Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SENI KRYA ETNIS BATAK TOBA

Dosen pengampu: Dra. Nurhayati Tanjung, M.Pd


Mata kuliah: Seni Krya

Disusun oleh:
KELOMPOK
Kristin Sianturi (5203343022)
Safrianti Ningsi ()

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA BUSANA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa., karena dengan limpahan
rahmat dan hidayah-Nya akhirnya tugas mata kuliah seni krya ini dapat kami
selesaikan dengan baik.Pembuatan tugas ini diharapkan dapat membantu pembaca
atau mempermudah pembaca dalam mempelajari materi tentang seni krya khusus nya
dalam pokok pembahasan “ seni krya etnis batak toba ”. Tugas ini diharapkan
semakin menambah wawasan bagi semua pembaca, agar tujuan pembuatan dan target
yang diharapkan tercapai.
Selesainya tugas ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak.
Melalui prakata ini tim penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.Dosen pengampu mata kuliah seni krya
2.Semua teman-teman kami di kelas C Pendidikan Tata Busana 2020 yang telah
banyak memberikan dukungan kapada tim penulis.
Akhir kata, tim penulis mengucapkan terima kasih dan memohon maaf bila ada
kesalahan dalam penulisan tugas ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kemajuan di masa yang akan datang. Semoga tugas ini
dapat bermanfaat khususnya bagi mahasiswa jurusan Pendidikan Tata Busana.

Medan, 26 Agustus 2021

Tim Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ragam hias di Indonesia merupakan suatu topik yang tidak akan pernah habis untuk
dibahas. Setiap suku di Indonesia memiliki kebudayaan, tradisi dan adat istiadat yang
beraneka ragam sehingga ragam hias yang dihasilkan pun sangat beragam. Hal
tersebut dapat menjadi sumber inspirasi dalam berkarya yang tidak ada habisnya.
Sumatera Utara merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki beragam
corak kebudayaan dan seni. Salah satu kebudayaan dan seni yang terdapat di daerah
Sumatera Utara adalah Gorga Batak. Gorga Batak merupakan hal yang paling dekat
dengan pencerminan kemasyarakatan suku Batak Toba. Selain sebagai hiasan pada
rumah, Gorga Batak juga merupakan suatu pelindung rumah dari serangan roh jahat
yang berasal dari luar rumah. Seiring perkembangannya, Gorga kini telah berfungsi
sebagai produk estetika yang tidak lagi dicampuri oleh hal-hal spiritual yang
mendalam seperti awalnya fungsi gorga tersebut. Perkembangan ilmu, teknologi dan
informasi telah mempengaruhi keberadaan seni budaya tradisional. Dalam waktu
yang cukup lama Gorga memiliki perkembangan dari bentuk yang kasar menjadi
bentuk yang lebih halus, sehingga Gorga Batak tidak hanya mengandung nilai-nilai
spiritual yang tinggi tetapi memiliki nilai estetis yang kuat dan mendalam tanpa
mengesampingkan “kesakralannya” yang masih melekat pada masyarakat Batak pada
saat ini. Namun tak dapat dipungkiri bahwa keberadaan Gorga Batak perlu
dikembangkan agar tetap mempertahankan eksistensinya di era modernisasi saat ini.
Eksplorasi motif menjadi salah satu pilihan penulis sebagai bentuk pengenalan
budaya Batak tersebut. Eksplorasi motif merupakan pengembangan suatu objek
hingga objek memiliki nilai yang lebih tinggi dari sebelumnya. Eksplorasi motif ini
juga merupakan sebuah inovasi terhadap pembuatan motif Gorga karena motif Gorga
akan diolah sedemikian rupa hingga mencapai nilai kebaruan tanpa mengurangi nilai-
nilai filosofis dan makna pada motif Gorga secara signifikan. Pada proses akhir nanti
perwujudan Gorga Batak akan di lakukan dengan beberapa teknik kekinian yang
cukup dikenal di bidang tekstil. Dengan adanya eksplorasi motif ini bertujuan untuk
menerapkan ornamen Gorga Batak pada produk fashion yang bersifat lebih modern
tanpa mengurangi kaidah-kaidah dasar dari 2 Gorga Batak yang ada, sehingga Gorga
dapat memiliki nilai fungsional yang lebih tinggi. Berdasarkan data yang telah
didapat penulis dari hasil proses pengamatan,perkembangan dan pengenalan
masyarakat terhadap Gorga Batak hanya cenderung digunakan pada bagian – bagian
rumah tradisional. Selain itu melalui penciptaan eksplorasi motif ini peneliti ingin
mengangkat kembali keindahan ornamen batak dengan nilai kebaruan,berdasarkan
perkembangan estetis dan pengaplikasiannya pada produk fashion. Produk fashion
yang dihasilkan mungkin akan beragam. Tidak hanya busana saja, namun bisa juga
produk fashion lainnya seperti aksesoris. Harapannya produk fashion yang dihasilkan
akan berdampak pada nilai fungsional Gorga Batak yang bisa menjadi lebih tinggi
dan dapat memperkenalkan sisi lain dari kebudayaan Batak terhadap masyarakat luas.

