Anda di halaman 1dari 227

PENGANTAR KIMIA MEDISINAL

• Senyawa dengan gugus fungsi yang sama memberikan


efek yg sama karena bekerja pada reseptor
yg sama
• Senyawa dengan struktur kimia yg berbeda dapat
memberikan respon biologis yg sama
aktivitas turunan tersebut tidak bergantung da
struktur kimia spesifik, tapi lebih bergantung pada
sifat kimia fisik (kelarutan, aktivitas termodinamika)
• Obat obat diuretik (hidroklortiazid dan asetalolamid)
dapat memberi respon biologis yg sama karena
mempengaruhi proses biokimia (interaksi dengan
reseptor) yg berbeda tetapi efek yg ditimbulkan sama
• Tidak semua senyawa obat dapat dijelaskan
hubungan struktur dan aktivitasnya. Seringkali
kegagalan dalam memuat hubungan antara struktur,
sifat fisika kimia dan aktivitas disebabkan oleh sistim
biologis tubuh yang kompleks dan banyak faktor yg
mempengaruhi aktivias obat.
• Adanya persamaan atau perbedaan aktivitas biologis
baik yg memunyai hubungan struktur atau tidak,
ternyata sangat dipengaruhi oleh sifat kimia fisika
obat. Sifat tersebut ditentukan oleh jumlah, maam
dan susunan atom molekul obat.
• Sifat imia fisika merupakan dasar yg sangat penting
untuk menjelaskan aktivitas biologis obat karena:
1. Sifat kimia fisika memegang peranan penting dalam
pngangkutan obat mencapai reseptor (peran dalam
proses adsorbsi dan distribusi)
2. Hanya obat yg mempunyai struktur dengan kekhasan
yg tinggi saja yg dapat berinteraksi denan seseptor
biologis, karennya sifat kimia fisika obat harus
menunjang orientasi khas molekul pada permukaan
reseptor.
Sifat fisika kimia penting yang berhubungan
dengan aktivitas biologis antara lain :
⮚ kelarutan, koeefisien partisi, adsorbsi,
aktvitas permukaan, derajat ionisasi,
isosterisme, ikatan kimia (ikatan kovalen,
ikatan ion, hidrogen, diol-dipol, van der Waals
dan hidrofob), jarak antar atom dari gugus
fungional dan konfigurasi molekul dalam
ruang.
HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA
DENGAN PROSES ABSORBSI, DISTRIBUSI,
METABOLISME DAN EKSKRESI OBAT
A. PENDAHULUAN
• Setelah masuk ke tubuh melalui cara tertentu , obat akan
mengalami proses ADME. Selain itu, kemungkinan obat akan
mengalami modifikasi fisika yang melibatkan bentuk sediaan
atau formulasi obat, dan modifikasi kimia yang melibatkan
perubahan struktur molekul obat, dan hal ini dapat
mempengaruhi respons biologis.
• Setelah diabsorbsi, obat masuk ke cairan tubuh dan
didistribusikan ke organ-organ dan jaringan-jaringan , seperti
otot, lemak, jantung dan hati.
• Sebelum mencapai reseptor, obat melalui bermacam-macam
sawar membrane, pengikatan oleh protein plasma,
penyimpanan dalam depo jaringan dan mengalami
metabolisme.
• Permukaan sel hidup dikelilingi oleh cairan sel yang
bersifat polar. Molekul obat yang tidak terlarut dalam
cairan tersebut tidak Dapat diangkut secara efektif
kepermukaan reseptor sehingga tidak dapat
menimbulkan respon biologis. Oleh karena itu molekul
obat memerlukan beberapa modifikasi kimia dan
enzimatik agar dapat terlarut , walaupun sedikit, dalam
cairan luar sel. Yang penting adalah harus ada molekul
obat yang tetap utuh atau dalam bentuk tidak
terdisosiasi pada waktu mencapai reseptor dan
jumlahnya cukup untuk dapat menimbulkan respon
biologis.
Tiga fasa yang menentukan terjadinya aktivitas biologis obat
adalah :
• Fasa farmasetik, yang melibatkan proses pabrikasi ,
pengaturan dosis, formulasi, bentuk sediaan, pemecahan
bentuk sediaan dan terlarutnya obat aktif. Fasa ini
berperan dalam ketersediaan obat untuk dapat diabsorbsi
ke tubuh.
• Fasa farmakokinetik, yang meliputi proses absorbs ,
distribusi, metabolism dan ekskresi obat (ADME) . fasa ini
berperan dalam ketersediaan obat untuk mencapai jaringan
sasaran (target) atau reseptor sehingga dapat
menimbulkan respons bioligis.
• Fasa farmakodinamik, yaitu fasa terjadinya interaksi obat-
reseptor dalam jaringan sasaran. Fasa ini berperan dalam
timbulnya respons biologis obat.

• Setelah obat bebas masuk ke peredaran darah ,
kemungkinan mengalami proses-proses sebagai berikut :
1. Obat disimpan dalam depo jaringan
2. Obat terikat oleh protein plasma , terutama albumin
3. Obat aktif yang dalam bentuk bebas berinteraksi dengan
reseptor sel khas dan menimbulkan respon biologis.
4. Obat mengalami metabolisme dengan beberapa jalur
kemungkinan yaitu :
a . obat yang mula-mula tidak aktif, setelah mengalami
metabolism akan menghasilkan senyawa aktif,
kemudian berinteraksi dengan reseptor dan
menimbulkan respon biologis ( bioaktivasi)
b . obat aktif akan dimetabolisis menjadi metabolit
yang lebih polar dan tidak aktif, kemudian diekskresikan
(bioinaktivasi)
c . obat aktif akan dimetabolisis menghasilkan metabolit
yang bersifat toksik (biotoksifikasi)
5. Obat dalam bentuk bebas langsung diekskresikan.

Setelah masuk ke system peredaran darah, hanya sebagian


kecil molekul obat yang tetap utuh dan mencapai reseptor
pada jaringan sasaran. Sebagian besar obat akan berubah
atau terikat pada biopolymer. Tempat dimana obat berubah
atau terikat sehingga tidak dapat mencapai reseptor
disebutr sisi kehilangan (site of loss).
• Distribusi obat pada reseptor dan sisi kehilangan
tergantung dari sifat fisika kimia molekul obat
(kelarutan dalam lemak/air, derajat ionisasi, kekuatan
ikatan obat-reseptor, kekuatan ikatan obat-sisi
kehilangan dan sifat dari reseptor.
• Depo penyimpanan adalah sisi kehilangan yang
berfungsi sebagai tempat penyimpanan obat sebelum
berinteraksi dengan reseptor. Ikatan obat-depo
penyimpanan bersifat reversible, bila kadar obat dalam
darah menurun maka obat akan dilepas kembali ke
cairan darah. Contoh depo penyimpanan : jaringan
lemak, hati, ginjal dan otot
B. HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA
DENGAN PROSES ABSORBSI OBAT
• Proses absorpsi merupakan dasar yang penting
dalam menentukan aktivitas farmakologis obat.
Kegagalan atau kehilangan obat selama proses
absorpsi akan mempengaruhi efek obat dan
menyebabkan kegagalan pengobatan.
1. Absorpsi Obat melalui Saluran Cerna
• Pada pemberian secara oral, sebelum obat masuk
ke peredaran darah dan didistribusikan ke seluruh
tubuh, terlebih dulu harus mengalami proses
absorpsi pada saluran cerna.
Absorption
Factors affecting absorption:
Solubility
Acid stability
Permeability
MOUTH Metabolism – gut wall / first pass metabolism

Portal vein

pH ~1
STOMACH
Relative SA ~1
Liver BLOOD
pH ~ 7
Relative SA ~ 600 INTESTINE

Metabolism
Gut wall
• Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses
absorpsi obat pada saluran cerna antara lain:
• Bentuk sediaan (bentk sediaan, ukuran partikel,
adanya bahan pembantu)
• Sifat kimia fisika (bentuk asam basa, ester, garam
dan bentuk kristal, kelarutan, derajat iosnisasi)
• Cara pemberian
• Faktor biologis
• Faktor-faktor lain seperti umur, diet (makanan),
adanya interaksi obat dengan senyawa lain dan
adanya penyakit tertentu.
• Absorpsi obat melalui saluran cerna terutama tergantung
pada ukuran partikel molekul obat, kelarutan obat dalam
lemak/air dan derajat ionisasi.
• Suatu obat yang bersifat basa lemah , seperti amin
aromatic (Ar-NH2), aminopirin , asetanilid, kafein dan
kuinin, bila diberikan melalui oral dalam lambung yang
bersifat asam (pH 1-3,5) , sebagian besar akan menjadi
bentuk ion (Ar-NH3+), yang mempunyai kelarutan dalam
lemak sangat kecil sehingga sukar menembus membrane
lambung . bentuk ion tersebut kemudian masuk ke usus
halus yang bersifat agak basa (pH 5-8) dan berubah
menjadi bentuk tidak terionisasi (Ar-NH2), bentuk ini
mempunyai kelarutan dalam lemak besar sehingga mudah
terdifusi menembus membrane usus.

Ar-NH2 Plasma
pH 7.4

Membran dinding saluran cerna


Ar-NH2 Ar-NH2
Lambung
pH = 1 - 3

Ar-NH3+

Ar-NH3+

Ar-NH3+
Usus
pH = 5 - 8
Ar-NH2 Ar-NH2
Model Membran Sel

• Model membran menurut Danielli dan


Davson (1954)
• Membran plasma terdiri dari dua lapisan
lipidprotein. Molekul lipid amfifatik mengarah
dengan daerah hidrofobik ke arah fase minyak
dan permukaan lain mengarah ke daerah
eksternal. Protein terhidrasi berperan sebagai
suatu buffer pelapis antara kepala lipid yang
hidrofilik dan fase cair.
Model Struktur membran Davson Danielli
• Model membran menurut Robertson (1957)
• Membran plasma merupakan struktur berlapis tiga
yang terdiri dari dua lapisan terluar yang padat yang
terdiri atas protein dengan tebal masing-masing 2,0
nm dan lapisan yang tengah berupa lipid dengan
tebal 3,5 nm. Jadi tebal membran keseluruhan
adalah 7,5 nm. Ketiga lapisan membran tersebut
disebut Unit Membran. Protein pada kedua
permukaan bilayer lipid memiliki konfirmasi
memanjang tetapi asimetris. Model membrane
Robertson tidak dapat menerangkan sifat-sifat
permeabilitas dan transport zat melintasi membran.
Model membran menurut Robertson (1957)
• Model Membran Menurut Singer dan Nikolson (1972)
• Menurut Singer dan Nikolson, membran sel memiliki
ketebalan berkisar 8,5 nm. Membran plasma terdiri dari :
• Lapisan lipid bilayer yang dikelilingi oleh protein globular.
Protein globular ada yang tertanam pada matriks
membrane dan ada yang terikat pada polar lipida.
• Protein membran, berada dalam keadaan tersebar bukan
sebagai suatu lapisan yang berkesinambungan.
• Protein yang terikat pada permukaan polar lipid disebut
protein perifer atau protein ekstrinsik. Sedangkan protein
yang tertanam pada matriks atau menembus lapisan lipid
disebut protein integral atau protein intrinsik.
Model Membran Menurut Singer dan Nikolson (1972)
C. HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN
PROSES DISTRIBUSI OBAT

