Oleh :
MADIUN
TAHUN 2018
Abstrak
Tagar PSSI bisa apa dan pengaturan skor sedang menjadi suatu
perbincangan hangat di negeri Indonesia. Pengaturan skor yang bertujuan untuk
memudahkan sebuah langkah klub sepakbola dalam mencapai gelar juara di Liga
1 indonesia demi sebuah penghargaan yaitu sang juara atau pemeang atau tim
yang hebat dibanding tim lainya karena dapat merebut gelar diantara persaingan
18 tim dari seluruh Indonesia. Pengurus PSSI ikut menjadi sorotan dalam kasus
ini karena terdapat pengakuan-pengakuan tim yang berlaga yang mendapat
tawaran untuk mengalah dari rim lawan yang akan dihadapi. Pengaturan skor
yang melibatkan para pengurus PSSI dan para mafia bola telah membuat banyak
penikmat bola kecewa terutama suporter yang rela datang ke stadion dengan
semangat untuk mendukung tim kesayanganya, namun harus menerima pil pahit
karena tim yang mereka dukung terlibat dalam pengaturan skor. Jika pengurusan
sepakbola atau Liga 1 saja masih banyak permasalahan maka prestasi timnas yang
diharap-harapkan para rakyat dan penikmat bola hanyalah sebuah angan belaka
tanpa ada terang didalamnya karena bobroknya para pengurus.
Latar Belakang
Di dalam ilmu filsafat moral setiap orang harus lah mengetahui nilai
moral. Nilai moral haruslah disadari dan dapat dilakukan dengan baik. Setiap
manusia wajib melakukan tindakan yang baik dan menghindari setiap perbuatan
buruk. Jika setiap manusia mampu untukbertindak baik maka perilaku, sikap dan
perbuatan yang dilakukan akan baik, tapi jika manusia hanya melakukan
kejelekan dan keburukan maka perilaku, sikap dan perbuatannya hanya akan
mengarah kepada keburukan. Maka sebagai manusia haruslah mampu untuk sadar
dan melakukan sesuatu yang baik dengan tujuan kebaikan sendiri dan kebaikan
bersama
BAB II
LANDASAN TEORI
Setiap manusia haruslah mampu dan mau untuk mengetahui setiap hukum
dari tindakan baik dan buruk. Setiap tindakan yang dilakukan akan menceriman
sifat dari seseorang dan bersikap dan berperilaku. Oleh karena itu setiap manusia
haruslah mampu untuk bertindak dengan benar dan dari dalam hati mereka. Jika
manusia melakukan sesuatu yang hanya mengarah pada kejelekan maka bisa
dikatan kesadaran mereka dan pengetahuan mereka kurang. Namun jika mereka
sadar bahwa apa yang di aukan salah dan mengetahui hukumnya maka mungkin
hati mereka bermasalah. Setiap orang memiliki hati mereka sendiri dan setiap
orang memiliki kesadaran dan pemikiran sendiri.
Dalam tatana moral subjektif dimana merupakan penilaian baik dan buruk
dari suatu tindakan yang dilakukan oleh manusia. Tatanan moral subjektif
memaksudkan langsung pada subjek dari suatu perbuatan. Pada setiap tindakan
manusia didasarkan atas pertimbangan dalam hidup mereka dimana setiap
pertimbangan atas keputusan yang diambil akan melibatkan hati nurani manusia.
Hati nurani menyentuh dari pengetahuan atau kesadaran dari manusia. Manusia
haruslah mengetahui dan sadar akan balasan atau hukum dari setiap tindakannya
karena hati nurani langsung dengan perintah Tuhan dalam setiap hidup manusia.
Dalam setiap perbuatan nilai manusia pasti memiliki suatu nilai dan nilai
sendiri berkaitan dengan segala perbuatan manusia. Artinya setiap perbuatan
manusia baik itu berpikir, mempertimbangkan, memutuskan, mempraktikkan dan
menindaklanjuti suatu hal langsung berususan dengan nilai. Nilai terbagi menjadi
2 yaitu baik dan buruk, namun dalam nilai baik dan buruk tidak semuanya
bersepakat tentang pengertian yang sama yang kemudian memunculkan
keberagaman nilai. Pada masa sekarang ini banyak orang berbicara tentang krisis
nilai yang dikaitkan dengan merosotnya nilai-nilai moral kehidupan. Salah satu
contohnya adalah korupsi, pengaturan skor dan mafia para oknum yang
menggunakan Liga sebagai ladang bisnis untuk mencari keuntungan dalam
sepakbola Indonesia. Setiap kehendak haruslah mencakup kebaikan.
