Anda di halaman 1dari 28

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT

KIMIA FISIKA DENGAN


PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI
DAN EKSKRESI OBAT
Oleh:

Siswandono
Laboratorium Kimia Medisinal
OBAT DAN NASIB OBAT
DALAM TUBUH
OBAT : setiap molekul yang bisa merubah fungsi tubuh secara
molekuler.
NASIB OBAT DALAM TUBUH
Obat

Absorpsi (1) Distribusi (2)

Respon
farmakologis
Interaksi dg reseptor (3)

Dengan/tanpa metabolisme (4)

Ekskresi (5)
Proses absorpsi dan distribusi
obat
Absorpsi Distribusi
m.b. m.b. m.b. (membran biologis)
Reseptor
O O O O + R (OR) Respons
Obat Kompleks biologis
+ + +
P P
P (Protein)

(OP) (OP) (OP)

Cairan intra- Cairan inter- Cairan intra-


vaskular stisial seluler
Fasa-fasa penting dalam kerja obat
Pabrikasi
(formulasi,
dosis)
- Fasa farmasetik
Bentuk sediaan
per oral, rektal
Saluran cerna
(pemecahan bentuk sediaan dan terlarutnya obat
aktif)

Absorpsi - Fasa farmakokinetik (ADME)


(ketersediaan hayati)

per i.m. Peredaran darah per i.v.


- Fasa farmakodinamik
Jaringan Obat bebas Reseptor Respons biologis
(Depo)

Toksisitas
Protein plasma bioaktivasi

bioinaktivasi
Ekskresi Metabolisme
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
ABSORPSI OBAT
a. KELARUTAN OBAT
b. KEMAMPUAN OBAT BERDIFUSI MELALUI MEMBRAN SEL
c. KADAR YANG DIBERIKAN
d. LUAS PERMUKAAN KONTAK OBAT
e. BENTUK SEDIAAN OBAT
f. RUTE PEMBERIAN OBAT
g. SIFAT FISIKOKIMIA OBAT  ASAM, BASA, ESTER, GARAM, KOMPLEKS,
ATAU HIDRAT DARI BAHAN OBAT; SUSUNAN KRISTAL; DERAJAT
IONISASI
Absorpsi Obat
1. Melalui saluran cerna
2. Melalui mata
3. Melalui paru
4. Melalui kulit

Pemberian secara parenteral yang lain, seperti intravena,


intraarteri, intraspinal, dan intraserebral tidak melibatkan
proses absorpsi  obat langsung masuk ke peredaran darah
dan kemudian menuju sisi reseptor
Absorpsi Obat melalui Saluran Cerna
per oral
Ar-NH2
Lemak Pl a s m a
membran ( pH = 7,4)

Ar-NH2 Ar-NH2

Lambung
(pH = 1 - 3) +
Ar-NH 3

Ar-NH 3+

+
Ar-NH3
Usus
(pH = 5 - 8)
Ar-NH2 Ar-NH2

Distribusi teoritis senyawa amin aromatik


(AR-NH2, pKa = 4,0) dalam saluran cerna
Hubungan pKa dengan fraksi obat terionisasi (Ci) dan yang
tidak terionisasi (bentuk molekul = Cu) dinyatakan melalui
persamaan Henderson-Hasselbalch :
Untuk asam lemah :
pKa = pH + log Cu/Ci
Contoh :
RCOOH RCOO- + H+
pKa = pH + log (RCOOH)/(RCOO-)

Untuk basa lemah :


pKa = pH + log Ci/Cu
Contoh :
RNH3+ RNH2 + H+
pKa = pH + log (RNH3+)/(RNH2)
Perbandingan absorpsi beberapa obat yang bersifat asam
atau basa pada berbagai pH di lambung dan usus halus tikus
% Absorpsi
Obat pKa Lambung Tikus Usus Halus Tikus
pH 1 pH 8 pH 4 pH 8
Asam

