Anda di halaman 1dari 116

PERINGATAN !!!

Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan


referensi

2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila


Anda mengutip dari Dokumen ini

3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan


pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan
karya ilmiah

4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah

Selamat membaca !!!

Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

UPT PERPUSTAKAAN UNISBA


ANALISIS KOMUNIKASI PADA TRADISI TEPUNG TAWAR
SUKU MELAYU SERDANG DI MEDAN

Studi Etnografi Mengenai Unit-unit Komunikasi Pada Tradisi Tepung Tawar


Suku Melayu Serdang di Medan

Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi

Disusun oleh :

Nama : Anwar Hadi Lubis


NPM : 10080004094
Bidang Kajian : Manajemen Komunikasi

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2008
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : ANALISIS KOMUNIKASI PADA TRADISI TEPUNG

TAWAR PADA SUKU MELAYU SERDANG DI MEDAN.

Subjudul : Studi Etnografi Mengenai Unit-unit Komunikasi Pada Tradisi


Tepung Tawar Suku Melayu Serdang di Medan.

Penyusun : Anwar Hadi Lubis

NPM : 10080004094

Bidang Kajian : Manajemen Komunikasi

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Hj. Tia Muthia Umar, S.Sos., M.Si. Rita Gani, S.Sos., M.Si.

Mengetahui,

Ketua Bidang Kajian Manajemen komunikasi

Nurhastuti, Dra., M.Si.


MOTTO

Artinya :
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema`lumkan: "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
(Q.S. Ibrahim : 7)
HALAMAN PERSEMBAHAN

Disaat waktu berhenti, Kosong……..


Dimensi membutakan mata memekakkan telinga
lalu diri menjadi hampa……..
Saat paradigma dunia tak lagi digunakan untuk menerka
Sadarku akan hadir-Mu mematahkan sendi-sendi yang biasanya tegak
berdiri

Sujudku pun takkan memuaskan inginku untuk hantarkan


sembah sedalam kalbu
Adapun kusembahkan syukur pada- Mu Ya Allah…….
Untuk nama, harta dan keluarga yang mencinta dan perjalanan yang
sejauh ini tertempa
Alhamdulillah, pilihan dan kesempatan yang membuat hamba mengerti
lebih baik tentang makna diri
Semua ini lebih berarti apabila dihayati
Alhamdulillah….. Alhamdulillah….. Alhamdulillah…..

Ruku dan sujudku hanya untuk Allah SWT

Ku persembahkan karya keci l ini untuk :


Teristimewa kedua orang tuaku tercinta,
Adikku serta saudara-saudaraku tersayang,
Serta orang-orang yang berada disekeliling yang ku hormati
Semoga kita selalu berada dalam keberkahan-Nya
Amin…….
ABSTRAK

Skripsi ini berjudul ANANLISIS KOMUNIKASI PADA TRADISI


TEPUNG TAWAR SUKU MELAYU SERDANG DI MEDAN. Tradisi tepung
tawar bermula karena adanya kebiasaan dari umat Hindu yang dahulunya pernah
datang ke tanah melayu untuk berdagang, mereka mengukapkan rasa syukur akan
sesuatu yang mereka dapatkan dengan cara melaksanakan upacara yang diberi
nama tepung tawar ini. Tradisi ini sudah dilaksanakan oleh masyarakat Melayu
Serdang sejak zaman nenek moyang mereka dahulu sekitar abad ke-15 dengan
merubahnya secara tatacara agama Islam, karena mayoritas masyarakat Melayu
Serdang adalah pemeluk agama Islam.
Tradisi tepung tawar merupakan sebuah upacara atau prosesi yang sarat
dengan makna-makna, karena pada setiap ramuan yang digunakan untuk
melaksanakan upacara tersebut memiliki arti dan berisikan doa-doa yang
dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, demi kesempurnaan diri bagi orang
yang ditepungtawari. Walaupun ramuan-ramuan yang digunakan hanyalah berupa
hasil alam yang telah diramu sedemikian rupa, tetap saja memiliki arti dan
simbol-simbol dari doa yang dipanjatkan. Berdasarkan hal tersebutlah maka
mengapa masyarakat Melayu Serdang, menganggap tepung tawar wajib
dilaksanakan pada setiap upacara-upacara, baik perkawinan, khitanan, aqiqah, dll.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan studi etnografi yang pada
penelitiannya lebih menekankan pada observasi, narasumber penelitian,
wawancara, kepustakaan dan dokumentasi. Untuk melakukan analisis, penulis
menggunakan unit-unit analisis dari Dell Hymes yang terdiri dari situasi
komunikatif, peristiwa komunikatif dan tindak komunikatif yang terjadi pada
tradisi tepung tawar pada suku Melayu serdang di Medan.
Hasil penelitian untuk situasi komunikatif berada dirumah orang yang
melakukan tradisi tepung tawar itu sendiri dengan setting yang telah disesuaikan
dengan upacara yang akan dilakukan seperti : upacara perkawinan, khitanan, naik
haji, aqiqah, dll. kemudian peristiwa komunikatif tradisi tepung tawar
menggunakan sepuluh komponen untuk menganalisisnya yang terdiri dari tipe
peristiwa, topik, fungsi dan tujuan, setting, partisipan, bentuk pesan, urutan
tindak, kaidah interaksi dan norma-norma interpretasi. Sedangkan yang terakhir
yaitu tindak komunikatif tradisi tepung tawar yang terdiri dari ramuan-ramuan
yang digunakan pada tradisi tepung tawar.
Tradisi termasuk dalam budaya, tradisi merupakan sebuah adat kebiasaan
yang diwariskan dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Pola-pola komunikasi
dalam tradisi tepung tawar akan dianalisa sesuai dengan unit-unit analisis yang
dikemukakan oleh Dell Hymes (1972), antara lain situasi komunikatif, peristiwa
komunikatif, dan tindak komunikatif. Sehingga dapat memberikan pengetahuan
baru kepada masyarakat Indonesia akan keragaman budaya dan tradisi yang ada
pada setiap suku bangsa di Indonesia, seperti tradisi tepung tawar pada suku
Melayu Serdang di Medan.

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

berkenan memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Komunikasi Pada

Tradisi Tepung Tawar Suku Melayu Serdang”.

Penulisan ini sebagai tugas akhir untuk menempuh ujian dalam

penyelesaian program sarjana (S1) pada program sarjana Ilmu Komunikasi

Universitas Islam Bandung.

Penulis menyadari sebagai pendatang “baru” yang ingin mendalami ilmu

komunikasi, tentunya hasil penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya

dalam penelaahan teori-teori komunikasi yang digunakan. Namun atas bantuan,

dukungan dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak, terutama bimbingan yang

diberikan oleh para pembimbing dan staf pengajar pada Fakultas Ilmu

Komunikasi, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu

pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan

yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Dr.Yusuf Hamdan, Drs.,M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu

Komunikasi Universitas Islam Bandung, yang telah memberikan

perhatiannya untuk kelancaran penulis menyelesaikan skripsi ini.

ii
2. Ibu Nurhastuti, Dra, M.si., selaku Ketua Bidang Kajian Manajemen

Komunikasi Universitas Islam Bandung.

3. Ibu Hj. Tia Muthia Umar, S.Sos., M.Si., selaku pembimbing I. Beliau

yang berkenan untuk senantiasa mendorong semangat penulis,

memberikan bimbingan dan petunjuk-petunjuk yang sangat berharga

dalam penulisan ini.

4. Ibu Rita Gani, S.Sos., M.Si., selaku pembimbing II yang senantiasa

memberikan bimbingan serta pengertiannya dalam membantu kelancaran

penulis menyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Ratri Rizki, selaku dosen wali yang telah bersedia mendampingi

penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas

Islam Bandung.

6. Para Dosen dan Staff Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam

Bandung yang telah membantu penulis baik dalam penyelesaian skripsi

maupun dalam hal perkuliahan, terima kasih.

7. Ayahanda H. Azhari Lubis, S.H. dan Ibunda tercinta Hj. Nurkhatimah,

yang telah mengasuh, membesarkan, merawat, mendidik, dan selalu terus

menerus memberikan dorongan lahir dan batin, serta setiap saat

mendoakan penulis. Segala jerih payah, doa dan pengorbanan yang Beliau

berikan, tak akan mampu penulis balas, semoga Allah SWT yang akan

selalu memberikan segala rahmat serta hidayah-Nya sepanjang masa.

iii
8. Adikku Suhaila Lubis, yang selalu menghargai dan menyayangiku sebagai

seorang abang. Juga terima kasih kepada saudara-saudara ku yang telah

membantu secara moril maupun materil.

9. Putri yang telah banyak memberi motivasi, serta bantuan dalam


menyelesaikan skripsi ini, makasih ya buat bantuannya, masukan,
dukungan serta omelannya selama ini. Terima kasih karena selalu ada
dibelakang penulis disaat susah dan senang. Motivasi yang diberikan
benar-benar sangat berarti dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih untuk
semuanya
10. Keluarga di Pematang Siantar. Bapak, Ibu, Kak Juni dan Bang Juni, Bang
Hendra dan Kak Nola, Bang Eman dan Kel, Bang Ijul dan Kak Wiwik,
serta ponakan-ponakanku yang lucu-lucu, Husnul, Azmi, Miftah, Ali dan
si imut Aura. Terima kasih atas support dan kasih sayangnya.
11. Keluarga di Medan. Uak Ima dan Uak Hobban, Kak Ita dan Bang Hotbin,
Bang Andi dan Kel, Bang Yusuf dan Kak Dewi, juga ponakan –ponakan
kecilku Ajeng dan Raihan. Terima kasih untuk semuannya.
12. Keluarga besar Bapak M.ilyas yang telah memberikan kepercayaannya

selama ini kepada penulis serta masukan-masukan yang berharga untuk

nantinya.

13. Kak sari atas ide judul yang diberikan. Terima kasih ya Kak untuk semua

dukungannya.

14. Kak fika dan bang Nikman yang selama ini telah membantu dalam

penelitian ini. makasih atas supportnya.

15. Para informan yang bersedia meluangkan waktunya kepada penulis.

Terima kasih atas bantuan yang telah diberikan

16. Teman-teman di Ciheulang Baru II, Bibie, Erwin, Bayan, Aat, Hansen,

Dade, Enzy, Kajim, Uden, Roman, Dindin, Diky, Beben, Iwan, Dany,

iv
Barus, Ardi dan Novan (X-Supersonik). Terima kasih atas dukungan dan

persahabatannya.

17. Teman-teman JePRET’ers, ayo tetap semangat dan terus ngeJePRET...

18. Teman-teman, kerabat, handai taulan yang tidak sempat penulis sebutkan

satu persatu, terima kasih atas segala perhatiannya.

19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih

atas bantuannya.

Akhinya penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak. Semesta kesibukan di dunia hanyalah untuk Allah semata,

semoga kitapun demikian adanya.

Amin Ya Robbal ’Alamin.

Bandung, Mei 2008

Penulis

v
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

MOTTO

HALAMAN PERSEMBAHAN

ABSTRAK..................................................................................... i

KATA PENGANTAR.................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................ vi

DAFTAR LAMPIRAN................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN………………………………….….... 1

1.1 Latar Belakang Masalah …………………….…...... 1

1.2 Fokus Penelitian ……………………………..……... 6

1.3 Pertanyaan Penelitian ………………………….….... 6

1.4 Alasan Pemilihan Masalah .......................................... 6

1.5 Pembatasan Masalah..................................................... 7

1.6 Pengertian Istilah.......................................................... 8

1.7 Tujuan penelitian........................................................... 8

1.8 Kerangka pikiran ......................................................... 9

1.9 Metode penelitian dan Teknik penelitian...................... 13

1.9.1 Metode penelitian.............................................. 13

1.9.2 Teknik Pengumpulan Data................................ 14

1.10 Narasumber Penelitian................................................ 16

1.11 Langkah Penelitian...................................................... 16

1.12 Organisasi Karangan................................................. 18

vi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................... 20

2.1 Pengertian Komunikasi............................................... 20

2.1.1 Unsur-Unsur Proses komunikasi........................ 22

2.1.1.1 komunikator......................................... 22

2.1.1.2 Pesan.................................................... 23

2.1.1.3 Komunikan........................................... 23

2.2 Pengertian Etnografi komunikasi................................ 24

2.3 Pengertian Kebudayaan............................................... 26

2.3.1 Budaya................................................................ 29

2.3 2 Tradisi................................................................. 29

2.3.3 Hubungan Komunikasi dan Budaya................... 31

2.4 Interaksi Simbolik........................................................ 32

2.4.1 Pengertian Interaksi Simbolik............................. 32

2.4.2 Simbol................................................................. 34

BAB III METODOLOGI DAN GAMBARAN UMUM OBJEK

PENELITIAN.............................................................................. 36

3.1 Sasaran Penelitian........................................................ 36

3.2 Lokasi Penelitian.......................................................... 36

3.3 Pengertian Penelitian Kualitatif.................................... 36

3.3.1 Fungsi dan Pemanfaatan Penelitian Kualitatif.... 38

3.3.2 Karakteristik Penelitian Kualitatif....................... 39

3.3.3 Ciri-ciri Metode Kualitatif................................... 43

vii
3.4 Etnografi........................................................................ 44

3.5 Sejarah Melayu............................................................. 46

3.5.1 Ritme Sejarah....................................................... 49

3.5.2 Pembentukan Paradigma kultural........................ 50

3.6 Tepung Tawar............................................................... 53

BAB IV PEMBAHASAN.............................................................. 54

4.1 Proses Tepung Tawar.................................................... 54

4.2 Situasi Komunikatif dalam Tradisi Tepung Tawar....... 55

4.3 Peristiwa Komunikatif dalam Tradisi tepung Tawar...... 57

4.3.1 Tipe Peristiwa....................................................... 58

4.3.2 Topik..................................................................... 59

4.3.3 Fungsi dan Tujuan Tradisi Tepung Tawar............ 60

4.3.4 Setting................................................................... 60

4.3.5 Partisipan.............................................................. 61

4.3.6 Bentuk Pesan (Bahasa yang Digunakan)............. 62

4.3.7 Isi Pesan................................................................ 62

4.3.8 Urutan tindak........................................................ 63

4.3.9 Kaidah Interaksi.................................................... 64

4.3.10 Norma-norma Interpretasi.................................... 65

4.4 Tindak Komunikatif dalam Tradisi Tepung Tawar......... 65

4.4.1 Ramuan-ramuan Tepung Tawar dan Maknanya.... 66

4.4.1.1 Ramuan Sirih (Tepak Sirih/Puan)............... 67

viii
4.4.1.2 Ramuan Penabur…………………………. 67

4.4.1.3 Ramuan Perincis…………………………. 68

4.4.1.4 Pedupaan…………………………………. 68

4.4.1.5 Balai………………………………………. 69

4.4.2 Makna Tepung Tawar Bagi Masyarakat Melayu Serdang 69

BAB V PENUTUP............................................................................ 71

5.1 Kesimpulan...................................................................... 71

5.2 Saran................................................................................. 75

5.2.1 Saran Teoritis.......................................................... 75

5.2.2 Saran Praktis........................................................... 76

LAMPIRAN..................................................................................... 77

ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran :

1. Foto Dokumentasi Penelitian……………………………………………… 78

2. Naskah Wawancara………………………………………………………… 85

3. Surat Pernyataan Dari 4 narasumber penelitian…………………………… 96

10. Daftar Riwayat Hidup……………………………………………………… 100

x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap suku bangsa yang ada pasti mempunyai kebudayaan, religi,

kekerabatan, mata pencaharian, pengetahuan, peralatan hidup, kesenian, tradisi,

dan bahasa yang berbeda.

Akhir-akhir ini banyak kalangan yang merasa khawatir akan nasib budaya

tradisional kita sebagai akibat perkembangan zaman yang semakin maju serta

berkembangnya budaya-budaya baru sebagai trend yang berasal dari luar

kebudayaan kita sendiri sebagai warga negara Indonesia. Pesatnya teknologi dan

informasi membujuk kita untuk mengenal berbagai macam media, termasuk di

dalamnya media massa yang merupakan sebuah bentuk alat yang digunakan

dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (penerima), dengan

menggunakan alat-alat mekanis seperti surat kabar, film, radio, dan televisi

(Cangara, 1998 : 134).

Upaya pengembangan sistem kebudayaan nasional yang didasarkan

kepada hasrat dan kehendak bangsa Indonesia yang bersifat khas dengan latar

belakang kebudayaan yang ada mau tidak mau juga harus mengacu pada kriteria

pengembangan kebudayaan yang bersifat universal. Kriteria yang bersifat

universal ini adalah konsepsi modernisasi sebagai penopang upaya pengembangan

sistem kebudayaan nasional (Jujun S. Suriasumantri, 2000 : 47).

1
2

Kebudayaan sendiri dapat diartikan daya budi dalam masyarakat.

Kebudayaan meliputi, pertukaran persepsi tentang diri sendiri dan orang lain yang

menjadi sasaran komunikasi. Kebudayaan meliputi juga persepsi dan sikap

terhadap sesuatu objek apakah itu ruang, waktu, lingkungan, orang atau relasi

dengan orang lain.

Berbicara mengenai kebudayaan adalah berbicara mengenai sistem nilai

yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Bila batasan ini dikaitkan dengan

keberadaan kebudayaan yang ada di Indonesia yang begitu beragam, maka kita

dapat mempertanyakan kembali sejauh mana keragaman ini dapat dipertahankan

dalam kerangka membangun “kebudayaan Indonesia”. Di pihak lain, kita pun

dapat mempertanyakan sejauh mana “Indonesia” mampu menyatukan keragaman

tersebut. Keragaman tersebut tidak saja terdapat secara internal, tetapi juga karena

pengaruh-pengaruh yang membentuk suatu kebudayaan. Pengaruh-pengaruh

tersebut membentuk lapis-lapis budaya yang sangat menarik yang seakan

bercerita tentang sejarah dan segala hal-ihwal sebuah komunitas pemilik

kebudayaan tertentu. Dalam kaitan ini kita pun dapat mengamati dinamika sosial

masyarakat mewujudkan kebudayaannya, baik secara sadar maupun tidak.

Komunikasi dan Kebudayaan merupakan dua konsep yang tidak dapat

dipisahkan. Pusat perhatian komunikasi dan kebudayaan terletak pada variasi

langkah dan cara manusia berkomunikasi melintas komunitas manusia atau

kelompok sosial. Pelintasan komunikasi itu menggunakan kode-kode pesan, baik

secara verbal maupun non verbal, yang secara alamiah selalu digunakan dalam

semua konteks interaksi.


3

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang berbudaya. Kebudayaan bisa

didefinisikan sebagai sistem terintegrasi di masyarakat yang berkaitan dengan

nilai, kepercayaan, perilaku, dan artefak. Dalam perjalanan manusia, kebudayaan

inilah yang membedakan manusia atau komunitas yang satu dengan yang lainnya.

Kebudayaan melayu yang dibahas pada penelitian ini tidak terlepas dari unsur-

unsur yang didefinisikan di atas. Secara rinci, hal itu menyangkut unsur-unsur

kebudayaan yang universal, yaitu pandangan hidup, kesenian, sastra, kuliner,

upacara adat, peralatan, dan hukum adat melayu.

