Disusun oleh :
1. Dheananda Arikah M0621007
2. Hasna Ulya Annafis M0621021
3. Putri Kiaradiva M0621035
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan
karunia-Nya kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai bukti telah melakukan studi
daring melalui youtube Net Lifestyle di Kampung Batik Laweyan Surakarta untuk memenuhi tugas
mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Makalah ini dilengkapi dengan informasi dan gambar mengenai Kampung Batik Laweyan
Surakarta. Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
terselesaikannya makalah ini, yaitu :
1. Dr. Pranoto selaku Dosen Pendidikan Kewarganegaraan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret.
2. Akun youtube Net Lifestyle
3. Pihak-pihak lain yang terlibat.
Makalah ini jauh dari kata sempurna, semoga dengan adanya makalah ini kita semua bisa
memperoleh manfaatnya, dan menjadikan kita bisa lebih cinta terhadap kebudayaan yang ada di
Indonesia khususnya didaerah tempat kita tinggal, serta bisa mengembangkan kebudayaan yang
ada untuk selalu dilestarikan.
Penyusun
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batik merupakan salah satu ciri khas kebudayaan Indonesia yang telah menjadi warisan
peradaban dunia. Jenis corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak dan
variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang amat beragam. Khas
budaya Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan
jenis batik tradisional dengan ciri kekhususannya sendiri.
Solo merupakan kota yang ramai terletak di wilayah karesidenan surakarta berada di
wilayah provinsi jawa tengah. Solo hingga kini terkenal dengan masih lekatnya budaya Jawa.
Solo mempunyai tekat untuk terus melestarikan budaya jawa dengan menggunakan slogan yang
kini terkenal dengan The Spirit of Java. Solo kini juga terkenal dengan icon batik, batik solo
dijadikan juga andalan wisatawan ketika berkunjung ke solo, terutama wilayah yang menjadi
pusat sentra batik solo adalah di kampung batik laweyan dan kawasan kampung wisata batik
kauman. batik solo sendiri menjadi produk lokal andalan yang sudah terkenal di Indonesia dan
sudah di export ke luar negeri.
Pada dasarnya, batik yaitu budaya leluhur turun temurun, batik di Indonesia mempunyai
simbolik yang melambangkan ciri khas dari setiap daerah. Batik merupakan salah satu budaya
yang ada di Indonesia. Pada jaman dahulu perempuan perempuan Jawa menjadikan ketrampilan
membatik sebagai mata pencahariannya dalam kehidupan sehari hari. Sehingga terkenal pada
jaman dahulu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif. Kesenian ini dijadikan sebagai
kebudayaan keluarga raja pada jaman dahulu, awalnya batik hanya digunakan untuk keluarga
keraton atau raja-raja serta pengikutnya. Dalam pembuatan batik pada zaman dulu hanya sedikit
dan terbatas, maka yang menggunakan hanya untuk pakaian raja, keluarga dan pengikutnya,
oleh karena itu banyak pengikut raja yang tinggal diluar keraton dan dikerjakan ditempatnya
masing-masing teknik yang digunakan pun jaman dahulu masih menggunakan teknik tuas.
Motif dan warna pada batik yang dibuat biasanya memiliki ciri khas daerah masing-
masing. Batik solo sendiri terkenal dengan corak tradisional nya, baik dalam proses cap maupun
proses tulisnya. Bahan bahanya sendiri masih menggunakan bahan lokal, seperti bahan untuk
pewarnaan batik menggunakan bahan dari Soga jawa, sedangkan pola batik solo yang terkenal
di indonesia adalah pola Sidomukti dan pola Sidoluruh.
4
Kampung batik laweyan adalah salah satu kawasan lengkap budaya di Indonesia yang
kaya akan potensi budaya dan sejarah yang telah diwarisi sejak nenek moyang. Salah satu
warisan yang tak ternilai yang dimiliki dikampung batik laweyan adalah seni batik yang masuk
dalam warisan budaya tak benda (intangible cultural heritage). Seni batik solo telah menjadi
daya tarik tersendiri sebagai warisan budaya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Kampung Batik Laweyan Surakarta?
2. Apa produk batik pada Kampung Batik Laweyan Surakarta?
3. Apa ciri khas dari batik Laweyan Surakarta?
4. Bagaimana cara pembuatan batik di kampung batik Laweyan Surakarta?
C. Tujuan Penulisan
Studi daring yang dilakukan oleh Kelompok 1 bertujuan untuk :
1. Untuk memenuhi tugas Pendidikan Kewarganegaraan Program Studi Farmasi Universitas
Sebelas Maret Surakarta Angkatan 2021.
2. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan dari batik Laweyan Surakarta.
3. Untuk mengetahui produk batik dari Kampung Batik Laweyan Surakarta dan ciri khas dari
batik laweyan Surakarta.
4. Untuk mengetahui cara pembuatan batik di kampung batik Laweyan Surakarta
5. Untuk meningkatkan rasa cinta terhadap produk lokal dan melestarikan sebagai wariskan
budaya tak benda.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang diperoleh setelah dilakukan studi daring ini antara lain:
1. Mengetahui perkembangan dari batik Laweyan Surakarta beserta sejarahnya.
2. Mengetahui produk batik yang ada di Kampung Batik Laweyan Surakarta.
3. Mengetahui ciri khas dari batik Laweyan yang membedakannya dengan batik-batik
lainnya.
4. Mengetahui cara pembuatan batik di kampung batik Laweyan sehingga dapat dilestarikan
dan diwariskan sebagai salah satu warisan budaya tak benda.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Batik di Indonesia
Menurut kamus besar bahasa Indonesia batik berarti gambar yang ditulis pada kain
dengan mempergunakan malam sebagai media sekaligus penutup kain batik selain itu batik juga
sering diartikan sebagai bahan sandang yang dibuat berupa tekstil untuk keperluan kelengkapan
hidup sehari-hari. Tekstil yang dibuat dengan teknik atau proses batik untuk sandang tersebut,
berupa kain penutup badan, hiasan rumah tangga, dan perlengkapan lain yang semuanya
dimaksudkan untuk memperindah. Seni Batik hidup subur di Indonesia dan dikenal oleh seluruh
lapisan masyarakat, bila dibandingkan antara batik sekarang dengan batik puluhan tahun yang
silam, tidak begitu banyak perubahan baik berupa bahan, cara maupun coraknya. Sifat inilah
yang menyebabkan seni batik mudah dipelajari, dari generasi ke generasi.
Pada jaman dahulu telah ada semacam batik di Jepang pada zaman dinasti Nara yang
disebut “Ro-Kechr”, di China pada zaman dinasti T’ang, di Bangkok dan Turkestan Timur.
Design batik dari daerah-daerah tersebut pada umumnya bermotif geometris, sedangkan batik
Indonesia lebih banyak variasinya. Batik dari India Selatan (baru mulai dibuat tahun 1516 di
Palekat dan Gujarat) Adalah sejenis kain batik lukisan lilin yang terkenal dengan nama batik
Palekat. Perkembangan batik India mencapai puncaknya pada abad 17-19. Walaupun batik
india pada jaman dahulu sangat mendominasi tetapi batik yang berasal dari indonesia tidak
terpengaruh kebudayaan India, selain di pulau Jawa banyak dari daerah – daerah lain yang juga
memiliki produk batik seperti misalnya batik dari daerah Toraja, daerah Sulawesi, Irian dan
Sumatera. Karena batik Indonesia tidak terpengaruh oleh batik india maka tidak terdapat
persamaan ornamen batik Indonesia dengan ornamen batik India seperti misalnya di India tidak
terdapat motif tumpal, pohon hayat, caruda, dan isen-isen cece serta sawut tetapi motif – motif
tersebut banyak muncul di batik indonesia khususnya batik yang berasal dari pulau Jawa.
Batik di Indonesia telah ada sejak zaman Sriwijaya, Tiongkok pada zaman dinasti Sung
atau T’ang (abad 7-9). Kota-kota penghasil batik, antara lain : Pekalongan, Solo, Yogyakarta,
Lasem, Banyumas, Purbalingga, Surakarta, Cirebon, Tasikmalaya, Tulunggagung, Ponorogo,
Jakarta, Tegal, Indramayu, Ciamis, Garut, Kebumen, Purworejo, Klaten, Boyolali, Sidoarjo,
Mojokerto, Gresik, Kudus, dan Wonogiri. Sejarah batik diperkirakan dimulai pada zaman
6
prasejarah dalam bentuk prabatik dan mencapai hasil proses perkembangannya pada zaman
Hindu. Sesuai dengan lingkungan seni budaya zaman Hindu seni batik merupakan karya seni
Istana. Dengan bakuan tradisi yang diteruskan pada zaman Islam. Hasil yang telah dicapai pada
zaman Hindu, baik teknis maupun estetis, pada zaman Islam dikembangkan dan diperbaharui
dengan unsur-unsur baru. Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan
kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan,
pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada
masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.
Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah
satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya
terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya.
Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini
dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing. Kesenian batik
mulai meluas dan mulai menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah
akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis
sampai awal abad ke-XX dan batik cap baru dikenal setelah perang dunia pertama atau sekitar
tahun 1920. Adapun kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat
perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri yang kemudian batik menjadi alat perjuangan
ekonomi oleh tokoh-tokoh pedagang Muslim melawan perekonomian Belanda.
Setelah batik hanya menjadi monopoli kerajaan dan menjadi alat perjuangan ekonomi
dalam melawan Belanda pemakaian batik mulai menjamah rakyat pada umumnya dan
selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi
waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga kraton, kemudian
menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang
dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri. Sedang bahan-bahan pewarna yang
dipakai tediri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari: pohon
mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat
dari tanah lumpur
7
B. Kampung Batik Laweyan Surakarta
Laweyan merupakan suatu kawasan sentra industri batik yang unik, spesifik dan
bersejarah. Dilihat dari segi sejarah menurut Mlayadipuro (1984), keberadaan Kampung
Laweyan Surakarta sudah ada sejak sebelum tahun 1500M. Pada masa itu Kampung Laweyan
dengan Pasar Laweyan dan Bandar Kabanarannya merupakan pusat perdagangan dan penjualan
bahan sandang (lawe) Kerajaan Pajang yang ramai dan strategis (Priyatmono, 2004).
Ditinjau dari segi arsitektur rumah tinggal, Kampung Laweyan memiliki corak yang
unik, spesifik, dan bersejarah disebabkan hampir sebagian besar rumah tinggal saudagar
batiknya bercirikan arsitektur tradisional khas Laweyan. Atap bangunannya, kebanyakan
menggunakan atap limasan bukan joglo. Dalam perkembangannya sebagai salah satu usaha unt
uk lebih mempert egas eksistensinya sebagai kawasan yang spesifik corak bangunan di
Laweyan banyak dipengaruhi oleh gaya arsit ektur Eropa dan Islam, sehingga banyak
bermunculan bangunan bergaya arsitektur Indis (Jawa-Eropa) dan model ”gedong”
(Priyatmono, 2004).
Semasa Kerajaan Pajang tahun 1546, Laweyan terkenal sebagai daerah penghasil tenun.
Batik di Laweyan baru dikenal semasa Kerajaan Kasunanan Surakarta dan mengalami masa
kejayaan di tahun 1960-an. Batik yang diproduksi di Laweyan adalah batik tulis ( tradisional)
den gan corak spesifik berbeda dengan bat ik yang dikembangkan di dalam tembok kraton.
Kurang adanya proses regenerasi, system manajemen yang kurang bagus serta munculnya
produk ”bat ik” print ing di tahun 80-an menyebabkan indust ri bat ik di Laweyan mengalami
gulung tikar hingga sekarang tinggal 15% dari jumlah industri yang pernah ada (Republika, 17
Juni 2003). Dalam perkembangannya perubahan fungsi kawasan yang semula didominasi oleh
pengrajin batik menjadi non bat ik berpengaruh t erhadap perubahan morfologi kawasan dan
permukimannya (Priyatmono, 2004).
Dilihat dari sosial budaya masyarakatnya, Laweyan memiliki ciri yang khas. Menurut
Priyatmono (2004), di Laweyan terdapat beberapa kelompok sosial dalam kehidupan
masyarakatnya. Kelompok tersebut terdiri dari juragan (pedagang), wong cilik (orang
kebanyakan), wong mutihan (Islam atau alim ulama) dan priyayi (bangsawan atau pejabat).
Selain itu, dikenal pula golongan saudagar atau juragan batik dengan pihak wanita sebagai
pemegang peranan penting dalam menjalankan roda perdagangan batik yang biasa disebut
istilah mbok mase.
