Anda di halaman 1dari 12

Anguttara Nikaya X.

60

Girimananda Sutta
Khotbah Untuk Girimananda Thera

BUDDHIST PUBLICATION SOCIETY


KANDY SRILANKA

NOT FOR SALE


TIDAK UNTUK DIJUAL

GIRIMAṄGALÂRAM
KEMLOKO – TRAWAS - MOJOKERTA
2011
Judul asli: GIRIMANANDA SUTTA
Discourse to Girimananda Thera

Dari The Book of Protection,


diterjemahkan dari Bahasa Pali ke Bahasa Inggris oleh Piyadassi Thera

Hak cipta ©1999


Buddhist Publication Society
P.O. Box 61
54, Sangharaja Mawatha
Kandy, Sri Lanka

Penerjemah bahasa Indonesia:


Dharmasurya Bhûmi Mahathera &
Muljadi Nataprawira
Anguttara Nikaya X.60

Girimananda Sutta
Khotbah Untuk Girimananda Thera
Diterjemahkan dari Bahasa Pali ke dalam Bahasa Inggris oleh Piyadassi Thera.
Hanya untuk distribusi secara gratis.

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia


oleh Dharmasurya Bhumi Thera
seraya menilik terjemahan dari Bahasa Pali ke Bahasa Inggris oleh Thanissaro
Bhikkhu.
Hanya untuk distribusi secara gratis.

Dari The Book of Protection, terjemahan Piyadassi Thera (Kandy: Buddhist


Publication Society, 1999). Hak Cipta ©1999 Buddhist Publication Society.
Pemakaian atas ijin.

Inilah yang telah saya dengar:

Pada suatu waktu – ketika Sang Bhagava sedang tinggal di dekat Savathi, di Jetavana
di Vihara Anathapindika – YM Girimananda terserang suatu penyakit, yang
membuatnya menderita dan sakit keras. Maka datanglah YM Ananda menghampiri
Sang Bhagava, dan setelah menyampaikan hormat, Beliau duduk di samping Sang
Bhagava. Setelah duduk, Y.M. Ananda berkata kepada Sang Bhagava:

"Bhante, YM Girimananda sedang terserang suatu penyakit, yang membuatnya


menderita dan sakit keras. Kiranya akan bermanfaat, Bhante, apabila Sang Bhagava
berkenan menjenguk Y.M. Girimananda karena kasihan kepadanya.” (Maka
menjawablah Sang Buddha:)

"Kalau engkau, Ananda, mau pergi ke tempat Bhikkhu Girimananda dan membacakan
Sepuluh Perenungan kepadanya, maka, setelah mendengar perenungan itu, Bhikkhu
Girimananda akan segera sembuh dari penyakitnya.

Sepuluh Perenungan yang manakah itu?

Perenungan atas ketidak-kekalan.


Perenungan atas anatta {ketiadaan diri atau roh yang kekal}.
Perenungan atas kekotoran (asubha).
Perenungan atas keadaan yang merugikan (berbahaya).
Perenungan atas pelepasan.
Perenungan atas ketidak-terikatan.
Perenungan atas keberakhiran.
Perenungan atas keberpalingan dari segala hal duniawi.
Perenungan atas memuakannya* semua bentukan.
Perenungan atas keluar-masuknya napas.

* dari terjemahan Thanissaro Bhikkhu, “undesirability”

i. Dan apakah, Ananda, perenungan atas ketidak-kekalan itu? Di sini, Ananda, seorang
Bhikkhu yang telah mengambil tempat di hutan atau di bawah pohon kayu atau di
sebuah rumah yang kosong (tempat sunyi) merenungkan demikian:

Jasmani (wujud) tidak kekal;


perasaan tidak kekal;
pencerapan (persepsi) tidak kekal;
sankhara** tidak kekal;
kesadaran tidak kekal

Demikianlah ia berdiam di dalam perenungan atas ketidak-kekalan dari lima khanda


ini. Inilah, Ananda, yang disebut perenungan atas ketidak-kekalan.

