Anda di halaman 1dari 11

UNIVERSITAS PANCASILA

FAKULTAS HUKUM

SKRIPSI

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PELAKU TINDAK PIDANA


ABORTUS KORBAN PEMERKOSAAN INSES (Analisis Yuridis
Terhadap Putusan Pengadilan Negeri No.5/Pid.Sus.Anak/2018/PN
Mbn)

Disusun Oleh:

Nama : Chania Crishania Clara Dewi Zul

NPM : 301521008

Bagian : PK-III

UNTUK MEMENUHI SEBAGAI SYARAT-SYARAT GUNA


MENCAPAI GELAR SARJANA HUKUM

JAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dengan berkembangnya peradaban manusia maka berkembang pula


permasalahan-permasalahan dalam masyarakat. Masalah-masalah baru tetap
bermunculan seiring dengan dinamisme manusia di dalam kehidupannya. Hidup
sebagai nikmat yang diberikan oleh Tuhan harus dijaga dan disyukuri.
Memelihara jiwa dan melindunginya dari berbagai ancaman berarti memelihara
eksistensi kehidupan manusia. Seperti yang diketahui, hak untuk hidup
merupakan suatu Non-Derogable Rights yaitu suatu hak yang tidak dapat dicabut
dengan alasan dan dalam situasi maupun kondisi apapun. Hak-hak manusia perlu
dilindungi dengan peraturan hukum. Menurut Deklarasi Universal HAM yang
dikukuhkan PBB terdapat lima jenis hak asasi yang dimiliki oleh setiap individu
yaitu hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi), hak legal (hak jaminan
perlindungan hukum), hak sipil dan politik, hak subsistensi (hak jaminan adanya
sumber daya untuk menunjang kehidupan), dan hak ekonomi, sosial, budaya.1
Menyadari hal tersebut, Indonesia memberikan jawaban atas Pasal 3
DUHAM yang dituangkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 Pasal 28A yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk hidup serta
berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Kehidupan yang dimaksud
disini tentu saja bukan hanya hidup sebagaimana adanya melainkan hidup
sebagaimana mestinya. Hidup akan lebih bermakna jika dijalani sesuai dengan
kaidah-kaidah dan normanorma yang berlaku dan hidup di masyarakat. Sebaik-
baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Tentu saja, hidup
dapat dijalankan apabila dalam keadaan sehat. Artinya, kesehatan sebagai
kebutuhan dasar manusia merupakan hak bagi setiap warga negara. Kesehatan
adalah hal yang sangat penting yang dibutuhkan oleh setiap manusia dan

1
A. Ubaedillah & Abdul Rozak, 2014, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat
Madani, Kencana, Jakarta, Hlm. 151
merupakan kebutuhan pokok selain sandang, pangan, dan papan. Kesehatan
adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk produktif secara sosial dan ekonomis.
Hukum merupakan sarana mewujudkan hak-hak manusia dalam
memenuhi kebutuhannya. Hakikat hukum adalah perlindungan kepentingan
manusia, termasuk dalam mewujudkan kesehatan. Hukum kesehatan
eksistensinya masih relatif baru perkembangannya di Indonesia yang semula
dikembangkan oleh Fred Ameln dan Alm. Oetama dalam bentuk ilmu
kedokteran.2 Ruang lingkup hukum kesehatan antara lain:
1. Hukum medis;
2. Hukum keperawatan;
3. Hukum rumah sakit;
4. Hukum perlindungan konsumen;
5. Hukum pencemaran lingkungan;
6. Hukum keselamatan kerja;
7. dan peraturan-peraturan lainnya yang ada kaitan langsung yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia.

