Anda di halaman 1dari 3

Peradaban islam pada zaman umayyah

di Damaskus

Dinasti Umayyah menjadikan Damaskus sebagai tonggak peradaban umat Islam. Pada
707, di kota tersebut berdiri rumah sakit sekaligus pusat studi kedokteran pertama. Hal itu atas
dukungan Khalifah Walid bin Abdul Malik.

Menurut sejarawan Thomas Goldstein, ada 30 rumah sakit di Damaskus sampai abad ke-
13. Sebelumnya, perpustakaan publik pertama juga berdiri di Damaskus pada 704. Inisiatornya
adalah Khalifah Khalid bin Yazid, yang tidak lain cucu pendiri Dinasti Umayyah.

Di perpustakaan inilah mula-mula pusat kegiatan intelektual berlangsung. Di antaranya


ada aktivitas filologi kesusastraan Arab serta kajian-kajian ilmu hadiyts, fiqih, kalam, dan
sejarah.

Masa keemasan meliputi Damaskus begitu Sultan Nuruddin berkuasa pada 1154. Pada
eranya, banyak masjid, madrasah, dan pusat kesehatan publik dibangun untuk menunjukkan
pencapaian peradaban Islam.

Demikian pula dengan peningkatan kekuatan militer negara. Adapun aktivitas


intelektual di Damaskus pada zaman itu berkembang pesat, antara lain, lantaran kontribusi dari
dua suku, yakni Bani Asakir dan Bani Qudama.

Sultan Nuruddin mendirikan pusat studi hadits pertama, Dar al-Hadits di Damaskus.
Madrasah yang khusus bagi mazhab Maliki, al-Shalahiyyah, juga dibina. Begitu pula dengan
madrasah al-‘Adiliyyah pada 1171, yang kini menjadi Arab Academy,Kotanya Ibnu Taimiyah

Salah satu pemikir yang unggul di Damaskus dalam masa keemasan Islam adalah Ibnu
Taimiyah (1263-1328). Orang tuanya membawanya hijrah dari Harran ke Damaskus pada 1269.
Sebab, kota kelahirannya itu terdampak serbuan tentara Mongol. Kala itu, Ibnu Taimiyah masih
berusia tujuh tahun.

Di Damaskus, ayahnya ditunjuk menjadi kepala madrasah Sukkariyyah. Dia sempat


mengajar di madrasah yang sama, utamanya dalam bidang ilmu hadits. Di Masjid Umayyah,
Ibnu Taimiyah juga mengajar di zawiyah.
Hubungannya dengan rezim penguasa dalam masa itu kerap bermasalah. Bahkan, ia
pernah berstatus tahanan politik. Alhasil, ulama besar ini merasakan dinginnya penjara
beberapa kali. Di dalam bui, dia tetap melanjutkan menulis karya-karyanya.

Selain Ibnu Taimiyah, ada pula Ibnu al-Syatir (wafat 1375), seorang Muslim astronom
sekaligus pakar matematika. Pria kelahiran Damaskus ini pada setahun lamanya belajar di al-
Iskandariah, Mesir. Karyanya yang paling dikenang adalah Zij al-Jadid, Taliq al-Arsad, dan
Nihayat al-Sul.

Ibnu al-Syatir juga meletakkan dasar-dasar teori peredaran planet-planet serta


merancang pelbagai instrumen untuk mendukung kajian astronomi secara presisi. Pada 1337,
dia menciptakan dua alat pengukur jarak benda-benda langit (astrolabe).

Tahun 1371, Ibnu al-Syatir membuat jam matahari raksasa untuk Masjid Damaskus.
Sebagai astronom, rumus-rumusnya mendahului para astronom Eropa abad pencerahan,
misalnya Copernicus yang menggegerkan Gereja dengan teori matahari-sentris.

Bahkan, beberapa riwayat menyebut, perhitungan Copernicus sama persis dengan al-
Syatir. Apalagi, al-Syatir merupakan pengoreksi teori astronomi Yunani Kuno, Ptolemy, yang
banyak dipakai Gereja untuk dalih “bumi sebagai pusat semesta.”

Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu manaf.Ia
adalah salah seorang tokoh penting ditengah Quraisy pada masa jahiliah.Ia dan pamannya
Hasyim bin Abdu manaf selalu bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan kedudukan.

Dinasti Umayyah didirakan oleh Muawiyah bin Abu sufyan bin Harb.Muawiyah
disamping sebagai pendiri daulah Bani Abbasiyah juga sekaligus menjadi khalifah pertama.Ia
memindahkan ibu kota kekuasaan islam dari kufah ke Damaskus.

Muawiyah dipandang sebagai pembangun dinasti yang oleh sebagian besar sejarawan
awalnya dipandang negatif.Keberhasilannya memperoleh legalitas atas kekuasannya dalam
perang saudara di siffin dicapai melalui cara yang curang.Lebih dari itu Muawaiyah juga dituduh
sebagai penghianat prinsip-prinsip demokrasi yang diajarkan islam,karena dialah yang mula-
mula mengubah pimpinan negara dari seorang yang dipilih oleh rakyat menjadi kekuasaan raja
yang diwariskan turun temurun (monarchy heredity).

Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif,dimana perhatian
tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan,yang terhenti sejak zaman kedua
khulafaur rasyidin terakhir.

Hanya dalam jangka waktu 90 tahun,banyak bangsa di empat penjuru mata angin
beramai-ramai masuk ke dalam kekuasaan Islam,yang meliputi tanah spanyol, seluruh wilayah
Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palestina, sebagian daerah
Anatolia,Irak,Persia,Afganistan,India dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan
Turkmenistan,Uzbekistan dan Kirgiztan yang termasuk Soviet Rusia.

Meskipun kejayaan telah diraih oleh bani Umayyah ternyata tidak bertahan lebih
lama,dikarenakan kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya dari pjhak luar.

Damaskus atau dalam bahasa Arab disebut Dimasyq saat ini adalah ibu kota dari negara
Suriah, sebuah kota tua yang penuh dengan sejarah peradaban Islam. Kota ini dulunya adalah
pusat pemerintahan kerajaan Romawi Timur, sebelum dibebaskan oleh pasukan Islam dibawah
pimpinan Khalid Ibn Khalid (Saifullah al-Mas’ul) pada era pemerintahan Khalifah Umar bin
Khatab.

Kota yang terletak di sebelah barat daya suriah ini, juga mempunyai sejarah
kekuasaayang silih berganti, mulai dari bangsa Mongol Romawi, dan Arab.Damaskus bagaikan
sebuah magnet, selalu menarik siapa saja yang ingin bermukim didalamnya dengan berbagai
pesona yang dimilikinya.

Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, yaitu pada masa kepemimpinan


Mu’awiyyah bin Abi Sufyan. Damaskus dijadikan sebagai pusat pemerintahan (661 M), yang
sebelumnya pemerintahan Islam berpusat di Madinah. Damaskus menjadi pusat pemerintahan
Islam oleh Dinasti Umayyah yang berkuasa selama kurang lebih 90 tahun (661-750 M).

Anda mungkin juga menyukai