• Pada umumnya distribusi obat terjadi dengan cara menembus


membran biologis melalui proses difusi. Mekanisme difusi
dipengaruhi oleh struktur kimia, sifat kimia fisika obat dan
sifat membran biologis.
• Proses difusi dibagi menjadi dua yaitu difusi pasif dan difusi
aktif.
• Difusi pasif
– Difusi pasif melalui pori
– Difusi pasif dengan cara melarut pada lemak penyusun
membran
– Difusi pasif dengan fasilitas
• Difusi aktif
– Sistem pengangkutan aktif
– Pinositosis
– Interaksi obat dengan biopolimer
• Interaksi obat dengan biopolymer
– Interaksi tidak khas
• Interaksi tidak khas adalah interaksi obat dengan biopolymer,
yang hasilnya tidak memberikan efek yang berlangsung lama
dan tidak menyebabkan perubahan struktur molekul obat
maupun biopolymer. Interaksi ini bersifat terpulihkan , ikatan
kimia yang terlibat pada umumnya mempunyai kekuatan yang
relative lemah. Interaksi tidak khas tidak menghasilkan
respons biologis.
- Interaksi khas
• Interaksi khas adalah interaksi yang menyebabkan
perubahan struktur makromolekul reseptor sehingga
timbul rangsangan perubahan fungsi fisiologis
normal, yang diamati sebagai respons biologis.
- Interaksi obat dengan enzim biotransformasi
- Interaksi obat dengan reseptor
• Interaksi obat dengan reseptor terjadi mealui dua
tahap :
a. Kombinasi obat-reseptor (memerlukan afinitas)
b. kombinasi yang dapat menyebabkn perubahan
konformasi sehingga timbul respon biologis
• Setelah masuk ke peredaran sistemik, molekul obat
secara serentak didistribusikan ke seluruh jaringan dan
organ tubuh.
• Kecepatan dan besarnya distribusi obat dalam tubuh
bervariasi dan tergantung pada faktor-faktor sebagai
berikut:
– Sifat kimia fisika obat, terutama kelarutan dalam
lemak
– Sifat membran biologis
– Kecepatan distribusi aliran darah pada jaringan dan
organ tubuh
– Ikatan obat dengan sisi kehilangan
– Adanya pengangkutan aktif dari beberapa obat
– Masa atau volume jaringan
D. HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN
PROSES METABOLISME OBAT

• Suatu obat dapat menimbulkan respons biologis


dengan melalui dua jalur, yaitu :
a. Obat aktif yang dalam bentuk bebas berinteraksi
dengan reseptor sel khas dan menimbulkan respon
biologis.
b. Pra-obat setelah masuk ke peredaran darah
mengalami proses metabolism menjadi obat aktif,
berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan
respons biologis ( bioaktivasi ).
• secara umum tujuan metabolism obat adalah mengubah obat
menjadi metabolit tidak aktif dan tidak toksik ( bioinaktivasi
atau detoksifikasi), mudah larut dalam air dan kemudian
diekskresikan dari tubuh.
• Hasil metabolism beberapa obat bersifat lebih toksik
disbanding dengan senyawa induk (biotoksifikasi), da nada
pula hasil metabolism obat yang mempunyai efek
farmakologis berbeda dengan senyawa induk.
Contoh :
• Bioaktivasi dan Bioinaktivasi
• Protonsil rubrum, suatu antibakteri turunan sulfonamide ,
dalam tubuh mengalami reduksi menjadi sulfonamide yang
aktif sebagai antibakteri ( bioaktivasi ) dan kemudian
terasetilasi membentuk asetilsulfonamid yang tidak aktif (
bioinaktivasi).
Prontosil rubrum

1,2,4-Triaminobenzen Sulfanilamid

Asetilslfanilamid (tdk aktif)


Turunan N-oksida Turunan hidroksilamin
• Bioaktivasi dan biotoksifikasi
• Obat analgesic turunan para-aminofenol, seperti asetanilid
dan fenasetin, di tubuh mengalami metabolism membentuk
parasetamol (asetaminofen) , yang aktif sebagai analgetik
(bioaktivasi). Senyawa-senyawa di atas kemudian di
metabolisasi lebih lanjut menjadi para-aminofenol, turunan-
turunan anilin, N-oksida dan hidroksilamin, yang diduga
sebagai penyebab terjadinya methemoglobin (biotoksifikasi).
A. Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme obat
• Factor-faktor yang mempengaruhi metabolisme obat antara
lain adalah factor genetic atau keturunan, perbedaan spesies
dan galur, perbedaan jenis kelamin, perbedaan umur,
penghambatan enzim metabolisme, induksi enzim
metabolism dan factor lain-lain.
1. Factor genetic dan keturunan
• Perbedaan individu pada proses metabolism sejumlah obat
kadang-kadang terjadi dalam system kehidupan. Hal ini
menunjukkan bahwa factor genetic atau keturunan ikut
berperan terhadap adanya perbedaan kecepatan metabolism
obat.
• Contoh : isoniazid , suatu obat antituberkulosis, terutama
melalui proses N-asetilasi.
2. Perbedaan spesies dan galur
• Pada proses metabolism obat, perubahan kimia yang terjadi
pada spesies dan galur kemungkinan sama atau sedikit
berbeda. Tetapi kadang-kadang ada perbedaan yang cukup
besar pada reaksi metabolismenya. Pengamatan pengaruh
perbedaan spesies dan galur terhadap metabolism obat
sudah banyak dilakukan, yaitu pada tipe reaksi metabolic atau
perbedaan kualitatif dan pada kecepatan metabolism atau
perbedaan kuantitatif.
• Contoh : fenilasetat, pada manusia terkonjugasi dengan glisin
dan glutamin, sedang pada kelinci dan tikus terkonjugasi
dengan glisin saja.
3. Perbedaan jenis kelamin
• Pada beberapa spesies binatang menunjukkan ada pengaruh
jenis kelamin terhadap kecepatan metabolism obat. Banyak
obat dimetabolisis dengan kecepatan yang sama baik pada
tikus betina maupun tikus jantan. Tikus betina dewasa
ternyata metabolisis beberapa obat dengan kecepatan yang
lebih rendah disbanding tikus jantan.
• Contoh : N-demetilasi aminopirin, oksidasi heksobarbital dan
glukuronidasi, O-aminofenol
• Hal ini menunjukkan bahwa selain perbedaan jenis kelamin ,
metabolism juga tergantung pada macam substrat.
4. Perbedaan umur
• Bayi dalam kandungan dan bayi yang baru lahir jumlah enzim-
enzim mikrosom hati yang diperlukan untuk memetabolisme
obat relatif masih sedikit sehingga sangat peka terhadap obat.
5. Penghambatan Enzim Metabolisme
• Pemberian terlebih dahulu atau secara bersama-sama suatu
senyawa yang menghambat kerja enzim-enzim metabolisme
dapat meningkatkan intensitas efek obat, memperpanjang
masa kerja obat dan kemungkinan juga meningkatkan efek
samping dan toksisitas.
6. Induksi Enzim Metabolisme
• Peningkatan aktivitas enzim metabolisme obat-obat tertentu
atau proses induksi enzim mempercepat proses metabolisme
dan menurunkan kadar obat bebas dalam plasma sehingga
efek farmakologis obat menurun dan masa kerjanya menjadi
lebih singkat. Induksi enzim juga mempengaruhi toksisitas
beberapa obat karena dapat meningkatkan metabolisme dan
pembentukan metabolit reaktif.
7. Faktor lain-lain
• Diet makanan, keadaan kekurangan gizi, ganguan
keseimbangan hormon, kehamilan, pengikatan obat oleh
protein plasma, distribusi obat dalam jaringan dan keadaan
patologis hati.
Tempat Metabolisme Obat

• Hati adalah organ tubuh yang merupakan tempat utama


metabolisme obat oleh karena mengandung lebih banyak
enzim-enzim metabolisme dibanding organ lain.
• Metabolisme obat sebagian besar terjadi di retikulum
endoplasma sel-sel hati. Selain itu, metabolisme obat juga
terjadi di sel-sel epitel pada saluran pencernaan, paru-paru,
ginjal, dan kulit.
• Setelah pemberian secara oral, obat diserap oleh saluran
cerna, masuk keperedaran darah dan kemudian ke hati
melalui efek lintas pertama. Aliran darah yang membawa obat
atau senyawa organik asing melewati sel-sel hati secara
perlahan-lahan dan termetabolisis menjadi senyawa yang
mudah larut dalam air kemudian diekskresikan melalui urin.
Jalur Umum Metabolisme Obat dan Senyawa Organik Asing
Reaksi metabolisme obat dan senyawa organik asing ada dua
tahap, yaitu:
1. Reaksi fasa I atau reaksi fungsionalisme
2. Reaksi fasa II atau reaksi konjugasi
1. Reaksi fasa I
• Reaksi oksidasi
• Reaksi reduksi dan
• Reaksi hidrolisis
• Tujuan reaksi fasa I adalah memasukkan gugus fungsional
tertentu yg bersifat polar spt OH, COOH, NH2 dan SH kedlm
struktur senyawa.
• Reaksi fasa I dapat dicapai dengan :
• Secara langsung memasukkan gugus fungsional, contoh :
hidroksilasi senyawa aromatik dan alifatik
• Memodifikasi gugus-gugus fungsional yang ada dalam
struktur molekul,
• contoh : - reduksi gugus keton atau aldehid menjadi alkohol,
- oksidasi alkohol menjadi asam karboksilat
- hidrolisis ester dan amida
• Fasa I dapat menghasilkan suatu gugus fungsional yang
mudah terkonjugasi atau mengalami reaksi fasa II.
2. Reaksi fasa II
a. Reaksi konjugasi:
– Konjugasi asam glukuronat
– Konjugasi sulfat
– Konjugasi dengan glisin dan glutamin
– Konjugasi dengan glutation atau asam merkapturat
b. Reaksi asetilasi
c. Reaksi metilasi
• Tujuan reaksi fasa II adalah mengikat gugus fungsi hasil
metabolit reaksi fasa I dengan senyawa endogen yang bersifat
polar dan mudah terionisasi untuk menghasilkan konjugat yg
mudah larut dalam air kemudian dieksresikan melalui urin.
Phase I Metabolism
O N O N
H H
OH OH

(i) Oxidation OH
Propranolol
Aliphatic or aromatic hydroxylation
(-blocker)
N-, or S-oxidation OH

N-, O-, S-dealkylation N NH N NH

NH2 NH2

Debrisoquine
(anti-hypertensive)
(ii) Reduction
H O H O
N N
Nitro reduction to hydroxylamine/ amine
N
Carbonyl reduction to alcohol O2N H2N N

Nitrazepam
(iii) Hydrolysis (hypnotic)
Ester or amide to acid and alcohol or amine CO2H CO2H

Hydrazides to acid and substituted hydrazine O OH

Aspirin
(Analgesic)
Phase II Metabolism
O CHCl2
O CHCl2
(i) Glucuronidation HN
OH HN CO2H
O O
OH
Carboxylic acid, alcohol, phenol, amine OH
OH
HO
HO

O2N
O2N

(ii) Amino acids Chloramphenicol


(antibiotic)
Carboxylic acids

(iii) Acetylation
Amines O N O N
H H
OH OH

(iv) Sulfation
OH O O
S
Alcohol, phenol, amine Prenalterol HO O

(-blocker)
(v) Glutathione conjugation (gly-cys-glu)
Halo-cpds, epoxides, arene oxides, quinone-imine
Reaksi Metabolisme Fasa I
1. Reaksi Oksidasi
• Molekul obat mengalami oksidasi degan bantuan enzin
sitokrom P-450.
• Oksidasi pada ikatan rangkap : Karbamazepin dimetabolisme
menjadi karbamzepin -10,11-epoksida yang stabil dan
berkhasiat sebagai depresan.
• Oksidasi atom C-karbonil dan imin : Diazepam dan
flurazepam teroksidasi pada atom C alfa-imin menghasilkan
3-hiddroksidiazepam kemudian mengalami demetilasi
menjadi oksazepam yg aktif sebagai penekan SSP
• Oksidasi sistim C-N : Asetaminofen mengalami N-hidroksilasi
N-hidroksiasetaminofen, dan dehidrasi spontan
N-asetilimidokuinon yang sangat reaksif karena dapat
membentuk ikatan kovalen dgn hati nekrosis
• Reaksi oksidasi asetaminofen
2. Reaksi Reduksi
• Reaksi reduksi penting pada senyawa yang memiliki gugus
karbonil, nitro dan azo.
• Gugus alkohol dan amin hasil reduksi bersifat lebih hidrofil
sehingga memfasilitasi eliminasi obat.
• Kloralhidrat melepas H2O menjadi kloral kmd tereduksi
menjadi triklooroetanol yg aktif sebagai hipnotiksedatif.
HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN
PROSES EKSKRESI OBAT
Absorption Distribution
BLOOD TISSUES