1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang

yang telah disusun di atas maka dapat diidentifikasi menjadi beberapa masalah, yaitu :
1. Gorga Batak secara fungsional hanya digunakan pada hiasan eksterior dan interior Ruma
Bolon ( rumah adat Batak Toba ) sehingga Gorga Batak tidak dikenal atau tidak populer di
kalangan masyarakat umum ataupun masyarakat Batak sendiri sehingga sulit untuk
berkembang pada era modernisasi ini.
2. Pengembangan motif Gorga Batak menjadi motif yang lebih dinamis dan modern.

1.3 Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah berdasarkan pembatasan masalah yang telah disebutkan di atas
adalah :
1. Bagaimana cara mengenalkan Gorga Batak pada masyarakat umum ataupun masyarakat
Batak itu sendiri sehingga dapat berkembang pada era modernisasi saat ini ?
2. Bagaimana cara mengeksplorasi motif Gorga Batak menjadi motif yang lebih dinamis dan
modern?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Filosofi Gorga Batak Toba

Gorga Batak Toba atau dikenal juga sebagai seni ukir dengan cara memahat yang
biasanya terdapat pada bagian luar rumah adat Batak Toba namun tidak menutup adanya
ornamen sejenis yang terdapat pada bagian dalam rumah. Adapun hiasan ornamen yang
disebut dengan Gorga tidak hanya tertutup pada media bangunan rumah saja, namun tentunya
ornamen yang disebut dengan Gorga Batak Toba ini meliputi benda-benda alat kesenian
Bangsa Batak Toba.

Etnis Batak  dianggap menjadi etnis asli yang telah lama hidup di daerah sekitar Danau
Toba. Etnis ini telah tersebar ke beberapa penjuru daerah Sumatera Utara yang kemudian
terbagi menjadi beberapa sub-etnis diantaranya adalah Toba, Pakpak, Simalungun, Karo,
Mandailing, dan Angkola. Asal mula etnis ini berasal dari mitos Si Raja Batak yang lahir
melalui Siboru Deak Parujar di Sianjur Mula-mula, di daerah Pangururan (ibukota Kabupaten
Samosir). Si Raja Batak mempunyai dua orang anak, yaitu Lontung dan Isumbaon (Sumba)
yang merupakan moyang dari dua kelompok marga terbesar dalam silsilah Batak. Sianjur
Mula-Mula inilah dianggap sebagai awal persebaran bangsa Batak, sering disebut Bona
Pasogit.