8
Terdapat enam situs bangunan kuno (benda cagar budaya) di kawasan Kampung Batik
Laweyan yang termasuk dalam cagar budaya, sebagaimana yang tercantum dalam SK Walikota
Surakarta Nomor 646/116/1/1997 tentang Penetapan Bangunan Bangunan Dan Kawasan Kuno
Bersejarah di Kota Surakarta yang dilindungi UU No.5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar
Budaya. Situs dan bangunan cagar budaya yang dilindungi. Seiring dengan meningkatnya
intensitas kegiatan komersial seperti perdagangan dan perkantoran, maka Kampung Batik
Laweyan semakin lama terdesak oleh bangunan - bangunan baru yang lebih memiliki nilai
ekonomis, namun miskin identitas, bangunan tersebut di bangun tanpa mempertimbangkan
karakter bangunan di sekitarnya, sehingga tampak asing dan tidak estetis.
Dalam bidang ekonomi para saudagar batik Laweyan merupakan perintis pergerakan
koperasi dengan didirikannya “Persatoean Peroesahaan Batik Boemi Putera Soerakarta” pada
tahun 1935. Setelah sempat turun dan terbengkalai pada September 2004, muncul wacana untuk
membangkitkan dan mengembangkan kampung Laweyan dan mengembalikan kejayaannya
sebagai salah satu pusat pengrajin batik tulis dan cap, dengan branding nama Kampung Batik
Laweyan. Kemudian pada tahun 2005 laweyan ditetapkan sebagai kampung batik dan biasa
disebut sebagai kluster batik dan wisata. Saat ini pun Laweyan sudah ditetapkan sebagai salah
satu cagar budaya di Solo
9
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam menulis karya tulis ini penulis menggunakan metode antara lain:
1. Observasi Daring
Observasi atau studi daring dilakukan pada hari Senin, 22 November 2021 di akun
youtube Net Lifestyle mengenai Kampung Batik Laweyan Surakarta.
2. Browsing internet
Browsing internet adalah metode pengumpulan dan melengkapi data menjelajahi
internet. Data yang didapatkan bersumber dari jurnal dan web.
10
BAB IV
PEMBAHASAN
11
ekonomi para saudagar batik Laweyan juga merupakan perintis pergerakan koperasi dengan
didirikannya “Persatoean Peroesahaan Batik Boemi Putera Soerakarta” pada tahun 1935.
Setelah sempat turun dan terbengkalai pada September 2004, muncul wacana untuk
membangkitkan dan mengembangkan kampung Laweyan dan mengembalikan kejayaannya
sebagai salah satu pusat pengrajin batik tulis dan cap, dengan branding nama Kampung Batik
Laweyan. Kemudian pada tahun 2005 laweyan ditetapkan sebagai kampung batik dan biasa
disebut sebagai kluster batik dan wisata. Saat ini pun Laweyan sudah ditetapkan sebagai salah
satu cagar budaya di Solo
12
C. Produk batik di Kampung Batik Laweyan Surakarta.
Produk Sentra Industri Kampoeng Laweyan adalah batik yang dibagi menjadi 2
kategori yaitu :
1) Batik Tulis
Dulu Kampung Laweyan merupakan sentra industri kain tenun dan bahan pakaian
yang sering disebut Lawe. Kampoeng Laweyan sudah ada sebelum masa pemerintahan
Kraton Pajang pada abad 15 M. Pada tahun 1546 M Kyai Ageng Henis bermukim di desa
Laweyan. Beliau merupakan bangsawan keturunan Prabu Brawijaya V. Selain
menyebarkan agama Islam di Laweyan, Kyai Ageng Henis juga mengajarkan teknik
pembuatan Batik Tulis yang merupakan tradisi leluhur dari kalangan istana.
Batik Tulis adalah suatu teknik melukis di atas kain dengan menggunakan berbagai
peralatan seperti canthing (alat untuk mengoleskan malam pada kain), gawangan (rangka
bambu untuk membentangkan kain), wajan (tempat untuk mencairkan malam), anglo
(tempat pengapian arang), tepas (kipas), kain pelindung, saringan malam dan dingklik
(tempat duduk). Pada waktu itu bahan pewarna yang digunakan berasal dari pohon tinggi,
mengkudu, soga, dan nila. Sedangkan untuk bahan soda memakai soda abu dan bahan
garam dari lumpur. Karena semua bahan tersebut berasal dari alam, maka tidak
menimbulkan polusi pada lingkungannya.
2) Batik Cap
Ketika masa penjajahan Belanda, pada tahun 1905 berdiri organisasi Serikat Dagang
Islam yang diprakarsai oleh K.H. Samanhudi, salah satu saudagar batik di Laweyan. Pada
masa inilah muncul teknik baru pembuatan batik dengan menggunakan cap. Dengan
bantuan cap, proses pembuatan batik dapat dipersingkat dan tidak menuntut keahlian
seperti pada pembatik batik tulis, sehingga bisa menekan biaya produksi serta sangat
produktif.