** Kata sankhāra tidak dapat secara tepat diterjemahkan karena arti yang tersirat tidak
dapat diterangkan melalui bahasa duniawi. Namun, ketika mengacu ke proses-
proses mental dan/atau aktifitas-aktifitas batin, sankhāra sering diterjemahkan
sebagai
1) kecenderungan-kecenderungan batin yang terbentuk sebagai hasil dari kemauan
dan yang merupakan penyebab timbulnya tindakan-tindakan kemauan di
kemudian waktu. (Wikipedia, the free encyclopedia)
2) bentukan-bentukan kamma yang merupakan sumber penggerak aktifitas batin.
(penerjemah)

ii. Dan apakah, Ananda, perenungan atas anatta itu? Di sini, Ananda, seorang
Bhikkhu yang telah mengambil tempat di hutan atau di bawah pohon kayu atau di
suatu tempat yang sunyi merenungkan demikian:

Mata bukan diri;


objek penglihatan bukan diri;
telinga bukan diri;
suara bukan diri;
hidung bukan diri;
bau-bauan bukan diri;
lidah bukan diri;
rasa kecapan bukan diri;
tubuh bukan diri;
rasa sentuhan bukan diri;
pikiran bukan diri;
objek pikiran bukan diri.

Demikianlah, ia berdiam di dalam Perenungan atas bukan-diri pada keenam landasan-


indra dalam dan luar ini. Inilah, Ananda, yang disebut perenungan atas anatta.

iii. Dan apakah, Ananda, Perenungan atas kekotoran itu? Di sini, Ananda, seorang
Bhikkhu merenungkan badan jasmani ini, yang dari telapak kaki ke atas dan dari
ujung rambut ke bawah tertutup oleh kulit, sebagai terisi penuh dengan pelbagai
kekotoran.

Pada badan ini terdapat rambut kepala, bulu badan, kuku, gigi, kulit,
daging, otot-otot, tulang-tulang, sumsum, ginjal, jantung, hati, sekat
rongga dada, limpa, paru-paru, usus, saluran usus, perut, tinja, empedu,
dahak/lendir, nanah, darah, keringat, lemak, air mata, minyak kulit, air
liur, ingus, minyak persendian, dan air kencing.

Demikianlah, ia berdiam di dalam perenungan atas kekotoran pada badan jasmani ini.
Inilah, Ananda, yang disebut perenungan atas kekotoran.

iv. Dan apakah, Ananda, perenungan atas keadaan yang merugikan (berbahaya) itu?
Di sini, Ananda, seorang Bhikkhu yang telah mengambil tempat di hutan atau di
bawah pohon kayu atau di suatu tempat yang sunyi merenungkan demikian:

Banyak hal dari badan jasmani ini yang merupakan penderitaan,


banyak hal dari badan jasmani ini yang merugikan (membahayakan)
karena berbagai macam penyakit timbul di dalam badan jasmani ini,
seperti: penyakit mata, penyakit telinga, penyakit hidung, penyakit
lidah, sakit badan, sakit kepala, penyakit gondok, penyakit mulut, sakit
gigi, batuk, asma, radang selaput lendir di hidung dan tenggorokan
yang disertai keluarnya lendir, sendawa-asam (panas-dalam), demam,
sakit perut, pingsan, disentri, bengkak, influensa, penyakit kusta,
bisul/koreng, scrofula (penyakit kelenjar semacam tbc), penyakit paru-
paru, ayan, kurap/kadas, gatal-gatal, keropeng/kudis, tetter (berbagai
penyakit kulit yang menimbulkan bintil-bintil atau gelembung-
gelembung kecil pada kulit seperti herpes, eksem dan impetigo/bintul-
bintul berisi nanah yang menimbulkan rasa gatal pada kulit), psoriasis
(penyakit kulit kronis), plethora (kondisi buruk akibat kelebihan sel
merah di dalam darah atau peningkatan kuantitas darah), penyakit
kencing manis, bawasir / puru, kanker, fistula (bengkak yang
mengandung nanah), dan penyakit-penyakit serta kesakitan-kesakitan
yang berasal dari empedu, dari dahak/lendir, dari angin, dari
komplikasi cairan-cairan elementer tubuh (darah, lendir, empedu hitam
dan empedu kuning), dari perubahan iklim, dari kondisi yang
merugikan (perilaku yang salah), dari serangan pihak lain, dari kamma-
vipaka (hasil-hasil karma); dan masalah dingin, panas, lapar, haus,
berak, dan kencing.