Dari sepintas sejarah mengenai etnis Batak di atas, tidak bisa disangkal lagi bahwa
keberadaan tersebut merupakan warisan leluhur yang harus dilestarikan. Yang harus
diperhatikan juga adalah kebudayaan yang diwariskan hingga saat ini. Warisan ini tercermin
dalam bahasa, adat-istiadat, kesenian, dan sebagainya. Semuanya itu dapat menjadi daya tarik
wisata yang mengundang wisatawan berkunjung ke Danau Toba. Pelestarian budaya ini
menjadi tanggung jawab semua masyarakat, namun porsinya tidak seragam. Hal ini juga
harus mendapat dukungan dari pemerintah yang merupakan roda penggerak dalam
mengembangkan kepariwisataan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dalam melakukan pelestarian budaya tersebut, perlu dilakukan pemusatan ataupun
konsentrasi terhadap potensi yang akan dikembangkan. Mengingat luasnya unsur-unsur
kebudayaan tersebut, dapat dilakukan prioritas pengembangan. Dalam hal ini, penulis tertarik
untuk mengajak banyak pihak untuk mengembangkan gorga Batak sebagai salah satu unsur
budaya yang merupakan seni rupa orang Batak pada masa lampau terutama dalam ukir-
ukiran dan menghias eksterior rumah (jabu, ruma bolon).
Beberapa alat seni musik yang memiliki ornamen Gorga Batak ini adalah Gondang, Sarune,
Kecapi dan beberapa alat musik lainnya . Bagi teman-teman yang mungkin pernah melihat
atau ingin mengetahui bagaimana bentuk ornamen seni ukir dari tanah Batak ini tidaklah
cukup sulit untuk mengenalinya. Selain warna cat yang memiliki 3 (tiga) warna dasar pada
umunya, teman-teman dapat mengetahui bahwa ukiran tersebut adalah ukiran khas Batak
dengan cara mengenali bentuk ukiran yang mirip patung cicak dan buah dada. Namun itu
bukanlah hanya sekedar patung cicak dan buah dada. Gorga Batak merupakan salah satu
karya seni dan kebudayaan Batak yang usianya sudah cukup tua. Sebuah seni pahat
tradisional yang dibuat secara alami. Pada zaman dahulu, gorga hanya dibuat untuk rumah
yang dianggap terhormat, karena nenek moyang Batak menganggap bahwa gorga bukan
hanya sekedar hiasan, tetapi memiliki makna yang mencenninkan hidup Orang Batak.

2.2 Warna Dasar Gorga Batak

Gorga Terdiri Dari 3 (Tiga) Warna Dasar


Hanya tiga wama yang dipakai pada Gorga Batak Toba. Ketiga warna itu adalah hitam,
merah dan putih; melambangkan tiga bagian alam semesta (kosmos) yaitu Banua Toru (alam
bagian bawah, di bawah tanah, bukan neraka), Banua Tonga (kosmos bagian tengah,
permukaan Bumi tempat manusia, binatang-binatang dan tumbuh-tumbuhan hidup), Banua
Ginjang (kosmos bagian atas: langit, tempat bersemayam para dewa). Ketiga wama gorga
juga melambangkan tiga penguasa alam semesta yaitu Batara, penguasa Banua Toru
dllambangkan dengan warna hitam, Debata,sori penguasa Banua Tonga dilambangkan
dengan warna merah, dan Mangala Bulan penguasa Banua Banua Giniang, dilambangkan
dengan warna putih. Ketiga dewa yang dikenal dengan sebutan 'Debata Sitolu Sada', atau
tritunggal dewa dan tiga bagian alam semesta ini sangat mempengaruhi hampir seluruh
kebudayaan Batak.
1). Hitam
Warna hitam adalah symbol dari Banua Toru (kosmos bagian bawah) dan penguasaanya
Batara Guru yang selalu mengendarai kuda hitam. Di dalam kehidupan sehari-hari warna
hitam dianggap sebagai simbol kekuatan pengobatan dan kedukunan. Warna hitam sering
disebut sebagai Raja Wama, sebab kalau warna ini dicampur dengan warna lain, dengan
perbandingan yang sama, maka warna yang lebih kuat adalah warna hitam.
2). Merah
Warna merah adalah simbol Banua Tonga (kosmos bagian tengah) dan penguasanya adalah
Debata Sori yang selalu mengendarai kuda berwarna merah. Dahulu warna merah sangat
ditakuti oleh Orang Batak, karena warna ini dianggap sebagai penyebab kematian. Keyakinan
itu di dapat dari kenyataan pada kehidupan tanamtanaman, yang pada mulanya berwarna
hijau, kemudian nampak berwarna kekuningkuningan suatu pertanda mendekati kematian.
Dan apabila telah pasti mati, daun tanaman yang dulunya berwarna hijau itu kelihatan merah
(marrara). Warna merah dibuat pada latar belakang gorga yaitu pada sela-sela andor, di
antara andor dengan daun gorga dan diantara andor dengan batas bidang gorga. Merah adalah
lambang keberanian dan kesaktian.
3). Putih
Putih melambangkan kesucian dan kehidupan. Batak percaya membuat hidup adalah
gota(getah), suatu tenaga ajaib yang mengalir dalam tubuh makhluk hidup. Orang Batak
zaman dahulu menganggap manusia hidup dari gota ni (getah nasi), gota ni gadong (getah
ubi), dan gotd ni ingkau (getah sayur-sayuran). Memang tidak semua getah berwama putih
tetapi karena kebanyakan getah berwarna putih, maka Orang Batak menganggap bahwa getah
itu berwarna putih. Warna putih dibuat pada garis gorga (hapur atau lili), yaitu garis kontur
dan garis tengah yang selalu mengikuti andor (garis berwama hitam).

