Dosen Pengampu:
Oleh :
Universitas Brawijaya
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasar modal merupakan wadah bagi perusahaan - perusahaan yang sedang
membutuhkan dana dengan mengeluarkan saham mereka pada pasar modal atau biasa
disebut Bursa Efek Indonesia. Bagi para investor sendiri ada banyak pilihan saham
perusahaan yang dapat mereka pilih, yang tentu saja memerlukan analisis yang matang,
apakah saham yang akan dibeli dapat memberi keuntungan atau justru sebaliknya di
waktu yang mendatang,
Baik analisis fundamental atau teknikal diperlukan untuk menentukan saham tersebut
layak atau tidak. Analisis fundamental merupakan analisis mendasar yang bertujuan
untuk menggali informasi baik itu kondisi ekonomi, industri, dan kondisi perusahaan,
teknik ini lebih cenderung mempertimbangkan kinerja perusahaan dengan melihat
laporan keuangan suatu perusahaan. Sedangkan analisis teknikal lebih menekankan pada
penggunaan data historis mengenai perubahan harga saham, volume perdagangan, dan
indikator lainnya. Setiap investor mengunakan teknik analisis yang berbeda, dalam jangka
pendek biasanya investor menggunakan analisis teknikal untuk memperkirakan
pergerakan harga saham. Sedangkan analisis fundamental digunakan oleh investor dalam
jangka panjang untuk melihat kondisi kesehatan manajemen perusahaan, tentunya dengan
membandingkan laporan keuangan dari tahun ke tahun.
Melihat kondisi perkembangan zaman yang semakin canggih. Sektor yang juga
berpengaruh pada perkembangan teknologi ialah sektor telekomunikasi, alasannya ialah
dikarenakan teknologi informasi dan telekomunikasi akan semakin berkembang
kedepannya. Di era modern ini, dimana penggunaan telepon seluler dan internet yang
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data, hingga kuartal II tahun 2020 lalu
pengguna internet di Indonesia mencapai 196,7 juta atau 73,7% dari populasi. Terutama
di masa pandemi yang terjadi saat ini, dimana masyarakat dari pelajar hingga pekerja
dipaksa untuk Work From Home, tentunya hal ini sudah pasti meningkatkan jumlah
pemakaian internet. Hal tersebut yang banyak investor memilih sektor telekomunikasi
sebagai salah satu sektor yang memiliki prospek perkembangan yang baik untuk masa
yang akan datang.
Salah satu perusahaan yang berkembang dengan baik yaitu Telkom. Pada tanggal 1
Oktober 2020, saham Telkom secara signifikan melesat sebesar 7,42% ke level Rp. 2.750/
unit. Saham Telkom juga tercatat saham yang paling banyak diborong oleh para investor
asing senilai Rp.116,23 M. Disaat banyak perusahaan - perusahaan lain yang tertekan
akibat adanya pandemi, namun tidak bagi Telkom. Selain Telkom, XL Axiata mampu
meningkatkan pendapatan layanannya di masa pandemi sebesar 10 persen dibandingkan
tahun sebelumnya.
KAJIAN PUSTAKA
Harga pada saham dibedakan menjadi beberapa macam yaitu open, high, low,
close, bid, dan offer.
a. Open merupakan harga awal atau pembukaan perdagangan disetiap harinya. Jadi,
ketika memasuki waktu perdagangan saham, setiap emiten akan mengeluarkan
harga open yang biasanya berdasarkan harga penutupan pada hari sebelumnya.
b. High merupakan harga tertinggi saham yang diperoleh dalam perdagangan.
Perolehan harga tertinggi ini terjadi karena banyaknya keinginan pembelian saham
daripada penjualannya, sehingga tren harga saham mengalami kenaikan yang
cukup signifikan pada waktu tertentu.
c. Low merupakan kondisi dimana harga saham menyentuh angka terendah yang
terjadi karena penjualan saham lebih banyak daripada pembeliannya, sehingga
menyebabkan tren harga saham menurun.
d. Close merupakan harga penutupan transaksi perdagangan saham pada periode
tertentu, harga penutupan yang terjadi akan menjadi patokan harga pembukaan
(open) pada perdagangan selanjutnya.
e. Bid merupakan harga penawaran untuk membeli saham, semakin banyak
keinginan investor untuk membeli saham maka bid akan cenderung tinggi.
f. Offer merupakan harga penawaran untuk menjual saham, apabila transaksi
penjualan yang dilakukan semakin cepat maka harga yang ditawarkan pada
penjualan saham akan semakin mendekati harga pasar transaksi sebelumnya.
