Anda di halaman 1dari 4

KONTRUKSI BAHTSUL MASAIL NAHDLATUL ULAMA DAN PONDOK

PESANTREN SALAF AL-NAHDLIYAH


Oleh: Agus Zahro Wardi1
A. KRONOLOGIS
1. Permohonan dan Penerimaan masail Waqi'iyyah, Maudluiyyah dan Qonuniyah dari
tingkatan organisasi dibawahnya, perorangan, Pondok Pesantren atau kelompok
masyarakat.
2. Masail yang diajukan biasanya yang belum pernah dibahas atau sudah pernah dibahas
dalam forum bahtsul masail ditingkat bawah, namun belum terpecahkan (mauquf) atau
belum terjawab dengan jawaban yang memuaskan.
3. Identifikasi dan penyeleksian masail guna memilih dan memilah masail yang akan dibahas
dalam majlis pembahasan.
4. Pembahasan masail dengan merujuk pada kitab-kitab klasik maupun mu'ashirah yang ditulis
oleh ulama' madzhab empat khususnya madzhab Syafi'i.
5. Untuk masalah-masalah tertentu yang membutuhkan tashowur khusus Panitia WAJIB
mengundang Pakar atau Ahli dalam masalah tersebut.
6. Penjawaban masail beserta argumentasi dan kitab rujukannya dipandu pimpinan sidang dan
pengawasan team perumus dan dewan tashheh.
7. Pimpinan sidang menyimpulkan rumusan jawaban sesudah mempertimbangan hasil analisa
jawaban oleh team perumus dan selanjutnya ditawarkan kepada peserta bahtsul masail guna
mendapatkan persetujuan.
8. Rumusan jawaban sedapat mungkin dilengkapi dengan dalil al-Qur'an beserta tafsirnya dan
al-Hadits beserta syarahnya.
9. Rumusan jawaban yang telah mendapat persetujuan lalu dimintakan tashheh dari dewan
tashheh terdiri dari para ulama'/kyai dijajaran syuriyah.
10. Keputusan Bahtsul Masail yang telah disahkan dalam masalah dan situasi tertentu, bisa
dijadikan acuan Rekomendasi yang ditujukan pada fihak-fihak yang dianggap perlu.
11. Keputusan Bahtsul Masail ditindak lanjuti dengan sosialisasi hasil BM ke Para peserta dan
berbagai media.

B. TATA TERTIB BAHTSUL MASA’IL

PASAL 1
PELAKSANAAN BAHTSUL MASAIL
Bahtsul Masail dipimpin oleh seorang moderator dan di bawah pengawasan tean perumus serta
team mushoheh.
PASAL 2
TUGAS MODERATOR
1. Memimpin, menjaga ketertiban, mengatur dan membagi waktu, member ijin, menerima
usul (pendapat) dari Mubahtsin.
2. Menunjuk peserta Bahtsul Masail untuk menjawab as’ilah
3. Meminta shohibut ta’bir untuk membaca dan menerangkan kesimpulan ta’birnya.
4. Membuka termin I’tirad dan I’tidlod bagi pebdapat yang belum ketemu.
5. Meluruskan pembicaraan yang menyimpang dari permasalahan.
6. Bersikap obyektif dan bijaksana terhadap Mubahtsin.
7. Membaca rumusab perumus yang telah disepakati oleh Mubahtsin.
8. Dalam keadaan dlolurat moderator dapat menunjuk salah seorang peserta untuk
melanjutkan pembahasan.
PASAL 3
TUGAS TEAM PERUMUS
1. Mengikuti jalannya Bahtsul Masail
2. Meneliti jawaban peserta dan ta’bir yang telah masuk.
3. Memilih ta’bir yang paling sesuai dengan permasalahan.
4. Meluruskan jawaban yang dirasa menyimpang dari permasalahan.
5. Memberikan rumusan jawaban beserta ta’birnya kepada panitia setelah session terakhir.

PASAL 4
1
Pengurus Wilayah LBM NU Jatim Indonesia, Komisi Fatwa MUI Jatim Indonesia dan Ketua Badan Wakaf
Indonesia Perwakilan Kabupaten Trenggalek
TUGAS MUSHOHEH
1. Mengikuti jalannya Bahtsul Masail
2. Memberikan pengarahan dan nasehat kepada Mubahtsin.
3. Mempertimbangkan dan mentashih hasil keputusan Bahtsul Masail

PASAL 5
KEWAJIBAN PESERTA
1. Mendaftarkan diri kepada panitia
2. Menempati mabhatsul massail 10 menit sebelum acara dimulai.
3. Menjawab soal dan menyampaikan ta’birnya setelah diberi waktu oleh moderator.
4. Menyampaikan ibaratnya kepada perumus.
5. Bertanggung jawab atas keputusan Bahtsul Masail

PASAL 6
LARANGAN
1. Keluar dari mabhats tanpa seijin moderator.
2. Membuat gaduh dalam forum.
3. Menjawab masalah tanpa melalui moderator.
4. Berselisih dengan teman sedelegasi.
5. Berdialog/berselisih langsung antara delegasi dengan team perumus.