Untuk membuat sehelai kain batik tulis diperlukan waktu sekitar satu bulan
tergantung tingkat kesulitannya. Sedangkan dengan menggunakan cap, sehari dapat
dihasilkan rata-rata dua puluh helai kain batik. Ini suatu inovasi industri yang sangat
menjanjikan harapan baru bagi para pengusaha untuk meraih kesuksesan. Sejarahpun juga
mencatat pada masa era KH. Samanhudi industri batik mencapai puncak keemasannya.
13
D. Ciri khas batik Laweyan Surakarta
Ciri khasnya, warna-warnanya lebih terang dan tak terikat kuat dengan motif keraton.
Saat mengunjungi Laweyan, wisatawan disambut dengan dinding tinggi dan gang-gang sempit.
Bangunan rumah pedagang batik Laweyan banyak dipengaruhi oleh arsitektur Jawa, Eropa,
China dan Islam
14
yang terkandung dalam Batik Parang ini adalah tentang nasihat agar seseorang yang
mengenakan tidak pernah menyerah, kokoh seperti batu karang yang selalu diterjang
ombak lautan. Selain itu, batik parang juga memberi gambaran tentang jalinan yang tidak
pernah putus dalam upaya memperbaiki diri, memperjuangkan kesejahteraan, maupun
bentuk pertalian keluarga
2. Motif Kawung
Batik kawung memiliki motif yang cukup sederhana, terbentuk dari pola bulatan
mirip buah Kawung, sejenis buah kelapa atau yang disebut buah kolang-kaling. Motif
hiasan yang berupa rangkaian kombinasi lingkaran ini disusun berjejer rapi secara simetris
dan geometris. Motif batik kawung banyak dimaknai sebagai gambar bunga teratai dengan
empat lembar daun bunga yang merekah. Bagi orang Jawa bunga teratai sering diartikan
sebagai umur yang panjang dan juga kesucian. Pada masa lalu, motif batik kawung
biasanya hanya boleh dipakai oleh kalangan kerajaan. Dengan mengenakan motif batik
kawung ini, ia dapat mencerminkan kepribadian sebagai seorang pemimpin yang mampu
mengendalikan hawa nafsu dan menjaga hati nurani.
3. Motif Sawat
Batik motif sawat berasal dari kata sawat atau sayap, adapula yang berpendapat
bahwa kata sawat berasal dari kata syahwat atau nafsu. Motif ini dahulu dianggap sangat
sakral dan hanya dipakai oleh raja dan keluarganya. Motif bentuk sayap yang disusun
sedemikian rupa ini sering dimaknai sebagai burung garuda kendaraan Dewa Wisnu yang
melambangkan kekuasaan atau raja. Motif Batik sawat ini hingga kini masih sering
digunakan oleh pasangan pengantin dalam acara prosesi pernikahan, filosofi batik sawat
diyakni bisa melindungi kehidupan pemakainya.
4. Motif Sidomukti
Motif Batik Sidomukti ini merupakan salah satu motif paling mudah ditemukan
karena kepopulerannya. Motif Sidomukti banyak digunakan sebagai pakaian adat
pengantin jawa khususnya masyarakat Solo. Batik Sidomukti berasal dari kata sido yang
artinya jadi, berkesinambungan, terus menerus dan dari kata mukti yang berarti
bercukupan, hidup makmur, atau sejahtera Dengan mengenakan motif ini, kedua mempelai
pengantin dimaksudkan agar dalam mengarungi kehidupannya dapat selalu bahagia dan
dlilmpahkan rejeki. Motif ini memang menggambarkan sebuah harapan suatu kehidupan
15
masa depan yang lebih baik, penuh kebahagiaan dan kesejahteraan, tanpa melupakan
Tuhan yang telah memberi kehidupan.
5. Motif Truntum
Jika motif batik Sidomukti sering dipakai oleh pasangan pengantin, maka motif
batik truntum biasa dipakai oleh orang tua pengantin. Kata Truntum sering dimaknai
sebagai penuntun, sehingga sebagai orang tua diharapkan selalu bisa dijadikan sebagai
penuntun, panutan, atau contoh yang baik bagi anaknya dalam mengarungi hidup baru.