Dari berbagai jenis harga saham yang sudah dijelaskan, ada dua sifat harga
saham yang dapat dijadikan patokan tinggi rendahnya harga saham, yaitu:
a. Overvalued, merupakan harga saham yang sudah terlalu mahal atau mengalami
batas kewajaran dibandingkan dengan harga sebenarnya. Sehingga apabila saham
tersebut dibeli maka harganya akan mengalami penurunan.
b. Undervalued, merupakan harga saham yang terlalu murah dari batas maksimum
rendahnya harga saham. Biasanya saham yang mengalami undervalued harus
segera dibeli agar harga saham mengalami kenaikan.
Jenis harga saham berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi tiga, yaitu: Harga
Nominal (Par Value), Harga Dasar (Base Price), dan Harga Pasar (Market Price).
Dalam ketiga jenis harga tersebut, biasanya banyak masyarakat yang menggunakan
harga pasar karena merupakan harga dari suatu saham pada pasar yang sedang
berlangsung, bisa juga menggunakan harga penutupan (closing).
A. Rasio Profitabilitas
B. Rasio Solvabilitas
Rasio pasar merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui mahal atau
murahnya harga saham. Harga saham yang mahal disebut overvalued, sedangkan
harga saham yang murah disebut undervalued. Rasio pasar yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah Price Earning Ratio (PER).
PER digunakan untuk mengetahui mahal atau murahnya harga saham suatu
perusahaan. Perusahaan yang memiliki PER yang tinggi menunjukkan bahwa harga
saham perusahaan tersebut semakin mahal. Tinggi rendahnya PER juga dapat melihat
besar atau kecilnya potensi memperoleh capital gain. PER yang terlalu tinggi tidak
selalu menunjukkan bahwa perusahaan tersebut baik, maka dari itu untuk mengetahui
PER yang ideal dibutuhkan perbandingan terhadap tiga hal, yaitu membandingkan
dengan saham di sektor yang sama, membandingkan dengan saham yang memiliki
kualitas yang sama, dan melihat perkembangan laporan keuangannya dari periode
sebelumnya. Berikut adalah cara menghitung PER.
Harga Saham
Price Earning Ratio =
EPS
D. Rasio Likuiditas
Aktiva Lancar
CR =
Utang Lancar
E. Rasio Aktivitas
Penjualan
Total Asset Turnover =
Rata−Rata Total Aset
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Menurut Sugiyono (1997: 57), Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek/subjek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah perusahaan - perusahaan telekomunikasi yang tercatat di BEI.
Sugiyono (2008: 118), Sampel adalah suatu bagian dari keseluruhan serta
karakteristik yang dimiliki oleh sebuah Populasi. Pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan purposive sampling. Adapun kriterian dari sampel tersebut adalah :
Sesuai dengan kriteria tersebut sampel yang digunakan dalam penelitian adalah
perusahaan yang terdapat dalam tabel ini :
No KODE NAMA EMITEN TANGGAL IPO
1 EXCL PT. XL Axiata 29 September 2005
2 FREN PT. Smartfren Telecom 29 November 2006
3 ISAT PT. Indosat 19 Oktober 1994
4 BTEL PT. Bakrie Telecom 3 Februari 2006
5 TLKM PT. Telkom Indonesia 14 November 1995
Menurut Sugiyono, definisi operasional variabel adalah suatu dimensi yang diberikan
pada suatu variabel dengan Tabel
memberikan arti Penelitian
3.1 Sampel atau menspesifikasikan kegiatan atau
membenarkan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Variabel
- variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Rasio Profitabilitas Return on Equity ( X 1 ) Merupakan perhitungan Laba Bersih sebelum pajak
Ekuitas
rasio yang menunjukkan
kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba
bersih dengan
menggunakan modal sendiri
dan menghasilkan laba
bersih yang tersedia bagi
pemilik atau investor.
Data yang diambil dan digunakan dalam penelitian ini sendiri merupakan jenis data
sekunder, dimana data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan
disajikan baik oleh pengumpul data primer atau pihak lain. Menurut Sugiyono (2014:137)
sumber data sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen.
Pada pengujian regresi data panel terdiri dari 3 model data panel yakni
Common Effect Model, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model. Sehingga
diperlukan adanya pengujian untuk menentukan model manakah yang baik untuk
digunakan, Adapun jenis dari pengujian tersebut teridir dari :
a. Uji Chow
Uji Chow yaitu untuk menentukan uji mana antara kedua yaitu model
common effect model dan fixed effect model. Hipotesis dalam Uji Chow adalah
sebagai berikut :
b. Uji Hausman
Uji Hausman yaitu untuk menentukan uji mana antara kedua model
yaitu random effect model dan fixed effect model. Hipotesis dalam Uji
Hausman adalah sebagai berikut :
Jika probabilitas Chi - Square < taraf signifikansi (0.05) tolak H0 dan
begitu juga sebaliknya.