2.3 Jenis dan Macam Gorga

1) Motif Binatang
Pola dasarnya adalah bentuk binatang dari berbagai jenis dan tingkatan maupun bagian dari
motif tersebut. Ragam hias yang dimaksud adakalanya sekedar bentuk sederhana dengan
suatu pengertian yang mempunyai makna juga sering terdapat yang lebih menjurus ke dalam
kelompok motif lainnya terutama motif geometris.
a. Hoda – Hoda
Hiasan atau ukiran berupa binatang (kuda) yang sedang ditunggangi seseorang dan seorang
lagi sedang memegang tali kendali berdiri disamping kuda. Hiasan ini ada yang dilukis dan
adapula yang diukir pada dinding bagian depan dan samping kiri dan kanan rumah atau sopo,
menggambarkan suasana pesta adat yaitu pesta Mangaliat Horbo (pesta besar). Dengan
adanya ukiran ini berarti pemilik rumah berhak melaksanakan pesta besar. Secara simbolis
ragam hias ini bermakna sebagai lambing kebesaran.
b. Boraspati
Hiasan berupa ukiran seekor cicak/kadal, badannya bergaris – garis (loreng) dan ekornya
bercabang. Ornamen ini dibuat pada rumahdan sopo bagian depan yaitu masing – masing
empat di sebelah kiri dan empat di sebelah kanan yang selalu berdekatan dengan ornamen
susu wanita (adep – adep). Boraspati disebut juga Bujonggir, suku Batak Toba menganggap
bahwa Bujonggir adalah binatang yang bertuah sebab dapat memberikan tanda – tanda
kejadian yang akan datang melalui gerak – geriknya ataupun dengan suara. Karena dianggap
sebagai pelindung bagi manusia, maka Bujonggir dirumah Namanya menjadi Boraspati Ni
Tano (Dewa kesuburan tanah), ornamen ini melambangkan suatu kekuatan bagi perlindungan
manusia dari marabahaya, memberikan berkah serta harta kekayaan kepada manusia.