PASAL 7
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
1. Jawaban dianggap sah apabila mendapat persetujuan musyawirin dan perumus, serta
disahkan Mushoheh dengan cara mufakat.
2. Masalah dianggap maukuf jika masih belum ada titik temu dan disetujui oleh semua
peserta untuk Melanjutkan soal selanjutnya.
3. Semua keputusan yang dianggap sah dipertanggung jawabkan bersama dan tidak dapat
diganggu gugat.
4. Hasil keputusan akan dibacakan dalam siding pleno.

PASAL 8
PERATURAN TAMBAHAN
Segala sesuatu yang belum tercantum dalam tata tertib ini, akan diatur kemudian disesuaikan
dengan kondisi dan keadaan.

C. SYSTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN HUKUM DALAM BAHTSUL MASAIL


NAHDLATUL ULAMA DAN PONDOK PESANTREN

A. KETENTUAN UMUM
● Yang di maksud dengan kitab adalah al kutub al mu’tabarah, yaitu kitab-kitab Tentang
ajaran islam yang sesuai dengan aqidah ahli sunnah wal jama’ah (rumusan mu’tamar ke
XXVII)
● Yang di maksud dengan bermadzhab secara qauly adalah mengikuti pendapat-pendapat
yang sudah jadi dalam lingkup madzhab tertentu.
● Yang dimaksud dengan bermadzhab secara manhajy adalah bermadzhab dengan mengikuti
jalan pikiran dan kaidah penetapan hukum yang telah disusun oleh imam madzhab.
● Yang dimaksud dengan qauly adalah pendapat imam madzhab
● Yang di maksud dengan wajah adalah pendapat ‘ulama’ madzhab
● Yang di maksud dengan taqrir jama’I adalah upaya secara kolektif untuk menetapkan
● pilihan terhadap satu qaul/wajah diantara beberapa qaul/wajah.
● Yang di maksud dengan ilhaq (ilhaq masail bi nadza’iriha) adalah menyamakan hukum
suatu kasus/masalah yang belum dijawab oleh kitab dengan kasus/masalah serupa yang telah
di jawab oleh kitab(menyamakan dengan pendapat yang sudah jadi)
● Yang dimaksud dengan usulan masalah adalah permintaan untuk membahas suatu
kasus/masalah, baik hanya berupa judul masalah maupun disertai pokok-pokok pikiran atau
hasil pembahasan awal dengan maksud dimintakan tanggapan
● Yang dimaksud dengan pengesahan adalah pengesahan hasil suatu bahtsu al masa’il oleh
pengurus besar syuriah NU, munas alilm ulama NU atau muktamar NU

SYSTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN HUKUM


1. Prosedur Penjawaban Masalah
Keputusan bahtsu al masa’il dilingkungan Nahdlatul Ulama’ (NU) dibuat dalam kerangka
bermadzhab kepada salah satu madzhab empat madzhab empat yang disepakati dan
mengutamakan bermadzhab secara Qauly. Oleh karena itu, prosedur penjawaban masalah
disusun dalam urutan sebagai berikut:
 Dalam kasus ketika jawaban dicukupi oleh ibarat kitab dan disana hanya ada Satu
qaul/wajah tersebut sebagaiman diterangkan dalam ibarat tersebut.
 Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab dan disana Terdapat
lebih dari satu qaul/wajah maka dilakukan taqrir jama’I untuk memilih salah satu
qaul/wajah
 Dalam kasus tidak ada satu qaul/wajah sama sekali yang memberikan
 penyelesaian, maka dilakukan ilhaq al masa’il bi nadza’iriha secara jama’I oleh para
ahlinya.
 Dalam kasus tidak satu qaul/wajah sama sekali dan tidak mungkin
dilakukan ilhaq,maka bisa dilakukan istinbath jama’I dengan prosedur bermadzhab
secara manhajy oleh para ahlinya.