Uji asumsi klasik digunakan untuk memperoleh hasil regresi yang memenuhi
kriteria BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) atau tidak bias. Kondisi BLUE atau
tidak bias tersebut akan didapatkan jika memenuhi uji asumsi klasik, asumsi tersebut
yaitu, data harus terdistribusi normal (uji normalitas), data harus linear, bebas
multikolinearitas (uji multikolinearitas), bebas autokorelasi (uji autokorelasi), dan
bebas heteroskedastisitas (uji heteroskedastisitas).
a. Uji Normalitas
Keputusan yang diambil adalah jika ada variabel yang menunjukkan nilai
koefisien korelasi lebih besar dari 0.80 maka keputusan yang diambil adalah tolak H0
dan begitu sedangkan jika tidak ada yang menujukkan nilai koefisien korelasi lebih
besar dari 0.80 maka terima H0.
c. Uji Heteroskedastisitas
Keputusan yang diambil adalah jika nilai signifikansi lebih besar dari 0.05
(alpha) maka H0 diterima dan jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 (alpha) maka
H0 ditolak.
d. Uji Autokorelasi
Autokorelasi terjadi ketika dalam suatu model regresi terdapat korelasi antar
variabel residual pada periode t dengan residual pada periode t-1. Autokorelasi
muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu yang berkaitan satu sama
lain (Ghozali,2016). Permasalahan ini sering terjadi pada data time series, sedangkan
pada data cross section masalah autokorelasi relatif jarang terjadi.
Cara yang biasanya digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah
autokorelasi yaitu dengan melakukan uji Durbin Watson, dengan aturan pengambilan
keputusan sebagai berikut:
Analisis regresi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis regresi
linear berganda. Pengujian regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Teknik analisis dengan
metode ini untuk memprediksi nilai dari variabel dependen jika nilai variabel
independennya mengalami penurunan atau kenaikan, serta untuk mengetahui arah
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, apakah memiliki
hubungan positif (Searah) atau negatif (Ghozali, 2016).
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah harga saham perusahaan Sektor
telekomunikasi periode 2014 - 2019. Sedangkan variabel independen dalam penelitian
ini yaitu Return On Equity, Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER) , Total
Asset Turn Over (TATO), Price Earning Ratio (PER), dan Gross Domestic Product
(GDP). Berikut adalah bentuk persamaan dalam penelitian ini, yaitu:
Keterangan :
❑1 : Intercept
X1 : Return On Equity
X4 : Current Ratio
i : Jenis Perusahaan
t : Waktu
a. Uji t (Parsial)
b. Uji F (Simultan)
Hasil dari analisis variabel Return on Equity, Debt to Equity Ratio, Price Eaning
Ratio, Current Ratio, Total Asset Turnover, Gross Domestic Product, dan Price dengan
menggunakan eviews adalah sebagai berikut :
CURRENT_RA
PRICE ROE DER PER TIO TATO GDP
Mean 2238.333 0.016680 1.301000 -31.23633 0.498133 0.406000 50325000
Median 2557.500 0.027500 1.595000 -1.445000 0.449500 0.450000 49925000
Maximum 6450.000 0.740300 3.580000 84.40000 1.350000 0.860000 59100000
Minimum 50.00000 -0.348000 -1.260000 -1224.830 0.000000 0.000000 41800000
Std. Dev. 2036.108 0.249047 1.490317 226.9311 0.369776 0.232358 6105254.
Skewness 0.222003 1.122198 -0.420219 -5.088712 0.533090 -0.161942 0.073115
Kurtosis 1.749320 5.071388 2.109383 27.30627 2.652309 1.908107 1.665692
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai minimum 0.000000 yang dimilik oleh
PT. Bakrie Telecom, berkaitan dengan sanksi yang diberikan BEI pada PT. Bakrie
Telecom lalu nilai maksimum 0.860000 yang dimiliki oleh PT. XL Axiata. Rata - rata
Total Asset Turnover perusahaan telekomuni memiliki nilai sebesar 0.406000 dengan
standar deviasi sebesar 0.232358.