Elimination

1. Ekskresi obat melalui Paru


• Obat yang diekskresikan melalui paru terutama obat yang
digunakan secara inhalasi. Sifat fisik yang menentukan
kecepatan ekskresi obat melalui paru adalah koefisien partisi
darah/udara.
• Obat yang mempunyai koefisien partisi darah atau udara kecil,
seperti siklopropan dan nitrogen oksida, diekskresikan dengan
cepat, sedang obat dengan koefisien partisi darah atau udara
besar, seperti eter dan halotan, diekskresikan lebih lambat.
2. Ekskresi obat melalui Ginjal
Ekskresi obat melalui Ginjal melibatkan tiga proses:
– Penyaringan Glomerulus
– Absorpsi Kembali secara Pasif pada Tubulus Ginjal
– Sekresi Pengangkutan Aktif pada Tubulus Ginjal
• Faktor-faktor yang mempengaruhi ekresi obat melalui ginjal :
1. Hemodinamika
2. Usia
3. pH urin

3. Ekskresi Obat melalui Empedu


4. Eksresi obat melalui kulit
• Obat yang bersifat asam lemah, seperti asam salisilat,
fenobarbital, nitrofurantoin, asam nalidiksat, asam benzoat
dan sulfonamida, ekskresinya akan meningkat bila pH urin
dibuat basa dan menurun bila pH urin dibuat asam. Contoh:
waktu paro biologis sulfaetidol yang bersifat asam lemah pada
pH urin = 5 adalah 11,5 jam , sedang pada pH urin = 8, waktu
paronya menurun menjadi 4,2 jam.
• Obat dengan BM> 150 dan obat yang telah dimetabolisis
menjadi senyawa yang lebih polar, dapat diekskresikan dari
hati, melewati empedu menuju ke usus dengan mekanisme
pegangkutan aktif. Obat tersebut biasanya dalam bentuk
terkonjugasi dengan asam glukuronat, asam sulfat atau
glisin. Di usus bentuk terkonjugat tersebut secara langsung
diekskresikan melaui tinja, atau dapat mengalami proses
hidrolisis oleh enzim atau bakteri usus menjadi senyawa yang
bersifat non polar, sehingga diabsorpsi kembali ke plasma
darah, kembali ke hati, dimetabolisis, dikeluarkan lagi melaui
empedu menuju ke usus,demikian seterusnya sehingga
merupakan suatu siklus yang dinamakan siklus
enterohepatik. Siklus ini menyebabkan masa kerja obat
menjadi lebih panjang.
• Contoh obat yang mengalami proses siklus enterohepatik
antara lain adalah hormon estrogen, indometasin, digitoksin
dan fenolftalien, sedang obat yang langsung diekkresikan
melalui empedu melalui mekanisme pengangkutan aktif
antara lain adalah penisilin, rifampisin, streptomisin,
tetrasiklin, hormon steroid dan glikosida jantung.
HUBUNGAN STRUKTUR,
KELARUTAN DENGAN
AKTIVITAS BIOLOGIS OBAT
Sifat kelarutan pada umumnya berhubungan dengan aktivitas
biologis dari senyawa seri homolog. juga berhubungan erat
dengan proses absorpsi obat. Hal ini penting karena intensitas
aktivitas biologis obat tergantung pada derajat absorpsinya.

Sifat Gugus
Kuat -OSO2ONa, -COONa, -SO2Na, -
Hidrofilik OSO2H
(makin ke -OH, -SH, -O, =C=O, -CHO, -
kanan Sedang NO2, -NH2, -NHR, -NR2, -CN,
makin -CNS, -COOH, -COOR, -
menurun) OPO3H2, -OS2O2H
Ikatan tak jenuh -C=CH, -CH=CH2
Rantai hidrokarbon
Lipofilik alifatik,alkil,aril,hidrokarbon,p
olisiklik
Gbr 5. Hub klrtn & aktivitas antibakteri n-alkohol primer thd kuman Bacillus
typhosus (A) & Staphylococcus aureus (B)
• Overton (1901). Mengemukakan konsep bahwa kelarutan
senyawa organik dalam lemak berhubungan dengan mudah
atau tidaknya penembusan membran sel. Senyawa non polar
bersifat mudah larut dalam lemak, mempunyai nilai koefisien
partisi lemak/air besar sehingga mudah menembus membran
sel secara difusi pasif.
• Hubungan sifat kelarutan dalam lemak yang dinyatakan
dengan kelarutan dalam kloroform dan aktivitas biologis
turunan isatin-β-tiosemikarbazon terlihat pada tabel
dibawah ini.
Subtituen (R) Kelarutan dalam Aktivitas antivirus
kloroform relatif
7-COOH 0 0
5-OCH3 3 0,03
4-CH3 8 3,4
4-Cl 10 8,6
6-F 16 39,8
7-Cl 29 85
Tidak tersubtitusi 32 100
• Pada tabel terlihat bahwa makin meningkat sifat kelarutan dalam
kloroform dari turunan isatin-β-tiosemikarbazon makin
meningkat aktivitas antivirusnya, oleh karena makin besar
kelarutan dalam lemak makin mudah senyawa menembus
membran sel virus.
A. AKTIVITAS BIOLOGIS SENYAWA SERI HOMOLOG
• Suatu seri homolog senyawa sukar terdisosiasi, yang perbedaan
strukturnya hanya menyangkut perbedaan jumlah dan panjang
rantai atom C, ternyata intensitas efek biologisnya tergantung
pada jumlah atom C.
Contoh senyawa seri homolog :
1. n-Alkohol, alkilresorsinol, alkilfenol dan alkilkresol (antibakteri).
2. Ester asam para-aminobenzoat (anestesi setempat).
3. Alkil 4,4’-stilbenediol (hormon estrogen).
• Makin panjang rantai C, makin non polar molekul dan terjadi
perubahan sifat fisik, berkurangnya kelarutan dalam air, serta
meningkatnya koefisien partisi lemak/air, tegangan
permukaan dan kekentalan.
• Bila panjang rantai atom C terus ditingkatkan akan terjadi
penurunan aktivitas secara drastis. Karena, makin berkurang
kelarutan senyawa dalam air, yang berarti kelarutan dalam
cairan luar sel juga berkurang, sedang kelarutan senyawa
dalam cairan luar sel berhubungan dengan proses
pengangkutan obat ke sisi kerja (site of action) atau reseptor.
Oleh karena itu kelarutan dan koefisien partisi lemak/air
merupakan sifat fisik penting dari senyawa seri homolog
untuk dapat menghasilkan aktivitas biologis.
1. Seri homolog n-alkohol
• Seri homolog n-alifatik alkohol primer, pada jumlah atom C1 -
C7 menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Bacillus
typhosus yang makin meningkat dan mencapai maks pada
jumlah atom C = 8. Bila j C > 8 aktivitasnya menurun dengan
drastis. Terhadap Staphylococcus aureus aktivitasnya mencapai
maksimum pada jumlah atom C = 5.
• Rantai alkohol yang bercabang, seperti alkohol sekunder dan
tersier, mempunyai kelarutan dalam air lebih besar, nilai
koefisien partisi lemak/air lebih rendah dibanding alkohol
primer sehingga aktivitas antibakterinya lebih kecil.
• Contoh : aktivitas n-heksanol 2 X lebih besar dibanding heksanol
sekunder dan 5 X lebih besar dibanding heksanol tersier. Adanya
ikatan rangkap dapat meningkatkan kelarutan dalam air dan
menurunkan aktivitas antibakteri.
• Alkohol dengan BM besar, seperti : setilalkohol, praktis tidak
larut dalam air sehingga tidak berkhasiat sebagai antibakteri.
2. Seri homolog 4-n-alkilresorsinol
• Aktivitas antibakteri terhadap Bacillus typhosus mencapai
maksimum pada jumlah atom C = 6, dan
terhadap Staphylococcus aureus aktivitas maksimum dicapai
pada jumlah atom C = 9.
3. Seri homolog ester asam vanilat
• Tabel hubungan seri homolog ester asam vanilat dengan
aktivitas anti bakterinya terhadap Staphylococcus aureus.

Ester asam vanilat Koefisien fenol


terhadap Staphylococcus aureus

Metil 1,7
Etil 7,3
n-propil 33,4
Isopropil 11,2
4. Seri homolog ester asam para-hidroksi benzoat
• Tabel hubungan struktur seri homolog ester asam para-
hidroksi benzoat dengan nilai koefisien partisi dan aktivitas
anti bakteri terhadap Staphylococcus aureus

Koefisien Koefisien fenol


Ester PHB
Partisi terhadap S. aureus

Metil 1,2 2,6


Etil 3,4 7,1
n-propil 13 15
Isopropil 7,3 13
Hubungan Koefisien Partisi dengan Efek Anestesi Sistemik
Koefisien partisi kali pertama dihubungkan dengan aktivitas
biologis oleh Overton dan Meyer (1899).
• Mereka memberikan 3 postulat yang berhubungan dengan efek
anestesi suatu senyawa, yang dikenal dengan teori lemak,
sebagai berikut:
a. Senyawa kimia yang tidak reaktif dan mudah larut, dalam
lemak seperti eter, hidrokarbon, dan hidrokarbon
terhalogenasidapat memberikan efek narkosis pada
jaringan hidup sesuai dengan kemampuannya untuk
terdistribusi ke dalam jaringan sel.
b. Efek terlihat jelas terutama pada sel-sel yang banyak
mengandung lemak, seperti sel saraf.
c. Efisiensi anestesi tergantung pada koefisien partisi
lemak/air atau distribusi senyawa dalam fasa lemak dan fasa
air jaringan.
• Dari postulat diatas dismpulkan bahwa a aktivitas anestesi
berkaitan dengan koefisien partisi lemak/air.
• Wulf dan Featherstone (1957), mengemukakan teori anestesi
sistemik yang dikenal sebagai teori ukuran molekul.
• Beberapa bahan anestetika yang tidak reaktif, dapat
menimbulkan efek anestesi sistemik karena ada hubungan
mendasar antara sifat molekul dengan efek penekan SSP.
Mereka menganggap bahwa tetapan molekul suatu senyawa
dengan ada tidaknya potensi anestesi.
• Teori diatas dilengkapi dgn teori lain berdasarkan sifat fisik
yaitu penekanannya tidak pada fasa lemak sistem saraf pusat
tetapi pada fasa air, (mikrokristal hidrat (Pauling)
• Obat anastetika yang berupa gas atau larutan mudah menguap dan
bersifat inert, seperti xenon dan kloroform, mempunyai potensiasi
sama dan hanya berbeda pada kemampuannya untuk mencapai
reseptor. Pada percobaan in vivo, xenon dan kloroform dalam
lingkungan air dapat membentuk mikrokristal hidrat (klatrat) yang
stabil. Pauling menganggap bahwa pada in vivo, xenon dan
kloroform akan menduduki ruang-ruang yang berisi molekul air,
kemudian bersama-sama dengan rantai protein dan zat terlarut lain
mengubah struktur media air yang mengelilinginya sehingga lebih
terorganisasi dan terstabilkan oleh ikatan van der Waals,
membentuk mikrokristal hidrat. Mikrokristal hidrat yang stabil ini
dapat menyebabkan perubahan daya hantar rangsangan elektrik
yang diperlukan untuk memelihara kesadaran mental sehingga
timbul efek anestesi.
Prinsip Ferguson

