PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya antara akuntansi pajak dan akuntansi keuangan memiliki kesamaan tujuan,
yaitu untuk menetapkan hasil operasi bisnis dengan pengukuran dan rekognisi penghasilan dan
biaya. Namun ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian, bahwa ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan tidak sekadar instrument pentransfer sumber daya
(fungsi budgeter), akan tetapi seringkali pula digunakan untuk tujuan memengaruhi perilaku
wajib pajak untuk investasi, kesejahteraan dan lain-lain (fungsi mengatur) yang kadang-kadang
merupakan alasan untuk membenarkan penyimpangan dari standar akuntansi keuangan.
Di lain pihak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh subjek pajak dalam tahun pajak
yang bersangkutan, baik subjek pajak orang pribadi maupun subjek pajak badan, dikenakan
pajak penghasilan dan untuk menghitung pajak penghasilan tersebut, subjek pajak yang
bersangkutan berkewajiban mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) yang disediakan oleh Instansi
Pajak.
Pada umumnya bentuk dan isi yang terdapat dalam Surat pemberitahuan untuk kepentingan
perpajakan hampir tidak berbeda jauh dengan bentuk dan isi yang terdapat dalam Laporan
Keuangan untuk kepentingan komersial. Penghasilan Kena Pajak (PKP- Taxable Income) dihitung
berdasarkan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan (KPPP) sedangkan
Penghasilan Sebelum Pajak (PSP- Accounting Income atau Pretax Accounting Income atau
Pretax Book Income) dihitung berdasarkan standar yang disusun oleh profesi yang dikenal
sebagai Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
Oleh karena basis pengenaan penghasilan untuk keperluan perhitungan pajak penghasilan
berbeda dengan basis perhitungan penghasilan untuk keperluan komersial, atau dengan
perkataan lain akibat dari perbedaan rekognisi penghasilan dan biaya maka akan terdapat
perbedaan yang cukup signifikan antara kedua basis tersebut. Pajak penghasilan yang dihitung
berbasis pada Penghasilan Kena Pajak yang sesungguhnya dibayar kepada pemerintah disebut
sebagai “PPh terutang- Income Tax Payable atau Income Tax Liability,” sedangkan Pajak
Penghasilan yang dihitung berbasis Penghasilan Sebelum Pajak disebut sebagai “Beban Pajak
Penghasilan- Income Tax Expense atau Provision for Income Taxes.”
1
Sebagian perbedaan yang terjadi akibat perbedaan antara PPh Terutang dengan Beban Pajak
yang dimaksud sepanjang menyangkut perbedaan temporer hendaknya dilakukan pencatatan
dan tercermin dalam laporan keuangan komersial dalam akun pajak tangguhan (deferred tax)
baik aktiva pajak tangguhan maupun kewajiban pajak tangguhannya.
Jones Sally M dan Rhoades Catanach Shelley C. mengungkapkan bahwa perbedaan temporer
tidak berpengaruh terhadap perhitungan beban pajak (tax expense) tarif pajak efektif atau
rekonsiliasi antara tarif pajak efektif dengan tarif pajak berdasarkan undang-undang. Malahan,
perbedaan temporer tersebut akan menghasilkan baik aktiva pajak tangguhan maupun
kewajiban pajak tangguhan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pajak Tangguhan
Pajak tangguhan adalah pajak yang kewajibannya ditunda sampai waktu yang
ditentukan atau diperbolehkan. Pada dasarnya antara akuntansi pajak dan akuntansi
keuangan memiliki kesamaan tujuan, yaitu untuk menetapkan hasil operasi bisnis dengan
pengukuran dan rekognisi pengahasilan dan biaya. Namun ada beberapa hal yang perlu
mendapatkan perhatian, bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
tidak sekadar intstrumen penstranfer sumber daya ( fungsi budgeter), akan tetapi
seringkali pula digunakan untuk tujuan memepengaruhi perilaku wajib pajak untuk
inveastasi, kesejahteraan dll ( fungsi mengatur) yang kadang-kadang merupakan alas an
untuk membenarkan penyimpangan dari standar akuntansi keuangan.
Oleh karena basis pengenaan penghasilan untuk keperluan perhitungan pajak
penghasilan berbeda dengan basis perhitungan penghasilan untuk keperluan komersial,
atau dengan perkataan lain, akibat dari perbedaan rekognisi penghasilan dan biaya, maka
akan terdapat perbedaan yang cukup signifikan antar kedua basis tersebut. Pajak
pebnghasilan yang dihitung berbasis pada penghasilan yang sesungguhnya dibayar
kepada pemerintah, disebut sebagai “PPh terutang-income tax payable atau income tax
liability,”sedangkan pajak penghasilan yang dihitung berbasis penghasilan sebelum
pajak, disebut sebagai “beban pajak penghasilan-income tax expense/ profision for
income taxes”.