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai minimum 41800000 yakni nilai GDP
Indonesia pada tahun 2014 dan nilai maksimum 59100000 yakni nilai GDP Indonesia
pada tahun 2019. Rata - rata GDP Indonesia tahun 2014 - 2019 memiliki nilai
sebesar 50325000 dengan standar deviasi 2036.108.
4.1.7. Price
Asumsi klasik sendiri merupakan syarat - syarat yang harus dipenuhi agar model
regresi linear OLS agar model tersebut menjadi valid sebagai alat penduga. Terdiri dari
beberapa tahap yakni uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heterosdeskastisitas, uji
autokorelasi.
12
Series: Standardized Residuals
Sample 2014 2019
10
Observations 30
8 Mean -8.88e-17
Median -0.072662
6 Maximum 1.836089
Minimum -2.055017
Std. Dev. 0.912443
4
Skewness 0.078690
Kurtosis 2.950191
2
Jarque-Bera 0.034062
0 Probability 0.983113
-2.5 -2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0
Pada hasil uji multikolinearitas di atas, tidak ada variabel yang menunjukkan
nilai koefisien korelasi di atas 0.8. Sehingga keputusan yang diambil adalah terima H0
atau data yang digunakan dalam model regresi terbebas dari gejala multikolinearitas.
Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas pada tabel di atas dapat dilihat bahwa
masing - masing variabel independen memiliki nilai signifikansi yang lebih besar dari
0.05 (alpha). Sehingga keputusan yang diambil ialah terima H0 yakni tidak terjadi
gejala heterosdeskastisitas.
DW : 1.995142
DL : 1.02762
DU : 1.85022
4 - DU : 2.14978
4 - DL : 2.97238
Berdasarkan hasil output regresi di atas maka diperoleh persamaan sebagai berikut :
C ( β 1) = 3534.473, artinya apabila ROE, DER, PER, CR, TATO dan GDP
bernilai 0, maka nilai Price adalah sebesar 3534.473.
ROE ( X 1 ) = 1003.227, artinya dengan asumsi variabel bebas lain tetap, maka
setiap peningkatan satu satuan ROE akan meningkatkan Price sebesar
1003.227.
DER ( X 2 ¿ = -104.3516, artinya dengan asumsi variabel bebas lain tetap, maka
setiap peningkatan satu satuan DER akan menurunkan Price sebesar
104.3516.
PER ( X 3 ¿ = 0.055502, artinya dengan asumsi variabel bebas lain tetap, maka
setiap peningkatan satu satuan PER akan meningkatkan Price sebesar
0.055502.
TATO ( X 5 ¿ = 1762.574, artinya dengan asumsi variabel bebas lain tetap, maka
setiap peningkatan satu satuan TATO akan meningkatkan Price
sebesar 1762.574.
GDP ( X 6 ¿ = 3.06E-05, artinya dengan asumsi variabel bebas lain tetap, maka
setiap peningkatan satu satuan GDP akan meningkatkan Price sebesar
3.06E- 05.
b. Variabel X 2 (Current Ratio) dengan nilai probabilitas t 0.0314. Dimana nilai 0.0314
< 0.05 (alpha). Maka tolak H0 atau variabel Current Ratio tidak berpengaruh
signifikan secara parsial terhadap variabel Y (price).
c. Variabel X 3 (Debt to Equity Ratio) dengan nilai probabilitas t 0.0131. Dimana nilai
0.0131< 0.05 (alpha). Maka tolak H0 atau variabel Debt to Equity Ratio berpengaruh
signifikan secara parsial terhadap variabel Y (price).
d. Variabel X 4 (Price Earning Ratio) dengan nilai probabilitas t 0.8517. Dimana nilai
0.8517 > 0.05 (alpha). Maka terima H0 atau variabel Price Earning Ratio tidak
berpengaruh signifikan secara parsial terhadap variabel Y (price).
e. Variabel X 5 (Total Asset Turnover) dengan nilai probabilitas t 0.0004. Dimana nilai
0.0004< 0.05 (alpha). Maka tolak H0 atau variabel Total Asset Turnover berpengaruh
signifikan secara parsial terhadap variabel Y (price).
Berdasarkan hasil output regresi yang dapat dilihat pada tabel di atas,
diperoleh nilai prob.(F-statistic) 0.000000. Dimana nilai prob.(F-statistic) 0.000009 <
0.005 (alpha). Sehingga diambil kesimpulan untuk tolak H0 atau variabel - variabel X
(Current Ratio, Debt to Equity ratio, Gross Domestic Product, Price Earning Ratio,
Return on Equity, Total Asset Turnover) memiliki pengaruh secara simultan terhadap
variabel Y (price).