• Pada prinsip Ferguson, banyak senyawa seri homolog


aktivitasnya akan meningkat sesuai dengan kenaikan jumlah
atom C.
• Fuhner ( 1904), mendapatkan bahwa untuk mencapai aktifitas
sama, anggota seri homolog yang lebih tinggi memerlukan
kadar yang lebih rendah sesuai dengan persamaan deret ukur
sebagai berikut:
1/31, 1/32, 1/33, 1/34,....................... 1/3n
• Contoh: seri homolog obat penekan sistem saraf pusat,
seperti turunan alkohol, keton, amin, ester, uretan, dan
hidrokarbon.
• Perubahan sefat fisik tertentu dari suatu seri homolog,
seperti tekanan uap, kelarutan dalam air, tegangan
permukaan dan distribusi dalam pelarut tidak tercampur,
kadang-kadang juga sesuai dengan persamaan deret
ukur.
• Sifat-sifat fisik secara umum melibatkan distribusi pada
beberapa macam fasa. Contoh:
a. Kelarutan, melibatkan distribusi antara suatu
padatan atau cairan dan larutan jenuhnya.
b. Tegangan permukaan, melibatkan distribusi antar
larutan dan permukaan.
c. Tekanan uap, melibatkan distribusi antara cairan
dan uap.
• Menurut Ferguson, kadar molar toksik sangat ditentukan oleh
keseimbangan distribusi pada fasa-fasa yang heterogen, yaitu
fasa eksternal, yang kadar senyawanya dapat diukur, dan
biofasa.
• Ferguson menyatakan bahwa sebenarnya tidak perlu
menentukan kadar obat dalam biofasa (reseptor) karena pada
keadaan keseimbangan kecenderungan obat untuk
meninggalkan biofasa dan fase eksternal adalah sama,
walaupun kadar obat dalam tiap fasa mungkin berbeda.
Kecenderungan obat untuk meninggalkan fasa
disebut aktivitas termodinamik.
• Untuk menjelaskan kecenderungan obat meninggalkan
biofasa dan fasa eksternal, derajat kejenuhan masing-masing
fasa merupakan pendekatan yang cukup beralasan.
• Aktivitas termodinamik (a) dari obat yang berupa gas atau
uap dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut:
a=Pt/Ps
Pt : tekanan persial senyawa dalam larutan, yang diperlukan
untuk menimbulkan efek biologis
Ps : tekanan uap jenuh senyawa
• Aktivitas termodinamik (a) dari obat yang berupa larutan
dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut:
a= St/S0
St : kadar molar senyawa yang diperlukan untuk menimbulkan
efek biologis
S0 : kelarutan senyawa
• Bila perbandingan Pt/Ps dan St/S0 besar, (1-0,01), hal ini
berarti senyawa didistribusikan ke seluruh organisme tanpa
diikat secara tetap dalam sel dan keseimbangan terjadi pada
fasa eksternal dan biofasa.
• Sebaliknya nila perbandingan Pt/Ps atau St/S0 rendah (< 0,01),
senyawa akan terikat pada reseptor tertentu dalam sel
organisme dan keseimbangan antara obat dan reseptor
terjadi pada sel atau di dalamnya.
• Contoh hubungan penghambat enzim suksinat dehidrogenase
oleh beberapa senyawa dengan aktivitas termodinamik dapat
dilihat pada tabel berikut
Senyawa Kadar molar yang menyebabkan Aktivitas
penghambat 50% masukan oksigen termodinamik
1. Etiluretan 0,65 0,117
2. Feniluretan 0,003 0,20
3. Propionitril 0,48 0,24
4. Valeronitril 0,08 0,36
5. vanilin 0,011 0,0002

senyawa 1- 4, menunjukkan aktivitas termodinamik > 0,01


dan aktivitas biologis dihasilkan oleh sifat kimia fisika dari
struktur senyawa bersifat tidak spesifik.
Vanilin mempunyai nilai aktivitas termodinamik < dari 0,01
dan diduga aktivitas biologisnya dihasilkan oleh struktur
kimia obat yang spesifik.
• Berdasarkan model kerja farmakologisnya, secara umum obat
dibagi menjadi dua golongan, yaitu :

Senyawa Berstruktur Tidak Khas


• Senyawa berstruktur tidak khas adalah senyawa dengan
struktur kimia bervariasi, tidak berinteraksi dengan reseptor
khas .
• aktivitas biologisnya tidak secara langsung dipengaruhi oleh
struktur kimia tetapi lebih dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia
fisika, seperti derajat ionisasi kelarutan, aktivitas
termodinamik, tegangan permukaan dan redoks potensial.
Terlihat bahwa efek biologis terjadi karena terkumpulnya
obat pada daerah penting dari sel sehingga menyebabkan
ketidakteraturan rantai proses metabolisme.
• Senyawa berstruktur tidak khas menunjukkan aktivitas fisik
dengan karakteritik sebagai berikut :
a. Efek biologis berhubungan langsung dengan aktivitas
termodinamik dan untuk menimbulkan efek memerlukan
dosis yang relative besar.
b. Walaupun perbedaan struktur kimia besar, asal mempunyai
aktivitas termodinamik sama akan memberikan efek yang
sama pula.
c. Ada kesetimbangan kadar obat dalam biofasa dan fasa
eksternal.
d. Bila terjadi kesetimbangan, aktivitas termodinamik masing-
masing fasa harus sama.
e. Pengukuran aktivitas termodinamik pada fasa eksternal juga
mecerminkan aktivitas termodinamik biofasa.
f. Senyawa dengan derajat kejenuhan sama mempunyai
aktivitas termodinamik sama sehingga derajat efek biologis
sama pula. Oleh karena itu larutan jenuh dari senyawa
dengan struktur yang berbeda dapat memberikan efek
biologis yang sama.
Contoh senyawa yang berstruktur tidak khas :
1. Obat anastesi sistemik yang berupa gas atau uap, seperti etil
klorida, asetilen, nitrogen oksida, eter dan kloroform.
Nama Gas/Uap P uap (Ps) Kadar P parsial (Pt) (a) (Pt/Ps)
mm Anestesi mm
Nitrogen Oksida 59.300 100 760 0,01
Etilen 49.500 80 610 0,01
Asetilen 51.700 65 495 0,01
Etil Klorida 1.780 5 38 0,02
Etil eter 830 5 38 0,05
Vinil eter 760 4 30 0,01
Etil bromida 725 1,9 14 0,02
Kloroform 324 0,5 4 0,01
2) Insektisida yang mudah menguap dan bakterisida tertentu,
seperti timol, fenol, kresol, n-alkohol dan resorsinol

Nama Obat Kadar Bakterisid Kelarutan (So), (a)