3
2.1.2 Aset Pajak Tangguhan
Aset pajak tangguhan timbul apabila beda waktu yang menyebabkan
terjadinya koreksi positif sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih kecil
daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan. Aset pajak tangguhan
adalah jumlah PPh terpulihkan pada periode mendatang sebagai akibat adanya
perbedaan temporer yang boleh di kurangkan dan sisa kompensasi kerugian.
1. Apabila Penghasilan sebelum Pajak lebih besar dari Penghasilan Kena Pajak,
maka Beban Pajak pun akan lebih besar dari Pajak Terutang, sehingga akan
menghasilkan Kewajiban Pajak Tangguhan.
2. Sebaliknya apabila Penghasilan Sebelum Pajak lebih kecil dari Penghasilan
Kena Pajak, maka Beban Pajaknya akan juga lebih kecil dari Pajak Terutang,
sehingga akan menghasilkan Aktiva Pajak Tangguhan.
Keterangan :
PSP : Penghasilan Sebelum Pajak BP : Beban Pajak
PKP : Penghasilan Kena Pajak PT : Pajak Terutang
4
2.2 Prinsip-Prinsip Alokasi Pajak
Pada dasarnya Alokasi Pajak Penghasilan bagi perusahaan sebagai wajib pajak bisa
mencakup 2 hal, yaitu:
1. Interperiod Allocation
Yaitu proses alokasi pajak penghasilan antar periode tahun buku yang satu
dengan periode- periode tahun buku berikut atau sesudahnya. Alokasi pajak
penghasilan antar periode tahun buku ini diperlukan karena adanya perbedaan
terhadap jumlah laba kena pajak dan laba akuntansi.
2. Intraperiod Allocation
Yaitu proses alokasi pajak penghasilan dalam suatu periode akuntansi karena
adanya perbedaan tarif pajak yang dikenakan terhadap tiap- tiap komponen laba
atau pendapatan ( Misalnya, tarif pajak untuk laba sebelum pos luar biasa berbeda
dengan tarif pajak untuk laba atau rugi luar biasa ).
Karena Undang – Undang Perpajakan di Indonesia tidak mengenal diskriminasi
tarif yang diberlakukan terhadap tiap – tiap komponen laba atau pendapatan, maka
masalah IntraperiodAllocation praktis tidak pernah dijumpai, sehingga pembahasan
lebih dititikberatkan pada masalah Interperiod Allocation.
5
a. Metode pajak tangguhan lebih menekankan pada pengukuran berapa besar
pengematan pajak kini akibat perbedaan temporer tersebut yang dialokasikan
pada periode mendatang. Sedangkan di lain pihak, metode kewajiban
tekanannya pada berapa besar pengeluaran kas yang akan dilakukan di masa
mendatang untuk keperluan pajak penghasilan terutang.
b. Metode pajak tangguhan lebih obyektif bila dibandingkan dengan metode
kewajiban, karena tidak menggunakan estimasi atau asumsi berkenaan dengan
waktu pemulihan penhasilan kena pajak kini maupun pada periode pemulihan
atau tarif pajak.
c. Baik metode pajak tangguhan maupun metode kewajiban mengungkapkan
secara terpisah berkenaan dengan pajak tangguhan di neraca dan laba-rugi
perusahaan dan tidak tergabung dalam nilai individu asset atau kewajiban,
penghasilan atau biaya, seperti halnya pada metode pajak netto.
d. Kelemahan yang serius pada metode pajak tangguhan adalah tidak terdapatnya
konsep mendasar atau teori yang rasional yang mempermasalahkan kredit paja
tangguhan. Kredit tersebut tidak memiliki atribut yang lazimnya sebagai utang
menurut akuntansi, dan malahan. Seolah-olah merupakan klaim pemilik atas
asset perusahaan. Para direksi lebih memfokuskan pada masalah laporan laba-
rugi dan obyektivitas pengukuran beban pajak dalam metode pajak tangguhan,
dibandingkan dengan perhatiannya terhadap neraca perushaan dan konstitensi
teori kredit pajak tangguhan dengan ekuitas lainnya.
6
3. Net of Tax Method (Metode Pajak Neto)
Pada metode ini tidak ada pajak tangguhan yang diakui. Konsekuensi dari pajak
atas perbedaan temporer tidak dilaporkan secara terpisah, sebaliknya diperlakukan
sebagai penyesuian atas niali aktiva atau kewajiban tertentu dan penghasilan atau
beban yang terkait. Dalam metode ini, beban pajak yang disajikan dalam laporan
laba rugi sama dengan jumlah pajak penghasilan yang terutang menurut SPT
Tahunan.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan ( PSAK 46 ) di antara ketiga metode
tersebut, hanya Deferral Method ( Metode Pajak Tangguhan ) yang diperkenankan
digunakan. Terpilihnya metode pajak tangguhan untuk digunakan dalam
penyusunan laporan keuangan, karena secara umum dapat dikatakan bahwa metode
ini memasukkan alokasi perbedaan temporer yang komprehensif dan bukan alokasi
perbedaan temporer yang parsial. Selain itum keunggulan dan kelemahan dari
metode ini adalah : metode pajak tangguhan lebih menekankan pada pengukuran
berapa besar penghematan pajak kini akibat perbedaan temporer tersebut yang
dialokasikan pada periode mendatang.Sedangkan di lain pihak, metode kewajiaban
tekanannya pada berapa besar pengeluaran kas yang akan dilakukan di masa
mendatang untuk keperluan pajak penghasilan terutang.