Demikianlah, ia berdiam di dalam perenungan atas keadaan yang merugikan


(berbahaya) dari badan jasmani ini. Inilah yang disebut perenungan atas keadaan yang
merugikan (berbahaya).

v. Dan apakah, Ananda, perenungan atas pelepasan itu? Di sini, Ananda, seorang
Bhikkhu tidak membiarkan (tidak mentolerir) pikiran bernafsu sensual*** yang
muncul di dalam dirinya, namun ia menghalaunya, mengakhirinya, dan
melenyapkannya. Ia tidak membiarkan pikiran yang membawa kemauan-buruk yang
muncul di dalam dirinya, namun ia membuangnya, menghalaunya, mengakhirinya,
dan melenyapkannya. Ia tidak membiarkan pikiran yang memuat kekejaman yang
muncul di dalam dirinya, namun ia membuangnya, menghalaunya, mengakhirinya,
dan melenyapkannya. Ia tidak membiarkan tabiat-tabiat mental yang jahat, yang
merugikan, yang timbul di dalam dirinya dari waktu ke waktu, namun ia
membuangnya, menghalaunya, mengakhirinya, dan melenyapkannya. Inilah, Ananda,
yang disebut perenungan atas pelepasan.

*** berkenaan dengan kenikmatan naluriah

vi. Dan apakah, Ananda, perenungan atas ketidak-terikatan itu? Di sini, Ananda,
seorang Bhikkhu yang telah mengambil tempat di hutan atau di bawah pohon kayu
atau di suatu tempat yang sunyi merenungkan demikian:

Inilah ketenteraman, inilah kemuliaan, yakni, keberhentian semua hal


yang terkondisi, telah lepasnya semua landasan punna-bhava****,
kepadaman nafsu-keinginan, ketidak-terikatan, Nibbana.

Inilah, Ananda, yang disebut perenungan atas ketidak-terikatan.

**** proses menjadi ada/eksis lagi

vii. Dan apakah, Ananda, perenungan atas keberakhiran itu? Di sini, Ananda, seorang
Bhikkhu yang telah mengambil tempat di hutan atau di bawah pohon kayu atau di
suatu tempat yang sunyi merenungkan demikian:
Inilah ketenteraman, inilah kemuliaan, yakni, keberhentian semua
sankhara, ketiadaan lagi landasan punna-bhava, kepadaman nafsu-
keinginan, keberakhiran, Nibbana.

Inilah, Ananda, yang disebut perenungan atas keberakhiran.

viii. Dan apakah, Ananda, perenungan atas keberpalingan dari segala hal duniawi itu?
Di sini, Ananda, (seorang Bhikkhu) dengan melepaskan segala urusan dan
kemelekatan duniawi, dengan melepaskan segala prasangka mental, pandangan salah,
dan kecenderungan laten duniawi, dengan tidak memegangnya namun membuangnya,
menjadi tidak terikat. Inilah, Ananda, yang disebut perenungan atas keberpalingan
dari segala hal duniawi.

ix. Dan apakah, Ananda, perenungan atas memuakannya semua bentukan itu? Di sini,
Ananda, seorang Bhikkhu merasa jemu, malu dan muak akan semua hal yang
terkondisi. Inilah, Ananda, yang disebut perenungan atas memuakannya semua
bentukan.

x. Dan apakah, Ananda, perenungan atas keluar-masuknya napas itu? Di sini, Ananda,
seorang Bhikkhu yang telah mengambil tempat di hutan atau di bawah pohon kayu
atau di suatu tempat yang sunyi, duduk dengan kaki bersila, dengan mempertahankan
posisi tegak tubuhnya dan menjaga perhatiannya, memusatkan perhatian pada keluar-
masuknya napas:

Ketika menarik napas panjang, ia mengetahui: 'saya sedang menarik


napas panjang,' ketika mengembuskan napas panjang, ia mengetahui:
'saya sedang mengembuskan napas panjang'; ketika menarik napas
pendek, ia mengetahui: 'saya sedang menarik napas pendek,' ketika
mengembuskan napas pendek, ia mengetahui: 'saya sedang
mengembuskan napas pendek.' 'Seraya menyadari seluruh proses [1]
saya akan menarik napas,' demikianlah ia melatih dirinya. 'Seraya
menyadari seluruh proses saya akan mengembuskan napas,'
demikianlah ia melatih dirinya.

'Seraya menenangkan seluruh proses, saya akan menarik napas,'


demikianlah ia melatih dirinya; 'seraya menenangkan seluruh proses,
saya akan mengembuskan napas,' demikianlah ia melatih dirinya.

'Seraya menyadari perasaan gembira, saya akan menarik napas,'


demikianlah ia melatih dirinya; seraya menyadari perasaan gembira,
saya akan mengembuskan napas,' demikianlah ia melatih dirinya.
'Seraya menyadari perasaan bahagia, saya akan menarik napas,'
demikianlah ia melatih dirinya; seraya menyadari perasaan bahagia,
saya akan mengembuskan napas,' demikianlah ia melatih dirinya.

'Seraya menyadari bentukan-bentukan mental (perasaan dan


pencerapan), saya akan menarik napas,' demikianlah ia melatih dirinya;
seraya menyadari bentukan-bentukan mental, saya akan
mengembuskan napas,' demikianlah ia melatih dirinya.

'Seraya menenangkan bentukan-bentukan mental, saya akan menarik


napas,' demikianlah ia melatih dirinya; 'seraya menenangkan bentukan-
bentukan mental, saya akan mengembuskan napas,' demikianlah ia
melatih dirinya.

'Seraya menyadari pikiran (bersesuaian dengan keempat tingkat


jhana), saya akan menarik napas,' demikianlah ia melatih dirinya;
seraya menyadari pikiran, saya akan mengembuskan napas,'
demikianlah ia melatih dirinya.

'Seraya memantapkan pikiran (melalui samatha, ketenangan, maupun


vipassana, pandangan terang), saya akan menarik napas,' demikianlah
ia melatih dirinya; seraya memantapkan pikiran, saya akan
mengembuskan napas,' demikianlah ia melatih dirinya.

'Seraya memusatkan pikiran (pada pernapasan), saya akan menarik


napas,' demikianlah ia melatih dirinya; seraya memusatkan pikiran,
saya akan mengembuskan napas,' demikianlah ia melatih dirinya.

'Seraya membebaskan pikiran (dari nivarana, atau rintangan-rintangan


batin), saya akan menarik napas,' demikianlah ia melatih dirinya;
'seraya membebaskan pikiran, saya akan mengembuskan napas,'
demikianlah ia melatih dirinya; 'seraya merenungkan ketidak-kekalan
(pada jasmani, perasaan, pencerapan, sankhara, kesadaran), saya akan
menarik napas,’ demikianlah ia melatih dirinya; 'seraya merenungkan
ketidak-kekalan, saya akan mengembuskan napas,’ demikianlah ia
melatih dirinya; 'seraya merenungkan ketidak-terikatan, saya akan
menarik napas,' demikianlah ia melatih dirinya; 'seraya merenungkan
ketidak-terikatan, saya akan mengembuskan napas,' demikianlah ia
melatih dirinya; 'seraya merenungkan keberakhiran, saya akan menarik
napas,' demikianlah ia melatih dirinya; 'seraya merenungkan
keberakhiran, saya akan mengembuskan napas,' demikianlah ia melatih
dirinya; 'seraya merenungkan pelepasan, saya akan menarik napas,'
demikianlah ia melatih dirinya; 'seraya merenungkan pelepasan saya
akan mengembuskan napas,' demikianlah ia melatih dirinya.
Inilah, Ananda, yang disebut perenungan atas keluar-masuknya napas. Jika engkau,
Ananda, menjenguk Bhikkhu Girimananda dan membacakan baginya kesepuluh
perenungan ini, maka setelah mendengar kesepuluh perenungan itu, Bhikkhu
Girimananda akan segera sembuh dari penyakit yang dideritanya.

