Anda di halaman 1dari 4

Tugas Analisis Jurnal

“MISDEMEANOR OF CORRUPTION WITHIN THE SCOPE OF INTERNATIONAL LAW


AND THE LEGAL CONSEQUENCES”

Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas UTS Mata Kuliah Hukum Tindak Pidana Khusus
(Ekonomi)

Dosen Pengampu: Dr. Dede Kania, SH.,MH.


Oleh:
Fakih Zatnika Taufik 2190010033
Email: Fakihzatnikataufik95@gmail.com

Judul Jurnal : Misdemeanor Of Corruption Within The Scope Of International Law


And The Legal Consequences (Penyalahgunaan Korupsi Dalam Cakupan
Hukum Internasional Dan Konsekuensi Hukum)

Penulis Jurnal : Ridwan Arifn, Siti Faridah, Muhammad Naefi

Publikasi : JILS (Jurnal dari Studi Hukum Indonesia)

Penganalisis : Fakih Zatnika Taufik (2190010033)

Hasil Analisis:

Saya melihat dari sisi Istilah internasionalisasi kejahatan dapat diartikan sebagai proses
penetapan tindakan tindakan tertentu sebagai kejahatan internasional. Tindakan-tindakan tertentu
yang kemudian dinyatakan sebagai kejahatan internasional dapat melalui doktrin, kebiasaan atau
praktek hukum internasional. Proses penetapan tersebut biasanya dibahas oleh suatu komite atau
badan yang bersifat ad-hoc kemudian memperoleh persetujuan dari suatu konvensi yang
diadakan khusus untuk itu. Proses pembahasan suatu tindakan tertentu sebagai kejahatan
internasional biasanya dilakukan oleh international law commission atau komisi hukum
internasional yang berada di bawah PBB. Secara garis besar ada dua kategori kodifikasi
kejahatan internasional dalam berbagai treaty. Pertama, treaties yang secara tegas menyatakan
perbuatan-perbuatan yang dilarang dan dinyatakan sebagai kejahatan di bawah hukum
internasional. Kedua, treaties yang tidak menyatakan perbuatanperbautan yang dilarang sebagai
suatu kejahatan, tetapi mewajibakan para negara peserta untuk menuntut atau mengekstradisi
para pelaku tindakan tersebut berdasarkan hukum nasional . Ada lima unsur tingkah laku
tertentua yang mana jika salah satu unsur saja terpenuhi, maka tingkah laku tersebut dapat
dikualifikasikan sebagai kejahatan internasional. Pertama, tingkah laku yang dilarang berakibat
signifikan terhadap kepentingan internasional, khususnya perdamian dan keamanan
internasional. Kedua, tingkah laku yang dilarang merupakan perbuatan yang buruk dan dianggap
mengancam nilai-nilai yang dianut bersama oleh masyarakat dunia, termasuk apa yang telah
dianggap oleh sejarah sebagai tingkah laku yang menyentuh nurani kemanusiaan. Hal ini
didukung banyak pendapat internasional dimana tindakan suap dalam lingkup internasional harus
diberantas. Ketiga, tingkah laku yang dilarang memiliki implikasi transnasional yang melibatkan atau
mempengaruhi lebih dari satu negara dalam perencanaan, persiapan atau perbuatannya, baik melalui
keragaman kewarganegaraan para pelaku kejahatan atau korban atau perlengkapan yang digunakan
melebihi batas-batas negara. Keempat, tingkah laku yang membahayakan perlindungan terhadap
kepentingan internasional atau terhadap orang yang dilindungi secara internasional. Kelima, tingkah
laku tersebut melanggar kepentingan internasional yang dilindungi namun tidak sampai pada tahap yang
disebut pada poin pertama dan kedua, namun karena sifat dasarnya, tingkah laku tersebut dapat
dicegah dan ditekan melalui kriminalisasi internasional.
Berdasarkan internasionalisasi kejahatan, dalam konteks hukum pidana internasional, M. Cherif
Bassiouni membagi hirarki kejahatan internasional menjadi tiga. Pertama, kejahatan
internasional yang disebut sebagai ‘international crimes’ adalah bagian dari jus cogens. Tipikal
dan karakter dari ‘international crime’ berkaitan dengan perdamaian dan keamanan manusia
serta nilai-nilai kemanusiaan yang fundamnetal. Kedua, kejahatan internasional yang disebut
sebagai ‘international delicts. Tipikal dan karakter ‘international delicts’ berkaitan dengan
kepentingan internasional yang dilindungi meliputi lebih dari satu negara atau korban dan
kerugian yang timbul berasal lebih dari satu negara. Ketiga, kejahatan internasional yang disebut
dengan istilah ‘international infractions”.
Kejahatan internasional yang dikemukakan oleh Bassiouni, tidak berkorelasi postif
dengan penegakan hukum pidana internasional itu sendiri. Kejahatan-kejahatan yang
dikategorikan sebagai “international crimes” yang menempati hirarki teratas dalam kejahatan
internasional, hanya empat kejahatan yang menjadi yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional,
yakni agresi, genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang. Selain itu dapat
saja dikemudian hari berdasarkan perkembangan doktrin dan praktek kebiasaan dalam hukum
pidana internasional maupun konvensi, suatu kejahatan internasional dapat berubah hirarkinya.
Maksudnya, suatu kejahatan inetrnasional yang tadinya termasuk dalam hirarki international
infractions dapat saja berubah dan dimasukkan sebagai international delicts, bahkan sebagai
“international crimes”. Sebagai misal, piracy pada awalnya berada pada hirarki “international
crime”, namun dalam perkembangannya piracy hanya menempati tingkatan sebagai
“international delicts”. Dalam kaitannya dengan kejahatan korupsi, saat ini berdasarkan kelima
unsur-unsur internasionalisasi kejahatan, korupsi berada pada hiraki yang terakhir, yakni
“international infractions”. Akan tetapi, perlu dipahami pula bahwa saat ini ada dua kejahatan
internasional yang sedang dibahas oleh International Law Commission untuk menjadi yurisdiksi
International Criminal Court. Kedua kejahatan tersebut adalah narkotika dan korupsi. Jika
kemudian Majelis Umum PBB menyetujui kejahatan narkotika dan korupsi sebagai yurisdiksi
International Criminal Court akan membawa konsekunsi hirarki kejahatan korupsi yang tadinya
sebagai “international infractions” menjadi “international crimes”. Tegasnya, kejahatan korupsi
akan berada pada hirarki teratas dari kejahatan internasional.