Asam salisilat 3,0 61 13 64 10


Asetosal 3,5 35 - 41 -
Tiope ntal 7,6 46 34 - -
Fe nol 9,9 40 40 - -
Asam be nzoat 4,2 - - 62 5
Asam sulfonat - 0 0 0 0

Basa

Anilin 4,6 6 56 40 61
p-Toluidin 5,3 0 47 30 64
Aminopirin 5,0 - - 21 52
Kuinin 8,4 - 18 9 54
Be nzalkonium klorida - 0 0 0 0
Hubungan koefisien partisi kloroform/air (P)
dan prosen absorpsi bentuk molekul beberapa
senyawa asam dan basa
Nama Obat P*) % Absorpsi

Tiopental 100 67
Anilin 26,4 54
Asetanilid 7,6 43
Asetosal 2,0 21
Asam barbiturat 0,008 5
Manitol < 0,002 <2

P  , Kelarutan dalam lemak 


Absorbsi bentuk molekul 
Absorpsi Obat Melalui Mata
• Absorpsi terjadi melalui membran konjungtiva dan sebagian
lagi melalui kornea
• Kecepatan penetrasi tergantung pada derajat ionisasi dan
koefisien partisi
• Bentuk tidak terionisasi  mudah larut dalam lemak 
cepat diabsorpsi membran mata
Absorpsi Obat Melalui Paru
• Absorpsi terjadi melalui epitel paru dan membran mukosa
saluran nafas
• Absorpsi obat tergantung pada : (a) kadar obat dalam
alveoli, (b) koefisien partisi gas/darah, (c) kecepatan aliran
darah paru, (d) ukuran partikel obat (diameter < 10 μm
masuk ke peredaran aliran paru)
Absorpsi Obat Melalui Kulit
• Umumnya ditujukan untuk memperoleh efek lokal
(setempat)
• Tergantung pada kelarutan obat dalam lemak  epidermis
kulit berfungsi sebagai membran lemak biologis
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KECEPATAN DAN BESARNYA DISTRIBUSI OBAT
a. Sifat fisikokimia obat (terutama kelarutan dalam lemak)
b. Sifat membran biologis
c. Kecepatan distribusi aliran darah pada jaringan dan organ tubuh
d. Ikatan obat dengan sisi kehilangan
e. Adanya pengangkutan aktif dari beberapa obat
f. Massa atau volume jaringan
Interaksi Obat dengan Biopolimer
 mempengaruhi awal kerja, masa kerja dan besar efek
biologis obat
• Interaksi Tidak Khas
• Interaksi Khas
Interaksi Obat dengan Biopolimer
Interaksi tidak khas
 interaksi obat dengan biopolimer (protein plasma,
jaringan, asam nukleat, lemak)
 hasilnya tidak memberikan efek yang berlangsung lama
 tidak terjadi perubahan struktur mol. obat / biopolimer
 bersifat reversibel
 ikatan kimia yang terlibat kekuatannya relatif lemah
 tidak menghasilkan respons biologis.
Interaksi Obat dengan Biopolimer
Interaksi khas
 interaksi obat dengan reseptor atau enzim biotransformasi
 terjadi perubahan struktur makromolekul reseptor
 timbul respons biologis.
Interaksi Obat dengan Protein
Sifat  reversibel.
Ikatan kimia yang terlibat : ikatan-ikatan ion, hidrogen,
hidrofob dan ikatan van der Waals.
6,5 % komposisi darah  protein, ± 50 % dari protein 
albumin, BM ± 69.000, bersifat amfoter, pH isoelektrik < pH
fisiologis (7,4)  dalam darah bermuatan negatif. Albumin
mengandung ion Zwitter (gugus NH3+ dan COO-)  dapat
berinteraksi dengan kation dan anion obat.
Kadar obat bebas dalam darah berkaitan dengan kadar obat
yang terikat oleh protein plasma.
Bila protein plasma telah jenuh, obat bebas dalam cairan
darah berinteraksi dengan reseptor  respons biologis (+).
Bila kadar obat bebas dalam darah , kompleks obat-protein
plasma terurai dan obat bebas kembali ke plasma darah.
Untuk berinteraksi dengan protein plasma, molekul obat
harus mempunyai struktur dengan derajat kekhasan
tinggi.
Contoh :
Analog tiroksin, untuk dapat bergabung secara maksimal
dengan albumin plasma, strukturnya harus mempunyai :
a. struktur inti difenileter,
b. empat atom iodida pada posisi 3,5 dan 3',5',
c. gugus hidroksil fenol bebas,
d. rantai samping alanin atau gugus anion yang terpisah
dengan tiga atom C dari inti aromatik.
Bila salah satu keempat syarat di atas tidak dipenuhi 
penggabungan analog tiroksin dengan albumin plasma 
Hubungan struktur analog tiroksin dengan
penggabungan albumin plasma
3 3'