Motif Truntum yang diciptakan oleh Kanjeng Ratu Kencana (Permaisuri Sunan Paku
Buwana III) memiliki makna cinta yang tumbuh kembali. Beliau menciptakan motif ini
sebagai sombol cinta yang tulus tanpa syarat, abadi, dan semakin lama semakin terasa
subur berkembang (tumaruntum). Harapannya adalah agar cinta kasih yang tumaruntum
ini akan menghinggapi kedua mempelai.
6. Motif Satrio Manah
Motif Batik Satrio Manah sering dipakai oleh wali pengantin pria saat melakukan
prosesi lamaran/meminang mempelai wanita. Makna dari motif ini adalah agar dalam
lamarannya dapat diterima oleh pihak calon pengantin wanita beserta keluarganya. Selain
digunakan oleh wali pengantin pria, motif ini juga sering dipakai oleh calon pengantin pria
saat melamar. Sesuai dengan arti katanya, motif ini diartikan sebagai seorang ksatria yang
membidik pasangannya dengan busur dan panah, sedangkan mempelai wanitanya akan
memakai batik dengan motif semen rante. (Baca juga : Tata Cara Melamar Wanita Menurut
Adat Jawa)
7. Motif Batik Semen Rante
Motif Semen Rante berasal dari kata semen/semi yang berarti tumbuh dan kata
Rante berarti rantai yang melambangkan hubungan erat dan mengikat menyiratkan sebuah
makna ikatan yang kokoh. Motif batik semen rantai sering dipakai oleh mempelai
perempuan saat dipinang oleh lelaki pujaan hatinya yang mengenakan motif batik satrio
manah. Dengan motif Semen Rante ini, pihak pengantin wanita mengkomunikasikan pada
pasangannya bahwa ia menginginkan sebuah ikatan yang kuat dan kokoh sehingga tidak
dapat dipisahkan. Jaman dahulu bila pihak calon mempelai wanita memakai motif batik
semen rantai, maka bida dipastikan bahwa apapun lamarannya sudah pasti diterima
16
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Batik merupakan warisan budaya bangsa Indonesia. Batik adalah sebuah proses
menahan warna dengan memakai lilin malam secara berulang ulang diatas kain. Di Indonesia
berbagai macam jenis dan motif batik. Disetiap daerah memiliki motif yang berbeda. Proses
pengolahan batik memerlukan tahapan yang panjang dan ketelitian yang cukup sehingga
menghasilkan motif batik yang sempurna. Batik termasuk kebudayaan milik indonesia salah
satunya batik Laweyan Surakarta yang harus dilestarikan dan kita selaku generasi penerus harus
bangga dengan macam-macam batik yang ada.
B. Saran
Sebaiknya kelestarian batik sebagai budaya bangsa perlu dilestarikan agar ciri khasnya
sebagai warga Negara Indonesia tidak hilang. Karena beberapa Negara lainya sudah mengakui
batik Indonesia. Untuk itu kita harus bangga menjadi anak Indonesia. Selain itu, batik harus
diperkenalkan kepada negara-negara lain pada acara atau event budaya-budaya agar batik
sebagai warisan budaya Indonesia bisa diakui oleh dunia
.
17
DAFTAR PUSTAKA
Pratomo, A., S., Antariksa, Hariyani, S. 2006. Pelestarian Kawasan Kampung Batik Laweyan Kota
Surakarta. Dimensi Teknik Arsitektur, 34 (2) : 93 – 105.
Setyanto, A., R., Samodra, B., R., Pratama, Y., P. 2015. Kajian Strategi Pemberdayaan UMKM
Dalam Menghadapi Perdagangan Bebas Kawasan Asean (Studi Kasus Kampung Batik
Laweyan). Jurnal Etikonomi V, 14 (2) : 205 – 220.
UPT Perpustakaan Universitas Sebelas Maret. Pesona dan keunikan batik di Kampung Laweyan
sebagai daya tarik wisata di Surakarta. Diakses tanggal 22 November 2021 dari
https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/8818/Pesona-dan-keunikan-batik-di-Kampung-
Laweyan-sebagai-daya-tarik-wisata-di-Surakarta
Widyaningrum, D., E. 2012. Strategi Pemasaran Kampung Batik Laweyan Solo. Jurnal
Manajemen Pemasaran Universitas.
Youtube. Kampung Batik Laweyan Solo. https://youtu.be/EPofZo2uc6w
18
LAMPIRAN
19
20
21
22
23