4.7. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang menguji pengaruh antara Return on Equity, Debt to
Equity Ratio, Price Earning Ratio, Current Ratio, Total Asset Turnover, Gross Domestic
Product terhadap harga saham perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Hasil uji goodness of fit menunjukkan hasil adjusted R2= 0.972096, artinya bahwa
sebesar 97% variabel terikat berupa harga saham perusahaan telekomunikasi dapat dijelaskan
oleh variabel - variabel bebas yang dilibatkan dalam penelitian dan sisanya sebesar 3% dapat
dijelaskan oleh variabel - variabel diluar variabel penelitian
Lalu pada uji F, diperoleh nilai probabilitas F sebesar 0.000000, dimana 0.000000
lebih kecil daripada nilai signifikansi 0.05 yang artinya variabel - variabel bebas (Return on
Equity, Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio, Current Ratio, Total Asset Turonver,
Gross Domestic Product) berpengaruh secara simultan atau bersama - sama terhadap variabel
terikat berupa harga saham perusahaan telekomunikasi. Sedangkan untuk uji secara parsial
atau uji t sendiri adalah sebagai berikut :
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Astrid
Amanda, Darminto, dan Achmad Husaini (2012) yang menyatakan bahwa DER
memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham. Terdapat 2 pandangan investor
terhadap DER, para investor yang memandang ini sebagai tanggung jawab
perusahaan terhadap kewajibannya dengan kreditor. Di sisi lain terdapat juga para investor
yang melihat bahwa perusahaan yang tumbuh pasti akan memerlukan hutang sebagai dana
tambahan untuk memenuhi pendanaan pada perusahaan yang tumbuh.
Current Ratio merupakan alat yang digunakan untuk menilai apakah aset
lancar dapat melunasi kewajiban lancar atau tidak. Berdasarkan hasil penelitian Current
Ratio tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham. Berdasarkan hasil
penelitian Current Ratio berpengaruh signifikan secara negatif terhadap harga saham
yang artinya meningkatnya Current Ratio akan menurunkan harga saham. Hasil penelitian
ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rosa Yuminisa Amrah (2018)
yang menyatakan bahwa Current Ratio berpengaruh signifikan secara negatif terhadap
harga saham.
Gross Domestic Product adalah nilai pasar semua barang dan jasa yang
diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu. GDP sendiri merupakan salah satu
metode untuk menghitung pendapatan nasional. Berdasarkan hasil penelitian GDP
berpengaruh singifikan secara positif terhadap harga saham yang artinya setiap
meningkatnya GDP maka juga akan meningkatkan harga saham. Hasil penelitian ini
sama dengan hasil penelitian Ilma Mufidatul Lutfiana (2017) yang menyatakan bahwa
GDP berpengaruh terhadap harga saham.
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
2. Debt to Equity Ratio berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan sektor
telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sehingga H1 diterima. Hal ini
dapat diartikan bahwa Debt to Equity Ratio dapat digunakan sebagai dasar
untuk menentukan atas pertimbangan dalam pembelian saham.
3. Price Earning Ratio tidak berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan
telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sehingga H1 ditolak. Hal ini
dapat diartikan bahwa Price Earning Ratio tidak dapat digunakan sebagai dasar
untuk menentukan atas pertimbangan dalam pembelian saham.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan pada penelitian ini, maka beberapa
saran yang ingin dikemukakan adalah :
1. Perusahaan hendaknya menjaga agar Current Ratio tidak begitu tinggi, karena nilai
yang begitu tinggi dapat menandakan bahwa perusahaan memiliki manajemen arus
kas yang kurang baik, sehingga dapat menurunkan permintaan dan harga saham menurun.
2. Perusahaan hendaknya juga menjaga agar Debt to Equity Ratio tidak begitu tinggi,
karena apabila nilai tersebut cukup tinggi dapat menandakan bahwa perusahaan
memiliki kewajiban yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekuitas yang dimiliki
sehingga dapat menurunkan permintaan dan harga saham.
3. Perusahaan hendaknya mengupayakan agar nilai Total Asset Turnover selalu tinggi
karena nilai ini dapat merepresentasikan kemampuan perusahaan dalam menggunakan
aktivanya secara efektif sehingga diharapkan dapat meningkatkan permintaan dan
harga saham.
4. Perusahaan hendaknya dapat menjaga agar nilai ROE tetap tinggi karena nilai yang
tinggi tersebut menandakan bahwa perusahaan mampu memperoleh laba dengan
menggunakan ekuitas yang dimiliki sehingga dapat menaikkan permintaan dan harga
saham.