c. Sijonggi
Sijonggi adalah nama lembu jantan. Bila ada serombongan lembu atau sapi diantaranya
terdapat seekor lembu atau sapi jantan, selalu berada didepan disebut Sijonggi. Jonggi adalah
lambang kejantanan sehingga sering dipakai pada nama seorang laki – laki, karena dianggap
sebagai lambang keperkasaan. Ornamen ukiran memperlihatkan hiasan garis – garis gambar
lembu berbaris dengan seekor sijonggi berada dibagian depan pebagai pemimpin.
2) Motif Manusia
Pada dasarnya adalah bentuk tubuh manusia atau bagian dari padanya.
Susu/Adep – adep
Hiasan ukiran bentuk bulatan susu wanita, diletakkan secara berjejer masing - masing empat
buah disebelah kanan dan kiri pada dinding bagian depan. Hiasan ini selalu berdekatan
dengan Boraspati yang seakan – akan mulutnya mendekati susu tersebut. Hiasan ini
fungsinya sama dengan gajah dompak. Jika motif ini terdapat pada rumah adat maka hiasan
gajah dompak tidak dibuat lagi, demikian sebaliknya. Susu dianggap sebagai lambang
kesuburan dan kekayaan dan sering disebut sebagai lambang keibuan (inanta parsonduk)
yang berarti pengasih dan penyayang.
3) Motif Angkasa
Pola dasarnya nama – nama benda angkasa dari berbagai jenis yang disusun secara tergabung
atau merupakan unsur sendiri.
a. Desa Na Ualu
Hiasan ukiran bentuk segitiga sebanyak empat buah, ujungnya saling berhadapan
dibagian tengah, bagian pangkal ditambah dengan garis – garis melengkung seperti
huruf “S” memanjang. Jika dilihat secara keseluruhan menyerupai arah mata angin
Desa Na Ualu (delapan arah). Gambar mata angin delapan penjuru dunia sering
dibuat sebagai hiasan. Desa Na Ualu merupakan simbol perbintangan untuk
menentukan saat – saat baik bagi manusia untuk bekerja seperti musim turun
kesawah, menangkap ikan dan lain – lain. Pada rumah adat Batak Toba Desa Na
Ualu dipasang pada bagian ujung dinding depan sebelah kanan dan kiri.

b. Mata Niari
Hiasan ukiran bentuk seperti binatang delapan, bagi suku Batak Toba disebut Mata
Niari (matahari) sebagai simbol sumber kekuatan hidup dan bagi penentu jalan
kehidupan didunia, sehingga sering disebut Purba manusia.

4) Motif Tumbuh – tumbuhan


Pola dasarnya adalah tumbuh – tumbuhan atau bagian daripadanya yang penggabungannya
sering berbentuk geometris. Ragam yang dimaksud sering melengkapi motif ragam hias
lainnya disusun secara tergabung.
a. Hariara Sundung Dilangit
Hiasan ukiran berbentuk pohon, menyerupai pohon beringin yang dihinggapi
beberapa jenis burung. Bagian atas dan tengah terdapat burung sedangkan bagian
wabah pohon dililit seekor ular. Burung – burung bagian atas disebut Manuk –
manuk Hulambujati warna putih yang dianggap sebagai pembawa berkah, bagian
bawah disebut Manuk – manuk Imbulubuntal berwarna merah sedang membawa padi
dan kapas diparuhnya. Ular bagian bawah melambangkan sejarah asal usul manusia
turun ke dunia. Secara keseluruhan Hariara Sundung dilangit melambangkan
terjadinya (lahirnya) manusia kedunia ini sebagai manusia yang diberkati Tuhan,
dengan demikian manusia harus ingat akan Tuhannya sebagai pencipta langit dan
bumi. Hiasan ini dipasang di halangulu (ruang tengah tempattidur tuan rumah).

b. Silintong
Silintong berarti pusaran air, ukiran spiral berupa pusaran air yang di anggap
gerakan garis yang indah. Putaran air yang terdapat adalam guci disebut Pagar yaitu
sejenis air yang mengandung kesaktian. Pusaran air tersebut di anggap kejadian yang
istimewa, maka tidak semua rumah adat memiliki pagar silitong, hanya rumah –
rumah raja adat, datuk (dukun) yang berperan untuk melindungi rakyat. Hiasan ini
melambangkan suatu kekuatan sakti yang dapat melindungi manusia dari segala
bahaya. Dipasang pada dorpi jolo (dinding depan) dan tempat lain (bebas)

c. Simarogung – ogung
Hiasan ukiran berbentuk seperti sulur daun dan lingkaran sebanyak dua buah
menyerupai huruf “S” memanjang (meander). Bagi suku Batak Toba motif ini
disebut “Simarogung – ogung” karena bentuknya mirip dengan gong. Gong
dianggapsebagai simbol dalam suatu acara pesta. Hiasan ini melambangkan kejayaan
dan kemakmuran. Dipasang pada bagian dorpi jolo (dinding bagian depan), maka
pemilik rumah tersebut telah berhak untuk melaksanakan pestadan berarti kaya,
pengasih, penyayang yang disebut “Parbohul – bohul Na Bolon”

d. Simeol – meol
Hiasan ukiran berupa garis – garis melengkung seperti salur daun. Meol – meol
berarti melenggak – lenggok dengan aneka ragam irama gerakan garis. Ornamen ini
mengandung arti secara simbolis, melainkan hanya menggambarkan kegembiraan
dan penambah keindahan suatu bangunan (rumah adat) sehingga penempatannya
bebas.