Maka YM Ananda, setelah menerima pelajaran sepuluh perenungan ini dari Sang
Bhagava, pergi menjumpai YM Girimananda dan membawakan Sepuluh Perenungan
ini bagi Bhikkhu Girimananda.

Sewaktu mendengar sepuluh perenungan ini, penyakit YM Girimananda lenyap.


Maka ia sembuh dari penyakt itu dan lenyaplah penderitaan YM Girimananda.

Catatan:

1. Sabba-kaya. Secara harafiah, "seluruh tubuh (pernapasan)." Menurut Visuddhi


Magga, kaya di sini tidak berarti badan jasmani, namun seluruh massa penarikan-
napas dan pengembusan-napas.

(DSB)

* Saṅkhāra
Cuplikan dari Wikipedia, the free encylopedia.
Kata Saṅkhāra atau saṃskāra berarti ‘yang telah terbuat bersama-sama’ dan ‘yang
membuat bersama-sama’. Pada pengartian yang pertama (pasif), saṅkhāra secara umum
mengacu ke fenomena terkondisi namun secara spesifik mengacu ke “kecenderungan-
kecenderungan batin”. Keduanya disebut pembentukan-pembentukan yang berkenaan
dengan kemauan karena mereka terbentuk sebagai hasil dari kemauan dan karena
mereka merupakan penyebab timbulnya tindakan-tindakan kemauan di kemudian waktu.
Pada pengartian yang kedua (aktif) dari kata tersebut, saṅkhāra mengacu ke daya piranti
pikiran/otak (sankhara-khanda) yang mengonstruksi bentukan-bentukan itu. Terjemahan-
terjemahan untuk saṅkhāra pada pengartian yang pertama dari kata tersebut mencakup
'hal-hal yang terkondisi', 'iktikad-iktikad' ('hasrat-hasrat'), 'pembuatan-pembuatan' dan
'pembentukan-pembentukan' (atau, secara khusus apabila mengacu ke proses mental,
pembentukan-pembentukan yang berkenaan dengan kemauan').

Hal-hal yang terkondisi


Pada pengartian yang pertama (pasif) saṅkhāra dapat mengacu ke sebarang wujud
paduan di alam semesta baik berupa pohon, awan, manusia, pemikiran ataupun molekul.
Semua ini merupakan saṅkhāra-saṅkhāra. Sang Buddha mengajarkan bahwa hal-hal
semacam itu semua tidak kekal, muncul dan lenyap, tunduk kepada perubahan, dan
bahwa pemahaman makna dari realitas ini merupakan kebijaksanaan. Saṅkhāra sering
dipakai dalam pengartian yang pertama untuk melukiskan pengkondisian psikologis
(terutama pola-pola kebiasaan dari pikiran bawah-sadar) yang mensuplai kepada masing-
masing orang karakter unik dan dandanannya pada setiap kesempatan yang ada.

Kata-kata terakhir Sang Buddha adalah:

'Para siswa, ini saya nyatakan kepadamu: Semua yang terkondisi tunduk kepada
kehancuran – berjuanglah terus tanpa kenal lelah demi kebebasanmu.' (Mahāparinibbāna
Sutta)

Sankhara-khanda: Pengonstruksi kehidupan-kehidupan


Dalam pengartian yang kedua (aktif), saṅkhāra (atau saṅkhāra-khanda) mengacu ke
daya-cipta-pikran, yang sering dideskripsikan sebagai “kemauan” atau “maksud”. Sang
Buddha menyatakan”