Pengertian orang mengenai nama “Melayu” sering saja keliru dan

dicampur baurkan. Hal ini disebabkan karena ada pengertian berdasarkan

“bahasa”, ada pengertian “Ras”, ada pengertian etnis “sukubangsa”, dan ada pula

pengertian melayu berdasarkan kepercayaan atau religi, yaitu sesama agama

“Islam”. (www.melayuonline.com).

Berdasarkan fenomena ini, mau tidak mau haruslah kita telusuri kembali

sejauh mungkin apa yang dicatat oleh sejarah, adat resam dan rujukan-rujukan

lain. Tidak dapat disangkal bahwa orang Melayu mendiami wilayah : Thailand

selatan, Malaysia Barat dan Timur, Singapura, Brunei, Kalimantan Barat,

Temiang (Aceh Timur), pesisir Timur Sumatera Utara, Riau, Jambi, dan pesisir

Palembang. Dilihat dari berbagai prespektif baik sejarah, budaya, bahasa, dan

sastra serta perilaku masyarakat maupun pandangan para cendikia jati diri

Melayu, khususnya Melayu dalam berkomunikasi dan beragama Islam.

(www.melayuonline.com).
4

Suku Melayu di Indonesia paling banyak bermukim di pulau Sumatera

dan sebagian pulau Kalimantan. Tapi perhatian terhadap masyarakat Melayu

sebagai salah satu rumpun bangsa yang besar di Sumatera Utara (Sumut) masih

relatif sedikit.

Padahal pada abad ke- 19 suku bangsa Melayu pernah memegang

kekuatan yang sangat strategis di kawasan perairan Malaka. Mereka mencapai

puncak kejayaan pada masa tersebut karena menguasai perdagangan, pelayaran,

dan pertanian. Namun, kejayaan itu seolah tanpa bekas karena sekarang sangat

minim orang Melayu yang menonjol dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam suku melayu banyak terdapat tradisi-tradisi upacara yang sakral

yang biasa dilakukan sebagai ciri dari suku Melayu itu sendiri yaitu di antaranya

“Tepung Tawar”. Tepung tawar adalah salah satu kebiasaaan adat yang paling

utama di dalam masyarakat Melayu Sumatera Timur. Dipergunakan hampir di

dalam segala upacara baik pada perkawinan, khitan, “upah-upah” (orang yang

selamat dari mara bahaya atau perjalanan), jika orang mendapat suatu rezeki, dan

sebagai obat dan lain-lain. Dengan kata lain Tepung tawar dalam masyarakat

melayu mempunyai makna yang sangat luas. Karena tepung tawar dilakukan

bukan hanya dikala senang tetapi dikala susah juga dilakukan tepung tawar,

sehingga makna tepung tawar yang sesungguhnya adalah rasa terima kasih dan

syukur kepada Yang Maha Kuasa.

Upacara tepung tawar merupakan sebuah upacara atau prosesi yang sarat

dengan makna-makna, karena pada setiap ramuan yang digunakan untuk

melaksanakan upacara tersebut memiliki arti dan berisikan doa-doa yang


5

dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, demi kesempurnaan diri bagi orang

yang ditepungtawari. Walaupun ramuan-ramuan yang digunakan hanyalah berupa

hasil alam yang telah diramu sedemikian rupa, tetap saja memiliki arti dan

simbol-simbol dari doa yang dipanjatkan. Berdasarkan hal tersebutlah maka

mengapa masyarakat Melayu Serdang, menganggap tepung tawar wajib

dilaksanakan pada setiap upacara-upacara, baik perkawinan, khitanan, aqiqah,

naik haji, dan acara-acara syukuran lainnya.

Berdasarkan itulah maka penulis ingin mengetahui lebih dalam bagaimana

tradisi tepung tawar dilakukan, agar tradisi ini dapat tetap dipertahankan sebagai

budaya bangsa.

Namun saat ini tradisi tepung tawar tidak banyak dimengerti oleh orang-

orang suku Melayu Serdang yang berada di luar kota, sehingga tradisi tersebut

lambat laun mulai ditinggalkan oleh sebagian masyarakat suku Melayu Serdang.

Padahal tradisi tersebut mempunyai pesan dan manfaat yang berarti bagi

pelakunya.

Dengan adanya kebudayaan atau tradisi tepung tawar pada suku Melayu

Serdang di Medan tersebut maka apabila dilihat dengan menggunakan pendekatan

etnografi komunikasi akan menjelaskan setiap detail tradisinya. Etnografi

komunikasi sendiri diterapkan untuk melihat pola-pola komunikasi yang ada

dalam suatu komunitas tertentu, dalam hal ini suku Melayu Serdang di Medan.

Pola-pola komunikasi dalam trasisi “tepung tawar” akan dianalisa sesuai dengan

unit-unit analisis yang dekemukakan oleh Dell Hymes (1972), antara lain situasi

komunikatif, peristiwa komunikatif, dan tindak komunikatif pada tradisi tersebut.


6

1.2 Fokus Penelitian

Bertitik tolak dari permasalahan yang timbul, sebagaimana dikemukakan

dalam latar belakang masalah tersebut, penulis merumuskan fokus penelitian

sebagai berikut :

”Bagaimana Tradisi Tepung Tawar Yang Dilakukan Pada Suku Melayu

Serdang Di Medan”

1.3 Pertanyaan Penelitian

Dari fokus penelitian diatas, penulis mengajukan pertanyaan penelitian

sebagai berikut :

1. Bagaimana situasi komunikatif terjadinya tepung tawar pada suku

Melayu Serdang di Medan?

2. Bagaimana peristiwa komunikatif yang digunakan pada tepung tawar

oleh suku Melayu Serdang di Medan?

3. Bagaimana tindak komunikatif terhadap makna tepung tawar pada

suku Melayu Serdang di Medan?

1.4 Alasan Pemilihan Masalah

Alasan yang mendorong penulis untuk meneliti masalah ini adalah sebagai

berikut :

1. Dalam tradisi tepung tawar banyak terdapat unsure-unsur komunikasi

yang terjadi didalamnya, baik berupa komunikasi verbal maupun

komunikasi non verbal, karena dalam tradisi tepung tawar terdapat


7

juga simbol-simbol, dimana simbol-simbol tersebut merupakan bagian

dari doa yang disampaikan pada orang yang ditepungtawar.

2. Pengetahuan tentang tradisi tepung tawar pada suku Melayu Serdang

di Medan belum banyak dikenal oleh orang, meskipun tradisi ini sudah

ada sejak abad ke 18-M. Pengetahuan tentang tradisi tepung tawar

akan menambah khazanah pengetahuan budaya yang ada di Indonesia.

1.5 Pembatasan Masalah

Untuk lebih menjaga dan untuk menghindari salah pengertian, juga untuk

menghasilkan analisis yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka penulis

membatasi masalah sebagai berikut :

1. Masalah dibatasi pada tradisi “tepung tawar” pada suku Melayu

Serdang di Medan yang akan dianalisa dengan unit-unit analis dari

Dell Hymes (1972).

2. Ruang lingkup penelitian adalah masyarakat suku Melayu Serdang di

Medan.

3. Pelaksanaan tradisi tepung tawar yang penulis teliti, hanya pelaksanaan

tepung tawar pada tanggal 2 Februari 2008 sampai dengan 30 juli

2008.
8

1.6 Pengertian Istilah

1. Tradisi adalah kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih

dijalankan oleh masyarakat, penilaian atau anggapan bahwa cara-cara

yang telah ada merupakan hal yang paling baik dan benar.

(kamus Besar Bahasa Indonesia : 163)

2. Tepung tawar adalah salah satu kebiasaaan adat yang paling utama di

dalam masyarakat Melayu Sumatera Timur. Dipergunakan hampir di

dalam segala upacara baik pada perkawinan, khitan, “upah-upah” (orang

yang selamat dari mara bahaya atau perjalanan), jika orang mendapat

suatu rezeki, dan sebagai obat dan lain-lain.

(Harian Waspada, 21 Oktober 2007 : 19)

3. Melayu adalah penduduk pribumi yang bertutur dalam bahasa melayu

beragama Islam dan yang menjalani tradisi dan adat-istiadat Melayu.

(www.wikipedia.com, 2007)

1.7 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui situasi komunikatif terjadinya tepung tawar pada suku

Melayu Serdang di Medan.

2. Untuk mengetahui peristiwa komunikatif yang digunakan pada tepung

tawar oleh suku Melayu Serdang di Medan.

3. Untuk mengetahui tindak komunikatif terhadap makna tepung tawar pada

suku Melayu Serdang di Medan.


9

1.8 Kerangka Pikiran

Kerangka pikiran atau anggapan dasar merupakan landasan teori yang

penulis jadikan dasar atau titik tolak dalam melakukan penelitian ini.

Komunikasi sebagai aktivitas simbolis karena aktivitas berkomunikasi

menggunakan simbol-simbol bermakna yang diubah kedalam kata-kata (verbal)

untuk ditulis dan diucapkan atau simbol bukan kata-kata verbal (nonverbal) untuk

diperagakan.

Cara manusia hidup berkenaan dengan budaya. Manusia belajar berpikir,

merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya.

Bahasa, persahabatan, kebiasaan makanan, praktik komunikasi, tindakan-tindakan

sosial, kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik dan teknologi, semua itu

berdasarkan pola-pola budanya.

Budaya adalah tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai,

sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam

semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang

dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok (Mulyana dan

Rakhmat, 2005 : 18).

Kebudayaan itu ibarat lensa untuk meneropong sesuatu maka Anda akan

memilih satu fokus tertentu, dari fokus itulah Anda akan membidik objek dengan

tepat. Kebudayaan itu mempengaruhi nilai-nilai yang dimiliki manusia, bahkan

mempengaruhi sikap dan perilaku manusia.

Kebudayaan sebagai pandangan yang koheren tentang sesuatu yang

dipelajari, yang dibagi, atau yang dipertukarkan oleh sekelompok orang.


10

Pandangan itu berisi apa yang mendasari kehidupan mereka, yang tepat terhadap

sesuatu, gambaran suatu perilaku yang harus diterima oleh sesama atau yang

berkaitan dengan orang lain (Norhayati Ismail, 2001 : 12).

Tradisi merupakan suatu aspek budaya yang sangat penting yang dapat

diekspresikan dalam kebiasaan-kebiasaan tak tertulis, pantangan-pantangan dan

sanksi-sanksi. Tradisi dapat mempengaruhi suatu bangsa tentang apa yang

merupakan perilaku dan prosedur yang layak berkenaan dengan makanan,

pakaian, apa yang berharga, apa yang harus dihindari atau diabaikan (Philip R.

Harris & Robert T. Moran dalam Mulyana & Rakhmat, 1996:69).

Tradisi-tradisi melengkapi masyarakat dengan suatu “tatanan mental”

yang memiliki pengaruh kuat atas sistem moral mereka untuk menilai apa yang

benar atau salah, baik atau buruk, menyenangkan atau tidak menyenangkan.

Tradisi-tradisi mengekspresikan suatu budaya, memberi anggota-anggotanya

suatu rasa memiliki dan keunikan. Namun terlepas dari apakah orang berbicara

tentang suatu budaya suku atau budaya bangsa, subkultur militer atau subkultur

agama, tradisi-tradisi harus ditelaah kembali secara teratur untuk melihat relevansi

dan validitas tradisi-tradisi tersebut. Karena perubahan semakin cepat, tradisi-

tradisi harus direvisi dan disesuaikan dengan kondisi yang berubah pada zaman

teknologi yang menuju ke terciptanya suatu budaya dunia.

Etnografi komunikasi (ethnography of communication) merupakan

pengembangan dari etnografi berbahasa (ethnography of speaking) yang mula-

mula dikembangkan oleh Dell Hymes pada tahun 1962. Etnografi komunikasi

yang dimaksud adalah mengkaji peranan bahasa dalam perilaku komunikatif suatu
11

masyarakat, ..... yaitu cara-cara bagaimana bahasa dipergunakan dalam

masyarakat yang berbeda-beda kebudayaannya. Adapun etnografi berbahasa

menurut Hymes, mengkaji situasi dan penggunaan pola fungsi ”bicara” sebagai

salah satu kegiatan ...... misalnya, mengkaji tindak tutur yang rutin, khusus, ritual,

dan sebagainya. (Ibrahim, 1992 : v).

Penulis akan mencoba menggunakan konsep etnografi komunikasi dengan

unit-unit analis yang dikemukakan oleh Dell Hymes (1972), yaitu situasi

komunikatif, peristiwa dan tindak komunikatif dalam komunitas.

Situasi komunikatif adalah setting umum, seperti pesta. Situasi bisa tetap

sama walaupun lokasinya berubah, seperti dalam kereta, bus, atau mobil, atau

bisa berubah dalam lokasi yang sama apabila aktifitas-aktifitas yang berbeda

berlangsung pada saat yang berbeda.

Peristiwa komunikatif dimana bagian dari situasi komunikatif, contohnya

bagian dari percakapan. Sebuah peristiwa berakhir apabila terdapat perubahan

dalam partisipan utama dan setting, batasan antara peristiwa sering ditandai

dengan periode hening dan mungkin saja perubahan posisi tubuh.

Tindak Komunikatif adalah Pada umumnya bersifat konterminus dengan

fungsi interaksi tunggal, seperti pertanyaan referensial, permohonan atau perintah,

dan bisa bersifat verbal atau nonverbal. Misalnya, permohonan tidak saja

mengambil bentuk verbal tetapi juga bisa dinyatakan dengan memicingkan alis

mata dan wajah tampak ”meminta” atau dengan desahan panjang.

Pada etnografi komunikasi terdapat pemaknaan terhadap simbol-simbol

yang disampaikan secara nonverbal, sehingga menimbulkan sebuah interaksi


12

simbolik yang berguna untuk menerjemahkan arti dari simbol yang disampaikan

tersebut, sehingga komunikasi dapat berjalan dengan lancar.

Menurut Mead (dalam Mulyana, 2003 : 68). Interaksi simbolik adalah

suatu aktifitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau

pertukaran simbol yang diberi makna.

Sedang Weber (dalam Mulyana, 2003 : 61), menjelaskan bahwa. Interaksi

simbolik adalah sifat interaksi yang merupakan kegiatan sosial dinamis manusia.

Berdasarkan defenisi tersebut, maka kekhasan aktifitas yang dilakukan

manusia pada tradisi tepung tawar, dapat terlihat dari cara-cara yang dilakukan

oleh setiap orang yang akan menepung tawari, dimana mereka memberikan salam

dengan mengangkat kedua tangannya kepada orang yang akan ditepung tawari,

Apabila orang yang ditepung tawari lebih tua usianya atau berpangkat. Sementara

apabila orang yang ditepung tawari lebih muda usianya, maka yang ditepung

tawari mengangkat tangannya kepada orang yang menepung tawari sebagai tanda

penghormatan.

Interaksi Simbol merupakan hasil kreasi manusia dan sekaligus

menunjukkan tinggi kualitas budaya manusia dalam berkomunikasi dengan

sesamanya. Simbol dapat dinyatakan dalam bentuk bahasa lisan atau tertulis

(verbal) maupun melalui isyarat-isyarat tertentu (nonverbal). Simbol membawa

pernyataan dan diberi arti oleh penerima, karena itu memberi arti terhadap simbol

yang dipakai dalam berkomunikasi bukanlah hal yang mudah, melainkan suatu

persoalan yang cukup rumit.


13

Kita semua, saya, anda, teman-teman anda sering kali menggunakan

makna tanpa memikirkan makna itu sendiri. Pakar komunikasi sering

menyebutkan kata ‘makna’ ketika mereka merumuskan definisi komunikasi.

Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (1994: 6), misalnya, menyatakan, “komunikasi

adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau lebih”. Juga Judy C.

Person dan Pul E. Nelson (1979 : 3), ”komunikasi adalah proses memahami dan

berbagai makna”. (Sobur, 2003 : 255).

Makna sebagai kecenderungan (disposisi) total untuk menggunakan atau

bereaksi terhadap suatu bentuk bahasa. Terdapat banyak komponen dalam makna

yang dibangkitkan suatu kata atau kalimat (Brown dalam Mulyana, 2001 : 256)

1.9 Metode Penelitian dan Teknik Penelitian

1.9.1 Metode Penelitian

Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami

sesuatu dibalik fenomena yang sedikit belum diketahui. Metode ini dapat juga

digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit

diketahui.

Metode kualitatif yaitu jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak


diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Metode
ini dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu dibalik
fenomena yang sedikitpun belum diketahui. Dapat juga digunakan untuk
mendapatkan wawasan tentang suatu yang baru sedikit diketahui. (Strauss &
Corbin, 2003 : 4-5).
14

Sedangkan untuk pendekatannya akan digunakan etnografi.

Penelitian etnografi adalah kegiatan pengumpulan bahan keterangan atau


data yang dilakukan secara sistematik mengenai cara hidup serta berbagai
aktifitas sosial dan berbagai benda kebudayaan dari suatu masyarakat Model
etnografi juga merupakan penelitian untuk mendeskripsikan kebudayaan
sebagaimana adanya. Model ini berupaya mempelajari peristiwa kultural,
yang menyajikan pandangan hidup subjek sebagai objek studi. (Endaswara,
2006 : 207).

Tindak komunikatif merupakan makna yang ditimbulkan dari peristiwa

komunikatif, baik makna yang bersifat verbal ataupun makna nonverbal. Tindak

komunikatif mendapatkan statusnya dari konteks sosial, bentuk gramatikal dan

intonasinya. Tindak komunikatif mempunyai implikasi bentuk linguistik dan

norma-norma sosial.

1.9.2 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan, penulis menggunakan teknik-

teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Observasi

Observasi yaitu metode yang dipakai dengan jalan mengadakan

pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti. “Metode

observasi ialah metode untuk mempelajari gejala-gejala kejiwaan

orang lain dengan gaya pengamatan (observasi = pengamatan) di

segaja secara teliti dan sistematis” (Widjihardjo BP, 1991 : 27)


15

Penulis dalam menggunakan metode observasi tidak mempelajari

gejala-gejala kejiwaan orang lain, tetapi untuk memperoleh data-data

sebagai bahan dalam penulisan penelitian ini.

2. Wawancara

Metode wawancara/interview adalah suatu cara untuk mengumpulkan

data dengan mengajukan pertanyaan langsung dengan pihak yang

terkait pada masalah yang ada. Wawancara dapat digunakan untuk

mengumpulkan informasi yang tidak mungkin diperoleh lewat

observasi. Wawancara akan dilakukan kepada beberapa orang yang

berkaitan dengan penelitian ini.

Wawancara akan dilakukan kepada :

x Tuanku Luckman Sinar Basharshah II (64 tahun), selaku

Pemangku Adat Kesultanan Serdang di Medan.

x Dewi Uzaiyana Harid, S.Sos. (32 tahun), tokoh muda suku

Melayu Serdang di Medan.

x Nikman Hanifa Djauhari (29 tahun) dan Wardaniah (26 tahun),

pelaku tradisi tepung tawar suku Melayu Serdang di Medan.

