Lukmayani, Y., 2016. Uji Aktivitas Hipoglikemik Ekstrak
Etanol Kulit Buah Naga Putih (Hylocereus undatus Britt.& Rose) pada Mencit Jantan
Galur DDYdengan Metode Toleransi Glukosa Oral. Prosiding Farmasi, 232, 234.

Yuningtyas, S., dan Artianti, D. S., 2015. Aktivitas Inhibisi Enzim α-Glukosidase Ekstrak Air
Dan Etanol Umbi Lapis Bawang Merah (Allium Ascalonicum). Fitofarmaka, 5 (1), 28-29.

Anda mungkin juga menyukai