Akan tetapi hukum yang diharapkan sebagai wujud kepastian


perlindungan kehidupan bagi umat manusia, malah hukum pula yang mengatur
dan menentukan keberlangsungan hidup seseorang. Hal ini terkait dengan
permasalahan aborsi. Negara pada prinsipnya melarang tindakan aborsi, tetapi
pada realitanya pada beberapa kondisi medis aborsi merupakan satu-satunya jalan
yang harus dilakukan tenaga medis untuk menyelamatkan nyawa seorang ibu
yang mengalami permasalahan kesehatan atau komplikasi yang serius pada saat
kehamilan. Aborsi merupakan masalah klasik yang menjadi bahan perdebatan
sepanjang zaman. Seiring dengan berbagai perkembangan dan perubahan di era
globalisasi ini, aborsi tetap menjadi bahan kajian yang menarik untuk dibahas.
Sebenarnya masalah aborsi sudah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor

2
J.Guwandi, Hukum Medik (Medical Law), Jakarta, Balai Penerbit FKUI, 2005, hal. 13,
dalam Amir Ilyas, 2014, Pertanggungjawaban Pidana Dokter dalam Malpraktik Medik di Rumah
Sakit, Rangkan Education, Yogyakarta, Hlm. 2
23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Dalam UU ini memang tidak ditemukan kata
aborsi karena istilah yang digunakan ialah tindakan medis tertentu.
Mengenai pemerkosaan, berdasarkan data dari Catatan Tahun Komisi
Nasional Perempuan pada tahun 2018 mengungkapkan bahwa terdapat 619 kasus
perkosaan yang terjadi.3 Salah satu contoh kasus perkosaan seperti yang dialami
oleh seorang perempuan berinisial D. Setelah pelaku memperkosa dirinya, korban
jatuh pingsan dan mengalami koma selama 6 hari. Ketika korban mengalami
pemerkosaan, ia tidak membawa kartu identitas apapun. Setelah diperkosa oleh
pelaku, semua barang milik korban diambil oleh pelaku pemerkosaan. Kasus ini
tidak hanya memberi dampak fisik dan psikis yang dialami oleh korban, akan
tetapi korban turut mengalami kerugian materiil.4 Contoh kasus yang lain yaitu
kasus yang terjadi pada tanggal 4 September 2008 di Kelurahan Tegalrejo,
Kecamatan Argomulyo Salatiga. Gadis yang masih berumur 18 tahun di perkosa
oleh pelaku. Ketika warga menemukannya, ia sudah pingsan tidak sadarkan diri.
Terdapat luka bekas dipukul oleh benda tumpul di bagian pelipis korban tersebut.
Hal ini mengisyaratkan bahwa korban mengalami suatu tindak kekerasaan fisik
dan seksual yang dilakukan oleh pelaku perkosaan.5 Dari contoh kasus tersebut,
dapat disimpulkan bahwa tindak pidana pemerkosaan adalah sebuah kejahatan
yang harus memperoleh pemikiran lebih matang, terlebih dalam memberikan
sebuah upaya perlindungan hukum kepada korban pemerkosaan.6 Perlu diingat
kendati pemerkosaan merupakan suatu kekejaman seksual, namun pemerkosaan
sangat berbeda dengan perbuatan seks bebas dan perzinaan, ini dikarenakan
pemerkosaan memiliki unsur kekerasan dan paksaan.7