3. Kepustakaan

Kepustakaan digunakan untuk menunjang penelitian, dimana penulis

mencari dan mengumpulkan data atau teori melalui berbagai macam

buku dan bacaan lain yang ada relevensinya dengan masalah yang

diteliti.
16

4. Dokumentasi

Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui

dokumen-dokumen diantaranya adalah foto (Usman, 2001 : 73).

1.10 Narasumber Penelitian

Pada penelitian ini penulis memerlukan narasumber yang berfungsi untuk

memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Narasumber

penelitian ini adalah :

x Tuanku Luckman Sinar Basharshah II (64 tahun), selaku Pemangku

Adat Kesultanan Serdang di Medan.

x Dewi Uzaiyana Harid, S.Sos. (32 tahun), tokoh muda suku Melayu

Serdang di Medan.

x Nikman Hanifa Djauhari (29 tahun) dan Wardaniah (26 tahun), pelaku

tradisi tepung tawar suku Melayu Serdang di Medan.

1.11 Langkah Penelitian

Adapun langkah–langkah penelitian yang penulis gunakan adalah sebagai

berikut (Faisal, 2005 : 29 – 34) :

1. Pemilihan dan analisis masalah yang akan diteliti

Tujuan suatu penelitian adalah untuk memecahkan atau menemukan

jawaban terhadap suatu masalah. Oleh karena itu, pada setiap


17

penelitian tahap pertamanya adalah menemukan atau memilih sesuatu

pokok masalah yang akan diteliti. Pokok masalah tersebut biasanya

tercermin dalam judul atau topik suatu penelitian.

Analisis masalah, juga sampai pada perincian fakta atau informasi

yang perlu dikumpulkan untuk dapat menjawab masalah, tujuan, atau

rincaian data apa saja yang akan dikumpulkan.

2. Penentuan strategi pemecahan masalah atau penentuan metodologi

penelitian yang akan digunakan

Pada tahap ini yang perlu ditentukan adalah (1) jenis, atau format

penelitian yang akan digunakan; (2) metode, sumber, dan alat

pengumpulan data, dan (3) strategi analisis data.

3. Pengumpulan data

Disini data dikumpulkan sesuai dengan sumber, metode, dan instrumen

pengumpulan data yang telah dinyatakan dalam tahap kedua.

4. Pengolahan, analisis, dan interpretasi data

Setelah data dikumpulkan, selanjutnya perlu diikuti kegiatan

pengolahan data (data processing). Analisis data menunjuk pada

kegiatan mengorganisasikan data ke dalam susunan–susunan tertentu

didalam rangka penginterpretasian data dan akhirnya diinterpretasikan

atau disimpulkan.

5. Penyusunan laporan penelitian

Pada laporan penelitian, peneliti mengkomunikasikan apa yang diteliti,

bagaimana meneliti, dan hasil penelitian yang temukan.


18

1.12 Organisasi Karangan

Organisasi karangan ini dibuat dengan maksud untuk memberikan

gambaran secara ringkas dan jelas mengenai isi dari setiap bab. Organisasi

karangan yang akan penulis sajikan adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, fokus

penelitian, pertanyaan penelitian, alasan pemilihan masalah,

pembatasan masalah, pengertian istilah, tujuan penelitian, kerangka

pikiran, metode penelitian dan teknik penelitian, narasumber

penelitian, langkah penelitian, dan organisasi karangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini membahas tentang pengertian komunikasi, pengertian

kebudayaan, pengertian tradisi, pengertian etnografi komunikasi,

pengertian simbol dan interaksi simbolik.

BAB III METODOLOGI DAN GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

Pada bab ini akan menguraikan tentang sasaran penelitian, lokasi

penelitian, pengertian kualitatif, sejarah melayu, dan asal usul tepung

tawar.

BAB IV PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis melakukan analisis data penelitian dan

menguraikannya secara etnografi.


19

BAB V PENUTUP

Pada bab ini berisi tentang hasil penelitian secara keseluruhan dalam

bentuk kesimpulan dan saran.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Komunikasi

Aktivitas berkomunikasi tidak lepas dari kehidupan manusia, Komunikasi

telah ada sejak manusia lahir, dan akan terus ada sepanjang manusia hidup. Kata

komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin

communis yang berarti sama, communico, communicatio, atau communicare yang

berarti membuat sama (Mulyana, 2002 : 41).

Dengan berkomunikasi memungkinkan terjadinya interaksi diantara

individu-individu. Proses interaksi yang terjadi disebabkan karena manusia tidak

dapat untuk tidak berkomunikasi, manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa

hidup sendiri dan selalu bergantung kepada orang lain, maka dalam hal ini

komunikasi berperan sebagai perantara dalam proses interaksi tersebut.

Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku

orang lain (Communication the process to modify the behavior of other

individuals). Dalam (Effendy, 1999: 10) Dari pengertian komunikasi tersebut

menunjukan bahwa komunikasi merupakan suatu proses yang dilakukan oleh dua

pihak yang terlibat yang bertujuan untuk mengubah perilaku pihak yang satu

sesuai dengan yang diinginkan oleh pihak yang lain.

Masih menurut Onong Uchjana Effendy (2000: 28) bahwa komunikasi

yaitu proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Pengertian

20
21

komunikasi tersebut menunjukan bahwa pada kegiatan komunikasi terdapat tiga

unsur yang paling penting yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan

yang lainnya. Ketiga unsur tersebut yaitu komunikator, pesan, dan komunikan.

Kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh komunikator (yang menyampaikan

pesan) dengan tujuan untuk mengubah sikap dan perilaku komunikan (yang

menerima pesan) dengan pesan-pesan yang disampaikan. Oleh karena itu agar

tujuan dari kegiatan komunikasi dapat tercapai sesuai dengan harapan kedua

pihak, maka kedua pihak tersebut hendaknya mampu menciptakan kondisi yang

dapat mempengaruhi suksesnya proses komunikasi.

Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang definisi komunikasi,

diantaranya, Theodore M. Newcomb, setiap tindakan komunikasi dipandang

sebagai transmisi informasi terdiri dari rangsangan yang diskriminatif dari sumber

kepada penerima. (Mulyana, 2002 : 62). Gerald R. Miller, komunikasi terjadi

ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat

yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima. Lain halnya Everestt M.

Rogers, komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada

suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

(Mulyana, 2002 : 62).

Dengan melihat definisi dari beberapa ahli, dapat dilihat adanya fungsi dan

manfaat yang sama dalam pengertian komunikasi. Kesamaan yang dapat diambil

dari definisi para ahli di atas adalah komunikasi merupakan sebuah informasi

yang dapat mengubah perilaku seseorang. Sedangkan hakikat komunikasi

menurut Effendy adalah, ”Proses pernyataan antar manusia, yang dinyatakan itu
22

adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan

bahasa sebagai alat penyalurnya”. (Effendy, 2003 : 28).

Komunikasi berarti proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada

komunikan. Komunikator berarti orang yang menyampaikan pesan, dan

komunikan adalah orang yang menerima pesan. Komunikasi sebagai proses,

karena komunikasi merupakan kegiatan yang ditandai dengan tindakan,

perubahan, pertukaran, dan perpindahan. Dan komunikasi adalah suatu proses

personal karena makna atau pemahaman yang kita peroleh pada dasarnya bersifat

pribadi (penafsiran pribadi). Oleh karena itu, komunikasi sangat dibutuhkan

dalam berbagai aspek kehidupan, diantaranya kehidupan berpolitik, ekonomi,

sosial dan budaya.

2.1.1 Unsur-Unsur Proses Komunikasi

Pada dasarnya unsur-unsur yang terdapat dalam proses komunikasi terbagi

menjadi tiga, yaitu komunikator, pesan dan komunikan. Namun ada beberapa

pendapat yang menyatakan bahwa unsur-unsur komunikasi lebih dari tiga hal

sebagaimana disebut diatas. Dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan tiga

unsur dasar proses komunikasi, yaitu komunikator, pesan dan komunikan.

2.1.1.1 Komunikator

Komunikator adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan

untuk berkomunikasi. (Mulyana, 2002 : 63). Kebutuhan yang dimaksud adalah


23

kebutuhan untuk menyampaikan informasi, menghibur, mengubah perilaku, dan

lainnya. Seorang individu, kelompok ataupun perusahaan bisa menjadi

komunikator. Untuk menyampaikan apa yang ada dalam hatinya (perasaan) atau

dalam kepalanya (pikiran), sumber harus mengubah perasaan atau pikiran tersebut

ke dalam seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang idealnya dipahami oleh

penerima pesan.

2.1.1.2 Pesan

Proses komunikasi yang kedua adalah pesan atau informasi yang

disampaikan komunikator. Pesan yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber

kepada penerima. Pesan bisa juga seperangkat simbol verbal dan atau nonverbal

yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud dari sumber tadi.(mulyana,

2002 : 63)

Pesan secara primer (primary process) adalah proses penyampaian pikiran

oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan suatu lambang

(symbol) sebagai media atau saluran. (Effendy, 2000 : 33). Pada umumnya

lambang adalah bahasa, tetapi dalam situasi-situasi komunikasi tertentu lambang-

lambang yang dipergunakan dapat berupa kial (gesture), yakni gerak anggota

tubuh, gambar, warna, dan lain sebagainya.

2.1.1.3 komunikan

Komunikan atau penerima (receiver), sering juga disebut sasaran tujuan

(destination), komunikate (communicate), penyandi balik (decoder) atau khalayak


24

(audience), pendengar (listener), penafsir (interpreter), yakni orang yang

menerima pesan dari sumber. (Mulyana, 2002 : 64).

Berdasarkan pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, persepsi,

pola pikir dan perasaan, penerima pesan ini menterjemahkan atau menafsirkan

seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang dia terima menjadi gagasan yang

dapat dipahami. Proses ini disebut penyandian balik (decoding).

2.2 Pengertian Etnografi Komunikasi

Etnografi komunikasi (ethnography of communication) merupakan

pengembangan dari etnografi berbahasa (ethnography of speaking) yang mula-

mula dikembangkan oleh Dell Hymes pada tahun 1962. Etnografi komunikasi

yang dimaksud adalah mengkaji peranan bahasa dalam perilaku komunikatif suatu

masyarakat, ... yaitu cara-cara bagaimana bahasa dipergunakan dalam masyarakat

yang berbeda-beda kebudayaannya. Adapun etnografi berbahasa menurut Hymes,

mengkaji situasi dan penggunaan pola fungsi ”bicara” sebagai salah satu kegiatan

... misalnya, mengkaji tindak tutur yang rutin, khusus, ritual, dan sebagainya.

(Ibrahim, 1992 : v).

Untuk mendeskripsikan dan menganalisis komunikasi, perlu untuk

menangani unit-unit deskrit aktifitas komunikasi yang memiliki batasan-batasan

yang bisa diketahui. Unit-unit analisis yang dikemukakan oleh Dell Hymes

(1972), antara lain :


25

1. Situasi Komunikatif, merupakan konteks terjadinya komunikasi.

Contohnya, gereja, pengadilan, pesta, lelang, kereta api, atau kelas

disekolahnya. Situasi bisa tetap sama walaupun lokasinya berubah, seperti

dalam kereta, bus, atau mobil, atau bisa berubah dalam lokasi yang sama

apabila aktifitas-aktifitas yang berbeda berlangsung di tempat itu pada saat

yang berbeda. Situasi yang sama bisa mempertahankan konfigurasi umum

yang konsisten pada aktifitas, ekologi yang sama di dalam komunikasi

yang terjadi, meskipun terdapat diversitas dalam interaksi yang terjadi

disana.

2. Peristiwa Komunikatif, merupakan unit dasar untuk tujuan deskriptif.

Sebuah peristiwa tertentu didefinisikan sebagai keseluruhan perangkat

komponen yang utuh, yang dimulai dengan tujuan umum komunikasi,

topik umum yang sama, dan melibatkan partisipan yang sama, yang secara

umum menggunakan varietas bahasa yang sama untuk interaksi, dalam

setting yang sama. Sebuah peristiwa berakhir apabila terdapat perubahan

dalam partisipan utama, misalnya perubahan posisi duduk atau suasana

hening.

Analisis peristiwa komunikatif dimulai dengan deskripsi

komponen-komponen penting, yaitu :

a. Genre, atau tipe peristiwa (misalnya, lelucon, cerita, ceramah, salam,

percakapan).

b. Topik, atau fokus referensi.


26

c. Tujuan atau fungsi, peristiwa secara umum dan dalam bentuk tujuan

interaksi partisipan secara individual.

d. Setting, termasuk lokasi, waktu, musim, dan aspek fisik situasi itu

(misalnya, besarnya ruang, tata letak perabot).

e. Partisipan, termasuk usianya, jenis kelamin, etnik, status sosial, atau

kategori lain yang relevan, dan hubungannya satu sama lain.

f. Bentuk Pesan, termasuk saluran vokal dan nonvokal, dan hakekat kode

yang digunakan (misalnya, bahasa yang mana, dan varietas yang

mana).

g. Isi pesan, atau referensi denotatif level permukaan, apa yang

dikomunikasikan.

h. Urutan tindakan, atau urutan tindak komunikatif atau tindak tutur,

termasuk alih giliran dan fenomena overlap percakapan.

i. Kaidah interaksi, atau properti apakah yang harus diobservasikan.

j. Norma-norma interpretasi, termasuk pengetahuan umum, presuposisi

kebudayaan yang relevan, atau pemahaman yang sama, yang

memungkinkan adanya inferensi tertentu yang harus dibuat, apa yang

harus dipahami secara harfiah, apa yang perlu diabaikan, dan lain-lain.

3. Tindak Komunikatif, pada umumnya bersifat konterminus dengan fungsi

interaksi tunggal, seperti peryataan referensial, permohonan, atau perintah,

dan bisa bersifat verbal atau nonverbal. Urutan tindak komunikatif bisa
27

diprediksi mencakup seruan, pujian, merendahkan diri, syukur, perintah.

(Ibrahim, 1992 : 35 – 39).

2.3 Pengertian Kebudayaan

Adapun beberapa ahli yang memberikan defenisi tentang kebudayaan

secara sistematis, diantaranya adalah E.B Taylor, yang menjelaskana bahwa

kebudayaan adalah keseluruhan komplek, yang di dalamnya terkandung ilmu

pengetahuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota

masyarakat. Berbeda dengan pernyataan diatas, R.Linton, mengartikan

kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku dan hasil tingkah laku, yang

unsur-unsur pembentukannya didukung oleh anggota masyarakat tertentu.

Sementara itu ahli dari Indonesia juga ikut menyumbang pendapatnya tentang

pengertian kebudayaan, yaitu Prof. Dr. Koentjaraningrat, menurutnya kebudayaan

adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh

tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan semuanya tersusun dalam

kehidupan masyarakat.

(Widagdho, 2001 : 19).

Kebudayaan dapat berarti simpanan akumulatif dari pengetahuan,

pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, pilihan waktu,

peranan, relasi ruang, konsep yang luas, dan objek material atau kepemilikan yang

dimiliki dan dipertahankan oleh sekelompok orang atau suatu generasi. Dengan

demikian pula kebudayaan bisa berarti sistem pengetahuan yang dipertukarkan

oleh sejumlah orang dalam sebuah kelompok yang besar (Gudykunst dan Kim,
28

1992). Bahkan lebih tegas lagi Edward T. Hall mengatakan bahwa kebudayaan

adalah komunikasi dan komunikasi adalah kebudayaan (Edward T. Hall, 1981).

Kebudayaan telah dipelajari dan didefinisikan dengan berbagai cara oleh

banyak ahli yang berasal dari berbagai disiplin. Adler (1997 : 15) mengajukan

sintetis bahwa meskipun ada banyak definisi, namun kebudayaan itu sebenarnya

segala sesuatu yang dimiliki bersama oleh seluruh atau sebagian anggota

kelompok sosial. Segala sesuatu yang coba dialihkan oleh anggota tertua dari

sebuah kelompok kepada anggota yang muda. Segala sesuatu (dalam kasus ini

misalnya moral, hukum, adat istiadat) yang mempengaruhi perilaku atau

membentuk struktur persepsi kita tentang dunia.

Kebudayaaan dapat diartikan sebagai :

1. Cultivation (pengolahan, penanaman) atau tillage (pengusahaan tanah)

(catatan : dua istilah ini merupakan konsep pertanian);

2. Kegiatan untuk mengembangkan pilihan peningkatan pendidikan dan

moral, misalnya melalui pendidikan;

3. Pendamping ahli dan pelatihan;

4. Pencerahan dan peningkatan mutu rasa melalui pencarian dan pelatihan

intelektual dan estetika, berkenaan dengan perasaan melalui seni, aspek-

aspek kemanusiaan dari keilmuan yang diperoleh dari pelatihan

keterampilan atau pekerjaaan;

5. Integrasi pola-pola pengetahuan manusia, kepercayaan, dan perilaku, yang

tergantung pada kapasitas manusia untuk mempelajari dan mengalihkan

pengetahuan bagi generasi lain, memperkuat kepercayaan, membentuk


29

sosial dan unsur-unsur material dari sebuah ras, agama, atau kelompok

sosial.

Iris Varner dan Linda Beamer (dalam Liliweri, 2003 : 9-8).

Kebudayaan itu meliputi semua aspek kehidupan kita setiap hari, terutama

pandangan hidup-apa pun bentuknya-baik itu mitos maupun sistem nilai dalam

masyarakat. (Levo-Henriksson, 1994). Roos (1986 : 155) melihat kebudayaan

sebagai sistem gaya hidup dan ia merupakan faktor utama (common dominator)

bagi pembentukan gaya hidup.

2.3.1 Budaya

Budaya merupakan cara berpikir dan cara berperilaku yang menjadi ciri

khas suatu bangsa atau masyarakat tertentu. Dan budaya itu meliputi bahasa, ilmu

pengetahuan, kepercayaan atau agama, hukum adat dan berbagai larangan yang

ada. Jadi pada intinya budaya sebagai gaya hidup atau kebiasaan masyarakat

tertentu yang tetap dijaga kelestariannya.

Dari segi Etimologi, kata ”budaya” berasal dari kata sasekerta buddayah,

yaitu berbentuk jamak dari buddhi yang berarti ”budi” atau ”akal”. Dengan

demikian budaya dapat diartikan, hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Intinya

budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa, dan rasa. Adapun kata

culture, yang merupakan kata asing yang sama artinya dengan budaya, berasal

dari kata latin colere yang berarti ”mengolah, mengerjakan” terutama mengolah

tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang arti culture sebagai ”segala daya
30

upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah alam”.

Koentjaraningrat, 1989 : 181).

2.3.2 Tradisi

Tradisi merupakan sebuah adat kebiasaan yang diwariskan oleh manusia,

Tradisi merupakan suatu aspek budaya yang sangat penting yang dapat

diekspresikan dalam kebiasaan-kebiasaan tak tertulis, pantangan-pantangan dan

sanksi-sanksi. Tradisi dapat mempengaruhi suatu bangsa tentang apa yang

merupakan perilaku dan prosedur yang layak berkenaan dengan makanan,

pakaian, apa yang berharga, apa yang harus dihindari atau diabaikan (Philip R.