(St), Molar Molar,25oC
(St/So)
Timol 0,0022 0,0057 0,38
Oktanol 0,0034 0,0040 0,88
O-kresol 0,039 0,23 0,17
Fenol 0,097 0,90 0,11
2. Senyawa Berstruktur Khas
• Senyawa berstruktur khas adalah senyawa yang memberikan
efeknya dengan mengikat reseptor atau aseptor yang khas.
• Mekanisme kerjanya dapat melewati salah satu cara berikut
yaitu:
a) Bekerja pada enzim, yaitu dengan cara pengaktifan,
penghambatan atau pengaktifan kembali enzim-enzim tubuh.
b) Bekerja sebagai antagonis, secara antagonis kimia,
fungsional, farmakologis, atau antagonis metabolik.
c) Menekan fungsi gen, yaitu dengan menghambat biosintesis
asam nukleat atau sintesis protein.
d) Bekerja pada membran, yaitu dengan mengubah membran
sel dan mempengaruhi sistem pengangkutan membran sel.
• Aktivitas biologis senyawa berstruktur khas tidak tergantung
pada aktivitas termodinamik (nilai a < 0,01) tetapi lebih
tergantung pada struktur kimia yang khas.
• Kereaktifan kimia, bentuk, ukuran dan pengaturan stereo
kimia molekul, distribusi gugus fungsional, efek induksi dan
resonansi, distribusi elektronik dan interaksi dengan reseptor
mempunyai peran yang menentukan untuk terjadinya
aktifitas biologis
• Contoh obat yang berstruktur khas: obat antikanker,
antimalaria, antibiotika, obat adrenergik, antihistamin, dan
diuretik.
Senyawa berstruktur khas mempunyai karakteristik sebagai
berikut:
a) Efektif pada kadar yang rendah .
b) Melibatkan kesetimbangan kadar obat dalam biofasa dan
fasa eksternal.
c) Melibatkan ikatan-ikata kimia yang lebih kuat dibanding pada
ikatan senyawa yang berstruktur tidak khas.
d) Pada keadaan kesetimbangan aktivitas biologisnya maksimal.
e) Sifat fisik dan kimia sama-sama berperan dalam menentukan
efek biologis.
f) Secara umum mempunyai struktur dasar karakteristik yang
bertanggung jawab terhadap efek biologis senyawa analog.
g) Sedikit perubahan struktur dapat mempengaruhi secara
drastis aktivitas biologis obat.
• Pada senyawa berstruktur spesifik sedikit perubahan struktur
kimia dapat berpengaruh terhadap aktivitas biologisnya.
• Contoh:
1. Senyawa kolinergik
R-C(O)O-CH2CH2-N+(CH3)2
R = CH3 : asetilkolin : kolinergik masa kerja pendek
R = NH2 : Karbamilkolin : kolinergik masa kerja panjang
2. Turunan feniletilamin
(o-OH)Ar-CH(OH)-CH2NH-R
R= CH3 : menaikkan tekanan darah
R = CH (CH3)2 : menurunkan tekanan darah
• Perbedaan antara senyawa berstruktur spesifik dan
nonspesifik tidak cukup dipandang dari satu atau dua
perbedaan karakteristik senyawa tetapi harus dipandang sifat
atau karakteristik secara keseluruhan.
• Sering pada obat tertentu tidak mempunyai struktur yang
mirip tetapi menunjukkan efek farmakologis yang sama, dan
perubahan sedikit struktur tidak mempengaruhi efek.
• Sebagai contoh adalah obat diuretik yang mempunyai
struktur kimia sangat bervariasi, contoh turunan merkuri
organik, turunan sulfamid, turunan tiazid, dan spironolakton.
Sedikit modifikasi struktur tidak mempengaruhi aktivitas
diuretik dari masing-masing turunan. Ini merupakan salah
satu karakteristik dari senyawa berstruktur tidak spesifik.
• Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa obat diuretik
menghasilkan respons farmakologis yang sama tetapi masing-
masing turunan mempengaruhi proses biokimia yang
berbeda, jadi mekanisme aksinya berbeda.
• Turunan merkuri organik, seperti klormerodrin, bekerja
sebagai diuretik dengan mengikat gugus SH enzim Na, K-
dependent ATP-ase, yang bertanggung jawab terhadap
produksi energi yang diperlukan untuk reabsorpsi Na di
membran tubulus,
• turunan sulfamid, seperti asetazolamid, bekerja dengan
menghambat enzim karbonik anhidrase,
• turunan tiazid seperti hidroklorotiazid, menghambat
reabsorpsi Na tubulus ginjal, dan spironolakton bekerja
sebagai antagonis aldosteron, senyawa yang mengatur
keseimbangan elektrolit dalam tubuh.
• Fenomena di atas menunjang pengertian bahwa mekanisme
aksi obat pada tingkat molekul dapat melalui beberapa jalan,
dan ini menjelaskan mengapa obat dengan tipe struktur
berbeda dapat menunjukkan respons farmakologis yang
sama.
• Sebenarnya sulit memisahkan antara senyawa berstruktur
tidak spesifik dan spesifik karena banyak senyawa yang
berstruktur spesifik, seperti antibiotika turunan penisilin,
tidak berinteraksi secara spesifik dengan reseptor pada tubuh
manusia, tetapi beinteraksi dengan reseptor spesifik yang
terlibat pada proses pembentukan dinding sel bakteri. Jadi
aktivitas antibakterinya terutama ditentukan oleh sifat kimia
fisika seperti sifat lipofilik dan elektronik yang berperan pada
proses distribusi obat sehingga senyawa dapat mencapai
jaringan target dengan kadar yang cukup besar
HUBUNGAN STRUKTUR,
STEREOKIMIA, IKATAN KIMIA , DAN
AKTIVITAS BIOLOGIS OBAT
• Untuk berinteraksi dengan reseptor, molekul obat harus
mencapai sisi reseptor dan sesuai dengan permukaan
reseptor.
• Faktor sterik yang ditentukan oleh stereokimia molekul obat
dan permukaan sisi reseptor, memegang peran penting dalam
menentukan efisiensi interaksi obat reseptor.
• Oleh karena itu agar berinteraksi dengan reseptor dan
menimbulkan respons biologis, molekul obat harus
mempunyai struktur dengan derajat kespesifikan tinggi.
• Pada interaksi obat reseptor ada dua nilai yang sangat penting
yaitu distribusi muatan elektronik dalam obat dan reseptor,
serta bentuk konformasi obat dan reseptor.
• Oleh karena itu aktivitas obat tergantung pada tiga faktor struktur
yang penting, yaitu:
a. Stereokimia molekul obat
b. Jarak antar atom atau gugus
c. Distribusi elektronik dan konfigurasi molekul
• Perbedaan aktivitas farmakologis dari beberapa stereoisomer
disebabkan oleh tiga faktor, yaitu:
a. Perbedaan dalam distribusi isomer dalam tubuh
b. Perbedaan dalam sifat-sifat interaksi obat-reseptor
c. Perbedaan dalam adsorpsi isomer-isomer pada permukaan
reseptor yang sesuai
Dua hal penting yang perlu diketahui adalah modifikasi isosterisme
dan pengaruh isomer terhadap aktivitas biologis obat.
A. MODIFIKASI ISOSTERISME
• Isosterisme menggambarkan seleksi dari bagian sruktur yang
karena karakterisasi sterik, elektronik dan sifat kelarutannya,
memungkinkan untuk saling dipergantikan pada modifikasi
struktur molekul obat.
• Langmuir (1919) : isosteris adalah senyawa-senyawa,
kelompok atom-atom, radikal atau molekul yang mempunyai
jumlah dan pengaturan elektron yang sama, bersifat
isoelektrik dan mempunyai kemiripan sifat-sifat fisik.
• Contoh: molekul N2 dan CO masing-masing mempunyai total
elektron = 14, sama-sama tidak bermuatan dan sifat fisik
yang relatif sama, seperti kekentalan, kerapatan, indeks
refraksi, tetapan dielektrik dan kelarutan. Hal ini berlaku pula
untuk molekul-molekul N2O dan CO2, N3dan NCO- serta
CH2N2 dan CH2 = Co.
• Grimm (1925), memperkenalkan hukum PERGANTIAN
HIBRIDA yang menyatakan bahwa penambahan atom H, suatu
elektron sunyi, pada atom atau molekul yang kekurangan
elektron pada orbital terluarnya (pseudo atom), dapat
menghasilkan pasangan isosterik.
Contoh : -CH= & -N=  -CH2- & -NH-
• Erlenmeyer (1948), memperluas definisi isosteris yaitu atom,
ion atau molekul yang jumlah, bentuk, ukuran, dan polaritas
elektron pada lapisan terluar sama,
• Contoh : Cl , Br, SH (elektron terluar =7)
• Arti isosteris secara umum adalah kelompok atom-atom
dalam molekul, yang mempunyai sifat kimia atau fisika mirip,
karena mempunyai persamaan ukuran, keelektronegatifan
atau stereokimia.
• Contoh pasangan isosterik yang mempunyai sifat sterik dan
konfigurasi elektronik sama adalah :
a. Ion karboksilat (-COO-) dan ion sulfonamida (-SO2NR-)
b. Gugus keton (-CO-) dan gugus sulfon (-SO2-)
Gugus-gugus divalen eter (-O-), sulfida (-S-), amin (-NH-) dan
metilen (-CH2-) meskipun berbeda sifat elektroniknya tetapi
hampir sama sifat steriknya sehingga sering pula
dipergantikan pada suatu modifikasi struktur.
• Secara umum prinsip isosterisme ini digunakan untuk:
a. Mengubah struktur senyawa sehingga didapatkan senyawa
dengan aktivitas biologis yang dikehendaki.
b. Mengembangkan analog dengan efek biologis yang lebih
selektif
c. Mengubah struktur senyawa sehingga bersifat antagonis
terhadap normal metabolit (antimetabolit)
• Friedman (1951) memperkenalkan
istilah bioisosterisme, yang kemudian berkembang menjadi
salah satu konsep dasar sebagai hipotesis untuk
perkembangan kimia medisinal. Idealnya, bioisosterisme
melibatkan pergantian gugus fungsi dalam struktur molekul
akan menghasilkan senyawa baru dengan aktvitas biologis
yang lebih baik.
• Burger (1970) mengklasifikasikan bioisosterisme sebagai
berikut:
1. Bioisosterisme klasik
a. Atom atau gugus monovalen, contoh : R-X-Hn, di mana X
adalah atom C, N, O atau atom S, dan R-X, dimana X adalah
atom F,Cl, Br, dan I
b. Atom atau gugus divalen, contoh : R-X-R', dimana X adalah O,
S, CH2 atau NH
c. Atom atau gugus trivalen, contoh : R-N=R', R-CH=R', R-P=R',
R-As=R', dan R-Sb=R‘
d. Atom atau gugus tetravalen, contoh : R=N+=R', R=C=R',
R=P+=R', R=As+=R' dan R=Sb+=R‘
e. Kesamaan cincin, contohnya: pergantian gugus dalam satu
cincin, seperti gugus -S-, -O-, -NH-, -CH2-, -CH=CH-
2. Bioisosterisme nonklasik
a. Susbtitsi gugus akan memberikan pengaturan elektronik dan
sterik yang serupa dengan senyawa induk
Contoh gugus bioisosterik nonklasik : -SO-, -SO2-, -SO2(NR)-
b. Penggantian gugus dengan gugus lain yang tidk mempunyai
persamaan sifat elektronik aau sterik tetapi masih
menimbulkan aktivitas biologis yang sama.
Contoh : penggantian gugus alkilsulfonamido (-SO2NH-R)
dengan gugus hidroksi (-OH) pada turunan katekolamin
c. Penggantian cincin dengan struktur nonsiklik
Contoh : penggantian cincin benzen dengan heksatriena
(H2C=CH-CH=CH-CH=CH2)
• Hansch mengklasifikasikan bioisosterisme berdasarkan
persamaan kualitatif (aktivitas biologis) dan kuantitatif melalui
parameter sifat kimia fisika seperti π,σ dan Es sebagai berikut :
1. Isometrik bioisosterisme (bioisosterisme sebenarnya),
dimana gugus-gugus yang saling dipergantikan mempunyai
persamaan kualitatif dn kuantitatif, yaitu mempunyai nilai
tetapan kimia fisika hampir sama dan dapat menghasilkan
respons biologis yang serupa pula.
• Contoh : penggantian gugus 4-Cl dengan gugus 3-OC2H5
O2NH R
NH2 S

R Log 1/C л σ
4-Cl 4.80 0.23 0.70
3-OC2H5 4.88 0.12 0.62
2. Nonisometrik bioisosterik (bioisosterik parsial), dimana
gugus-gugus yang saling dipergantikan mempunyai persmaan
kualitatif tetapi tidak sama sifat kuantitatifnya.
• Contoh : penggantian gugus 4-F dengan 4-NO2 dari turunan
arilamida, dan diuji aktivitasnya pembentukan kompleks
terhadap alkohol dehidrogenase, hasilnya dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.

R Log 1/C л σ E s

4-F -2.6 0.27 0.06 0.78


4-NO2 -2.6 0.18 0.78 -1.28
• Meskipun tidak memungkinkan mencapai isosterisme murni,
prinsip isosterisme dan bioisosterisme masih banyak
digunakan untuk memodifikasi senyawa biologis aktif.
Subtitusinya tidak hanya menghasilkan produk yang
mempunyai efek identik tetapi juga produk yang bersifat
antagonis.
• Contoh :
1. Aminopirin, senyawa isosteriknya mempunyai aktivitas
analgesik-antipiretik yang sama
2. Asetilkolin dan karbakol mempunyai aksi muskarinik yang
serupa
3. 2-Tenilalanin yang merupakan senyawa antagonis biologis
dari fenilalanin
• Penggantian gugus atau atom tertentu dari normal metabolit
dengan gugus deseptor, pada umumnya, walaupun tidak
selalu akan menghasilkansenyawa antagonis kompetitif.
Atom atau gugus Atom atau ugus Metablit Kompetitif
normal deseptor
-H -F -Br 5-florobromourasil
-OH -NH2 Aminopterin
-NH2 -OH Oksitiamin
-NHNH2 -feniletilhidrazin
-CH3 -Cl 2-kloronaftokuinon
-C2H5 Etionin
-S- -O- Dalam metionin
-NH- Analog tiamin
CH2-CH2 Dalam biotin
-COOH -SO2NH2 Sulfanilamid
-SO2H Dalam asam nikotinat
-COR -CONR2 Karbamilkolin
-PO9OR)2 Antagonis asetikolin
-CO- -CH2- Deoksipiridoksal
• Contoh :

CH CH2CH2N(CH3)2 CH CH2CH2N(CH3)2
Klorprotixen
Amitriptilin

• GUGUS PENGGANTI  ANTAGONIS


• KLORPROXITEN  AMITRIPTILIN
• PENEKAN SSP  PERANGSANG SSP
• B. ISOMER DAN AKTIVITAS BIOLOGIS OBAT
• Dari gambaran sterik dikenal beberapa macam struktur
isometri, antara lain adalah isomer geometrik, isomer
konformasi, diastereoisomer dan isomer optik. Bentuk-bentuk
isomer tersebut dapat mempengaruhi aktivitas biologis obat.
1). Isomer Geometrik dan Aktivitas Biologis
• Isomer geometri. Ikatan rangkap dan sistem alisiklik
membatasi gerakan atom dalam mencapai kedudukan yang
stabil sehingga terbentuk isomer cis-trans dan isomer cis trans
cenderung menahan gugus-gugus dalam molekul pada ruang
yang relatif berbeda -----perbedaan kimia fisika. Akibatnya,
distribusi isomer dalam media biologis juga berbeda, dan
berbeda pula kemampuan isomer untuk interaksi dengan
reseptor biologis.
• Contoh : Pada isomer trans-, jarak antar kedua gugus hidroksil
fenol 14,5oA hampir sama dengan jarak dua gugus OH dalam
estradiol, berinteraksi baik dengan reseptor estrogen. Isomer
cis jarak kedua gugus jauh berbeda. Adanya perbedaan
kestabilan dan jarak ini menyebabkan isomer trans 14x lebih
aktif dari isomer cis