3
Lembar Fakta dan Poin Kunci Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan tahun
2018,https://www.komnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/SIARAN%20PERS%202018/Lemba
r%20Fakta%20Catahu%207%20Maret%202018.pdf
4
Rena Yulia, Viktimologi; Perlindungan Hukum terhadap Korban Kejahatan,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, Cet. Pertama),h., 14.
5
Wiwik Afifah, 2013, Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Korban Perkosaan Yang
Melakukan Aborsi, Jurnal Ilmu Hukum, Vol-9/ No-18/febuari/2013, hlm 95.
6
Rena Yulia, Viktimologi; Perlindungan Hukum terhadap Korban Kejahatan, h., 15.
7
Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Aborsi Kontrasepsi dan Mengatasi Kemandulan; IsuIsu
Biomedis dalam Perspektif Islam, (Bandung: Mizan, 1997), h., 146.
Namun, salah satu dampaknya akan sama dengan seks bebas yaitu akan
terjadinya kehamilan di luar pernikahan yang tidak diinginkan yang akan
menumbuhkan rasa kekecewaan, stress, sedih dan hina pada diri korban. Mereka
merasa hanya dijadikan sebagai sasaran pelampiasan hasrat seksual jahat yang
dilakukan oleh pemerkosa.8 Rasa berdosa pun muncul dari diri korban
pemerkosaan meskipun sebenarnya perempuan-perempuan korban pemerkosaan
yang berupaya melawan tidak mendapatkan dosa akibat perbuatan yang dilakukan
terhadap mereka.9
Kehamilan yang tidak direncanakan dapat juga terjadi akibat perkosaan.
Perempuan yang mengalami kehamilan akibat perkosaan akan menghadapi
dampak yang lebih berat dan luas, antara lain dampak psikologis berupa depresi
berat, dampak sosial berkaitan dengan status anak yang dilahirkan, status ibu dari
anak tersebut dalam pergaulan hidup bersama masyarakat dan masih banyak
dampak lainnya yang harus dipikul seorang perempuan yang hamil akibat
perkosaan, misalnya, rentan terhadap penyakit kelamin, HIV dan sebagainya.
Sebagian besar perempuan korban kehamilan yang diakibatkan oleh perkosaan
memilih untuk melakukan aborsi. Alasan para perempuan korban perkosaan
melakukan aborsi ialah melahirkan anak hasil perkosaan akan menambah derita
batinnya, karena kelahiran anak itu akan selalu mengingatkan kembali peristiwa
perkosaan yang dialaminya. Kalangan yang tidak setuju dilakukan aborsi oleh
perempuan korban perkosaan berpendapat bahwa setiap orang berhak untuk hidup
termasuk janin yang ada dalam kandungan perempuan akibat perkosaan itu adalah
ciptaan Tuhan yang berhak menikmati kehidupan. Bagi kalangan yang setuju
dapat dilakukan aborsi bagi korban perkosaan, kehamilan itu timbul bukan atas
kemauan korban jadi dapat mengurangi penderitaan korban baik secara psikis
maupun sosial, maka diberi hak bagi korban perkosaan untuk dapat melakukan
aborsi.10

8
Yatimin, Etika Seksual dan Penyimpangannya dalam Islam; Tinjauan Psikologi
Pendidikan dari Sudut Pandang Islam, (Jakarta: Amzah, 2008, Cet. Kedua), h., 106.
9
Yatimin, Etika Seksual dan Penyimpangannya dalam Islam; Tinjauan Psikologi
Pendidikan dari Sudut Pandang Islam, h., 106.
10
Wiwik Afifah, 2013, Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Korban Perkosaan Yang
Melakukan Aborsi, Jurnal Ilmu Hukum, Vol-9/ No-18/febuari/2013, hlm 95.
Perdebatan legalisasi aborsi ini memiliki sudut pandang masing-masing.
Terdapat 3 (tiga) pendapat tentang aborsi, yaitu:
1. Pandangan konservatif. Pandangan ini menganggap bahwa aborsi tidak
boleh dilakukan dalam keadaan apapun juga. Disini terdapat alasan-
alasan keagamaan dan filosofis antara lain kesucian kehidupan,
larangan untuk memusnahkan kehidupan manusia yang tidak bersalah
dan ketakutan akan implikasi sosial yang liberal bagi orang lain yang
tidak dapat membela diri seperti cacat dan para lanjut usia;
2. Pandangan liberal. Pandangan ini menganggap aborsi itu boleh dalam
kondisi tertentu. Disini aborsi dianggap sebagai keputusan moral,
tetapi dapat dibenarkan kelangsungannya secara moral, antara lain
kualitas janin, kesehatan fisik dan mental wanita, hak wanita atas
integritas diri, kesejahteraan keluarga, pertimbangan karier dan
keluarga berencana;
3. Pandangan moderat. Pandangan ini menempatkan diri di posisi tengah
yang mengakui kemungkinan legitimasi moral sebagai alasan
dilangsungkannya aborsi, tetapi tidak sedikitpun menafikkan adanya
penderitaan dan rasa berat hati dari pihak ibu terhadap janin.
Pandangan ini melihat janin dan wanita sebagai pemilik hak yang
mengakui bahwa dalam upaya 6 memecahkan konflik hak seperti itu
mau tidak mau akan menyebabkan penderitaan dan rasa berat hati
sebagai konsekuensi.11
Indonesia sebagai negara hukum yang menganut aliran hukum positif
mengatur mengenai pengguguran dan pembunuhan kandungan (doodslag op een
ongeborn vrucht) dalam pasal 346, 347, 348, dan 349 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana. Secara eksplisit, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengguguran
dan pembunuhan kandungan itu mutlak dilarang dan diancam pidana apabila
dilakukan. Mengenal tindakan aborsi ini, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan yang menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
Tentang Kesehatan pada prinsipnya sejalan dengan ketentuan pidana yang ada,

