A. Latar Belakang
dan diadopsi oleh Indonesia dalam membuat peraturan Negara. Hal tersebut
yang paling tinggi sekaligus menjadi dasar dari semua peraturan di bawahnya.
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut UUD
1945.
UUD 1945 terdiri dari 3 bagian, yakni Pembukaan, Batang Tubuh dan
Penutup. Pada pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 diamanatkan tujuan Negara
Indonesia meliputi:
Indonesia;
1
3. Mencerdaskan kehiduoan bangsa; dan
hak dan kewajiban yang timpang dari pihak siapapun. Sehingga dari tujuan
negara inilah lahir peraturan-peraturan di bawah UUD tahun 1945 yang mengatur
Hukum terbagi menjadi dua macam menurut isi hukum itu sendiri, yaitu
Hukum Publik dan Hukum Privat (Hukum Perdata). Hukum publik adalah
adalah keseluruhan kaidah atau peraturan yang mengatur hubungan antara subjek
hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam hubungan kekeluargaan
Hukum publik terdiri dari Hukum Pidana, Hukum Tata Negara, Hukum
Administrasi Negara dan hukum Internasional. Tujuan dari hukum publik adalah
1
Salim HS, 2003, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 6.
2
untuk mencapai ketertiban manusia sesuai hukum yang berlaku. Ketertiban yang
Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara atau ketertiban yang
terjadi diantara masyarakat itu sendiri seperti yang di atur dalam Hukum Pidana.
pertama salah satunya adalah untuk menciptakan ketertiban dan lebih luasnya
kesejahteraan yang dijanjikan UUD tahun 1945 ini menjadi dasar terciptanya
Bidang kesehatan saat ini bukan saja mengobati yang sakit supaya sembuh
namun juga termasuk ke bidang perawatan, artinya meski tidak sakit tapi
masyarakat boleh memakai jasa pada ahli dibidang kesehatan untuk merawat diri
sudah mengantongi izin praktek namun pada kenyataannya masih ada saja
3
pasiennya yang tidak puas dengan pelayanan jasa kesehatan tersebut karena
banyak faktor. Contohnya salah satu kasus yang saya ambil untuk penelitian
penulisan ini adalah Kasus Penyuntikan Filler Hidung yang dilakukan oleh
dengan seorang pasien bernama Agita yang pada akhirnya pasien tersebut
Hal tersebut menjadikan diri korban merasa tidak nyaman karena adanya
kebutaan pada salah satu mata nya karena dirinya sekarang bekerja sebagai
Dosen. Kebutaan pada mata kirinya tersebut terjadi karena kelalaian Dokter
Elisabeth karena tidak melakukan pernyataan tertulis pada saat akan melakukan
Kebutaan pada mata kiri Agita mendasari tuntutan yang diajukan Agita
kepada Pengadilan Negeri Makasar atas kelalaian yang dilakukan oleh Dokter
yang artinya cara mengobati yang salah atau tindakan yang salah. Malpraktek
4
merupakan tindakan professional yang tidak benar atau kegagalan profesi untuk
lazim orang lain dalam mengobati pasien dengan ukuran standar di lingkungan
bawah standar pelayanan medik.3 Kelalaian seorang profesi sudah pasti tidak ada
malpraktek medis juga harus adanya kerugian di pihak pasien, baik itu berupa
kerugian fisik atau psikis. Kerugian fisik dan psikis itu pasti berakibat kepada
menyatakan bahwa Elisabeth tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana karena adanya bukti-bukti berupa Surat Ijin Praktek
2
Mukadir Iskandar Syah, S.H., M.H., Tuntutan Hukum Malpraktik Medis, Bhuana Ilmu Populer,
Jakarta, hal 1.
3
M. Jusuf Hamanfiah, Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, Surabaya: Buku Kedokteran BGC, 1999,
hal. 87
4
Mukadir Iskandar Syah, S.H., M.H., Tuntutan Hukum Malpraktik Medis, Bhuana Ilmu Populer,
Jakarta, hal 2.