Harris & Robert T. Moran dalam Mulyana & Rakhmat, 1996:69). Maka

kebudayaan terbagi menjadi dua, yaitu kebudayaan material (bersifat jasmaniah),

yang meliputi benda-benda ciptaan manusia, misalnya : alat-alat perlengkapan

hidup. Kedua kebudayaan non material (bersifat rohaniah), yaitu semua hal yang

tidak dapat diraba dan dilihat, misalnya : religi, bahasa, ilmu pengetahuan.

(Widagdho, 2001 : 21).

Tradisi-tradisi melengkapi masyarakat dengan suatu “tatanan mental”

yang memiliki pengaruh kuat atas sistem moral mereka untuk menilai apa yang

benar atau salah, baik atau buruk, menyenangkan atau tidak menyenangkan.

Tradisi-tradisi mengekspresikan suatu budaya, memberi anggota-anggotanya

suatu rasa memiliki dan keunikan. Namun terlepas dari apakah orang berbicara

tentang suatu budaya suku atau budaya bangsa, subkultur militer atau subkultur

agama, tradisi-tradisi harus ditelaah kembali secara teratur untuk melihat relevansi
31

dan validitas tradisi-tradisi tersebut. Karena perubahan semakin cepat, tradisi-

tradisi harus direvisi dan disesuaikan dengan kondisi yang berubah pada zaman

teknologi yang menuju ke terciptanya suatu budaya dunia.

2.3.3 Hubungan Komunikasi dan Budaya

Budaya dan Komunikasi saling berhubungan, dan tidak bisa dipisahkan.

Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi

pun turut menentukan, memelihara, atau mewariskan budaya. Dalam buku

komunikasi Antar Budaya Deddy Mulyana, Edward T. Hall (1959 : vi),

mengatakan bahwa culture is communication and communication is culture.

Kebudayaan merupakan kebiasaan manusia, dan kebiasaan itu bisa berupa

ilmu pengetahuan, bahasa, adat istiadat dan nilai-nilai budaya masyarakat tertentu.

Manusia menggunakan bahasa, baik lisan (lambang vocal) maupun tertulis untuk

berkomunikasi antar manusia. Cara-cara berkomunikasi, keadaan-keadaan

komunikasi kita, bahasa dan gaya bahasa yang kita gunakan, dan perilaku-

perilaku nonverbal kita, semua itu terutama merupakan respon terhadap dan

fungsi budaya kita. Komunikasi itu terikat oleh budaya, sebagaimana budaya

berbeda antara satu dengan yang lainnya, maka praktik dan perilaku komunikasi

individu-individu yang diasuh dalam budaya-budaya tersebut pun akan berbeda

pula.

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks,

abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.

Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial


32

manusia. Beberapa unsur sosio-budaya yang berhubungan dengan persepsi, proses

verbal dan proses non verbal. Unsur-unsur sosio-budaya ini merupakan bagian-

bagian dari komunikasi. (Mulyana, 2001 : 25).

Dalam masyarakat jika terjadi interaksi sosial, maka akan terlihat identitas

sosial, pribadi, kelompok yang terwakili bila terjadi komunikasi baik secara

individual maupun kelompok. Budaya merupakan landasan komunikasi, bila

budaya beraneka ragam, maka beraneka ragam pula praktek-praktek

komunikasinya. Dan komunikasi diperlukan untuk menjebatani pertukaran

informasi antar budaya.

2.4 Interaksi Simbolik

2.4.1 Pengertian Interaksi Simbolik

Istilah ini diperkenalkan oleh Herbert Blumer (1969). Dalam lingkup

sosiologi, ide ini terlebih dahulu telah dikemukakan George Herbert Mead yang

kemudian dimodifikasi Blumer guna mencapai tujuan tertentu. Teori ini memiliki

ide yang baik, tetapi tidak terlalu dalam dan spesifik sebagaimana diajukan Mead.

Interaksi simbolik adalah suatu aktifitas yang merupakan ciri khas

manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. (Mead

dalam Mulyana, 2003 : 68).

Interaksi simbolik adalah sifat interaksi yang merupakan kegiatan sosial

dinamis manusia. (Weber dalam Mulyana, 2003 : 61).


33

Ciri-ciri interaksi simbolik adalah pada konteks simbol, sebab mereka

mencoba mengerti makna atau maksud dari suatu aksi yang dilakukan antara yang

satu dengan yang lain. Dalam berinteraksi orang belajar untuk memahami simbol-

simbol dan berusaha menggunakannya sehingga mampu memahaminya (Blumer

dalam Basrowi, 2002 ; 136).

Sebagaimana halnya terdapat pada prosesi tradisi tepung tawar ini terdapat

benda-benda ataupun ramuan-ramuan yang dijadikan simbol penyampaian doa

dan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dimana benda ataupun ramuan

yang digunakan pada tradisi tersebut disampaikan pada orang yang ditepung

tawari secara bergantian oleh keluarga dan juga orang-orang terdekat dengan

orang yang ditepung tawari. Seperti : teman, kerabat, tetangga, dan lain-lain.

Sehingga terjadilah interaksi simbolik yang berbeda-beda yang sampaikan pada

orang yang ditepung tawari, walaupun inti dari tepung tawar itu sendiri adalah

penyampaian doa dan rasa syukur dari orang yang menepung tawari kepada orang

yang ditepung tawari.

Mengacu pada pendapat Charon (dalam Ritzer & Goodman, 2004 : 292),

maka simbol adalah objek sosial yang diapakai untuk mempresentasikan atau

menggantikan apapun yang disetujui orang yang akan mereka representasikan.

Menurut Jerome Manis dan Bernard Meltzer terdapat tujuh proposisi

umum yang mendasari pemikiran interaksi simbolik, yaitu :

1. Bahwa tingkah laku dan interaksi antar manusia dilakukan melalui

perantara lambang-lambang yang mengandung arti.


34

2. Orang menjadi manusiawi setelah berinteraksi dengan orang-orang

lainnya.

3. Bahwa masyarakat merupakan himpunan dari orang-orang yang

berinteraksi.

4. Bahwa manusia secara sukarela aktif membentuk tingkah lakunya sendiri.

5. Bahwa kesadaran atau proses berpikir seseorang melibatkan proses

interaksi dalam dirinya.

6. Bahwa manusia membangun tingkah lakunya dalam melakukan tindakan-

tindakannya.

7. Bahwa untuk memahami tingkah laku manusia diperlukan penelaahan

tentang tingkah laku / perbuatan yang tersembunyi.

(Sendjaja, 1980 ; 33).

2.4.2 Simbol

Simbol merupakan hasil kreasi manusia dan sekaligus menunjukkan tinggi

kualitas budaya manusia dalam berkomunikasi dengan sesamanya. Simbol dapat

dinyatakan dalam bentuk bahasa lisan atau tertulis (verbal) maupun melalui

isyarat-isyarat tertentu (nonverbal). Simbol membawa pernyataan dan diberi arti

oleh penerima, karena itu memberi arti terhadap simbol yang dipakai dalam

berkomunikasi bukanlah hal yang mudah, melainkan suatu persoalan yang cukup

rumit.

Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah kebutuhan simbolisasi atau


penggunaan lambang. Manusia memang satu-satunya hewan yang
menggunakan lambang dan itulah yang membedakan manusia dengan
makhluk lainnya (Susanne K. Langer dalam Mulyana, 2002 : 83).
35

Proses pemberian makna terhadap simbol-simbol yang digunakan dalam

berkomunikasi, selain dipengaruhi faktor budaya, juga faktor psikologis, terutama

pada saat pesan di decode oleh penerima. Sebuah pesan yang disampaikan dengan

simbol yang sama, bisa saja berbeda arti bilamana individu yang menerima pesan

itu berbeda dalam kerangka berpikir dan kerangka pengalaman.

Lambang atau simbol adalah suatu yang digunakan untuk menunjuk

sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Ernest Cassier

mengatakan bahwa keunggulan manusia atas makhluk lainnya adalah

keistimewaan mereka sebagai animal symbolicium.


36

BAB III

METODOLOGI DAN GAMBARAN UMUM

OBJEK PENELITIAN

3.1 Sasaran Penelitian

Sasaran penelitian adalah tradisi tepung tawar pada suku Melayu Serdang

di Medan, Provinsi Sumatera Utara. Tradisi tepung tawar merupakan sebuah

tradisi yang dilakukan pada saat seperti perkawinan, khitanan, naik haji dan lain-

lain. Yang pada intinya tradisi tepung tawar adalah sebuah tradisi yang dilakukan

sebagai unkapan rasa syukur atas Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga tradisi ini

biasa dilakukan oleh masyarakat suku Melayu Serdang.

3.2 Lokasi penelitian

Lokasi penelitian tepatnya berada di Kota Medan, Provinsi Sumatera

Utara.

3.3 Pengertian Penelitian Kualitatif

Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami

sesuatu dibalik fenomena yang sedikit belum diketahui. Metode ini dapat juga

digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit

diketahui.

Metode kualitatif yaitu jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak


diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Metode
ini dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu dibalik
fenomena yang sedikitpun belum diketahui. Dapat juga digunakan untuk
37

mendapatkan wawasan tentang suatu yang baru sedikit diketahui. (Strauss


& Corbin, 2003 : 4-5).

David Williams (1995) menulis bahwa penelitian kualitatif adalah

pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode

alamiah dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah.

Qualitative research adalah penelitian yang menghasilkan penemuan-


penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur
statistik atau dengan cara kuantifikasi lainnya, penelitian kualitatif dapat
digunakan untuk meneliti kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku,
fungsionalisasi organisasi, pergerakan-pergerakan sosial, atau hubungan
kekerabatan. (Strauss dan Corbin dalam Basrowi, 2002 : 1).

Penelitian kualitatif adalah salah satu penelitian yang menghasilkan data


deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati.
Melalui penelitian kualitatif, peneliti dapat mengenali sibjek dan merasakan
apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. (Bogdan dan Taylor
dalam Basrowi, 2002 : 1).

Penelitian kualitatif dari sisi definisi lainnya dikemukakan bahwa hal itu

merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah

dan memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku individu atau

sekelompok orang.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami


fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
(Moleong, 2006 : 6).

Penelitian kualitatif lainnyamengutamakan penjelasan yang cermat dalam

melakukan analisis dan menyajikan temuan-temuan mereka. Disini prinsipnya

adalah menjelaskan secara akurat tentang hal yang diteliti.


38

3.3.1 Fungsi dan Pemanfaatan penelitian Kualitatif

Penelitian kualitatif dimanfaatkan untuk keperluan :

x Pada penelitian awal dimana subjek penelitian didefinisikan secara baik

dan kurang dipahami.

x Memehami isu-isu rumit suatu proses.

x Untuk keperluan evaluasi.

x Untuk meneliti latar belakang fenomena yang tidak dapat diteliti melalui

penelitian kuantitatif.

x Digunakan untuk meneliti tentang hal-hal yang berkaitan dengan latar

belakang subjek penelitian.

x Digunakan untuk dapat lebih memahami setiap fenomena yang sampai

sekarang belum diketahui.

x Digunakan oleh peneliti yang bermaksud meneliti sesuatu secara

mendalam.

x Digunakan oleh peneliti yang berkeinginan untuk menggunakan hal-hal

yang belum banyak diketahui ilmu pengetahuan.

x Dimanfaatkan oleh peneliti yang ingin meneliti sesuatu dari segi

prosesnya.

(Moleong, 2006 : 7).


39

3.3.2 Karakteristik Penelitian kualitatif

1. Latar Alamiah

Penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah atau pada

konteks dari suatu keutuhan.

Peneliti akan memasuki dan melibatkan sebagian waktunya untuk ikut

melihat tradisi tepung tawar dilaksanakan, seperti upacara-upacara

pernikahan, khitanan, naik haji, aqiqah, dll, langsung pada prosesi tesebut

dilakukan, dengan berinteraksi langsung dengan pelaku-pelaku tepung

tawar tersebut.

2. Manusia Sebagai Alat (instrumen)

Dalam penelitian kualitatif, penulis sendiri atau dengan bantuan orang lain

merupakan alat pengumpul data utama. Hal itu dilakukan karena, juka

memanfaatkan alat yang bukan manusia dan mempersiapkan dirinya

terlebih dahulu sebagai yang lazim digunakan dalam penelitian klasik,

maka sangatlah tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap

kenyataan-kenyataan yang ada dilapangan.

Dalam hal ini peneliti pada situs penelitian dan mengikuti secara aktif

kegiatan yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan pada tradisi

tepung tawar. Peneliti disini berusaha untuk berempati dengan para pelaku

tradisi tepung tawar, sehingga dapat mengetahui lebih dalam lagi

mengenai kehidupan mereka.


40

Peneliti juga banyak mendapatkan informasi yang tentunya sangat

membantu sebagai data penelitian misalnya : mengenai proses tepung

tawar, ramuan-ramuan yang digunakan pada tepung tawar, dan

sebagainya.

3. MetodeKualitatif

Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan,

wawancara, atau penelaahan dokumen. Metode kualitatif ini digunakan

karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif

lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode

ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan

responden. Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan

diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhada pola-pola nilai

yang dihadapi.

Dalam hal ini peneliti langsung mengadakan pengamatan dengan

mengikuti proses tradisi tepung tawar, melihat dan merasakan bagaimana

tradisi tersebut berlangsung atau dilaksanakan. Ternyata dalam tradisi

tepung tawar, banyak terdapat ramuan-ramuan yang digunakan sebagai

simbol doa yang diberikan kepada orang yang ditepung tawari. Penepung

tawaran dilakukan disebuah tempat yang sudah disediakan seperti

pelaminan. Tradisi tepung tawar dilakukan oleh keluarga dan juga para

handai taulan yang kenal ataupun memiliki hubungan dengan orang yang

akan ditepung tawari. Wawancara juga dilakukan pada dua orang pelaku

tepung tawar dan juga empat orang yang menepung tawari. Peneliti
41

berusaha untuk lebih kenal mereka agar jika melakukan wawancara,

pelaku taupun orang yang menepung tawari tidak merasa canggung.

4. Deskriptif

Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan

angka-angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif.

Selaun itu, semua yang dikumpulkan bermungkinan menjadi kunci

terhadap apa yang sudah diteliti.

Dengan demikian, laporan peneliti berupa kutipan-kutipan data untuk

memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin

berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi

dan dokumen resmi lainnya.

5. Lebih Mementingkan Proses Daripada Hasil

Penelitian kulalitatif lebih banyak mementingkan segi proses dari pada

hasil. Hal ini disebabkan oleh hubungan bagian-bagian yang sedang diteliti

akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses. Dengan kata lain,

peranan proses dalam penelitian kualitatif besar sekali.

Karena peneliti turun langsung kelapangan pada saat prosesi tepung tawar

berlangsung, disini peneliti merasakan bagaimana prosesi tradisi tepung

tawar tersebut berjalan dengan suasana yang hikmat dan penuh dengan

rasa suka cita. Doa-doa yang dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,

ditujukan penuh kepada orang yang ditepung tawari demi kesejah teraan

hidupnya.
42

6. Adanya batas yang Ditentukan Oleh Fokus

Peneliti kualitatif menghendaki ditetapkan adanya batas dalam penelitian

atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian. Hal

tersebut disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, batas menentukan

kenyataan jamak yang kemudian mempertajam fokus. Kedua, penetapan

fokus dapat lebih dekat dihubungkan oleh interaksi antara peneliti dan

fokus. Dengan kata lain, bagaimanapun, penetapan fokus yang sebagai

pokok masalah penelitian penting artinya dalam usaha menemukan batas

penelitian. Dengan hal itu dapatlah peneliti menemukan lokasi penelitian.

7. Desain yang Bersifat Sementara

Penelitian kualitatif menyusun desain yang secara terus-menerus

disesuaikan dengan kenyataan dilapangan. Hasil itu disebabkan oleh

bebrapa hal. Pertama, tidak dapat dibayangkan sebelumnya tentang

keadaan di lapangan. Kedua, tidak dapat diramalkan sebelumnya apa yang

akan berubah karena hal itu akan terjadi dalam interaksi antara peneliti

dengan kenyataan. Ketiga, bermacam-macam sistem nilai yang terkait

berhubungan dengan cara yang tidak dapat diramalkan.

8. Hasil Penelitian Dirundingkan dan Disepakati Bersama

Penelitian kualitatif lebih menghendaki agar pengertian dan hasil

interpretasi yang diperoleh dirundingkan dan disepakati oleh manusia yang

dijadikan sumber data.


43

3.3.3 Ciri-ciri Metode Kualitatif

Ciri-ciri metode kualitatif adalah seperti berikut ini :

1. Sumber data berada dalam situasi yang wajar (natural setting), tidak

dimanipulasi oleh angket dan tidak dibuat-buat sebagai kelompok

eksperimen.

2. Laporannya sangat deskriptif.

3. Mengutamakan peroses dan produk.

4. Peneliti sebagai instrumen penelitian.

5. Mencari makna, dipandang dari pikiran dan perasaan responden.

6. Mementingkan data langsung (tangan pertama), oleh sebab itu

pengumpulan datanya mengutamakan observasi partisipasi, wawancara

dan dokumentasi.

7. Mengutamakan trigulasi, yaitu memeriksakan kebenaran data yang

diperoleh kepada pihak lain.

8. Menonjolkan rincian yang kontekstual, yaitu menguraikan sesuatu secara

rinci tidak terkotak-kotak.

9. Subjek yang diteliti dianggap berkedudukan yang sama dengan peneliti,

peneliti bahkan belajar kepada respodennya.

10. Mengutamakan perspektif emic, yaitu memeriksa data mentah, analisis

dan kesimpulan kepada pihak lain, biasanya pembimbing.

11. Sampel dipilih secara purposif.

12. Menggunakan audit trail yaitu memeriksa data mentah, analisis dan

kesimpulan kepada pihak lain, biasanya pembimbing.


44

13. Partisipasi peneliti tidak mengganggu natulral setting.

14. Analisis data yang dilakukan sejak awal sampai penelitian berakhir.

(Usman & Setiady, 2001 : 90).

3.4 Etnografi

Etnografi merupakan kegiatan pengumpulan bahan keterangan atau data

yang dilakukan secara sistematik mengenai cara hidup serta berbagai aktivitas

sosial dan berbagai benda kebudayaan dari suatu masyarakat. Berbagai peristiwa

dan kejadian unik dari komunitas budaya akan menarik perhatian peneliti

etnografi.

Pengertian istilah etnografi dalam Endaswara, 2006 : 208 :

Berasal dari kata ethno (bangsa) dan graphy (menguraikan atau


menggambarkan). Jadi etnografi adalah ragam pemaparan penelitian
budaya untuk memahami cara orang-orang berinteraksi dan bekerjasama
melalui fenomena yang teramati dalam kehidupan. Etnografi dituntut
untuk mendeskripsikan budaya dan tradisi yang ada.

Penelitian etnografi untuk mendeskripsikan kebudayaan sebagaimana

adanya. Penelitian ini berupaya mempelajari peristiwa kultural, yang menyajikan

pandangan hidup subjek danobjek studi. Studi ini terkait bagaimana subjek

berpikir, hidup, dan berperilaku. Tentusaja perlu dipilih peristiwa yang unik yang

jarang teramati oleh kebanyakan orang.