11
Pitono Soeparto, Etika dan Hukum di Bidang Kesehatan, Surabaya, Penerbit Komite
Etik RSUD Dr. Soetomo, 2001, hal. 105
yaitu melarang setiap orang untuk melakukan aborsi. Namun, dalam tataran
bahwa negara harus melindungi warganya dalam hal ini perempuan yang
melakukan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan akibat perkosaan,
serta melindungi tenaga medis yang melakukannya, Undang-undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan membuka pengecualian untuk aborsi berdasarkan
indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan. Dalam Pasal 75 ayat
2 UU No. 36 Tahun 2009 disebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan dalam kondisi
tertentu yautu indikasi kedaruratan medis dan perkosaan. Pada ayat 4 UU tersebut
menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis
dan perkosaan sebagai syarat pengecualian dilakukannya aborsi diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah yang dimaksud yaitu PP
Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Dijelaskan bahwa dengan
alasan korban perkosaan maka seseorang dapat dengan legal melakukan aborsi.
Berdasarkan uraian latar belakang ini, penulis sangat tertarik meneliti dan
mengkaji sebagai bentuk karya ilmiah (skripsi) dengan judul:

B. Pokok Permasalahan
Dari latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan yaitu sebagai berikut:
1. Apakah terjadinya kehamilan akibat pemerkosaan bisa menjadi alasan
pengecualian seperti yang terdapat di dalam UU No. 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan sehingga bukan merupakan tindak pidana ?
2. Bagaimana dengan ketentuan pidana aborsi menurut KUHP dan UU
No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini adalah:
a. Untuk mengetahui apakah terjadinya kehamilan akibat pemerkosaan
bisa menjadi alasan pengecualian seperti yang terdapat di dalam UU
No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan sehingga bukan merupakan
tindak pidana.
b. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan pidana aborsi menurut KUHP
dan UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
D. Kerangka Konseptual
1. Legalisasi
Legalisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
Pengesahan. Pengesahan berarti proses, cara, perbuatan mengesahkan;
pengakuan berdasarkan hukum; peresmian; pembenaran.12
2. Aborsi
Secara umum istilah aborsi diartikan sebagai pengguguran
kandungan. Dalam istilah hukum, aborsi berarti pengeluaran hasil
konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum waktunya.
13
Menurut Gulardi, abortus adalah berhentinya (mati) dan
dikeluarkannya kehamilan sebelum 20 (dua puluh) minggu (dihitung
dari haid terakhir) atau berat janin kurang dari 500 gram atau panjang
janin kurang dari 25 cm.14 Dapat disimpulkan bahwa aborsi adalah
pengeluaran janin dari kandungan sebelum wakunya (sebelum janin
dapat dilahirkan). Di dunia kedokteran, janin baru dapat dilahirkan
apabila janin sudah cukup bulan (matur) yang berlangsung kira kira 40
minggu (280 hari) dan tidak lebih dari 43 (300 hari) serta
menghasilkan bayi matur.15
3. Korban
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006
tentang Perlindungan Saksi dan Korban, korban adalah seseorang
yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi
yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.
4. Tindak Pidana
Moelijatno memberikan defenisi tindak pidana dengan
menggunakan istilah peristiwa pidana, yaitu perbuatan yang dilarang
oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi)