'Dan mengapa kamu menyebut mereka pembuatan-pembuatan? Karena mereka


(merupakan tindakan-tindakan yang) membuat hal-hal yang terbuat, maka mereka disebut
pembuatan-pembuatan. Apa yang mereka buat sebagai hal yang terbuat? Demi hal-ihwal
yang berkenaan dengan wujud, mereka membuat wujud sebagai hal yang terbuat. Demi
hal-ihwal yang berkenaan dengan perasaan, mereka membuat perasaan sebagai hal yang
terbuat. Demi hal-ihwal yang berkenaan dengan pencerapan, mereka membuat
pencerapan sebagai hal yang terbuat. Demi hal-ihwal yang berkenaan dengan
pembuatan, mereka membuat pembuatan sebagai hal yang terbuat. Demi hal-ihwal yang
berkenaan dengan kesadaran, mereka membuat kesadaran sebagai hal yang terbuat.
Karena mereka (merupakan tindakan-tindakan yang) membuat hal-hal yang terbuat,
mereka disebut pembuatan-pembuatan.'

Dalam ajaran tentang pemunculan yang terkondisi atau pemulaian yang bergantung pada
yang lain (paṭiccasamuppāda), saṅkhāra-khanda dimengerti sebagai mendorong manusia
(dan makhluk-makhluk lainnya) pada seluruh proses menjadi (bhava) melalui tindakan-
tindakan badan jasmani dan ucapan (kamma). Sang Buddha menyatakan bahwa semua
bentukan yang berkenaan dengan kemauan itu terkondisi oleh ketidak-tahuan (avijja) akan
kenyataan (sacca) di balik aspek yang terlihat. Ketidak-tahuan inilah yang pada akhirnya
menyebabkan penderitaan manusia (dukkha). Keberhentian semua pembuatan-
pembuatan yang demikian itu (sabba-saṅkhāra-nirodha) mempunyai arti yang sama
dengan Penerangan Sempurna (bodhi), pencapaian ke-arahat-an.

Karena ketidak-tahuan mengkondisikan pembentukan-pembentukan yang berkenaan


dengan kemauan, pembentukan-pembentukan ini pada gilirannya mengkondisikan
kesadaran (viññāna). Sang Buddha menguraikan:
'Apa yang diniatkan seseorang, apa yang disiapkan/direncanakan seseorang, dan apa
yang menghantui pikiran seseorang merupakan tumpuan bagi penempatan kesadaran. Di
mana terdapat suatu tumpuan, di situ terdapat suatu tempat hinggap (atau: suatu
pembentukan) kesadaran. Ketika kesadaran itu hinggap dan tumbuh, terjadi produksi
proses untuk-menjadi-kembali di masa yang akan datang. Ketika terjadi produksi proses
untuk-menjadi-kembali di masa yang akan datang, terjadi kelahiran d masa yang akan
datang, penuaan & kematian, kesedihan, ratapan, kesakitan, kesukaran/bahaya, dan
keputus-asaan. Demikianlah pemulaian dari seluruh gugusan penderitaan & ketegangan
ini.'

Dari generasi ke generasi diceritakan bahwa setelah sang Buddha mencapai Penerangan
Sempurna, Beliau mengucapkan kata-kata ini:

'Dalam pencarian namun tak menemukan si pembuat rumah,


saya telah berkelana melalui putaran kelahiran yang tak terhitung banyaknya.
Betapa menyakitkannya kelahiran yang berulang dan berulang lagi.
Oh pembuat rumah! Engkau kini telah tertangkap!
Engkau tak akan membuat rumah lagi.
Kasau-kasaumu telah patah. Bubunganmu telah hancur.
Kesadaran yang tak terkondisi telah tercapai.
Dan segala jenis keinginan telah dimusnahkan.
(Dhammapāda, ayat 153, 154)

Si 'pembuat rumah' yang sang Buddha rujuk tidak lain adalah daya mental dari saṅkhāra-
khanda ini yang hasil-hasil buatannya, pembentukan-pembentukan yang berkenaan
dengan kemauan, terkondisi oleh ketidak-tahuan.

Anda mungkin juga menyukai