5
(SIP) a.n. dr. Elisabeth Susana, M.Biomed asli Nomor :
Elisabeth Susana, M. Bomed, pencatatan pasien a.n Agita Diora Fitri di UGD,
kepada ilmu viktimologi dalam hukum pidana sebagai upaya mencari jawaban
dari kasus ini. Bertolak dari pendapat Frank R. Prassel maka dapat kita lihat
bahkan hal tersebut dilakukan oleh pihak-pihak maupun unsur-unsur sistem yang
namun lebih jauh hal tersebut memilik dampak psikologis negatif berupa
Korban secara langsung telah menjadi pihak yang dirugikan oleh tindakan pelaku
Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban selanjutnya disebut UUPS.6
5
Dr. Yusep Mulyana, S.H., M.H., Viktimologi 4.0, Bandung, MDP Media, 2021, hal 1
6
Ibid, hal.16-17
6
Pendapat Arif Gosita mengenai pengertian viktimologi ini sangat luas,
yang dimaksud korban adalah mereka yang menderita jasmani dan rohaniah
sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan diri sendiri dalam
konteks kerakusan individu dalam memperoleh apa yang diinginkan secara tidak
baik dan sangat melanggar ataupun bertentangan dengan kepentingan dan hak
asasi yang menderita. Sebab dan kenyataan sosial yang dapat disebut sebagai
korban tidak hanya korban perbuatan tindak pidana saja tetapi dapat korban
bencana alam, korban kebijakan pemerintah dan lain-lain.7 Dengan begitu dapat
termasuk hubungan antara korban dan pelaku, serta interaksi antara korban dan
bisnis, dan gerakan sosial. Viktimologi juga membahas peranan dan kedudukan
Pada tugas akhir ini penulis mengkaji respon aparat hukum dalam
untuk diteliti dan merupakan kajian dari Ilmu Viktimologi yang jika dibedakan
7
Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Jakarta: Akademika Pressindo, 2005, hal.25
7
sesuai peran korban penulis memilih teori viktimisasi sekunder sebagai landasan
MEDIS (DOKTER).
B. Identifikasi Masalah
korban tindak pidana yang dilakukan oleh tenaga medis sebagaimana yang
Kesehatan?
C. Tujuan Penelitian
diberikan kepada korban terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh pihak
medis (dokter).
pidana terhadap korban tindak pidana yang dilakukan oleh tenaga medis
8
sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
tentang viktimologi.
2. Kegunaan Praktis
E. Kerangka Pemikiran/Teoritis
Sehingga ajaran ini pada intinya adalah kepastian hukum harus ada untuk
mengatur dan menguasai pribadi manusia dan segala hal baik manusia secara
9
Menurut Arif Gosita ilmu viktimologi memberikan manfaat dari studi
mengenai korban yang relevan menurut penulis dengan penelitian ini yaitu:
dan peran korban serta hubungannya dengan pihak pelaku serta pihak lain.
penyuluhan dan pembinaan untuk tidak menjadi korban structural atau non
structural.