e. Simeol – meol Masiolan


Bentuk dan fungsinya sama dengan simeol – eol hanya saja dibuat ganda berhadap –
hadapan sehingga bila dirapatkan saling menutupi.

f. Dalihan Na Tolo
Hiasan ukiran bentuk sulur menyerupai daun pakis yang saling mengikatantara yang
satu dengan yang lain, dan menggambarkan hubungan kemasyarakatan selalu diatur
oleh adat disebut Dalihan Na Tolu yang merupakan falsafah hidup suku Batak dan
pada setiap upacara adat atau aktivitas lainnya selalu dikaitkan dengan aturan –
aturan yang telah ditentukan dalam Dalihan Na Tolu. Dalihan Na Tolu berarti tungku
nan tiga, dihubungkan dengan kekerabatan masyarakat Batak Toba.

5) Motif Geometris
Yaitu suatu hiasan dengan pola dasarnya adalah gambar - gambar ilmu ukur dengan
sistem pengulangan dalam bentuk garis – garis sejajar, lingkaran diagonal, segitiga
dan lain – lain.
a. Ipon – Ipon
Hiasan ukiran ipon- ipon bentuk geometris merupakan hanya sebagai hiasan
pinggir suatu ornamen atau dengan kata lain fungsinya hanya sebagai penambah
keindahan. Ada beberapa bentuk ipon – ipon yaitu setengah lingkatan, meander,
segitiga dan sulur – sulur.

b. Iran – Iran
Hiasan ukiran bentuk garis melengkung saling bertolak belakang yang di antarai
oleh tanda tambah (+). Iran adalah sejenis pemanis muka manusia agar tampak
lebih cantik dan berwibawa. Hiasan ini dipasang pada songsong boltok karena
dianggap sebagai wajah rumah, maka dibuatlah iran – iran sebagai simbol
kecantikan.

c. Sitangan Ornamen
ukiran seperti angka tiga yang saling bertolak belakang. Tangan adalah sebuah
kotak tertutup yang terbuat dari perak atau emas sebagai tempat daun sirih,
pinang, gambir, tembakau dan kapur. Betuknya bermacam – macam seperti
bundar, segi empat, segi enam dan lain – lain. Jadi gerakan antara tutup dan
badan merupakan bidang simetris sehingga kalau dilipatkan bentuknya sama.
Ornamen ini menggambarkan sebagai penasihat bagi pemilik rumah agar
menghilangkan sikap sombong dan angkuh terhadap orang lain dan hidup
bermasyarakat.

d. Sitompi Hiasan
ukiran berbentuk garis – garis melingkar menyerupai garis meander yang saling
berhubungan dengan menyilang, ujungnya saling bertemu dan melengkung.
Sitompi adalah sejenis alat untuk mengikat leher kerbau yang dipakai untuk
membajak sawah, dibuat dari rotan dianyam dan bentuk anyaman inilah yang
menjadi motif hias tersebut. Hiasan ini melambangkan agar hidup saling
mengasihi (lambang keterikatan kebudayaan). Hiasan ini muncul karena
masyarakat Batak Toba dari dulu hingga sekarang mempunyai falsafah hidup
bergotong royong, tidak memandang status (golongan). Dipasang pada dorpi jolo
(dinding depan) dan dinding kiri dan kanan.