Struktur umum : R O O R'

5 5'
R 3,5 3’,5’ R’ Tetapan Persyaratan
No. Penggabungan
1 H I, I I, I CH2-CH(NH2)-COOH 500 a, b, c, d (+)

2 H I, I I, I CH 2 -CH 2 -COOH 160 a, b, c, d (+)

3 H I, I I, I CH 2 -COOH 100 d (-)

4 H I, I I, I COOH 72 d (-)

5 H I, I I, I CH2-CH2-NH2 32 d (-)

6 CH3 I, I I, I CH2-CH(NH 2 )-COOH 20 c (-)

7 H Cl, Cl Cl, Cl CH2-CH(NH 2 )-COOH 23 b (-)

8 H I, H I, I CH2-CH(NH 2 )-COOH 24 b (-)

9 H H, H I, I CH2-CH(NH 2 )-COOH 6 b (-)

10 H H, H H, H CH2-CH(NH 2 )-COOH 660 b (-)


Fungsi kompleks obat-protein
:1. Transpor senyawa biologis, contoh : pengangkutan O2 oleh
hemoglobin, Fe oleh transferin dan Cu oleh seruloplasmin.
2. Detoksifikasi keracunan logam berat, contoh : pada keracunan
Hg, Hg diikat secara kuat oleh gugus SH protein sehingga efek
toksisnya dapat dinetralkan.
3. Meningkatkan absorpsi obat, contoh : dikumarol diabsorpsi
dengan baik di usus karena dalam darah obat diadsorpsi secara
kuat oleh protein plasma.
4. Mempengaruhi sistem distribusi obat  membatasi interaksi obat
dengan reseptor, menghambat metabolisme dan ekskresi obat 
memperpanjang masa kerja obat.
Contoh : suramin, obat antitripanosoma, dosis tunggal diberikan
secara I.V.,  mencegah serangan penyakit tidur selama 2-3
bulan, karena ukuran molekul besar  tidak dapat melewati
filtrasi glomerulus dan ikatan kompleks suramin-protein plasma
cukup kuat
 kompleks terdisosiasi dengan lambat, melepas obat bebas
sedikit demi sedikit.
Interaksi Obat dengan Jaringan
Obat dapat berinteraksi dengan jaringan membentuk
depo di luar plasma darah
Contoh : Klorpromazin, kadar dalam jaringan otak dan
plasma darah (501 : 11)

Jaringan otak Membran lemak Plasma darah

Obat bebas = 1 Obat bebas = 1

Selektif
permeabel
Obat terikat = 500 Obat terikat = 10

Total = 501 Total = 11

Kuinakrin (Atebrin), antimalaria, kadar total obat dalam jaringan


hati 2000 x > protein plasma, setelah 4 jam pemberian per oral.
Pengikatan obat oleh protein plasma dan jaringan dapat
memberi penjelasan mengapa kadar total obat yang tinggi
dalam darah belum tentu mempunyai keefektifan yang tinggi.