Baik sebagai nilai atau itulah yang menggerakkan kehendak atau itulah
yang kita kehendaki. Baik sebagai tujuan yaitu baik adalah sasaran tindakan atau
aktivitas yang dilakukan.
Nilai moral memiliki esensi nilai yang dimaksud juga dengan hakikat,
kodrat. Dalam pendeketan teoritis dalam memahami nilai ada 2 yaitu moralitas
ekstrinsik dan intrinsik. Moralitas ekstrinsik adalah penilaian baik buruk atas
suatu tindakan manusia yang didasarkan pada hukum positif atau perintah.
Moralitas intrinsik menegaskan jika tatanan moral manusia baik atau buruk tidak
ditentukan oleh manusia atau instansi yang berkuasa, tapi dari kesadaran sendiri
dari dalam dirinya.
Etika, sebagai ilmu praktis berhubungan dengan ilmu filsafat lain yang
memiliki karakter praktis seperti politik dan hukum. Menurut Aristoteles etika dan
politik berhubungan satu sama lain yang letak hubungannya disimak dari cara
mengembangkan teori politiknya dengan berangkat dari prinsip etikanya. Etika
Aristoteles adalah etika kebaikan yang artinya dia menggariskan jika setiap
aktivitas bertujuan untuk mendapatkan kebaikan.
BAB III
PEMBAHASAN
PSSI yang merupakan federasi tertinggi dalam sepak bola Indonesia dan
bertindak selaku operator liga indonesia menjadi perbincangan akhir-akhir ini
karena kasus pengaturan skor dalam sepakbola indonesia. Sepakbola yang
merupakan tontonan yang paling diminati menjadi sebuah sarang bisnis para
oknum yang ingin mencari keuntungan materi. Gelar juara yang dibanggakan
hanya menjadi sebuah piala kecil karena hasil yang didapat merupakan sebuah
hasil jadi yang sudah ditentukan.
Pada kasus ini terdapat beberapa para pengurus PSSI yang ikut terlibat
didalamnya. Semua pihak menyoroti kinerja PSSI sebagai pengurus tertinggi
harusnya mampu menghilangkan pengaturan skor dalam sepakbola dan setiap laga
yang dimainkan merupakan totalitas yang dimainkan oleh pemain dan bukan
merupakan hiburan settingan seperti sinetron.
Teori lain yang dapat digunakan untuk meninjau kasus tersebut adalah
nilai ektrinsik moral. Nilai ektrinsik moral harus mengetahui dan menjalankan apa
yabg dikatakabn baik. Dalam kasus pnegaturan skor liga 1, pengurus PSSI telibat
pengaturan skor. Hal tersebut menunjukkan bahwa tindakan tersebut tidak sesuai
dengan moral ektrinsik, dimana seharusnya pengurus pssi atau onum lain yang
terlibat tidak melakukannya karena pengaturan skor bukanlah suatu kebaikan.
Penggurus PSSI mengathui bahwa pengaturan skor itu dilarang dalam persepak
bolaan, maka dari itu tindakan tersebut tidak sesuai dengan nilai moral ektrinsik.
Perlu adanya tindakan yang tegas agar kejadian tersebut tidak terulang lagi.
Mirisnya, pengaturan skor tersebut meloibatkan pengurus PSSI yang seharusnya
mengawasi dan menjaga netralitas liga 1 justru ikut merusak melalui internal
kepengurusan. Kejadian tersebut tentunya menambah daftar buruk sepak bola di
indonesia, selain itu kepercayaan masyarakat akan semakin menurun. Padahal
masyarakat mengharapkan kepengurusan yang benar – benar bersih, agar sepak
bola indonesia semakin maju.