Suku Melayu Serdang belum banyak diketahui, apalagi adat istiadatnya

seperti tradisi tepung tawar yang dapat dikatakan unik. Yang diamati dalam tradisi
45

tepung tawar ini adalah bagaimana tatacara dan makna dari ramuan-ramuan yang

digunakan dalam tradisi tersebut, yang merupakan simbol dari doa-doa yang

ditujukan kepada Allah SWT sebgai wujud rasa syukur atas rahmat dan hidayah

yang telah diberikan. Peneliti mencoba untuk meelaah bagaimana tradisi ini

berlangsung, dan semua itu termasuk dalam penelitian etnografi.

Penelitian etnografi mengandalkan atau berpegang pada hasil pengamatan

sendiri atau pengamatan langsung. Dan mengandalkan informasi dari orang laun

atau narasumber merupakan hal yang wajib dilakukan oleh peneliti etnografi.

Keterangan yang diambil dari narasumber kemudian dicocokkan dengan hasil

pengamatan sendiri.

Etnografi juga mempelajari dinamika kebudayaan, bagaimana kebudayaan

berkembang dan berubah dan bagaimana kebudayaan tersebut dan kebudayaan

lain saling mempengaruhi termasuk juga interaksi antara berbagai kepercayaan

dan cara-cara melaksanakan di dalam suatu kebudayaan dan efeknya pada

kepribadian seseorang. Unsur-unsur kebudayaan bersifat universal, maka dapat

diperkirakan bahwa kebudayaan suku bangsa yang menjadi perhatian pasti

mengandung unsur adat istiadat, pranata-pranata sosial dan benda-benda

kebudayaan. Bahasa juga merupakan unsur terpenting dalam berbudaya, karena

bahasa dalam keseharian berbudaya komunikasi verbal yang digunakan adalah

menggunakan bahasa.

Pola-pola kelakuan seperti perkawinan, struktur kekerabatan sistem politik

dan ekonomi, agama, cerita-cerita rakyat, kesenian, musik dan bagaimana

perbedaan di antara pola-pola dalam masyarakat pada masa ini juga dipelajari
46

dalam etnografi. Dengan adanya penelitian etnografi maka akan terlihat jelas

perbedaan-perbedaan di antara sekian banyak kebudayaan Indonesia.

3.5 Sejarah Melayu

Menurut berita yang ditulis di dalam Kronik Dinasti T’ang di Cina, sudah

ada tertulis nama kerajaan di Sumatera “MO-LO-YUE”, ditulis dalam aksara dan

logat Cina. Penulisannya pada tahun 644 dan 645 Masehi. Hal ini sesuai dengan

peristiwa perjalanan seorang pendeta Budha Cina bernama I-TSING ke India.

Dinyatakan bahwa ia pernah bermukim di Sriwijaya (“She-li-fo-she”) untuk

belajar bahasa Sansekerta selama 6 bulan. Selama 6 bulan pula sebelum berangkat

ke Kedah dan ke India. Dalam perjalanan pulang ke Cina di tahun 685-M ia

singgah lagi di MO-LO-YUE yang disebutnya……yang sekarang sudah menjadi

She-li-fo-she.

Di abad ke 18-M orang barat, terutama belanda dan Inggris yang mulai

aktif di Nusantara, menganggap semua penduduk Nusantara dan Semenanjung

Malaya karena warna kulit dan profil tubuhnya hamper sama serta bisa mengerti

Bahasa Melayu selaku Lingua Franca, menyebut bangsa pribumi ini dengan nama

“BANGSA MELAYU”.

Definisi “Melayu” sejak peng-Islamannya diabad ke 15 M, adalah

dikemukakan oleh pengusaha colonial Belanda dan Inggris serta para sarjana

asing. Seseorang disebut Melayu apabila beragama Islam, berbahasa Melayu

sehari-hari dan beradat-istiadat Melayu. Adapun Adat Melayu itu “Adat bersendi
47

syarak, syarak bersendi kitabullah”. Jadi orang Melayu itu adalah etnis secara

cultural (budaya), dan bukan harus secara genealogis (persamaan darah turunan).

Dari Melayu Kuno muncullah Melayu Klasik. Dokumentasi yang ada

tidak dapat menjelaskan dengan rinci hubungan antara keduanya. Namun yang

pasti bahasa Melayu kuno berasal dari kebudayaan Buddha dan Melayu klasik dan

menjadi bahasa yang digunakan dalam kebudayaan Islam. Seiring dengan

berkembangnya agama Islam dimulai dari Aceh pada abad XIV, bahasa Melayu

klasik terlihat lebih berkembang dan mendominasi sampai pada tahap di mana

ekspresi “Masuk Melayu” berarti masuk Islam.

Pada dasarnya, kata “Islam” dan “Melayu” tentu saja merujuk pada dua

makna yang berbeda: yang pertama, merujuk pada sebuah tatanan dengan

sekumpulan nilai yang diyakini oleh pemeluknya sebagai way of life. Sementara

yang kedua, Melayu, berarti sebuah komunitas di wilayah tertentu, di mana

Indonesia berada di dalamnya. Karenanya, yang disebut sebagai masyarakat

Melayu adalah mereka yang menjadi bagian dari komunitas di wilayah dimaksud.

Dalam perkembangannya, Islam dan Melayu menjadi dua kata yang sering

harus berjalan beriringan; Islam menjadi bagian dari kehidupan masyarakat

Melayu, sebaliknya masyarakat Melayu juga menjadi sangat identik dengan

Islam. Bagi komunitas Melayu, hal ini terefleksikan dalam satu slogan: “masuk

Islam berarti menjadi Melayu”, atau dengan ungkapan lain: “menjadi Melayu

berarti menjadi Muslim”. Slogan ini demikian mengakar di kalangan masyarakat

Melayu, sehingga nilai-nilai yang diproduksi oleh Islam niscaya dengan

sendirinya akan banyak melandasi perumusan nilai-nilai kehidupan dan perilaku


48

masyarakat Melayu, tak terkecuali dalam mengekspresikan gagasan-gagasan

tentang politik, seperti konsep kekuasaan, penguasa atau raja, hubungan penguasa

dengan rakyat, serta hal-hal lain yang berada dalam ranah politik.

Kultur Melayu (“Melayu” bukan kata benda, tapi kata sifat) pada dasarnya

merupakan sebuah konsep historis. Ia tumbuh dan berkembang sejalan dengan

dinamika sejarah. Ia merupakan sebuah paradigma kultural yang mempertahankan

konstalasi nilai-nilai yang dipegang teguh oleh masyarakat di Dunia Melayu.

Selain perbedaan-perbedaan internalnya, dan juga perbedaan pengalaman historis

serta pengalaman intervensi pihak luar terhadapnya, konsep “Kemelayuan”

sebagai sebuah paradigma kultural menunjukkan kedekatan pada beberapa ciri

dasar kultural yang serupa.

Perhatian yang muncul kembali terhadap kultur Dunia Melayu, tidak harus

ditafsirkan sebagai sebuah gerakan politik yang dapat mempersoalkan legitimasi

politik negara-bangsa yang ada. Fenomena tersebut pertama harus dilihat sebagai

keinginan untuk “mendekonstruksi” keberlangsungan validitas konstruksi kolonial

tentang berbagai realitas, yang telah memecah belah kultur Dunia Melayu. Ia

merupakan suatu perbaikan dari diskursus kolonial tentang Dunia Melayu. Ia juga

merupakan suatu upaya untuk menemukan kembali –atau, mungkin,

menyembunyikan- ciri-ciri kultural yang hilang, yang pada masa lalu telah

menciptakan “Melayu” sebagai sebuah dunia kultural, politik, dan ekonomi yang

dinamis. Walaupun masa lalu boleh jadi telah memberikan suatu yang dapat

dibanggakan, persoalan-persoalan masa kini dan tantangan-tantangan masa depan

tetap memerlukan perhatian utama.


49

3.5.1 Ritme Sejarah

Terdapat masa-masa ketika Dunia Melayu memperlihatkan pikiran-

pikirannya yang paling kreatif. Yaitu masa-masa tatkala mereka secara geografis

mengeksplorasi dunia, secara intelektual melakukan investigasi tentang watak

manusia, dan secara spiritual merenungkan tentang hubungan antara Sang

Pencipta dan makhluk ciptaan-Nya. Itulah episode-episode romantis dalam

sejarah kebudayaan Melayu. Abad ke-17 adalah salah satu dari periode tersebut.

Ada pula masa-masa ketika otoritas yang terlembagakan dan kekuasaan

yang mapan menjadi makin peduli dengan upaya memelihara struktur dan

orientasi budaya yang ada, yang mereka kira terbukti “benar” di masa lalu. Pada

kenyataannya lebih dari itu, impuls-impuls romantis cenderung melontarkan

pertanyaan-pertanyaan yang tak tabu untuk dikemukakan. Sekali pertanyaan-

pertanyaan itu diangkat, legitimasi politik dan landasan budaya, bahkan moral,

otoritas-otoritas yang mapan –apakah itu berbasiskan agama atau adat, atau yang

paling sering berbasiskan keduanya- kekuasaan yang terlarang bisa berada dalam

bahaya. Itulah masa-masa ketika orientasi budaya klasik dianggap sebagai satu-

satunya sikap yang benar. Baik dipertahankan atas nama kesucian agama atau

adat, sikap budaya hegemonik, alih-alih eksplorasi ide-ide, telah menjadi sebutan

bagi permainan tersebut.

Apabila penetrasi kolonial secara tak langsung membangkitkan kekuasaan,

yang menekan impuls-impuls romantis, maka dominasi kolonial cenderung

menghidupkan kecenderungan-kecenderungan budaya klasik. Konflik internal

budaya sewaktu-waktu dapat meletus manakala impuls-impuls romantis tidak


50

dapat lagi dikandung oleh otoritas-otoritas yang mapan. Itulah, sebagai contoh,

masa ketika gerakan modernis Islam mulai menyerukan ijtihad, kecenderungan

sastra baru memperkenalkan concern baru dan gaya serta genre baru, dan gerakan

politik nasionalis–gerakan yang di satu sisi menolak legitimitas kekuasaan

kolonial dan para penguasa tradisional yang berada di bawah perlindungan

penjajah, dan di sisi lain merumuskan batasan-batasan baru umat, mulai

berkampanye dan berjuang untuk mendirikan negara-negara nasional.

Periode pasca kemerdekaan memperlihatkan bahwa perjuangan dari dua

kecenderungan tersebut masih terus berlanjut, secara praktis, pada semua lapisan

masyarakat dan dalam semua bentuk kegiatan budaya dan politik.

3.5.2 Pembentukan Paradigma Kultural

Pelayaran jarak jauh dan perdagangan lokal, Islam dengan pengembaraan

para sarjananya, dan terutama pandangan kosmopolitan, mungkin dapat dianggap

sebagai tiga tema kultural terpenting yang telah meletakkan dasar bagi

kebudayaan Melayu.

Terdapat beberapa kaitan budaya yang telah berperan bagi pembentukan

dan pengembangan kebudayaan Dunia Melayu. Pertama, kaitan memori kolektif,

baik yang terekam dalam tradisi-tradisi lisan maupun historiografi tradisional.

Peninggalan-peninggalan lokal dari proses islamisasi bukan hanya merupakan

jejak budaya setempat akibat adanya perubahan-perubahan dramatis dari landasan

kultural mereka, sebagai konsekuensi logis dari proses konversi, tetapi juga

merupakan kesaksian atas adanya hubungan antar daerah atau bahkan,

berdasarkan kategori yang digunakan dewasa ini, hubungan internasional.


51

Kedua, jaringan budaya fungsional. Misalnya melalui tradisi para sarjana

yang melakukan pengembaraan. (Hal itu mungkin dimulai setidaknya sejak abad

ke-13, seperti dilaporkan oleh Ibn Batutah, atau bahkan lebih awal lagi bila kita

juga memasukkan bagawan pengembara, yang terkadang berkunjung ke

penguasa-penguasa setempat guna mengingatkan mereka tentang penderitaan

(samsara) dan kebahagiaan (nirvana).

Juga melalui teks-teks –keagamaan atau bukan- baik yang terdapat dalam

memori-memori kolektif dan tradisi-tradisi atau sejarah-sejarah lokal (seperti

peristiwa-peristiwa masa lalu yang dikonstruksi kembali yang bisa dibenarkan dan

dikuatkan), ide tentang teks-teks “ziarah”, kebersamaan atau bahkan kemenyatuan

dengan kisah-kisah sastra (baik yang berasal dari periode sebelum atau sesudah

Islam), dan penerjemahan atau pemasyarakatan teks-teks keagamaan yang sulit,

semua cukup umum terdapat. Gagasan tentang “saling kaitan antar teks”

(intertekstualitas) dalam kebudayaan Dunia Melayu tidak bisa dianggap sekadar

sebagai sebuah metode dalam kritik sastra, tetapi juga merupakan keniscayaan

budaya.

Ketiga, arus perpindahan penduduk yang terus berlanjut –mitos-mitos

tentang asal-usul- dalam Dunia Melayu merupakan kisah para petualang yang

akhirnya menemukan perhentian “sementara” mereka. Setidak-tidaknya sejak

abad ke-15 atau mungkin lebih awal lagi (jika migrasi bangsa Melayu dari

Sumatera dan berbagai belahan lain Nusantara ke Madagaskar dimasukkan) dan

hingga kini, Asia Tenggara merupakan sebuah dunia dengan tingkat pergerakan
52

yang sangat tinggi. Terkadang fenomena itu mungkin mereda, hanya untuk

memulai kembali mobilitasnya.

Keempat, perkawinan antar dinasti dan aliansi-aliansi politik yang selalu

berubah, juga, hal tersebut terpatri dengan baik dalam historiografi-historiografi

tradisional dan terekam dalam sejarah-sejarah empiris. Sistem “aliansi-dan-

permusuhan” dan “tuan-hamba” yang selalu berubah adalah dua dari ritme yang

paling dominan dalam sejarah politik hubungan antar negara di Asia Tenggara

pada masa pra-kolonial. Namun dalam prosesnya, suatu komunikasi simbolik

yang relatif berperan telah tercipta. Konflik-konflik mungkin terjadi, dan nyatanya

kerap kali terjadi. Tetapi konflik-konflik itu tidak dipandang sebagai konflik antar

orang asing, melainkan hanya antara kelompok-kelompok keluarga, yang

dianggap berperilaku asing.

Meskipun mereka tidak bisa menghentikan sama sekali berlanjutnya

kecenderungan tersebut, dominasi-dominasi kolonial berusaha menghalangi dan

meredam dinamika budaya mereka.

Adat dalam Melayu sangat diutamakan dan menjadi ukuran derajat

seseorang. Orang yang tidak tahu adat atau kurang mengerti adat dianggap sangat

memalukan dan dapat dikucilkan dari kelompok masyarakat. Ungkapan atau cap

kepada mereka yang "tak tabu adat" atau "tak beradat". Begitu pentingnya

sehingga timbul ungkapan lain, "Biar mati Anak, jangan mati Adat". Ungkapan

lainnya adalah: "Biar mati Istri, jangan mati Adat". Semua ungkapan ini

Menunjukan betapa adat-istiadat dalam masyarakat Melayu sangat dijunjung

tinggi.
53

3.6 Tepung Tawar

Tradisi tepung tawar bermula karena adanya kebiasaan dari umat Hindu

yang dahulunya pernah datang ke tanah melayu untuk berdagang, mereka

mengukapkan rasa syukur akan sesuatu yang mereka dapatkan dengan cara

melaksanakan upacara yang diberi nama tepung tawar ini. upacara ini

menggunakan ramuan-ramuan yang menjadi racikan khusus dalam acara tersebut,

dan pada ramuan-ramuan yang disediakan tersebut mempunyai makna yang

berbeda-beda sebagai wujud rasa terima kasih Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan adanya tradisi yang dibawa oleh pendatang Hindu tersebut menjadi

sebuah kebiasaan bagi masyarakat Melayu dengan berjalannya waktu, hingga

tradisi tersebut menjadi sebuah upacara yang wajib dilaksanakan baik dalam acara

pernikahan, khitan, naik haji, dll hingga saat ini. (wawancara dengan Tuanku

Luckman Sinar Basharshah tanggal 28 April 2008).

Tradisi tepung tawar merupakan sebuah upacara atau prosesi yang sarat

dengan makna-makna, karena pada setiap ramuan yang digunakan untuk

melaksanakan upacara tersebut memiliki arti dan berisikan doa-doa yang

dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, demi kesempurnaan diri bagi orang

yang ditepungtawari. Walaupun ramuan-ramuan yang digunakan hanyalah berupa

hasil alam yang telah diramu sedemikian rupa, tetap saja memiliki arti dan

simbol-simbol dari doa yang dipanjatkan. Berdasarkan hal tersebutlah maka

mengapa masyarakat Melayu Serdang, menganggap tepung tawar wajib

dilaksanakan pada setiap upacara-upacara, baik perkawinan, khitanan, aqiqah, dll.


BAB IV

PEMBAHASAN

Sesuai dengan apa yang telah dikemukakan pada Bab 1, maka penulis

hanya akan mengkaji unit-unit komunikasi yang dikemukakan oleh Hymes yaitu

terdiri dari situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan tindak komunikatif

dari tradisi tepung tawar pada suku Melayu Serdang di Medan.

4.1 Proses Tepung tawar

Proses tepung tawar tidak dilakukan secara langsung, tetapi ada beberapa

tahapan atau tata cara yang dilalui. Pada awalnya acara dibuka dengan kata

sambutan dari pihak keluarga yang akan ditepung tawari, orang-orang yang

dituakan dan terakhir perwakilan dari jiran tetangga. Kemudian acara dilanjutkan

dengan marhaban. Marhaban adalah sebuah puji-pujian kepada nabi Muhammad

SAW dengan cara bernyanyi yang dilakukan oleh sekelompok orang yang terdiri

dari 7 - 9 orang. Biasa dilakukan oleh sekelompok laki-kaki atau juga terkadang

perempuan. Setelah marhaban selesai maka acara dilanjutkan pada upacara tepung

tawar.

Urutan pada prosesi tepung tawar, pertama sekali dilakukan oleh pihak

keluarga dari orang yang akan ditepung tawari, dimulai dari ayah dan ibu dari

orang yang akan ditepung tawari (apabila masih ada), kakak, adik, paman, bibi,

sepupu dan saudara terdekat yang berhubungan darah dengan orang yang akan

54
55

diepung tawari, kemudian dilanjutkan oleh teman, kerabat, dan terakhir jiran

tetangga di sekitar rumah orang yang akan ditepung tawari.

4.2 Situasi komunikatif dalam Tradisi Tepung Tawar

Situasi komunikatif merupakan konteks terjadinya komunikasi. Contohnya

gereja, pengadilan, suasana lengang, sekolah, dan lain sebagainya. Situasi yang

sama akan terjadi walaupun lokasinya berbeda atau bisa juga akan situasinya yang

berbeda walaupun lokasinya sama. Seperti misalnya, situasi di sudut jalan yang

sibuk pada siang hari akan berbeda pada malam hari. Situasi yang sama bisa

mempertahankan konfigurasi umum yang konsisten pada aktifitas, ekologi yang

sama di dalam komunikasi yang terjadi, meskipun ada diversi dalam jenis yang

terjadi.