yang dimaksud korban adalah mereka yang menderita jasmani dan rohaniah
sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan diri sendiri dalam
konteks kerakusan individu dalam memperoleh apa yang diinginkan secara tidak
baik dan sangat melanggar ataupun bertentangan dengan kepentingan dan hak
asasi yang menderita. Sebab dan kenyataan sosial yang dapat disebut sebagai
korban tidak hanya korban perbuatan tindak pidana saja tetapi dapat korban
10
Teori positivisme yang dianut oleh August Comte membuktikan bahwa
suyek dari hukum adalah manusia yang perilakunya harus diatur dengan Undang-
undang sebagai hukum positif sebuah negara. Terkait dengan hal ini, maka
dipahami oleh masyarakat dan para penegak keadilan dengan selaras untuk
yang bersifat universal inilah negara dalam hal ini melalui Undang-Undang
2009 tentang Kesehatan. Sama hal dengan putusan hakim yang menjadi sorotan
utama pada permasalahan ini, sebab kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-
hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk
Adanya kepastian hukum adalah demi terciptanya rasa keadilan. Salah satu
pendukung keadilan sosial adalah “Theory of Justice” dari John Rawls, yang
11
pertama sebagai kebenaran dari sebuah sistem pemikiran. Eksistensi suatu
yang penuh dengan resiko. Dalam norma hukum adanya tindakan medis yang
dokter sehingga tidak ada malpraktek tanpa kewajiban yang dibebankan kepada
dokter dalam hubungan dokter-pasien. Ada malpraktek medis jika ada kewajiban
hukum dokter yang dilanggar. Tidak mungkin ada mlapraktek medis apabila
tidak dalam hubungan dokter-pasien yang artinya ada hubungan hak dan
bertujuan untuk mendapatkan keadilan. Teori keadilan sosial ini adalah untuk
menjaga arah kebijakan politik yang disusun pemerintah yang bertujuan untuk
berkonsistensi pada putusan hakim yang berbeda diantara praktisi hukum dengan
8
Andriani Nurdin, Op Cit, hlm. 16.
9
Adami Chazawi, 2007, op.cit. hal. 4
12
mengakibatkan timbulnya ketidakharmonisan hukum yang berkaitan dengan
tindak pidana malpraktek. Sehingga dari hal ini tidak merealisasikan asas dari
pemerintahan yang baik, yaitu asas kepastian hukum. Terlebih bahwa fungsi
yang dilakukan hakim, namun seharusnya peraturan yang sudah ada tidak bisa
dianggap tidak memiliki prinsip yang baik dan tidak menajalankan asas-asas
yang ada.
Menurut Ehrlich, hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan
hukum yang hidup dalam masyarakat, sedangkan Roscoe Pound melihat hukum
diterima, tumbuh dan berlaku dalam masyarakat atau hukum adalah suatu alat
kepentingan yang harus dilindungi oleh masyarakat pribadi. Teori ini melihat
bahwa fungsi hukum adalah separangkat aturan yang harus dapat dipatuhi oleh
dirasakan oleh semuah pihak, baik pihak yang berperkara atau untuk penegasan
hukum itu saja. Berkaitan dengan inkonsistensi para hakim adalah dengan
13
profesional yang dinilai apabila dilihat akan menimbulkan hal buruk bagi para
dari sisi korban yang sebenarnya haknya belum dipenuhi oleh tenaga professional
F. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
keilmuan dari sisi normatifnya. Sisi normatif disini tidak sebatas peraturan
melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
14
2. Metode Pendekatan
ruang lingkup penelitian ini akan dilakukan penelitian dengan cara menarik
tidak tertulis.11
dapat digunakan untuk mencari asas hukum yang dirumuskan baik secara
3. Tahap Penelitian
10
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 13.
11
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1996, hal. 63.
12
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 27-
28.
15
Tahap penelitian adalah rangkaian kegiatan dalam penelitian yang
diuraikan secara rinci mulai dari Tahap Persiapan, Tahap Penelitian dan
a. Tahap Persiapan,
meliputi:
13
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 91-
92.
16
3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006
tentang Kesehatan.
1441/Pid.Sus/2019/PNMks.
2) Makalah.
3) Artikel.
4) Jurnal hukum
internet.
17
c) Bahan Hukum Tersier, yakni merupakan bahan
hukum.15
6. Analisis Data
14
Ronny Hanitijo Soemitro, Op cit, hlm. 14-15.
15
Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Gunung Agung, Jakarta.
18
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deduktif.
Model deduktif atau deduksi, dimana teori masih menjadi alat penelitian
kualitatif.16
7. Lokasi Penelitian
G. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
Malpraktek Medis
16
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008, hal. 27
19
BAB III TANGGUNG JAWAB DOKTER KEPADA PASIEN ATAS
PRAKTIK KEDOKTERAN
BAB V PENUTUP
20