12
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online
13
Abdul Aziz Dahlan, 1996, Ensklopedi Hukum Islam, cet. I, Jakarta: PT. Ikhtisar Baru Van Hoev,
hlm. 7
14
Maria Ulfah Anshor, Wan Nedra, dan Sururin, 2002, Aborsi Dalam Perspektif Fikih
Kontemporer, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, hlm. 3.
15
Manuba dan Ida Bagus Gede, 2007, Pengantar Kuliah Obstetri, Jakarta: EGC, hlm. 58.
yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa yang melanggar
larangan tersebut.16
5. Perkosaan
Menurut Pasal 285 yang bunyinya sebagai berikut: “Barang siapa
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita
bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan
perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.” Pasal
tersebut secara jelasa menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
perkosaan adalah memaksa seorang wanita untuk bersetubuh dengan
dia (pelaku) dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.

E. Metode Penelitian
Dalam sebuah penelitian, metode mempunyai fungsi yang sangat penting
untuk mencantumkan, merumuskan, menganalisa dan memecahkan masalah.
Sebuah metode yang tepat akan membuat karya ilmiah akan lebih terarah dan
mencapai tujuan yang optimal. Adapun metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research) 24 dengan
menjadikan bahan pustaka sebagai sumber data utama. Artinya data-
data yang dikumpulkan berasal dari kepustakaan, baik berupa buku,
jurnal, surat kabar, dan lain-lainnya yang berhubungan dengan
permasalahan yang dikaji.
2. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang menjadikan bahan
pustaka sebagai data dasar penelitian. Data sekunder didapatkan dari
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahkan bahan
hukum tersier.17 Bahan atau data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang
mengikat, seperti;

16
Moelijatno, 1985, Azas-Azas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, hlm. 54
17
Yamin dan Utji Sri Wulan Wuryandari, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta :
Fakultas Hukum Universitas Pancasila,2015), hlm.7.
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
2. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak.
4. Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 Tentang
Perlindungan Saksi Dan Korban.
5. Norma Dasar Pancasila.
b. Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang
menjelaskan mengenai bahan hukum primer, dalam hal ini
berupa buku-buku, artikel, skripsi, tesis, jurnal dan dokumen-
dokumen dari internet yang berhubungan dengan penelitian
skripsi ini.
c. Bahan hukum tersier, “adalah bahan hukum yang memberikan
petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder, antara lain Kamus Bahasa Indonesia,
Kamus Bahasa Inggris, Kamus Bahasa Hukum, media cetak
dan media elektronik.”18

F. Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan skripsi ini, terdiri dari 4 (empat) bab
terdiri dari sub-sub bagian, tentang:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini membahas mengenai Latar Belakang Masalah, Pokok
Permasalahan, Tujuan Penelitian, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian
dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM


BAGI PELAKU TINDAK PIDANA ABORSI KORBAN PEMERKOSAAN

18
Yamin dan Utji Sri Wulan Wuryandari, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta :
Fakultas Hukum Universitas Pancasila,2015), hlm.7.
INSES (Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor
5/Pid.Sus.Anak/2018/PN Mbn).
Pada bab ini membahas mengenai pengertian pemerkosaan, pengertian aborsi,
pengertian perlindungan korban dan analisis hukum terhadap pelaku yang
merupakan korban pemerkosaan yang dilakukan oleh saudara kandung
(inses).

BAB III ANALISIS MENGENAI TINDAK PIDANA ABORSI


Pada bab ini membahas mengenai contoh kasus dan analisis kasus untuk
mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap pelaku aborsi akibat
pemerkosaan

BAB IV PENUTUP
Pada bab ini membahas mengenai Kesimpulan dan Saran.

Anda mungkin juga menyukai