2. Hirarki dan sifat keputusan bahtsu al masa’il


· Seluruh keputusan bahtsu al masa’il dilingkungan nahdlatul ulama’ yang diambil dengan
prosedur yang telah disepakati dalam keputusan ini, baik yang diselenggarakan dalam struktur
organisasi maupun diluarnya mempunyai kedudukan yang sederajat dan tidak saling
membatalkan. Suatu keputusan bahtsu al masa’il dianggap mempunyai kekuatan daya ikat
lebih tinggi setelah disahkan oleh pengurus besar syuriah nahdlatul ‘ulama’ tanpa harus
menunggu alim ulama’ dan muktama Sifat keputusan bahtsu al masa’il tingkat munas dan
muktamar adalah :
A. Mengesahkan rancangan keputusan yang telah dipersiapkan sebelumnya dan / atau,
B. Diperuntukkan bagi keputusan yang dinilai akan mempunyai dampak yang lebih luas
C. disegala bidang.
3. Kerangka analisis masalah
Terutama dalam memecahkan masalah social, bahtsu al masa’il hendaknya
mempergunakan kerangka pembahasan masalah (yang sekaligus tercermin dalam hasil
keputusan) antara lain sebagai berikut :
· Analisa masalah (sebab mengapa terjadi kasus ditinjau dari berbagai factor,) antara lain :
a. Factor ekonomi
b. Factor budaya
c. Factor politik
d. Factor social dan lainnya
· Analisa dampak (dampak positif dan negative yang ditimbulkan oleh suatu kasus yang
hendak dicari hukumnya ditinjau dari berbagai aspek) antara lain :
a. Secara social ekonomi
b. Secara social budaya
c. Secara social politik
d. Dan lain-lain
· Analisa hukum (fatwa tentang suatu kasus setelah mempertimbangkan latar belakang
dandampaknya disegala bidang). Di samping keputusan fiqh/yuridis formal, keputusan ini
juga memperhatikan pertimbangan islam dan hukum positif, yaitu :
a. Status hukum (al-ahkam al khamsah / sah-batal)
b. Dasar dari ajaran ahli sunnah wal jamaah
c. Hukum positif
· Analisa tindakan, peran dan pengawasan (apa yang harus dilakukan sebagai konsekwensi
dari fatwa di atas) kemudian siapa saja yang melakukan, bagaimana kapan dan dimana hal
itu hendak dilakukan, serta bagaimana mekanisme pemantauan agar semua berjalan sesuai
rencana.
a. jalur politik (berusaha pada jalur kewenangan Negara dengan sasaran mempengaruhi
kebijakan pemerintah)
b. jalur budaya (berusaha membangkitkan pengertian dan kesadaran masyarakat melalui
media massa dan forum seperti pengajian dan lain-lain)
c. jalur ekonomi (meningkatkan kesejahteraan masyarakat)
d. jalur social lainnya (upaya meningkatkan kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan
dan seterusnya)
B. PETUNJUK PELAKSANAAN
I. PROSEDUR PEMILIHAN QAUL/ WAJAH
1. Ketika dijumpai beberapa qaul/wajah dalam satu masalah yang sama, maka diusahakan
memilih satu pendapat.
2. Pemilihan pendapat dilakukan dengan :
Memilih pendapat yang lebih kuat dan / atau pendapat yang lebih maslahah.
Sedapat mungkin dengan melaksanakan ketentuan muktamar nahdlatul ulama’ ke 1 bahwa
perbedaan pendapat diselesaikan dengan memilih :
1. Pendapat yang disepakati oleh al Syaikhoni (Imam Nawawi dan Rofi’i)
2. Pendapat yang dipegang oleh Imam Nawawi saja
3. Pendapat yang di pegang oleh Imam Rofi’I saja
4. Pendapat yang didukung oleh mayoritas ulama’
5. Pendapat ulama’ yang terpandai
6. Pendapat ulama’ yang paling wara’

II. PROSEDUR ILHAQ


Dalam hal ketika suatu masalah/kasus belum di pecahkan dalam kitab, maka masalah/kasus
tersebut diselesaikan dengan prosedur ilhaq al masail bi nadza’iriha secara jama’I. ilhaq
dilakukan dengan memperhatikan mulhaq bih, mulhaq ‘alaih dan wajah ilhaq oleh para mulhiq
yang ahli

III. PROSEDUR ISTINBATH


Dalam hal ketika tidak mungkin dilakukan ilhaq karena tidak adanya mulhaq bih dan wajah ilhaq
sama sekali di dalam kitab, maka dilakukan istinbath secara jama’I yaitu dengan mempraktekkan
qawa’id al ushuliyyah dan qawaid al fiqhiyyah oleh para ahlinya.

(Sebagian uraian Disadur dari KEPUTUSAN MUNAS ALIM ULAMA’ NU DI BANDAR LAMPUNG
TANGGAL 16-20 RAJAB 1412 H / 21-25 JANUARI 1992 M)

Wallohu A’lam Bi al-Showab

Anda mungkin juga menyukai