7
Dengan demikian akan terjadi perbedaan sebagai berikut :
8
2.5.1 Pencatatan
Jurnal untuk mencatat timbulnya asset pajak tangguhan adalah
9
c. Selisih antara jumlah PPh final yang terutang dengan jumlah yang
dibebankan sebagai pajak kini pada perhitungan laba rugi diakui sebagai
Pajak Dibayar di Muka dan Utang Pajak.
d. Akun PPh final dibayar di muka harus disajikan terpisah dari PPh final
yang masih harus dibayar.
8. Perlakuan akuntansi untuk hal khusus:
a. Jumlah tambahan pokok dan denda pajak yang ditetapkan dalam Surat
Ketetapan Pajak harus dibebankan sebagai pendapatan atau beban lain-
lain pada Laporan Laba Rugi periode berjalan.
b. Apabila diajukan keberatan dan atau banding, pembebanannya
ditangguhkan.
c. Apabila terdapat kesalahan mendasar, perlakuan akuntansinya mengacu
pada PSAK 25 tentang Laba atau Rugi Bersih untuk periode berjalan,
kesalahan mendasar, dan perubahan kebijakan akuntansi.
10
c. Tentukan aset atau kewajiban pajak tangguhan.
d. Buatlah jurnal dan penyajiannya.
Jawab:
a. Laba sebelum pajak Rp 90.000.000
Koreksi beda tetap:
-/- Pendapatan bunga deposito (Rp 60.000.000)
+/+ Beban jamuan Rp 40.000.000
Total beda tetap (Rp 20.000.000)
Rp 880.000.000
Penyajian :
Laba sebelum pajak Rp 90.000.000
11
Pajak Kini Rp 251.000.000
Pajak Tangguhan (Rp 4.500.000)
(Rp 246.500.000)
Laba Bersih Rp 653.500.000
2. Laba sebelum pajak tahun 2006 = Rp 700.000.000. Koreksi fiskal atas laba tersebut
adalah:
a. Pendapatan sewa bangunan Rp 50.000.000.
b. Beban bunga pajak Rp 10.000.000.
c. Beban pemberian sembako Rp 40.000.000.
d. Penyusutan komersial Rp 10.000.000 lebih tinggi dan penyusutan fiskal.
e. Pendapatan jasa giro Rp 20.000.000.
f. Beban PPh Rp 5.000.000.
g. Amortisasi fiskal Rp 15.000.000 lebih tinggi dan amortisasi komersial.
Kredit Pajak:
a. PPh 22: Rp 10.000.000
b. PPh 23: Rp 100.000.000
c. PPh 24: Rp 25.000.000
d. PPh 25: Rp 15.000.000
Pertanyaan:
a. Tentukan Penghasilan Kena Pajak.
b. Tentukan pajak Kurang/Lebih Bayar.
c. Tentukan aset atau kewajiban pajak tangguhan.
d. Buatlah jurnal dan penyajiannya.
Jawab:
a. Laba sebelum pajak Rp 700.000.000
Koreksi beda tetap:
-/- Pendapatan sewa bangunan (Rp 50.000.000)
-/- Pendapatan jasa giro (Rp 20.000.000)
+/+ Beban bunga pajak Rp 10.000.000
+/+ Beban pemberian sembako Rp 40.000.000
+/+ Beban PPh Rp 5.000.000
Total beda tetap (Rp 15.000.000)
Rp 685.000.000
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pajak tangguhan adalah pajak yang kewajibannya ditunda sampai waktu yang
ditentukan atau diperbolehkan. Pada dasarnya antara akuntansi pajak dan akuntansi
keuangan memiliki kesamaan tujuan, yaitu untuk menetapkan hasil operasi bisnis dengan
pengukuran dan rekognisi pengahasilan dan biaya. Namun ada beberapa hal yang perlu
mendapatkan perhatian, bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
tidak sekadar intstrumen penstranfer sumber daya ( fungsi budgeter), akan tetapi
seringkali pula digunakan untuk tujuan memepengaruhi perilaku wajib pajak untuk
inveastasi, kesejahteraan dll ( fungsi mengatur) yang kadang-kadang merupakan alas an
untuk membenarkan penyimpangan dari standar akuntansi keuangan.
13