Hymes mendeskripsikan situasi tutur sebagai situasi yang dihubungkan

dengan (atau ditandai dengan ketiadaan bahasa). Contohnya upacara, perkelahian,

pemburuan dan pacaran).

Situasi tutur tidaklah murni komunikatif, situasi ini bisa terdiri dari
peristiwa komunikatif maupun peristiwa yang lain. Situasi bahasa
tidak sendirinya terpengaruh oleh kaidah-kaidah berbicara, tetapi
bisa diacu dengan menggunakan kaidah-kaidah berbicara itu
sebagai konteks.
(Ibrahim, 1994 : 267).

Situasi komunikatif pada tradisi tepung tawar pada suku Melayu Serdang

bisa sama atau juga berbeda dan prosesi dilakukan dirumah orang yang

melakukan tradisi tepung tawar. Karena pada setiap prosesi tepung tawar

berlangsung komunikasi antara orang yang akan ditepung tawari dengan orang
56

yang menepung tawari berlangsung dengan singkat, karena harus bergantian

dengan orang-orang yang juga akan menepung tawari. Komunikasi hanya bersifat

ucapan selamat dan doa yang diharapkan demi kebaikan orang yang ditepung

tawari.

Situasi komunikatif merupakan setting umum, setting diartikan sebagai

ukuran ruang sekaligus penataannya. Ukuran ruang atau penataan sesuatu ruangan

diperlukan agar suatu peristiwa dapat terjadi misalnya, sebuah tempat khusus

yang dijadikan komunitas suatu budaya melakukan suatu ritual budaya atau ritual

khusus. Tempat tersebut bisa juga sebagai tempat bercerita atau menjalankan

aktifitas lain. Setting memegang peranan penting untuk terjadinya situasi

komunikatif agar konteks terjadinya komunikasi dapat terwujud dari komunitas

suatu budaya atau masyarakat dalam peristiwa komunikasi.

Prosesi tepung tawar dilakukan dirumah orang yang akan di tepung tawari,

baik pada acara perkawinan, khitanan, aqiqah, naik haji, dan lain-lain. Di dalam

rumah disediakan sebuah tempat khusus yang diperuntukkan pada orang yang

akan ditepung tawari. Biasanya untuk upacara pernikahan dan khitanan, tempat

prosesinya adalah sebuah pelaminan atau singgasana yang diperuntukkan bagi

kedua mempelai atau orang yang akan dikhitan. Untuk upacara aqiqah tempat

yang disediakan biasanya berupa ayunan berbentuk kapal lancang kuning atau

apapun yang bisa membuat anak yang akan diaqiqah merasa senang didalamnya.

Sedangkan untuk upacara selamatan akan naik haji ataupun selamatan atas

selamat dari mara bahaya dan bencana, tempat yang disediakan hanya bersifat

sederhana dengan duduk di tengah-tengah para tamu yang hadir.


57

Pakaian yang dikenakan pada acara tardisi tepung tawar ini berbeda-beda,

tergantung dari acara yang dilaksanakan. Untuk acara perkawinan dan khitanan,

orang yang akan ditepung tawari biasanya menggunakan pakaian adat melayu

yang dominan berwarna kuning. Untuk acara aqiqah, anak yang akan ditepung

tawari hanya memakai baju bayi yang rapi akan tetapi terkadang juga bayi yang

akan ditepung tawari memakai baju muslim yang kecil, karena itu semua

tergantung kepada orang tua si bayi tersebut. Untuk acara syukuran naik haji,

orang yang akan ditepung tawari biasanya memakai baju muslim putih-putih

sebagai lambang kesucian. Inti dari pakaian yang harus digunakan pada tradisi

tepung tawar adalah rapi dan sopan dan sesuai dengan Syariat Islam.

4.3 Peristiwa Komunikatif dalam Tradisi Tepung Tawar

Peristiwa komunikatif dalam budaya merupakan unit dasar dari tujuan

deskriptif. Suatu peristiwa tertentu diartikan sebagai seluruh unit komponen yang

utuh. Dimulai dari tujuan umum komunikasi, topik umum yang sama, partisipan

yang sama, varietas bahasa yang umum yang sama, tone yang sama, kaidah-

kaidah yang sama untuk melakukan interaksi dalam setting yang sama. Hymes

mengemukakan bahwa,

”Peristiwa komunikatif merupakan yang dipengaruhi oleh kaidah-kaidah

penggunaan bahasa. Sebuah peristiwa komunikatif terjadi dalam situasi

komunikatif dan terdiri dari satu tindak atau lebih kegiatan atau ritual budaya.”

(ibrahim, 1994 : 267).


58

Begitu juga masyarakat Melayu Serdang di Medan yang tetap

mempertahankan tradisinya walaupun zaman sudah modern. Untuk menganalisis

peristiwa komunikatif terdapat beberapa komponen yaitu : tipe peristiwa, topik,

fungsi, atau tujuan, setting, partisipan termasuk usia, bentuk pesan seperti bahasa

yang digunakan, isi pesan dan urutan tindakan, serta kaidah interaksi dan norma

interpretasi. Analisis komponen-komponen tersebut diharapkan dapat menelaah

tradisi tepung tawar sebagai peristiwa komunikatif.

4.3.1 Tipe Peristiwa

Tradisi tepung tawar bermula karena adanya kebiasaan dari umat Hindu

yang dahulunya pernah datang ke tanah melayu untuk berdagang, mereka

mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala sesuatu

yang mereka dapatkan dengan cara melaksanakan upacara yang diberi nama

tepung tawar ini. ”Tradisi ini dilakukan turun temurun sejak zaman nenek moyang

bangsa Melayu, tepatnya tidak diketahui karena tradisi ini berjalan begitu saja

sejalan dengan perkembangan zaman”. (wawancara dengan Tuanku Luckman

Sinar Basharshah tanggal 28 April 2008).

Tepung tawar merupakan sebuah tradisi yang penting sebagai wujud rasa

syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan rezeki yang

diberikan kepada setiap umatnya. Walaupun zaman sudah berubah, masih banyak

masyarakat Melayu Serdang di Medan yang melaksanakan tradisi tepung tawar

ini, namun masih banyak juga masyarakat Melayu Serdang yang berada di luar
59

Sumatera seperti di Jawa, meniggalkan tradisi ini ataupun tidak mengerti tentang

tradisi tepung tawar.

Komunikasi yang berlangsung pada tradisi tepung tawar bersifat lisan,

terkadang hanya isyarat atau ungkapan nonverbal ikut didalamnya. Seperti pada

saat orang yang telah menepung tawari terkadang meberikan usapan kepala

kepada orang yang ditepung tawari (apabila yang ditepung tawari lebih muda),

sebagai ungkapan rasa kasih sayang.

4.3.2 Topik

Topik yang dibahas pada tahap awal dipembukaan acara yang dibacakan

oleh protokol dari orang yang akan ditepung tawari (biasanya protokol berasal

dari pihak keluarga) adalah maksud dan tujuan dari pelaksanaan tepung tawar

tersebut. Dengan mengatakan : ”maksud dan tujuan kami ni hendak mengundang

tuan dan puan serta handaitolan sekalian pada hajatan kami adalah untuk

menepung tawari (anak/ saudara/ orang tua) kami yang hendak melaksanakan

(perkawinan/ khitanan/ naik haji/ dll), sebagai rasa syukur kami sekeluarga

kepada Allah SWT” (maksud dan tujuan kami disini untuk mengundang bapak

dang ibu serta saudara-i sekalian pada syukuran kami adalah untuk menepung

tawar (anak/ saudara/ orang tua) kami yang akan melaksanakan (perkawinan/

khitanan/ naik haji/ dll), sebagai rasa syukur kami sekeluarga kepada Allah SWT).

Setelah tujuan utama selesai, barulah acara selanjutnya dimulai. Mulai dari

kata sambutan dari keluarga, orang-orang yang dituakan, hingga jiran tetangga,
60

marhaban sebagai puji-pujian kepada nabi Muhammad SAW, sampai dengan

akhirnya prosesi tepung tawar.

4.3.3 Fungsi dan Tujuan Tradisi Tepung Tawar

Tradisi tepung tawar merupakan suatu tradisi yang dilakukan oleh

masyarakat Melayu Serdang. Fungsi dari tradisi tepung tawar ini adalah untuk

mengingatkan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, agar dapat

bersyukur atas segala nikmat dan rezeki yang telah diberikan kepadanya.

Sehingga manusia tersebut tidak menjadi orang yang kufur pada Allah SWT.

Tujuan tradisi tepung tawar adalah sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan

Yang maha Esa, terhadap rezeki dan rahmat hidayahnya yang telah diberikan

kepada umatnya.

4.3.4 Setting

Setting merupakan penataan tempat khusus yang digunakan oleh para

pelaku budaya, berikut perlengkapan, dan ukuran ruang. Setting meliputi waktu,

lokasi, dan ruangan atau aspek fisik dari ruangan tersebut. Letak sebuah peristiwa

komunikatif berlangsung disebut lokasi. Waktu sangat menentukan terjadinya

peristiwa. Ruangan merupakan acuan sebuah peristiwa komunikatif terjadi yang

dilakukan oleh pelaku budaya.

Setting meliputi waktu, waktu yang tepat digunakan untuk melaksanakan

prosesi atau tradisi ini adalah pada pagi hari, pada saat mata hari mulai bersinar

atau sekitar pukul 08.00 WIB. Karena masyarakat suku Melayu Serdang percaya
61

apabila sesuatu yang dimulai dari awal matahari terbit akan membawa berkah dan

doa-doa yang akan diharapkan dapat dikabulkan Allah SWT. Kemudian hari-hari

pelaksanaan tersebut tidak terlepas dari ”hari baik” menurut kalender Islam.

Pelaksanaan tepung tawar untuk setiap upacara kenduri-kenduri baik

perkawinan, khitanan, naik haji, dll. ”Hari baek sangat berpengaruh, karena kata

orang-orang tua dulu, hari baek tersebut dapat memncerminkan doa yang kita

harapkan kepada orang yang kita tepung tawari di kemudian harinya.”

(wawancara dengan Wardaniah, S.Sos, tanggal 3 Mei 2008).

4.3.5 Partisipan

Partisipan yang terlibat dalam tradisi tepung tawar yang paling utama

adalah keluarga terdekat dari orang yang akan ditepung tawari seperti : ayah, ibu,

kakak, adik, dll. Serta tidak saja orang-orang suku Melayu Serdang yang berada di

Medan, melainkan juga orang-orang dari suku lain yang miliki hubungan keluarga

ataupun hubungan dekat dengan orang yang akan ditepung tawari, karena inti dari

tepung tawar itu sendiri adalah pemberian doa kepada orang yang ditepung tawari.

Pada tahap awal penepung tawaran haruslah dilakukan dari pihak keluarga

orang yang akan ditepung tawari. Terutama ayah, ibu, dan saudara sedarah dari

orang akan ditepung tawari, karena itu wajib hukumnya. Kemudian setelah tepung

tawar dilakukan oleh keluarga ini dari orang yang ditepung tawari, barulah

penepung tawaran dilakukan oleh saudara-saudara dekat, perwakilan dari sahabat

atau teman yang dituakan, kemudian diakhiri oleh perwakilan dari jiran tetangga

di sekitar rumah orang yang ditepung tawari.


62

4.3.6 Bentuk Pesan (Bahasa Yang Digunakan)

Pada peristiwa komunikatif, pesan dibawa dalam bentuk verbal dan

nonverbal, meskipun yang terlihat jelas adalah pesan verbal. Bentuk-bentuk

tersebut dikembalikan kepada masing-masing individu yang memberi nilai dan

makna atas pesan yang disampaikan. Bahasa mempunyai peranan dalam

menyatukan para penuturnya sebagai anggota sebuah masyarakat tutur atau

sebuah kelompok budaya.

Bahasa merupakan media untuk menyampaikan sesuatu pesan kepada

orang lain agar orang tersebut mengerti sehingga tujuan dapat tercapai. Bahasa

merupakan bagian dari suatu kebudayaan, kita dapat mengetahui seseorang

berasal dari mana, dari daerah mana melalui bahasa yang dipakai dan dialeknya.

Karena bahasa Melayu adalah bagian dari bahasa Indonesia atau cikal bakal dari

bahasa Indonesia, walaupun terkadang bahasa Melayu sendiri terdengar baku,

akan tetapi masih dapat dimengerti, maka hampir 90% masyarakat suku Melayu

Serdang di Medan menggunakan bahasa Melayu dan Indonesia.

4.3.7 Isi Pesan

Sesuatu yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan disebut

isi pesan. Apa yang dikomunikasikan antara komunikator dengan komunikannya

sangat tergantung dari waktu, tempat, peristiwa yang sedang dialami oleh

keduanya. Isi pesan yang disampaikan oleh orang yang menepung tawari pada

orang yang ditepung tawari adalah berupa doa dan nasehat-nasehat singkat yang

diberikan kepada orang yang ditepung tawari sembari memberikan ramuan-


63

ramuan tepung tawar yang telah disediakan. ”Isi pesan yang ada seperti layaknya

komunikasi yang terjadi didalam sebuah keluarga, karna tradisi tepung tawar

bersifat kekekuargaan” (wawancara dengan Nikman Hanifa Djauhari, tanggal 2

Mei 2008).

Terjadi proses umpan balik (feed back) dari prosesi tepung tawar dari

orang yang ditepung tawari, sesuai dengan kaidah ilmu komunikasi. Bentuk

komunikasinya tetap lisan, meskipun terkadang diselingi anggukan kepala,

gerakan tangan, pelukan. Dan komunikasi yang terjadi tergolong komunikasi

efektif, dimana setiap komunikan memahami pesan yang disampaikan oleh

komunikator.

4.3.8 Urutan Tindakan

Urutan tindakan ataupun tatacara tepung tawar adalah :

Orang yang hendak ditepungtawar biasanya didudukkan pada tempat khusus

semacam pundai atau singgasana. Di atas kedua pahanya diletakkan kain panjang

untuk menjaga kemungkinan tidak kotor atau basah oleh air tepung tawar. Setelah

itu diambil ikatan daun tepung tawar dan disapukan di telapak tangan. Setelah itu,

orang yang ditepungtawari (jika lebih muda) mengangkat kedua tangannya

(menyembah) kepada yang menepungtawari. Tetapi jika yang ditepungtawari

orang lebih tua atau berpangkat, maka yang menepungtawari yang mengangkat

tangan sebagai tanda penghormatan atau terima kasih. Jumlah orang yang

menepungtawari biasanya 7 orang dan jika tidak ada yang berpangkat

didahulukan orang yang tertua untuk melakukannya pertama kali.


64

4.3.9 Kaidah Interaksi

Komunikasi adalah interaksi, dimana yang menghubungkan setiap

manusia adalah komunikasi. Pada saat kita berinteraksi dengan orang lain pasti

akan menciptakan sebuah komunikasi, baik verbal maupun nonverbal.dan melalui

komunikasi dan interaksi dengan manusia-manusia lainnya semua kebutuhan akan

terpenuhi dan tujuanpun akan tercapai. Begitu juga dalam satu komunitas budaya,

apabila tiap individunya tidak berinteraksi dan berkomunikasi mustahil akan

tercapai satu tujuan.

Seperti dalam hubungan kekerabatan masyarakat suku Melayu Serdang di

Medan memiliki persamaan dengan kekerabatan Melayu pada umumnya.

Sebutan-sebutan dan cara penyebutan sama, seperti awak (saya), kenduri (persta),

nak (hendak), tak (tidak), cemana (bagaimana),dll. Hubungan dengan tetangga

baik sesama suku Melayu Serdang atau masyarakat diluar suku Melayu Serdang

terjalin baik. Dalam menjaga dan melestarikan hubungan kekerabatan masyrakat

suku Melayu Serdang di Medan memiliki kebiasaan untuk saling bersilaturahmi

dengan masyarakat sekitarnya, seperti saling berkunjung, terutama pada saat ada

hajatan, kemalangan, dan kegiatan-kegiatan sosial lain.

Sedangkan interaksi pada tradisi tepung tawar dilakukan oleh seluruh

keluarga dan jiran tetangga di sekitar rumah orang yang ditepung tawari. Pada

acara ini dimanfaatkan juga sebagai ajang silaturahmi baik dari keluarga maupun

dari tetangga, karena tidak banyak dari keluarga orang akan ditepung tawari

maupun orang yang ditepung tawari sering bertemu dengan keluarga-keluarga

terdekatnya begitu juga tetangga disekitar tempat tinggalnya.


65

4.3.10 Norma-Norma Interpretasi

Komponen utama interpretasi haruslah bisa memberikan semua informasi

lain mengenai masyarakat tutur dan kebudayaannya untuk memahami peristiwa

komunikatif. pada penelitian ini tradisi tepung tawar pada suku Melayu Serdang

di Medan memiliki norma-norma tertentu yang harus dipatuhi dan ditaati.

Tepung tawar merupakan sebuah tradisi yang sakral dan merupakan suatu

keharusan yang harus dilaksanakan pada acara-acara tertentu bagi masyarakat

Melayu Serdang, sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia

yang telah diberikan. Walaupun acara yang dilakukan hanyalah bersifat

sederhana, tradisi tepung tawar harus tetap dilaksanakan sebagai syarat mutlak.

Apabila ada masyarakat Suku Melayu Serdang yang tidak melakukan

tradisi tepung tawar pada saat acara-acara tertentu seperti: perkawinan, khitanan,

naik haji, dll, maka ia dianggap tidak mensyukuri rahmat dan karunia yang

diberikan Allah SWT kepada dirinya, karena tepung tawar berisikan doa-doa yang

dipanjatkan kepada Allah SWT dan rasa syukur kita kepada-Nya.

4.4 Tindak Komunikatif dalam Tradisi Tepung Tawar

Menurut Dell Hymes bahwa tindak komunikatif :

Pada umumnya bersifat konterminus dengan fungsi interaksi tunggal,

seperti pertanyaan referensial, permohonan atau perintah, dan bisa bersifat

verbal atau nonverbal. Misalnya, permohonan tidak saja mengambil

bentuk verbal tetapi juga bisa dinyatakan dengan memicingkan alis mata

dan wajah tampak ”meminta” atau dengan desahan panjang. Bahkan


66

dalam konteks komunikatif diam pun merupakan tindak komunikatif

konfensional. Diam bisa digunakan untuk berjanji, menolak,

memperingatkan, melukai, mengajak, atau memerintah, maupun dalam

berbagai interaksi ritual. (Ibrahim 1994 : 38).

Tindak tutur atau tindak komunikatif merupakan level yang paling

sederhana dan paling menyulitkan. Dikatakan paling sederhana karena tindak

komunikatif merupakan perangkat paling kecil. Dikatakan paling menyulitkan

karena tindak komunikatif mempunyai perbedaan makna yang sangat tipis dalam

kajian etnografi komunikasi. (Hymes, dalam Ibrahim 1994 : 268).

Berdasarkan pernyataan Hymes, maka penulis mencoba menganalisis

komponen-komponen tindak komunikatif pada tradisi tepung tawar pada suku

Melayu Serdang.