6) Motif Makhluk Raksasa


Pola dasarnya adalah bagian dari anggota tubuh manusia ataupun binatang raksasa yang
disusun secara tergabung atau merupakan elemen sendiri.
a. Ulu Paung
Hiasan ukiran bentuk mahkluk raksasa setengah manusia dan setengah binatang. Hiasan
ini diletakkan pada puncak atap bagian depan. Motif ini menyaratkan raut muka yang
berwibawa, tanduk kerbau menggambarkan kekuatan sedangkan jambul – jambul diatas
kepala sebagai tanda hagabeion (banyak keturunan). Ulu paung melambangkan suatu
kekuatan untuk melindungi seisi rumah dari gangguan setan – setan yang masuk melalui
pintu rumah.

b. Singa – Singa
Hiasan ukiran bentuk makhluk raksasa mirip wajah manusia dengan lidah menjulur
keluar hampir sampai ke dagu, kepala di serbani dengan kain tiga bolit, kaki posisi
berlutut berada sebelah bawah pipi kiri dan kanan serta mata melotot. Singa – singa
melambangkan keadilan akan hukum dan kebenaran. Dipasang pada tiang depan sebelah
kiri dan kanan.

c. Gajah Dompak
Hiasan ukiran bentuk seperti kepala kerbau yang distilir. Ditempatkan secara tergantung
diujung Dilapaung. Motif Gaja Dompak melambangkan kebenaran, dalam arti bahwa
manusia harus mengetahui hukum yang benar yaitu hukum yang diturunkan oleh Tuhan
Yang Maha Esa. Juga sebagai penegak hukum kebenaran bagi semua umat manusia.

d. Jengger/ Jorngom
Hiasan ukiran bentuk menyerupai makhluk raksasa, ditempatkan pada haling godang.
Jengger merupakan multi bentuk yaitu gabungan dari berbagai bentuk binatang gaib
seperti halnya dengan makara dalam pantheon Hindu, berfugsi sebagai penolak segala
macam kejahatan, agar penghuni rumah aman dan tentram.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ukiran Gorga merupakan seni kebudayaan yang ada pada masyarakat Batak. Pada
ukiran gorga terdapat bentuk yang bermacam-macam. Adapun jenis bentukbentuk
ukiran gorga pada rumah adat batak ialah gorga sompi, gorga ipon-ipon, gorga desa
na ualu (mata angin), gorga simataniari (matahari), gorga simarogung-ogung, gorga
singa-singa, gorga jenggar dan jorngom, gorga boras pati (cecak), gorga adop-adop
(susu), gorga gaja dompak, gorga dalihan na toru, gorga simeol-eol, gorga sitagang,
gorga sijonggi, gorga silintong, gorga iran-iran, gorga hariara sudung di langit, gorga
hoda-hoda, dan gorga ulu paung. Berdasarkan bentuk-bentuk tersebut, ukiran gorga
memiliki makna pada setiap bentuknya. Makna dalam ukiran gorga Batak
menunjukkan bahwa adanya makna simbolis yang terdapat dalam setiap elemen di
ukiran gorga. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa adanya nilai-nilai budaya yang
masih bertahan dalam kebudayaan masyarakat Batak. Melalui semiotik dapat
memahami tanda yang muncul dalam ukiran gorga. Tanda terdiri dari dua konsep
yaitu penanda dan petanda, dan keduanya tidak dapat dipisahkan. Penanda dan
petanda membentuk tanda. Teori semiotika digunakan untuk mengetahui makna
melalui relasi tanda-tanda yang ada dalam sebuah ukiran gorga.

B. SARAN

Saya sebagai penulis menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki kekurangan
yang jauh dari kata sempurna.Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah
dengan mengacu kepada sumber yang bisa dipertanggung jawabkan nantinya. Oleh
sebab itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik serta saran mengenai
pembahasan makalah di atas.
DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/ASUS/Downloads/GORGA%20TOBA%20SIMBOL%20KEKUATAN
%20DAN%20JATI%20DIRI%20BANGSO%20BATAK.pdf
https://www.sibatakjalanjalan.com/2019/11/semua-hal-tentang-gorga-batak-toba-dan-11-
filosof-makna-arti.html
https://solup.blogspot.com/2018/07/jenis-jenis-gorga-ornamen-batak-toba.html

Anda mungkin juga menyukai