OH H3C
H3C CH2 CH3
CH2
CH2

<<<
H2C
CH3 HO
H
O
trans - Dietilstilbestrol
OH
cis - Dietilstilbestrol
2. Isomer konformasi dan aktivitas biologis
• Sikloheksan cenderung dalam bentuk konformasi kursi
dibanding bentuk konformasi perahu atau melipat. Substituen
atau gugus pada cincin sikloheksan cenderung ditahan pada
kedudukan equatorial oleh karena bentuk aksial lebih mudah
terpengaruh oleh efek sterik.
• Pada bentuk 1,3 diaksial, subtituennya cenderung tolak-
menolak satu sama lain sehingga mengubah kelenturan cincin
dan menempatkan substituen pada kedudukan ekuatorial
yang kurang terpengaruh oleh efek sterik.
• Pada cincin non aromatik, atom atau gugus yang terikat dapat
pada kedudukan ekuatorial atau aksial atau kedua-duanya dan
dapat menunjukkan aktivitas biologis yang sama atau
berbeda.
H
CH3 H O H
H N+ CH3
H C H H
H C2H5 O
H3C
H CH3 CH3 CH3
O H H N+
C O H
C2H5 H H

Bentuk aquatorial trimeperidin Bentuk aksial trimeperidin

• Trimeperidin (analgetik narkotik poten ), Isomer aksial dan


ekuatorial dari trimeperidin mempunyai potensi analgetik
yang sama. Pengaruh bentuk isomer konformasi terhadap
aktivitas analgetik trimeperidin sangat kecil.
• Planaritas pada cincin aromatik sangat penting untuk dapat
menimbulkan aktivitas biologis pada umumnya. Kadang-
kadang aktivitas biologis senyawa tidak berhubungan dengan
gugus fungsi tetapi hanya bergantung pada aromatik atau
karakteristik planar dari molekul.
Contoh :
1. Amfetamin : Aktivitasnya ditunjang oleh planaritas cincin yang
meningkatkan kemampuan senyawa untuk mengikat reseptor
yang juga mempunyai permukaan planar melalui ikatan
vander waals yang relatif kuat. Pada interaksi obat yang tidak
planar dengan reseptor planar ikatan van der waals relatif
rendah.
2. Aktivitas pemblok adrenergik dari b- haloalkilamin tergantung
pada koplanaritas substituen pada cincin benzen.
Contoh : turunan fluoren, bila X metil/metoksi aktivitasnya
cukup besar tapi bila X= etil, isoropil, t-butil, senyawa menjadi
tidak aktif karena substituen tidak planar terhadap cincin.

H2 H2 H2 H2
Cl C C N C C Cl
3. Diastereoisomer dan aktivitas biologis
• Diastereoisomer : isomer yang disebabkan oleh senyawa yang
mempunyai dua atau lebih pusat atom asimetrik, mempunyai
gugus fungsional sama dan memberikan tipe reaksi yang sama
pula.
• Kedudukan gugus-gugus substitusi terletak pada ruang yang
relatif berbeda sehingga diastereoisomer mempunyai sifat
fisik, kecepatan reaksi dan sifat biologis yang berbeda pula.
• Perbedaan sifat-sifat di atas berpengaruh terhadap distribusi,
metabolisme dan interaksi isomer dengan reseptor.
cis trans

B B
C
A C A

B' B'

A' C' A' C'


Interaksi serasi Interaksi kurang serasi
Diasterioisomer kemungkinan juga mempunyai aktifitas
optic.
Contoh : efedrin, mempunyai 2 atom C asimetrik dengan 4
bentuk aktif optis, dapat membentuk
diasterioisomer (+-) eritro dan (+-)treo

Isomer APR
D (-) Eferdrin 36
L (+) Efedrin 11
D(-) Pseudoefedrin 7
L(+) Pseudoefedrin 1
DL(+-) Efedrin 26
DL(+-) Pseudoefedrin 4
• 4. Isomer Optik dan Aktivitas Biologis
• Isomer Optik adalah isomer yang disebabkan oleh senyawa
yang mempunyai atom C asimetrik. Isomer optic
mempunyai sifat kimia Fisika sama dan hanya berbeda pada
kemampuan dalam memutar bidang cahaya terpolarisasi atau
berbeda rotasi optiknya.
• Isomer optic kadang-kadang mempunyai aktivitas biologis
yang berbeda karena ada perbedaan dalam interaksi isomer-
isomer dengan reseptor biologis.
• Menurut Beckett, perbedaan interaksi isomer-isomer optic
dengan reseptor biologis :

Interaksi serasi Interaksi kurang serasi


Aktivitas lebih besar Aktivitas kecil
• Contoh obat yang dapat membentuk isomer optic dengan
aktivitas biologis berbeda :
1. (-)- Hiosiamin, aktivasi medriatiknya 15-20 kali lebih besar
disbanding isomer (+)
2. D-(-)adrenalin, aktivitas vasokonstriktornya 12-15 kali lebih
basar disbanding isomer (+)
3. (-)-Sinefrin, aktivitas presornya 60 kali lebih besar disbanding
isomer (+)
4. (-)-α-Metildopa, mempunyai efek antihipertensi, sedang
isomer (+) tidak menimbulkan efek antihipertensi
5. D-(-)-treo-Kloramfenikol mempunyai efek antibakteri, sedang
isomer L (+)eritro efeknya negative
6. (+)-Norhormoepinefrin, aktivitas presosnya 160 kali lebih
besar dibanding isomer (-)
Perbedaan aktivitas dari isomer-isomer diatas dapat
dijelaskan dengan sebagai berikut :
1. Ada perbedaan distribusi dari isomer-isomer dalam tubuh,
karena isomer optic diseleksi terlebih dahulu oleh system
biologis sebelum mencapai reseptor spesifiknya.
Contoh :
a. Isomer optic berinteraksi dengan senyawa aktif optic
dalam cairan tubuh, missal protein plasma, membentuk
diasterioisomer sehingga terjadi perbedaan adme
isomer-isomer tersebut.
b. Salah satu isomer optic cenderung dimetabolisis oleh
enzim yang bersifat stereospesifik
• c. Salah satu isomer diabsorbsi secara selektif pada sisi
kehilangan yang stereospesifik, missal pengikatan oleh
protein plasma tertentu
2. Menurut Cushny , perbedaan aktivitas tersebut disebabkan
karena isomer optic berinteraksi denga sisi reseptor yang aktif
optis, menghasilkan diasterioisomer dengan sifat kimia fisika
berbeda sehingga terjadi perbedaan dalam distribusi dan
interaksi dengan reseptor spesifik.
3. Menurut Easson dan Stedman, struktur isomer optic
secara teoritis dapat menimbulkan efek fisiologis yang
berbeda karena ada perbedaan dalam hal pengaturan
molekul sehingga salah satu isomer dapat berinteraksi dengan
reseptor hipotesis sedang isomer yang lain tidak dapat
berinteraksi.
• Easson-Stedman juga memberikan postulat bahwa isomer
optic dari epinefrin, suatu obat adenergik, dapat
menimbulkan aktivitas presor yang berbeda karena
mempunyai perbedaan dalam interaksi dengan permukaan
reseptor.

H3C H2 H3C H2
H OH
C C
H N+ C H N+ C
H OH H H

-
X
-
tempat anionik tempat anionik
daerah datar daerah datar
tempat hidroksil tempat hidroksil

(-) Epinefrin (+) Epinefrin


C. JARAK ANTAR ATOM DAN AKTIVITAS BIOLOGIS

• Hubungan antar struktur kimia dengan aktivitas biologis


sering ditunjang oleh konsep kelenturan reseptor. Pada
beberapa tipe kerja biologis, jarak antar gugus-gugus
fungsional molekul dapat berpengaruh terhadap aktivitas
biologis obat. Hal ini dapat diperkirakan dari “jarak identitas”
atau jarak antar ikatan-ikatan peptide struktus protein yang
memanjang

Jarak identitas
Contoh :
1. Obat parasimpatomimetik, seperti turunan asetikolin
(karbakol) danparasimpatolitik, seperti obat pemblok
adrenergic, jarak antara ester karbonil dengan atom N-metil
adalah 7,2 Å, yang berarti 2 x 3,61 Å
2. Obat kurare, seperti dekametonium, jarak antar atom N-
kuarterner adalah 14,5 Å, yang berarti 4 x 3,61 Å
3. Hormone estrogen nonsteriod, seperti dietilstiolbestrol,
gugus-gugus hidroksilnya juga dipisahkanoleh ikatan hydrogen
dengan jarak 14,5 Å
• Selain jarak antara ikatan peptide, jarak antara dua struktur α-
heliks protein (5,5 Å) didapatkan sama dengan jarak antar
gugus-gugus fungsional dari banyak obat.
• Didapatkan pada obat-obat yang termasuk golongan anestesi
setempat, seperti prokain, antihistamin, seperti difendiramin,
spasmolitik, seperti adifenin dan obat pemblok adrenergic,
seperti piperoksan.
• Konfigurasi dan jarak antar atom dari senyawa antagonis
metabolic juga penting untuk aktivitas
• Contoh : turunan sulfanilamide mempunyai jarak antar atom
yang serupa dengan asam p-aminobenzoat dan dapat
berfungsi sebagai antimetabolit
• Contoh-contoh di atas menunjukan bahwa jarak antar atom
dari gugus-gugus fungsional berperan dalam proses interaksi
obat dengan tempat reseptor spesifik.
SEKIAN TERIMAKASIH
HUBUNGAN STRUKTUR SIFAT KIMIA
FISIKA DAN AKTIFITAS BIOLOGIS
OBAT
A. Ionisasi dan aktivitas biologis
• Ionisasi sangat penting dalam hubungannya dengan proses
penembusan obat ke dalam membrane biologis dan interaksi
obat-reseptor. Untuk dapat menimbulkan aktivitas biologis,
pada umumnya obat dalam bentuk tidak terionisasi, tetapi
ada pula yang aktif adalah bentuk ionnya.
1. Obat yang Aktif dalam Bentuk Tidak Terionisasi
• Sebagian besar obat yang bersifat asam atau basa lemah,
bentuk tidak terionisasi dapat memberikan efek biologis. Hal
ini dimungkinkan bila kerja obat terjadi di membrane sel atau
di dalam sel.
• Contoh : Fenobarbital, (asam lemah) bentuk tidak terionisasi
dapat menembus sawar darah otak dan menimbulkan efek
penekan fungsi system saraf pusat dan pernapasan.
• Hubungan antara pKa dengan fraksi obat terionisasi dan yang
tidak terionisasi dari obat yang bersifat asam dan basa lemah,
dinyatakan melalui persamaan Henderson-Hasselbach sebagai
berikut :
• Untuk asam lemah: pKa = pH + log Cu/Ci
• Untuk basa lemah : pKa = pH + log Ci/Cu
Cu : Fraksi yang tak terionisasi
Ci : Fraksi yang terionisasi
• Perubahan pH dapat berpengaruh terhadap sifat kelarutan
dan koefisien partisi obat. Garam dari asam atau basa lemah,
bentuk tidak terionisasinya mudah diabsorpsi oleh saluran
cerna, dan aktivitas biologis sesuai dengan kadar obat bebas
yang terdapat dalam cairan tubuh.
• Obat yang bersifat asam lemah, penigkatan pH, sifat ionisasi
>>, bentuk tak terionisasi <<, jumlah obat yang
menembus membrane biologis semakin kecil obat
untuk berinteraksi dengan reseptor semakin rendah dan
aktivitas biologisnya semakin <<.