Obat terikat
Kadar
total

Obat bebas

KEM

Darah Jaringan Darah Jaringan

Obat A Obat B

 Respons biologis ditentukan oleh kadar obat bebas dalam


darah dan bukan kadar total obat dalam darah.
Interaksi Obat dengan Asam Nukleat
Obat tertentu dapat berinteraksi dengan asam nukleat dan terikat
secara reversibel pada asam ribosa nukleat (ARN), asam deoksiribosa
nukleat (ADN) atau nukleotida inti sel.
Contoh : Kuinakrin, terikat pada asam nukleat dengan kuat sehingga
untuk mencapai secara cepat kadar kemoterapetik harus diberikan
dosis awal yang besar.

Interaksi Obat dengan Jaringan Lemak


Kelarutan dalam lemak dapat berpengaruh terhadap aktivitas obat.
Contoh : Tiopental (pKa = 7,6), nilai P lemak/air = 100 (log P = 2).
Dalam plasma darah (pH = 7,4), terdapat dalam bentuk mol. ± 50 %
 kelarutan dalam lemak besar. Pemberian dosis tunggal secara I.V.,
obat cepat didistribusikan ke jaringan otak (SSP)  terjadi efek
anestesi (awal kerja obat cepat). Tiopental juga cepat terakumulasi
dalam depo lemak  kadar obat dalam plasma  drastis. Untuk
mencapai kesetimbangan, tiopental pada jaringan otak masuk
kembali ke plasma darah  kadar anestesi tidak tercapai lagi (masa
kerja obat singkat).
Pengaruh Lain-lain dari Interaksi Tidak Khas
Afinitas terhadap tempat pengikatan (binding site) tiap obat berbeda-
beda
 terjadi persaingan antar molekul obat atau antara molekul obat
dengan bahan normal tubuh dalam memperebutkan tempat pengikatan.

Obat B

Obat A
+
Obat A bebas

Albumin Afinitas obat B terhadap albumin > obat A

Contoh:
1. Turunan fenilbutazon, kumarin dan asam salisilat dapat mendesak
turunan sulfonamida dari ikatannya dengan albumin. Sulfonamida
yang terbebaskan  menimbulkan efek antibakteri lebih lanjut.
2. Asam salisilat dosis tinggi dapat mendesak tiroksin dari ikatannya
dengan protein plasma. Tiroksin yang terbebaskan berinteraksi
dengan reseptor dan menimbulkan respons biologis.
NASIB OBAT
DALAM TUBUH (EKSKRESI)

3. EKSKRESI
• OBAT POLAR, DIEKSKRESI MELALUI ORGAN EKSKRESI DALAM BENTUK UTUH
• OBAT NON POLAR, DIMETABOLISME LEBIH DAHULU UNTUK MEMUDAHKAN
EKSKRESI.

ORGAN EKSKRESI UTAMA : GINJAL

FUNGSI GINJAL :
• FILTRASI
• SEKRESI AKTIF
• REABSORBSI

EKSKRESI OBAT LEWAT : FESES, URIN, KERINGAT, AIR LIUR, AIR SUSU
HUBUNGAN STRUKTUR & SIFAT FISIKOKIMIA
OBAT DENGAN PROSES EKSKRESI OBAT
• Ekskresi obat melalui paru
• Ekskresi obat melalui ginjal
 Penyaringan glomerulus
 Absorpsi kembali secara pasif melalui tubulus ginjal
 Sekresi pengangkutan aktif pada tubulus ginjal. Contoh : bentuk
terionisasi obat asam (asam salisilat, penisilin, probenesid, dll.),
bentuk terionisasi obat basa (morfin, kuinin, histamin, dll.)
• Ekskresi obat melalui empedu
 Dalam bentuk terkonjugasi dengan glukoronat, sulfat, glisin, dll
diekskresikan ke tinja. Contoh : penisilin, rifampisin, dll.
 Hidrolisis oleh bakteri (siklus enterohepatik). Contoh : estrogen,
digitoksin, hormon, dll.

Anda mungkin juga menyukai