Dalam prosesi tepung tawar, keluarga dari orang yang akan ditepung

tawari wajib menyediakan ramuan-ramuan yang akan digunakan pada tradisi

tepung tawar, karena ramuan-ramuan tersebut memiliki simbol-simbol doa yang

ditujukan kepada orang yang akan ditepung tawari. Tanpa adanya ramuan-ramuan

tersebut, maka prosesi tepung tawar dianggap tidak sah dan tidak sempurna.

4.4.1 Ramuan-ramuan Tepung Tawar dan Maknanya

Dalam upacara tepung tawar ini banyak sekali terdapat ramuan-ramuan

yang digunakan sebagai racikan yang dibutuhkan dalam upacara tersebut. Selain

itu pula ramuan-ramuan yang digunakan tersebut terkandung makna-makna yang


67

sangat berarti bagi pelaksanaan upacara tersebut dan bagi orang yang di tepung

tawari. Tepung tawar adalah satu kebiasaan adat dan tidak pernah ditinggalkan

dalam upacara adat Melayu Serdang. Tepung tawar dilakukan pada adat

perkawinan, khitan, aqiqah (pemberian nama bagi anak yang baru lahir), upah-

upah atau jemput semangat bagi orang yang luput dari mara bahaya, mendapat

rezeki atau sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

4.4.1.1 Ramuan Sirih (Tepak Sirih / Puan)

Dalam masyarakat Melayu Serdang, sirih dengan perlengkapannya

merupakan suguhan yang paling utama. Tepak sirih berisi daun sirih, kacu,

gambir, pinang belah, kapur dan tembakau adalah suguhan utama baik dalam

menyambut tamu, makanan sehari-hari maupun dalam upacara adat. Makna yang

terkandung dalam Ramuan Sirih ini adalah rasa penghormatan pada seseorang

atau tamu yang datang pada sebuah acara adat, selain itu juga ramuan sirih

melambangkan rasa kebersamaan dan mempererat tali persaudaraan dalam suku

Melayu Serdang.

4.4.1.2 Ramuan Penabur

Bahan-bahan tepung tawar diletakkan diatas pahar (dulang tinggi) dan

tempat terpisah seperti beras putih, beras kuning, bertih (padi yang telah

digoreng), bunga rampai dan tepung beras. Semua ini mempunyai makna yakni

beras putih berarti lambang kesuburan, beras kuning berarti suatu kemajuan yang

baik, bunga rampai bermakna keharuman nama dan tepung beras memiliki arti
68

kebersihan hati. Semua ini diharapkan dapat melekat pada diri orang yang

ditepungtawari.

4.4.1.3 Ramuan Perincis

Ramuan perincis untuk tepung tawar terdiri dari semangkuk air,

segenggam beras putih dicampur jeruk purut (limau mungkur) diiris-iris. Juga satu

ikat bahan tepung tawar terdiri dari 7 macam bahan yakni : daun kalinjuhang

(lambang tenaga magis kekuatan gaib/ agar terhindar dari godaan syaitan), daun

pepulut atau pulutan ( lambang kekekalan sesuai sifat yang lengket / memiliki

sifat yang terpuji), daun ganada rusa (lambang perisai gangguan alam), daun

jejeruan (lambang kelanjutan hidup sebab sukar dicabut / panjang umur), daun

sepenuh (lambang rezeki), daun sidingin (lambang menyejukkan, kenangan,

kesehatan / memberikan ketenangan hati dan jiwa), rumput sambau dan akarnya

(lambang pertahanan karena akarnya susah dicabut / tidak gampang terserang

penyakit dan juga teguh pendirian).

4.4.1.4 Pedupaan

Dalam upacara tepung tawar juga disediakan pedupaan (dupa) tempat

kemenyan atau setanggi dibakar yang bertujuan untuk wewangian saja. Dupa

yang dipasang tersebut tidak mengandung unsur-unsur magis, hanya sebagai

wewangian sehingga membuat suasana ruangan tempat upacara tepung tawar

menjadi lebih segar dan dupa yang digunakan pun memiliki aroma yang segar dan

tidak memiliki bau yang menyengat.


69

4.4.1.5 Balai

Balai dinamakan juga pulut balai bagi masyarakat Melayu sangat penting.

Keberadaannya dalam setiap upacara adat termasuk tepung tawar, tidak bisa

ditinggalkan dan menjadi kehormatan dan kebanggan bagi yang menerima atau

memberi balai.

Balai dibuat dari kayu berkaki empat dan tingkatnya ada yang 3 atau 7 dan

setiap tingkat berisi pulut kuning yang berlambangkan kesuburan dan kemuliaan.

Pada tingkat paling atas dari balai biasanya diletakkan panggang ayam sebagai

lambang pengorbanan atau pun inti (kelapa parut yang dimasak dengan gula aren).

Setiap tingkat dari balai tersebut diletakkan telur yang dibungkus kertas minyak

yang sudah dihiasi dan bertangkai lidi, kemudian dipacakkan atau ditusukkan ke

pulut balai ini berlambang sebagai rezeki yang bergantung dan dapat diraih.

Setelah itu balai diletakkan di tengah-tengah majelis sehingga

memperindah pemandangan. Biasanya jika acara seremonial seperti perkawinan,

bunga telur dibagi-bagikan kepada undangan yang hadir.

4.4.2 Makna Tepung Tawar Bagi Masyarakat Melayu Serdang

Tepung tawar dalam masyarakat melayu mempunyai makna yang sangat

luas. Karena tepung tawar dilakukan bukan hanya di kala senang tetapi dikala

susah juga dilakukan tepung tawar, sehingga makna tepung tawar yang

sesungguhnya adalah rasa terima kasih dan syukur kepada Yang Maha Kuasa.

Dengan upacara tepung tawar diharapkan dapat memberi berkah dan

segala sesuatunya yang lakukan dalam tepung tawar dapat menjadi obat atau
70

“sitawar si dingin” dalam bahasa melayunya. Karena dari setiap ramuan yang

dipakai dalam upacara tepung tawar sudah mewakili dari makna-makna dan doa

yang diharapkan pada seseorang yang ditepungtawari. Selain itu pula masyarakat

Melayu berharap agar tradisi upacara tepung tawar ini dapat dipertahankan dan

juga diwariskan kepada generasi-generasi selanjutnya, sebagai tradisi kebudayaan

Melayu yang sakral.

Masyarakat Melayu Serdang bangga dengan adanya tradisi tepung tawar

ini dan mereka berharap agar tradisi upacara tepung tawar ini tidak terkikis oleh

waktu, terutama ditujukan kepada masyarakat Melayu Serdang yang telah

merantau agar tetap melakukan tradisi ini sebagai penghargaannya terhadap suku

Melayu Serdang yang ia pegang, walaupun banyak lagi Suku Melayu yang

tersebar di Indonesia.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Indonesia dikenal dengan keanekaragaman suku bangsanya, dan setiap

suku bagsanya mempunyai adat istiadat, bahasa, ilmu pengetahuan yang berbeda.

Adapt istiadat diwujudkan dalam tata cara atau tradisi perkawinan, khitanan,

kelahiran, dan kematian, tradisi mengenai daur hidup manusia.

Budaya merupakan cara berpikir dan cara berperilaku yang menjadi ciri

khas suatu bangsa atau masyarakat tertentu. Dan budaya meliputi bahasa, ilmu

pengetahuan, kepercayaan atau agama, hukum adat dan berbagai larangan yang

ada. Budaya mempengaruhi orang-orang untuk belajar berkomunikasi. Seperti

cara-cara berkomunikasi, bahasa dan gaya bahasa yang kita gunakan, dan

perilaku-perilaku nonverbal kita, itu semua merupakan respon terhadap fungsi

budaya. Oleh karena itu budaya dan komunikasi saling berhubungan dan tidak

dapat dipisahkan.

Tradisi termasuk dalam budaya, tradisi merupakan sebuah adat kebiasaan

yang diwariskan dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Kebiasaan itu bisa

meliputi bahasa, ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan dan nilai-nilai adat

lainnya. Dan semua itu tidak berbeda jauh dengan arti budaya yang juga

merupakan kebiasaan hidup, cara berperilaku dalam masyarakat dengan cara

belajar.

71
72

Sepertihalnya tradisi tepung tawar pada suku Melayu Serdang di Medan.

tepung tawar adalah sebuah upacara atau prosesi yang sarat dengan makna-

makna, karena pada setiap ramuan yang digunakan untuk melaksanakan upacara

tersebut memiliki arti dan berisikan doa-doa yang dipanjatkan kepada Tuhan

Yang Maha Esa, demi kesempurnaan diri bagi orang yang ditepungtawari pada

suku Melayu Serdang.

Dengan adanya tradisi tepung tawar tersebut, maka apabila dilihat dengan

menggunakan pendekatan etnografi komunikasi bertujuan untuk melihat pola-pola

komunikasi yang ada dalam komunitas tertentu. Pola-pola komunikasi dalam

tradisi tepung tawar akan dianalisa sesuai dengan unit-unit analisis yang

dikemukakan oleh Dell Hymes (1972), antara lain situasi komunikatif, peristiwa

komunikatif, dan tindak komunikatif.

Dalam penelitian ini penulis akan memaparkan unit-unit analisis tersebut

dalam tradisi tepung tawar, antara lain :

1. Situasi Komunikatif

Situasi komunikatif pada tradisi tepung tawar pada suku Melayu Serdang

bisa sama atau juga berbeda dan prosesi dilakukan dirumah orang yang

melakukan tradisi tepung tawar. Karena pada setiap prosesi tepung tawar

berlangsung komunikasi antara orang yang akan ditepung tawari dengan orang

yang menepung tawari berlangsung dengan singkat, karena harus bergantian

dengan orang-orang yang juga akan menepung tawari. Komunikasi hanya

bersifat ucapan selamat dan doa yang diaharapkan demi kebaikan orang yang

ditepung tawari.
73

2. Peristiwa Komunikatif

Peristiwa komunikatif terdapat beberapa komponen yaitu : tipe peristiwa,

topik, fungsi atau tujuan, setting, partisipan termasuk usia, bentuk pesan

seperti bahasa yang digunakan, isi pesan dan urutan tindak, serta kaidah

interaksi dan norma interpetasi. Analisis komponen tersebut diharapkan dapat

menelaah tradisi tepung tawar pada suku Melayu Serdang.

Tipe peristiwa Tradisi tepung tawar bermula karena adanya kebiasaan dari

umat Hindu yang dahulunya pernah datang ke tanah melayu untuk berdagang,

mereka mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala sesuatu yang mereka dapatkan dengan cara melaksanakan upacara yang

diberi nama tepung tawar ini. Topik yang dibahas pada tahap awal adalah

maksud dan tujuan dari pelaksanaan tepung tawar tersebut. Fungsi dari tradisi

tepung tawar ini adalah untuk mengingatkan manusia sebagai makhluk

ciptaan Allah SWT, agar dapat bersyukur atas segala nikmat dan rezeki yang

telah diberikan kepadanya. Sehingga manusia tersebut tidak menjadi orang

yang kufur pada Allah SWT. Tujuan tradisi tepung tawar adalah sebagai

bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang maha Esa, terhadap rezeki dan rahmat

hidayahnya yang telah diberikan kepada umatnya. Setting meliputi waktu,

waktu yang tepat digunakan untuk melaksanakan prosesi atau tradisi ini

adalah pada pagi hari, pada saat mata hari mulai bersinar atau sekitar pukul

08.00 WIB. Partisipan yang terlibat dalam tradisi tepung tawar yang paling

utama adalah keluarga terdekat dari orang yang akn ditepung tawari seperti :

ayah, ibu, kakak, adik, dll. Orang-orang suku Melayu Serdang serta orang-
74

orang dari suku lain yang miliki hubungan keluarga ataupun hubungan dekat

dengan orang yang akan ditepung tawari. Bentuk Pesan (bahasa yang

digunakan) dalam tradisi tepung tawar adalah bahasa Melayu, akan tetapi

karena cikal bakal dari bahasa Indonesia adalah bahsa melayu, maka bahasa

Melayu dapat mudah dipahami oleh semua orang di Indonesia. Isi pesan yang

disampaikan oleh orang yang menepung tawari pada orang yang ditepung

tawari adalah doa dan nasehat-nasehat singkat yang diberikan kepada orang

yang ditepung tawari sembari memberikan ramuan-ramuan tepung tawar yang

telah disediakan. Urutan tindakan adalah dimulai dengan menepung tawari

orang yang tersebut dimulai dari orang yang lebih tua dari orang yang akan

ditepung tawari, seperti ayah dan ibu dari orang tersebut menggunakan

ramuan-ramuan yang telah disediakan dan diikuti dengan keluarga yang lain.

Kaidah interaksi pada tradisi tepung tawar lebih banyak dilakukan dan

diutamakan kepada keluarga dari orang yang ditepung tawari, sedangkan

kerabat dan tetangga hanyalah perwakilannya saja. Norma-norma interpretasi

dalam tradisi tepung tawar adalah rasa syukur kepada Allah SWT haruslah

dilakukan oleh setiap masyarakat Suku Melayu Serdang atas rahmat dan

karunia yang telah diberikan ataupun keselamatan dari mara bahaya. Maka

dilakukanlah tepung tawar sebagai wujud rasa syukur tersebut agar kita tidak

lupa kepada Allah SWT.


75

3. Tindak Komunikatif

Tindak komunikatif dalam tradisi tepung tawar disini lebih pada ramuan-

ramuan yang digunakan dan doa yang diberikan dari orang yang menepung

tawari kepada orang yang ditepung tawari.

Dalam prosesi tepung tawar, keluarga dari orang yang akan ditepung

tawari wajib menyediakan ramuan-ramuan yang akan digunakan pada tradisi

tepung tawar, karena ramuan-ramuan tersebut memiliki simbol-simbol doa

yang ditujukan kepada orang yang akan ditepung tawari. Tanpa adanya

ramuan-ramuan tersebut, maka prosesi tepung tawar dianggap tidak sah dan

tidak sempurna.

5.2 Saran

Setelah penulis melakukan penelitian mengenai tradisi tepung tawar pada

suku Melayu Serdang di Medan, penulis ingin memberikan saran sebagai berikut :

5.2.1 Saran Teoritis

Dalam kaitan ilmu komunikasi, etnografi diharapkan dapat dikembangkan

sebagai penelitian yang faktual dan dihubungkan dengan ilmu komunikasi

sebagai wadah pemberian informasinya. Karena penelitian tentang

kebudayaan dirasa sangat kurang dan referensi buku pun jarang didapat.
76

5.2.2 Saran Praktis

1. Untuk masyarakat suku Melayu Serdang baik di Medan maupun yang

sudah berada didaerah lain dan diluar negeri sekalipun, agar tetap menjaga

kebudayaan nenek moyang suku melayu Serdang yang sudah ada sejak

dahulu serta menjaga kelestariannya, karena untuk menjaga dan

melestarikan tradisi lebih sulit, daripada menghilangkannya.

2. Hendaknya masyarakat Melayu Serdang terutama di medan dapat lebih

menjelaskan tradisi tepung tawar ini kepada suku-suku lain yang ada di

Medan ataupun di daerah lain agar tradisi ini tidak dipandang sebelah mata

oleh orang-orang diluar suku Melayu Serdang. Sehingga mereka dapat

menghargai tradisi tepung tawar sebagai tradisi yang khas dari suku

Melayu Serdang.
LAMPIRAN

77
RAMUAN-RAMUAN TEPUNG TAWAR

Ramuan Penabur, Perincis dan Pedupaan

Gambar 1: Ramuan-ramuan yang terdiri dari bertih, beras kuning,Mangkuk yang


berisi air, bunga rampai, irisan Jeruk purut, dan ikatan daun sitawar.
Semua ini berungsi untuk ramuan penabur dan perincis.

Gambar 2: Ramuan-ramuan pada gambar ini sama dengan gambar 1. Hanya


saja pada gambar ini terdapat pedupaan yang berfungsi sebagai
pewangi ruangan atau aroma terapi.

78
79

Balai

Gambar 3: Balai ini berisikan pulut kuning yang atasnya ditancapkan


bungkusan-bungkusan telur. Ini merupakan sebuah simbol
kebanggaan bagi masyrakat Melayu dan wajib ada pada setiap
upacara.

Gambar 4: Foto diatas sama dengan pada gambar 3, akan tetapi hanya berbeda
bentuk balainya saja. Balai diatas ini berbentuk bunga telur.
PROSESI TEPUNG TAWAR

Pernikahan

Gambar 5: Prosesi tepung tawar yang dilakukan pada upacara perkawinan,


penepung tawaran diatas dilakukan oleh ibu dari salah satu
mempelai.

Gambar 6: Penepung tawaran pada upacara perkawinan yang dilakuakn oleh


ayah dari salah seorang mempelai.

80
81

Aqiqah / Penabalan Nama

Gambar 7: Prosesi tepung tawar yang dilakukan pada upacara aqiqah atau
penabalan nama seorang anak. Pada foto diatas penepung tawaran
dilakukan oleh Kakek dari anak yang akan diaqiqah.

Gambar 8: Foto tepung tawar pada upacara aqiqah seorang anak yang dilakukan
oleh Nenek dari anak yang akan diaqiqah.
82

Gambar 9: Foto diatas merupakan tempat yang digunakan buat anak yang akan
di aqiqah atau ditabalkan namanya, yaitu sebuah ayunan yang
dihias..sebelum anak tersebut ditepung tawari.

Gambar 10: Foto diatas sama dengan foto pada gambar 8, akan tetapi yang
berbeda hanyalah ayunan yang digunakan berbentuk kapal-kapalan
Lancang Kuning.
83

Pergi Haji

Gambar 11: Foto tepung tawar yang dilakukan pada upacara atau selamatan
sebelum pergi Haji.
MARHABAN

Gambar 12: Foto marhaban atau senandung puji-pujian pada Allah SWT dan
Nabi Muhammad SAW, yang dilakukan oleh Ibu-ibu kelompok
Majelis Ta’lim, sebelum prosesi tepung tawar dimulai.

Gambar 13: Foto marhaban atau senandung puji-pujian pada Allah SWT dan
Nabi Muhammad SAW, yang dilakukan oleh Bapak-bapak
kelompok Majelis Ta’lim, sebelum prosesi tepung tawar dimulai.

84
NASKAH WAWANCARA

Wawancara pertama
Narasumber : Tuanku Luckman Sinar Basharshah
Tanggal : Senin, 28 April 2008
Pukul : 13.15 WIB

1. Pak, kalok boleh awak tahu, bagaimana ya proses awal terjadinnya


tradisi tepung tawar?
Kok tradisi tepung tawar ni udah dilakukan turun temurun sejak zaman nenek
moyang bangsa melayu dulunya ini. Menurut cerita dahulunya tepung tawar
ini adalah tradisi dari orang hindu yang dulunya berdagang ke tanah Melayu,
tetapi tradisi ini akhirnya dipake juga oleh masyarakat Melayu. Tatacaranya
sama akan tetapi doa-doanya di sesuaikan dengan agama Islam.
2. Kalok tepatnya mulai kapan ya Pak?
Kalok tepatnya sih gak pernah diketahui, karna tradisi ini berjalan begitu saja
sejalan dengan perkembangan zaman.
3. Tradisi tepung tawar itu sendiri apa Pak?
Tradisi tepung tawar itu merupakan wujud rasa syukur kepada Allah SWT
atas rezeki dan keselamatan yang diberikan kepada kita. Ya…bisa dibilang
mensyukuri nikmat lah…
4. Dalam tepung tawar kan ada ramuan-ramuan yang dipakek? Itu
diantaranya apa aja ya Pak dan apa maknanya?
Ya…banyak. Kayak beras kuning maknanya kemajuan yang baik, beras putih
maknanya kesucian, bertih, bunga rampai maknanya keharuman nama, dan
tepung beras maknanya kebersihan hati. Itu saja untuk penaburnya. Lain lagi
untuk perincisnya seperti : air, segenggam beras putih dan jeruk purut, dll, itu
semua melambangkan kesegaran.
5. Pedupaan itu untuk apa Pak?
Itu gunanya untuk wangi-wangian aja, bukan dupa yang dipakek ama orang-
orang Cina sembahyang itu. Ya kayak aroma terapi la gitu.