• obat yang bersifat basa lemah, dengan meningkatnya pH, sifat


ionisasi bertambah kecil, bentuk tak terionisasinya semakin
besar, sehingga jumlah obat yang menembus membrane
biologis bertambah besar pula. Akibatnya, kemungkinan obat
untuk berinteraksi dengan reseptor bertambah besar dan
aktivitas biologisnya semakin meningkat.
• Asam aromatic lemah, seperti asam benzoate, asam
salisilat dan asam mandelat, aktivitas antibakterinya bertambah
besar bila dalam media asam. Pada pH=3, aktivitas antibakteri
asam benzoate 100 kali lebih besar disbanding aktivitasnya pada
suasana netral.
• Fenol, suatu asam lemah, memberikan gambaran hubungan
perubahan pH dengan aktivitas biologis yang berbeda. Pada pH
<4,5 aktivitas antibakterinya akan semakin meningkat, tetapi bila
pH >4,5 aktivitasnya akan menurun. Hal ini terjadi sampai pada
pH=10. Pada pH >10, aktivitasnya akan meningkat lagi karena
fenol teroksidasi menjadi bentuk kuinon, yang juga mempunyai
aktivitas antibakteri cukup besar.
• Sedikit perubahan struktur dapat menyebabkan perubahan yang
bermakna dari sifat ionisasi asam atau basa, dan hal ini akan
mempengaruhi aktivitas biologis obat.
Hubungan perubahan pH dengan aktivitas biologis asam dan basa
• Contoh : Golongan 5,5-disubstitusi dari turunan asam
barbiturate mempunyai nilai pKa 7-8,5 contoh : asam 5,5-
dietilbarbiturat (fenobarbital) mempunyai nilai pKa= 7,4 .
pada pH fisiologis, lebih dari 50% fenobarbital terdapat
dalam bentuk tidak terionisasi, sehingga dengan mudah
menembus jaringan lemak dan menunjukan aktivitas
sebagai penekan system saraf pusat.
• Sifat keasaman turunan barbiturate ditentukan oleh bentuk
tautomeri keto-enol dan laktim-laktam. Golongan 5-
substitusi barbiturat, bersifat lebih asam, contoh : asam 5-
etilbarbiturat, mempunyai nilai pKa = 4,4 , pada pH
fisiologis mudah terionisasi (99,9%), sehingga kurang efektif
dalam menembus sawar membrane lipofil system saraf
pusat, dan tidak dapat menimbulkan efek penekan system
saraf pusat.
2. Obat yang aktif dalam bentuk ion
• Beberapa senyawa obat menunjukkan aktivitas biologis yang
makin meningkat bila derajat ionisasinya meningkat. Seperti
diketahui dalam bentuk ion senyawa obat umumnya sulit
menembus membran biologis, sehingga diduga senyawa obat
dengan tipe ini memberikan efekbiologisnya diluar sel.
• Bell dan Roblin (1942), memberikan postulat bahwa aktivitas
antibakteri sulfonamide mencapai maksimum bila mempunyai nilai
pKa 6-8. Pada pKa tersebut sulfonamide terionisasi kurang lebih
50%. Pada pKa 3-5, sulfonamide terionisasi sempurna, dan bentuk
ionisasi ini tidak dapat menembus membrane sehingga aktivitas
antibakterinya rendah. Bila kadar bentuk ion kurang lebih sama
dengan kadar bentuk molekul (pKa 6-8), aktivitas antibakterinya
akan maksimal. Pada pKa 9-11, penurunan pKa meningkatkan
jumlah sulfonamide yang terionisasi, jumlah senyawa yang
menembus membrane kecil, sehingga aktivitas antibakterinya
rendah.
Hubungan antara aktivitas antibakteri terhadap ensherichia coli (pada pH = 7)
dan nilai pKa dari turunan sulfonamida.
• Menurut Cowles (1942) , sulfonamide menembus membrane
sel bakteri dalam bentuk tidak terionisasinya, dan sesudah
mencapai reseptor yang bekerja adalah bentuk ion. Contoh
obat yang aktif dalam bentuk ion antara lain adalah turunan
akridin dan turunan ammonium kuarterner.
2. Pembentukan kelat dan aktivitas biologis
• Kelat adalah kombinasi senyawa yang mengandung
gugus elektron donor dengan ion logam, membentuk suatu
struktur cincin. Gugus-gugus kimia yang dapat membentuk
kelat antara lain adalah gugus amin primer, sekunder dan
tersier, oksim, imin, imin tersubstitusi, tioeter, keto, tioketo,
hidroksil, tioalkohol, karboksilat, fosfat dan sulfonat.
• Ligan adalah senyawa yang dapat membentuk struktur cincin
dengan ion logam karena mengandung atom yang bersifat
elektron donor, seperti N, S, dam O. atruktur cincin yang
umum terdapat dan cukup stabil adalah struktur cincin
dengan jumlah atom 5 dan 6. Dalam system biologis banyak
terdapat ligan-ligan yang dapat membentuk kelat dengan ion
logam
Contoh ligan dalam system biologis :
1. asam amino protein, seperti glisin, sistein, histidin, histamine
dan asam glutamate
2. vitamin, seperti riboflavin dan asam folat
3. basa purin, seperti hipoxantin dan guanosin
4. asam trikarboksilat, seperti asam laktat dan asam sitrat.

Logam yang berperan dalam system biologis adalah Fe, Mg, Cu,
Mn, Co dan Zn.
Contoh kelat dalam system biologis :
1. Kelat yang mengandung logam Fe
Contoh :
a. enzim forfirin, seperti katalase, peroksidase dan sitokrom
b. enzim non forfirin, seperti akonitase, aldolase dan feritin
c. molekul transfer oksigen, seperti hemoglobin dan mioglobin
2. Kelat yang mengandung logam Cu
Contoh : Enzim oksidase, seperti asam askorbat oksidase,
tirosinase, polifenol oksidase, lakase dan sitokrom oksidase
3. Kelat yang mengandung Logam Mg
Contoh : beberapa enzim proteolitik, fosfatase dan
karboksilase
4. Kelat yang mengandung Logam Mn
Contoh : oksaloasetat dekarboksilase, arginase dan prolidase
5. Kelat yang mengandung Logam Zn
Contoh : insulin, karbonik anhidrase dan laktat dehidrogenase
6. Kelat yang mengandung Logam Co
Contoh : vitamin B12 dan enzim karboksi peptidase
• Ligan mempunyai afinitas yang besar terhadap ion logam,
sehingga dapat menurunkan kadar ion logam yang toksis
dalam jaringan dengan membentuk kelat yang mudah larut
dan kemudian diekskresikan melalui ginjal.
• Penggunaan ligan dalam bidang farmokologi antara lain:
a. membunuh mikroorganisme parasit,
b. untuk menghilangkan logam yang tidak diinginkan atau
yang membahayakan organism hidup
c. untuk studi fungsi logam dan metaloenzim pada media
biologis.
• Contoh ligan :
1. Dimerkaprol ( British Anti-Lewisite = BAL )
Dimerkaprol mengandung gugus sulfhidril (SH), yang
dapat berinteraksi dengan arsen organic (lewisite),
membentuk kelat yang mudah larut. Senyawa ini spesifik
untuk antidotum keracunan arsen organic, logam Sb, Au dan
Hg.
H2C CH CH2OH
+ R As O
SH SH

H2C CH CH2OH
S S
+ H2O
As
R
• Beberapa kelat dapat digunakan untuk pengobatan penyakit
tertentu.
Contoh :
1. Sisplatin
Sispatin, cis-dikloroetilendiaminplatimum (II), (komplek
turunan Pt ), digunakan sebagai obat antikanker. I
Mekanisme kerjanya dengan membentuk ligan reaktif,
kemudian Pt membentuk crosslink diantara atom N dari dua
guanosin DNA, sehingga terjadi hambatan sintesis DNA sel
kanker.
• Sisplatin mempunyai kelarutan dalam air sangat kecil,
sehingga transportasi ke jaringan tumor relatif rendah, oleh
karena itu kemudian dikembangkan turunanannya
karboplatin (cis -1,1-dikarboksisiklobutan-diaminplatinum)
yang menunjukan keefektifan sama dengan sisplatin, dengan
distribusi ke jaringan tumor yang lebih baik.
2. kompleks Tembaga
Kompleks tembaga dengan BM rendah banyak digunakan
untuk pengobatan penyakit rematik artitis dan antiradang.
Contoh : Kupralen, alkuprin dan dikuprin.
3 Potensial Redoks dan Aktifitas Biologis
• Potensial redoks adalah ukuran kuantitatif kecenderungan
senyawa untuk memberi dan menerima elektron. Hubungan
kadar oksidator dan reduktor ditujukkan oleh persamaan
Nernst sebgai berikut :

Eh = Eo – 0,06/n x log (oksidator)/(reduktor)

Keterangan :
Eh = potensial redoks yang diukur
Eo = potensial redoks baku
n = jumlah elektron yang berpindah.
0,06 = tetapan termodinamika pemindahan 1 elektron (300c)
• Tiap reaksi pada pada organisme hidup terjadi pada potensial
redoks optimum, dengan kisaran yang bervariasi, sehingga
diperkirakan bahwa potensial redoks senyawa tertentu
berhubungan dengan aktivitas biologisnya.
• Pengaruh potensial redoks tidak dapat diamati secara
langsung karena hanya berlaku untuk sistem keseimbangan
ion tunggal yang bersifat reversibel, sedang reaksi pada sel
hidup merupakan reaksi yang serentak, termasuk oksidasi ion
dan non ion, ada yang bersifat ireversibel.
• Hubungan potensial redoks dengan aktivitas biologis secara
umum hanya terjadi pada senywa dengan struktur dan sifat
yang hampir sama. Pada sistem interaksi obat secara redoks,
pengaruh sistem distrubusi dan faktor sterik sangat kecil.
Contoh:
• Turunan kuinon, menunjukkan aktivitas
antibakteri terhadap staphylococcus aureus pada
E0 antara (-) 0,10 sampai (+) 0,15 V, dan aktivitas
maksimum dicapai pada Eo =(+) 0,03 V.
• Ribovlafin, riboflavin adalah koenzim faktor
vitamin; aktivitas biologisnya berdasar pada
kemampuan untuk menerima elektron sehingga
tereduksi menjadi bentuk dihidronya. Reaksi ini
terjadi pada Eo = (-) 0,185 V.
O

H3C N
NH
Riboflavin
H3C N N O
H
CH2(CHOH)3 CH2OH
O H
O
H
H3C N
NH Dihidroriboflavin