Dampak korupsi yang begitu besar dan merupakan masalah serius bagi
kesejahteraan masyarakat, harus menjadi tanggung jawab bersama seluruh elemen bangsa
tanpa terkecuali. Oleh karena itu, ini juga menjadi tanggung jawab masyarakat untuk
bersama-sama memerangi korupsi. korupsi hanya bisa diberantas jika pengawas benar-
benar menjalankan semua tugasnya dan tidak mau menerima suap. Situasi seperti itu
hanya dapat terwujud jika ada komitmen ideologis dan profesional yang sangat memadai.
Oleh karena itu, selama sapu kotor tidak dibersihkan, segala pembicaraan tentang
keadilan akan kosong.
Dalam pengawasan yang dilakukan untuk mengawasi sebuah aparat penegak hukum
sebagai cerminan harmonisasi hukum dan masyarakat, maka, sangat diperlukan kerjasama
dengan beberapa lembaga masyarakat. Selanjutnya, keberlakuannya di masyarakat, hukum baru
akan berlaku secara efektif apabila diterima dan sesuai dengan hukum yang hidup dalam
masyarakat serta mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi. Namun
pada kenyataannya, hukum sebagai pranata yang mengatur kehidupan manusia agar
terciptanya ketertiban dalam pergaulan hidupnya tidak bersifat otonom.
Melihat penafsiran dari bekerjanya hukum, maka, tampak jelas adanya keterkaitan
hubungan-hubungan antara hukum dan perubahan sosial, yaitu berupa penyesuaian hukum
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang begitu cepat sehingga
hukum dapat menyesuaikan terhadap perubahan-perubahan tersebut. Namun hal itu dapat
terjadi sebaliknya, hukum dengan segala bentuk aturan yang dibuatnya membawa ke arah
perubahanperubahan sosial dalam masyarakat. Selanjutnya, keterbukaan pemerintah
mempunyai makna penting karena melalui keterbukaan para warga dapat memperoleh lebih
banyak pengertian tentang berbagai rencana kebijaksanaan yang dijalankan. Dengan demikian,
maka, pemerintah dapat memberikan kemungkinan bagi para warga untuk meminta
perlindungan hukum terhadap pemerintah baik sebelum dan sesudah suatu keputusan diambil.
Hal tersebut adalah merupakan fungsi keterbukaan pemerintah di dalam penyelenggaraan
pemerintah.
asas keterbukaan mewajibkan pemerintah untuk secara aktif memberikan informasi
kepada masyarakat tentang suatu permohonan atau suatu rencana tindak pemerintahan dan
mewajibkan untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat atas hal yang diminta. Oleh
sebab itu, keterbukaan pemerintahan memungkinkan peran serta masyarakat dalam
pengambilan keputusan. Hal tersebut membutuhkan sarana peran serta, misalnya saran
keberatan, dengar pendapat, komisi pertimbangan (penasihatan) dan lain-lain. Di samping itu,
asas keterbukaan juga mewajibkan pemerintah untuk mengumumkan setiap keputusan
pemerintahan.
Sementara, dalam perspektif penegakan hukum, bahwa penegakan hukum akan diamati
sebagai suatu proses, atau lebih tepatnya, sebagai suatu proses sosial. Namun apabila
penegakan hukum dilihat sebagai proses, maka, di dalam masyarakat harus dilihat sebagai suatu
proses yang tersendiri karena bertujuan untuk mempertahankan hukum dan ketertiban. Oleh
karena itu, nanti akan dilihat, betapa penegakan hukum bertukar aksi dengan lingkungannya
yang dapat disebut sebagai pertukaran aksi dengan unsur manusia, sosial, budaya, politik dan
lain-lain. Dalam konteks tersebut, sebetulnya tidak dapat ditentukan kapan penegakan hukum
mencapai titik akhirnya, karena proses tersebut berputar secara terus menerus. Pada
hakikatnya, hukum mengandung ide atau konsep-konsep yang dapat digolongkan sebagai
sesuatu yang abstrak kedalam kelompok yang abstrak. Termasuk ide tentang keadilan, kepastian
hukum dan kemanfaatan. Oleh karena itu, apabila berbicara tentang penegakan hukum, pada
hakikatnya, kita berbicara tentang ide-ide serta konsep-konsep yang notabene adalah abstrak.

Anda mungkin juga menyukai