85
86

6. Tradisi tepung tawar itu dilakukan pas kapan aja Pak?


Tepung tawar dilakukan pada setiap upacara-upacara seperti : perkawinan,
khitanan, naik haji, aqiqah, selamat dari mara bahaya, dll. Jadi tradisi tepung
tawar itu di masyarakat Melayu Serdang sudah merupakan kewajiban yang
harus dilakukan pada setiap kenduri atau hajatan, sebagai rasa syukur kepada
Allah SWT.
7. Kenapa tradisi tepung tawar itu harus dilakukan ama suku Melayu
Serdang Pak?
Ya…karna udah wajib hukumnya, kan tradisi itu bukan gak baik dilakukan,
malah harus terus dilestarikan. Tepung tawar itu dilakukan tanda kita
bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT kepada kita dan juga
sebagai doa kita kepada Allah. Masak kita diberi rezeki gak mau bersyukur.
Itu sebabnya masyarakat Melayu Serdang wajib melaksanakannya.
8. Kalau tata cara pelaksanaan tepung tawar itu sendiri bagaimana Pak?
Tata caranya untuk setiap upacara tidak ada bedanya, cuman bedanya tempat
duduk orang yang mau ditepung tawari, kayak perkawinan di pelaminan.
Untuk cara menepung tawarinya, pertama kain panjang ditarok di atas paha
orang itu sebagai alas biar tidak kotor bajunya, kemudian orang yang
menepung tawari mengambil daun tepung tawar yang sudah digulung terus
dicelupkan ke air dan dipercikkan ke tangan dan kepala orang yang ditepung
tawari, kemudian kapur sirih dicolekkan dan disapukan ketelapak tangannya,
terakhir baru dilemparkan ramuan-ramuan yang sudah disatukan kayak irisan
daun-daun, beras kuning, dll, keorang yang ditepung tawari dan barulah
besalaman.
9. Apa ada sanksi yang diberikan pada orang Melayu Serdang yang gak
melakukan tradisi ini pak?
Ada. Sanksinya dia akan dikucilkan oleh masyarakat Melayu Serdang, karena
dianggap sebagai orang yang tidak bersyukur.
87

10. Yang Bapak harapkan bagi generasi muda terhadap tradisi tepung
tawar ini Pak?
Yang saya harapkan, agar generasi muda-muda sekarang dapat terus
melaksanakan tradisi tepung tawar ini, supaya dia tau untuk bersyukur
apabila dia diberi nikmat dari Allah SWT. Saya juga berharap generasi muda-
muda sekarang tidak hanya melaksanakannya, tetapi juga menghayatinya
sehingga ia juga dapat meneruskan pula tradisi ini kepada anak cucunya.
11. Bagaimana cara masyarakat Melayu Serdang untuk menjaga tradisi ini
Pak?
Ya caranya yang pasti harus tetap menjalankan tradisi ini disetiap upacara
atau hajatan, sehingga tradisi ini tidak punah. Dan juga kita tetap
mensosialisasikan tradisi ini pada setiap pameran kebudayaan, agar orang-
orang suku lain di Indonesia tau bahwa tradisi tepung tawar itu adalah tradisi
yang sakral.
88

Wawancara kedua
Narasumber : Nikman Hanifa Djauhari
Tanggal : Jum’at, 2 Mei 2008
Pukul : 10.20 WIB

1. Abang tau preoses awal tejadinya tepung tawar?

Kalau proses awalnya menurut cerita orang tua-tua dulu, tradisi ini berasal
dari orang-orang Hindu yang berdagang ke negeri Melayu. Tapi Cuman
dirubah ke cara agama Islam. Dan sudah menjadi tradisi dalam suku Melayu.
2. Abang tau apa itu tradisi tepung tawar?

Tepung tawar setau Abang, sebuah tradisi yang sudah menjadi mendarah
daging bagi adat Melayu. Kalau tidak ada tak lengkap rasanya.
3. Kalau ramuan-ramuan yang dipake di tradisi tepung tawar apa aja
Bang?

Ramuan-ramuannya kayak daun pandan supaya harum, jeruk purut supaya


harum dan segar, kapur sirih supaya dingin, bertih supaya berkembeng biak,
daun sepenuh supaya datang rezeki yang banyak, daun sidingin sebagai
penyejuk, rumput-rumputan supaya damai, daun sijuhang supaya dapat
rezeki, pedupaan supaya wangi, dll lah.
4. Tradisi tepung tawar ini dilakukan pas kapan aja Bang?

semua upacara selamatan atau kenduri, kayak perkawinan, mau pergi haji,
aqiqah, sunatan, dan banyak lagi lah.
5. Kenapa tradisi ini harus dilakukan ama masyarakat Melayu Serdang
Bang?

Ya, karna udah tradisi dan kewajiban aja. Soalnya kan diramuan-ramuan
yang dipake itu ada makna doanya, jadi orang Melayu Serdang melakukan itu
mengharapkan doa-doa tersebut supaya dikabulkan Allah SWT.
89

6. Kalok tata cara pelaksanaannya gimana Bang?

Ya pertama orang yang mau menepung tawari ngambil segenggam bertih dan
irisan daun atau rumput-rumputan itu trus di taburkan ke orang yang ditepung
tawari, kemudian kapur sirih dicolek di telapak tangan atau di dahi orang itu,
baru air tadi dipercikkan menggunakan daun pandan yang diikat ke tangan
dan ubun-ubun kepala orang itu, terakhir baru bersalaman.
7. Apa makna dari tepung tawar ini buat suku Melayu Serdang Bang?

Maknanya untuk mempererat silaturahmi, menghormati orang yang lebih tua


dari kita, melestarikan kebudayaan atau tradisi tepung tawar tadi. Selain itu
juga isi pesan yang ada seperti layaknya komunikasi yang terjadi didalam
sebuah keluarga, karena tradisi tepung tawar bersifat kekeluargaan.
8. Apa sanksi buat orang Melayu Serdang yang gak melakukan tradisi ini
Bang?

Paling sanksinya orang itu dikucilkan dari masyarakat suku Melayu Serdang
dan dianggap tidak menghormati tradisi nenek moyang dan gak merasa
bersyukur ama rezeki yang dikasih Allah.
9. Apa yang Abang harapkan buat generasi muda terhadap tradisi tepung
tawar ini Bang?

Ya harus bisa menghargai dan melestarikan tradisi dan kebudayaan ini


supaya gak hilang gitu aja.
10. Bagaimana cara masyarakat Melayu Serdang sendiri untuk menjaga
tradisi ini Bang?

Tetap melaksanakan tradisi ini sampai kapan pun dan meregenerasikannya


dengan cara menanamkan pada anak sekarang agar cinta pada kebudayaan
dan tradisi daerahnya sendiri, karena tradisi ini sangat berguna dan haris tetap
dipertahankan serta dilestarikan.
90

Wawancara ketiga
Narasumber : Dewi Uzaiyana Harid, S.Sos.
Tanggal : Jum’at, 2 Mei 2008
Pukul : 14.15 WIB

1. Ibu tau proses terjadinya tepung tawar?

Proses pastinya sih gak begitu tau, setahu ibu tradisi ini berasal dari orang
Hindu yang dulu pernah kesini. Jadi masyarakat melayu juga ikut melakukan
tradisi tersebut karena sudah menjadi kebiasaan, cuman doa-doanya
disesuaikan lah dengan agama Islam, kan orang Melayu Serdang mayoritas
Islam.
2. Tradisi tepung tawar itu apa sebenarnya Bu?

Tradisi yang wajib dilakukan untuk setiap acara kenduri, karena dalam
Melayu Serdang setiap kenduri apapun tetap harus ada tepung tawar, karena
tepung tawar itu berisikan doa-doa yang dimohonkan kepada Allah buat
orang yang ditepung tawari.
3. Kalau ramuan-rauman yang dipake untuk tepung tawar apa aja ya Bu?
Dan apa maknanya?

O… banyak. Seperti beras kuning sebagai lambang kemajuan yang baik,


beras putih lambang kesucian, tepung beras lambang kebersihan hati, jeruk
purut lambang kesegaran, daun kalinjuhang sebagai lambang agar terhindar
dari tenaga magis, daun pepulut sebagai lambang kekekalan, dll. Banyak
sekali lah.
4. Kapan aja tradisi tepung tawar dilakukan Bu?

Kapan ada hajatan aja, kayak nikah, sunatan, aqiqah, orang mau naik haji,
syukuran terhindar dari mara bahaya, dll.
91

5. Kenapa tradisi tepung tawar ini harus dilakukan Bu?

Ya harus, karena tradisi ini melambangkan rasa syukur kita pada Allah yang
telah memberi kita rezeki dan menjauhkan kita dari mara bahaya. Karena rasa
syukur itu lah makanya kita harus melakukan tradisi ini sembari berdoa
kepada-Nya.
6. Kalau tatacara tradisi tepung tawar itu bagaimana Bu?

Kalau tata caranya untuk semua hajatan gak ada beda tapi sama, cuman kan
bedanya duduk atau tempat orang yang ditepung tawari aja sesuai dengan
acaranya. Caranya ramuan yang untuk ditaburkan, ditaburkan ke orang yang
ditepung tawari, kemudian ramuan yang diberi air dipercikkan ke tangan dan
dahinya, terus kapur sirih dioleskan ke tangan orang tersebut, selesai itu
barulah bersalaman dan apabila ingin mendoakan sampaikan kepada
orangnya tersebut.
7. Apa makna dari tradisi tepung tawar ini Bu, bagi masyarakat Melayu
Serdang?

Maknanya banyak lah, diantaranya mempererat silaturahmi, ajang


berkumpulnya saudara, teman dan tetangga kita. Melestarikan tradisi nenek
moyang orang Melayu Serdang, memberikan pelajaran kepada generasi muda
Masyarakat Melayu Serdang untuk melanjutkan tradisi ini.
8. Apa ada sanksi yang diberikan ama orang Melayu Serdang yang gak
melakukan tradisi tepung tawar Bu?

Sanksinya paling dikucilkan ama masyarakat Melayu Serdang dan dianggap


tidak menjalankan dan tidak menghormati adat yang sudah ditetapkan.
9. Apa yang Ibu harapkan bagi generasi muda suku Melayu Serdang
terhadap tradisi tepung tawar?

Yang Ibu harapkan adalah suapaya generasi muda dapat terus menjalankan,
melestarikan, dan menjaga tradisi ini serta dapat meregenerasikannya lagi ke
92

generasi-generasi berikutnya. Sehingga tradisi ini gak kan bisa punah


termakan zaman yang semakin maju ini.
10. Kalau dari masyarakat Melayu Serdang sendiri, untuk menjaga tradisi
tepung tawar ini bagaimana Bu?

Kalau dari masyarakat Melayu serdang sendiri ya tetap melaksanakannya


sesuai dengan tata cara yang diwariskan nenek moyang Melayu Serdang.
Selain itu tetap melestarikan dan menjaga tradisi ini dengan baik. Agar tidak
diambil ama suku lain.
93

Wawancara keempat
Narasumber : Wardaniah
Tanggal : Sabtu, 3 Mei 2008
Pukul : 20.15 WIB

1. Kakak tau proses terjadinya tepung tawar?

Tepung tawar udah ada dari dulu-dulu sejak zaman nenek moyang orang
Melayu Serdang. Pastinya sih gak jelas, tapi katanya tradisi ini dari tradisi
orang Hindu yang dulu kesini, kemudian diadopsi oleh masyarakat Melayu
Serdang dan sudah menjadi tradisi adat sampai dengan sekarang.
2. Berarti tradisinya kayak Hindu gitu ya Kak?

Ya. Tapi doa-doanya pake cara agama Islam.


3. Menurut Kakak tradisi tepung tawar itu apa?

Tradisi tepung tawar itu tradisi yang dilakukan sebagai rasa syukur kita
kepada Allah SWT atas rezeki dan kesehatan yang diberikan kepada kita.
4. Kalok ramuan-ramuan yang dipake untuk tepung tawar apa aja Kak?
Dan makna dari ramuan-ramuan itu apa aja Kak?

Ramuannya biasanya kayak beras putih yang maknanya sebagai lambang


kesucian, beras kuning sebagai lambang kemakmuran, tepung beras sebagai
lambang kecerahan hati, daun kalinjuhang untuk menghindari dari ilmu
magis, daun pulutan sebagai lambang kekekalan, daun ganada rusa untuk
terhindar dari bencana, air dicampur dengan irisan ruput-rumputan dan irisan
jeruk purut sebagai lambang kesegaran, daun jejeruhan untuk panjang umur,
daun sidingin sebagai lambang kesehatan, serta pedupaan atau seperti aroma
terapi untuk wewangian ruangan.
5. Tradisi tepung tawar itu dilakukan pas saat apa aja Kak?

Dilakukan pada saat-saat syukuran atau kenduri aja.


94

6. Kalau tradisi tepung tawar ini ada perhitungan hari baeknya juga gak
Kak?

Perhitungan hari baeknya ya tergantung dari acara atau kenduri yang mau
dilakukan aja, soalnya seriap acara kenduri kan biasanya udah diperkirakan
hari baiknya.
7. Kenapa harus pake hari baek Kak?

Hari baek sangat berpengaruh, karena kata orang-orang tua dulu, hari baek
tersebut dapat mencerminkan doa yang kita harapkan kepada orang yang kita
tepung tawari di kemudian harinya.
8. Kenapa tradisi tepung tawar ini harus dilakukan oleh suku Melayu
Serdang Kak?

Ya karna dah tradisi dan merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan
apabila ada kenduri atau syukuran.
9. Tata cara pelaksanaan tradisi tepung tawar ini bagaimana Kak?

Pertama orang yang mau menepung tawari memercikkan air yang berisi
irisan jeruk purut ke tangan dan dahi orang yang ditepung tawar, terus
dilanjutkan dengan mengambil ramuan penabur uyang telah disediakan
seperti beras putih, kuning, dll, lalu ditaburkan ke orang yang ditepung tawar,
kemudian mengoleskan tepung sirih ke tangan dan dahi orang yang ditepung
tawar, penutupnya salam-salaman. Terkadang juga orang yang menepung
tawari berdoa didepan orang yang ditepung tawar dan juga memberi nasehat-
nasehat dikit gitu...
10. Apa makna tepung tawar bagi suku Melayu Serdang seperti Kakak?

Maknanya bayak la dek… kayak menghormati orang yang lebih tua dan
sebaliknya, melestarikan budaya Melayu Serdang, belajar untuk bisa
mensyukuri nikmat, mendoakan orang untuk menjadi lebih baek…
95

11. Apa ada sanksi kalok gak melaksanakan tradisi tepung tawar Kak?

Ada. Orang itu bisa-bisa dikucilkan dari suku dan adat dan di cap sebagai
orang yang kufur nikmat.
12. Apa yang Kakak harapkan bagi generasi muda terhadap tradisi tepung
tawar ini?

Kakak harap tradisi ini dapat dipertahankan terus dari generasi ke generasi.
Jadi gak akan punah dimakan zaman.
13. Bagaiman masyarakat Melayu Serdang untuk menjaga tradisi tepung
tawar ini biar gak punah Kak?

Ya caranya dengan melakukannya disetiap ucara adat atau kenduri-kenduri,


jadi tradisi ini tetap terus berjalan dan menjadi kebiasaan. Selain itu juga
harus di wariskan ke generasi-generasi muda seperti sekarang, biar gak
cuman ngikutin tradisi barat aja, padahal dia sendiri punya tradisi yang gak
kalah baiknya.
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Tuanku Luckman Sinar Basharshah
Tempat Tanggal Lahir : Perbaungan, 27 Jili 1933
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 64 Tahun
Alamat : Jl. Abdulah Lubis No.3 Medan
Pendidikan Terakhir : S1
Telepon :
Agama : Islam
Suku : Melayu Serdang
Waktu wawancara : 13.15 WIB
Tempat wawancara : Di Rumah
Telah di wawancara untuk melengkapi data–data penelititan. Demikian
pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Medan, 28 April 2008

______________________

96
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Nikman Hanifa Djauhari
Tempat Tanggal Lahir : Medan, 2 Juli 1979
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 29 Tahun
Alamat : Jl. Kasuari No.45/46 Simalingkar Medan
Pendidikan Terakhir : S1
Telepon : 08128158975
Agama : Islam
Suku : Melayu Serdang
Waktu wawancara : 10.20 WIB
Tempat wawancara : Di Rumah
Telah di wawancara untuk melengkapi data–data penelititan. Demikian
pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Medan, 2 Mei 2008

______________________

97
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Wardaniah
Tempat Tanggal Lahir : Medan, 2 Mei 1982
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 26 Tahun
Alamat : Jl. P. Buaya Dusun 2 Kec. Teluk Nibung
No.3 Medan
Pendidikan Terakhir : S1
Telepon : 061-821327
Agama : Islam
Suku : Melayu Serdang
Waktu wawancara : 20.15 WIB
Tempat wawancara : Di Rumah
Telah di wawancara untuk melengkapi data–data penelititan. Demikian
pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Medan, 3 Mei 2008

______________________

98
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Dewi Uzaiyana Harid, S.Sos
Tempat Tanggal Lahir : Belawan, 5 April 1977
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 32 Tahun
Alamat : Jl. Indra Pura No.6 Belawan
Telepon : 061-6945080
Agama : Islam
Suku : Melayu Serdang
Waktu wawancara : 12.15 WIB
Tempat wawancara : Di Rumah
Telah di wawancara untuk melengkapi data–data penelititan. Demikian
pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Medan, 5 Mei 2008

______________________

99
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Anwar Hadi Lubis

Tempat Tanggal Lahir : Bukittinggi, 8 Oktober 1985

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Bajak IV Barat, Komplek Kehutanan No. 2

Medan

No Telepon : 085275006044

Pendidikan Penulis :

SDN 06 Padang (1992-1998)

SLTP Al Azhar Medan (1998-2001)

SMU Al Azhar Medan (2001-2004)

FIKOM UNISBA (2004-2008)

Pengalaman Organisasi :

- Club Fotografi JePRET UNISBA

Pengalaman kepanitiaan dan Kegiatan :

1. Panitia rekruitment Anggota JePRET 2007 - 2008

2. Panitia Diklat JePRET 2007 - 2008

3. Panitia STUKUN Mankom Saba Kota 2007

100
101

4. Membuat film dokumenter

5. Membuat produksi siaran televisi

6. Membuat film pendek

Anda mungkin juga menyukai