H3C N N O
H
CH2(CHOH)3CH 2OH
D. Aktivitas permukaan dan aktivitas biologis
• Surfaktan adalah suatu senyawa yang karena orientasinya
dan pengaturan molekul pada permukaaan larutan, dapat
menurunkan tegangan permukaan. Struktur surfaktan terdiri
dari dua bagian yang berbeda, yaitu bagian yang bersifat
hidrofilik atau polar dan bagian lipofilik atau non polar,
sehingga dikatakan surfaktan bersifat ampifilik.
• Bila surfaktan dimasukkan ke air maka pada permukaan
akan teratur sedemikian rupa sehingga bagian non polar,
misal rantai hidrokarbon, berorientasi ke fasa uap, sedang
bagian polar, misal gugus-gugus COOH, OH, NH2 dan
NO2 berorientasi ke fasa air.
• Contoh :
• Asam oleat (C18H36COOH), bila dimasukan ke air dapat
membentuk lapisan monomolekul. Rantai ranti hidrokarbon
cenderung tegaklurus dalam permukaan, sedang gugus COOH
mengarah ke fase air. Bila kemugkinan ditambahkan minyak,
rantai hidrokarbon akan berorientasi ke fasa minyak sedang
gugus COOH tetap kontak dengan air.
• Asam oleat cenderung membentuk perubahan dari
fasa non polar ke fasa polar secara perlahan-lahan sehingga
energi bebas pada permukaan menjadi lebih kecil. Aktivitas
permukaan surfaktan ditentukan oleh keseimbangan gugus
hidrofil dan lipofil
• Berdasarkan sifat gugus yang dikandungnya, surfaktan dibagi
menjadi empat kelopok :
1. Surfaktan anionik
• Surfaktan anionik mengandung gugus hidrofil yang bermuatan
negatif, dan dapat berupa gugus karboksil, sulfat, sulfonat
atau fosfat.
• Contoh : sabun K, sabun Na, natrium stearat, natrium
laurisulfat dan natrium laurisulfoasetat.
2. Surfaktan kationik
• Surfaktan kationik mengandung gugus hidrofil yang
bermuatan positif, dan dapat berupa gugus amonium
kuarterner, biguanidin, sulfonium, fosfonium dan iodonium.
• Contoh : turunan amonium kuarterner, seperti setilpiridinium
klorida, benzoonium klorida, benzalkonium klorida dan
setavlon, serta turunan biguanidin, seperti heksaklorofen.
• 3. Surfaktan non ionik
• Surfaktan ini tidak terionisasi dan mengandung gugus-gugus
hidrofil dan lipofil yang lemah sehingga larut atau dapat
terdispersi dalam air, biasanya adalah gugus polioksietilen
eter dan poliester alkohol.
• contoh : polisorbat 80, span 80 dan gliserilmonostearat,
• 4. Surfaktan omfoterik
• Surfaktan amfoterik mengandung dua gugs hidrofil yang
bermuatan positif (kationik) dan negatif (anionik).
• Contoh : N-lauril-β-aminopropionat dan miranol.
• Surfaktan juga mempengaruhi absorpsi obat. Aktivitas
surfaktan terhadap absorpsi obat tergantung pada :
a. Kadar surfaktan
b. Struktur kimia surfaktan
c. Efek surfaktan terhadap membran biologis
d. Efek farmakologis surfaktan
e. Adanya interaksi surfaktan dengan bahan-bahan
pembawa atau bahan obat.
• Contoh : Surfaktan polisorbat 80 terhadap absorbsi
sekoarbital Na: pada kadar rendah surfaktan meningkatkan
absorbsi sekobarbital. Pada kadar tinggi, surfaktan
menyebabkan partisi obat kedalam fasa air dan misel hingga
absorbsi obat menurun
HUBUNGAN IKATAN KIMIA DAN AKTIVITAS
BIOLOGIS OBAT
• Respon biologis merupakan akibat interaksi molekul
obat dengan gugus fungsional molekul reseptor.
Interaksi ini dapat berlangsung karena kekuatan ikatan kimia
tertentu.
• Tipe ikatan kimia yg
terlibat dalam interaksi obat reseptor antara lain adalah
ikatan- ikatan kovalen, ion-ion yang saling memperkuat
(reinforce ions), ion ik(elektrostatik), hidrogen, ion-
dipol,dipol- dipol, van der waal’s, ikatan hidrofob, dan
transfer muatan.
• Pada umumnya ikatan obat reseptor bersifat reversible
sehingga obat segera
meninggalkan reseptor bila kadar obat dalam cairan luar sel
menurun.
•IIkatan yang terlibat dalam interaksi obat-
reseptor harusrelatif lemah tetapi masih cukup kuat
untuk berkompetisi dengan ikatan dengan tempat kehilangan
• Pada interaksiobat dengan reseptor,
senyawa dapat menggabungkan beberapa ikatan yang lemah,
seperti ikatan hidrogen, ion, ion-dipol, dipol-dipol,
transfer muatan, hidrofob, dan ikatan van der Wall’s,
sehingga secara total menghasilkan ikatan yang
cukup kuat dan stabil.
•Untuk suatu tujuan tertentu, misal
diinginkan efek berlangsung lama dan ireversibel,
seperti pada obat antibakteri dan antikanker,
diperlukan ikatan yang lebih kuat yaitu ikatan kovalen.
• Interaksi obat terjadi jika efek suatu obat berubah akibat
adanya obat lain, makanan atau minuman. Interaksi obat
dapat menghasilkan efek yang memang dikehendaki atau efek
yang tidak dikehendaki yang lazimnya menyebabkan efek
samping obat atau toksisitas karena meningkatnya kadar obat
didalam plasma, atau sebaliknya menurunnya kadar obat
dalam plasma yang menyebabkan hasil terapi menjadi tidak
optimal (Gitawati, 2008)
1. Ikatan Kovalen
Rata rata kekuatan ikatan 100 kkal/mol. Pada suhu normal
ikatan bersifat ireversibel dan hanya dapat pecah bila ada
pengaruh katalisator enzim tertentu. Umumnya ikatan ini
digunakan untuk tujuan terapi tertentu.
Contoh Obat yang mekanisme kerjanya melibatkan ikatan
kovalen diantaranya :
1. Turunan Nitrogen Mustar
• merupakan senyawa pengalkilasi yang digunakan sebagai
obat antikanker. Contoh obat: mekloretamin,
siklofosfamid,klorambusil dan tiotepa. Mekanisme kerja obat
turunan nitrogen mustar yaitu senyawa melepaskan ion Cl-
membentuk kation antara yang tidak stabil yaitu ion etilen
imonium, diikuti pemecahan cincin membentuk ion
karbonium yang bersifat reaktif.
• Ion ini dapat bereaksi melalui reaksi alkilasi dengan gugus-
donor elektron, seperti COOH, PO4 dan SH pada struktur
asam amino, asam nukleat dan protein yang sangat
dibutuhkan untuk proses biosintesis sel. Akibatnya
pembentukan sel menjadi terganggu dan pertumbuhan sel
kanker dihambat.
CH2CH2Cl CH2CH2Cl CH2CH2Cl
Cl -
H3C N H3C N+ CH2 H3C N
CH2CH2Cl C CH2CH2+
H2
R-H
+ H2
H2CH2C C CH2CH2Cl
N CH3 H2C N+ CH3 H3C N
RH2CH2C RH2CH2C Cl-
CH2CH2R
R'-H

CH2CH2R R-H & R’-H = KARBOKSILAT, FOSFAT, SULFHIDRIL


H3C N
CH2CH2R'
2. Turunan antibiotika beta laktam
• Turunan ini merupakan senyawa pengasilasi kuat dan
mempunyai kespesifikan tinggi terhadap gugus amino serin
dari enzim transpeptidase yaitu enzim yang mengkatalisis
tahap akhir sintesis dinding sel. Reaksi asilasi ini menyebabkan
kekuatan dinding sel bakteri menjadi lemah dan mudah terjasi
lisis sehingga bakteri mengalami kematian.

C C C C
+ H2N-PROTEIN
O C N O C HN

NH

PROTEIN
3. Senyawa organofosfat
• Senyawa organofosfat (insektisida) dapat berinteraksi dengan
gugus serin yang merupakan bagian fungsional dari sisi aktif
enzim asetilkolinesterase.Sehingga dapat menyebabkan
penumpukann asetilkolin yang bersifat toksik pada serangga.

HN SERIN HN SERIN
R X
H2 H2
+ HO R O C CH
P C CH
R' HP
O(S) OC ENZIM OC ENZIM
R' O(S)
4. Senyawa Arsen organik dan Hg organik
• Turunan As-organik yang digunakan sebagai
antibakteri, seperti salvarsan dan karbarsan, dan turunan Hg-
organik, seperti merkaptomerin dan klormerodrin. Obat
diuretik, dapat mengikat gugus sulfhidril dari enzim atau sisi
reseptor, membentuk ikatan kovalen, dan menghasilkan
hambatan yang bersifat ireversibel sehingga enzim tidak dapat
bekerja normal.

SH S
R As O + R As
HS S
5. Senyawa etakrinat
• Asam etakrinat (diuretik),
strukturnya mengandung O
gugus α, β-keton tidak
jenuh, dapat membentuk H2 C C OCH2COOH
C
ikatan kovalen dengan C2H5
gugus SH dari enzim yang
bertanggung jawab terhadap + R-SH
produksi energi yang
diperlukan untuk
O
penyerapan kembali ion H
Na+ ditubulus renalis. Ion H2C C C OCH2COOH
Na+ yang tidak diserap S C2H5
kembali, kemudian
R
dikeluarkan dengan diikuti
sejumlah air sehingga terjadi
efek diuresis.
2. Ikatan Ion- Dipol Dan Dipol- Dipol
• Adanya perbedaan keelektronegatifan atom C dengan atom
yang lain seperti O dan N, akan membentuk distribusi
elektron tidak simetrik atau dipol, yang mampu membentuk
ikatan dengan ion atau dipol lain, baik yang mempunyai
daerah kerapatan elektron tinggi maupun yang rendah.
• Gugus-gugus yang mempunyai fungsi dipolar antara lain gugus
karbonil, ester, amida, eter, dan nitril.gugus tersebut sering
didapatkan pada senyawa yang berstruktur khas.

O O O
H H2 H2
R C R' R C O R' R C N R' R C O C R' R CN
KARBONIL ESTER AMIDA ETER NITRIL
• Contoh : turunan metadon (narkotik analgesik), strukturnya
mengandung gugus n-basa dan karbonil yang dalam larutan
dapat membentuk siklik akibat adanya daya tarik menarik
dipol-dipol.
• Bila gugus C=O dihilangkan atau diganti dengan gugus lain,
misalnya CH2, aktivitas analgesiknya akan hilang. Hal ini
disebabkan oleh hilangnya daya tarik menarik dipole- dipole
dan kemampuan membentuk siklik, sehingga senyawa tidak
dapat berinteraksi secara serasi dengan reseptor analgesik.

C CH2CH3
C N(CH3) 2
H2C HC

CH3
3. Ikatan Hidrogen
• Ikatan hidrogen adalah suatu ikatan antara atom H yang
mempunyai muatan positif parsial dengan atom lain yang
bersifat elektronegatif dan mempunyai sepasang elektron
bebas dengan oktet lengkap seperti O, N, F.
• Ikatan hidrogen dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Ikatan hidrogen intramolekul yaitu ikatan yang terjadi
dalam satu molekul.
b. Ikatan hidrogen intermolekul, yaitu ikatan hidrogen yang
terjadi antar molekul-molekul.
c. Kekuatan ikatan intermolekul lebih lemah dibanding
ikatan intramolekul.
• Ikatan hidrogen dapat mempengaruhi sifat-sifat kimia, fisika
senyawa seperti titik didih, titik lebur, kelarutan dalam air,
kemampuan pembentukan kelat dan keasaman.
Contoh:
1. Turunan pirazolon
1-fenil-3-metil-5-pirazolon mempunyai ikatan hidrogen
intermolekul dan dapat membentuk polimer linier dan
menghasilkan tenaga ikat antar molekul yang besar.

H N H N H3C N
N O N O N O

H3C H H3C H H3C H


• 1-fenil-2,3-dimetil-5-pirazolon (antipirin) mempunyai TTL
112oC. Penambahan gugus metil pada posisi N2 menyebabkan
hilangnya ikatan hidrogen intermolekul dan lemahnya tenaga
ikat antar molekul. Akibatnya antipirin mempunya TTL lebih
rendah dan lebih mudah larut dalam pelarut non polar
sehingga mudah menembus membran saraf pusat dan
menimbulkan efek analgesik
2. Turunan asam hidroksibenzoat
• Asam orto-hidroksibenzoat mempunyai ikatan hidrogen intramolekul
dan secara efektif mengurangi aktivitas gugus OH dan COOH terhadap
molekul air sehingga kelarutan dalam air menurun, keasaman orto lebih
tinggi dan kemampuan membentuk kelat lebih besar dibandingkan bentuk
meta dan para. Bentuk m dan p hidroksibenzoat dapat membentuk ikatan
H intermolekul --- kelarutan dalam air lebih besar. Perubahan sifat kimia
fisika tersebut berpengaruh terhadap aktivitas analgesik dan antibakteri
turunan hidroksi benzoat.

H
O

O
C
OH
H O H O
O C O C
OH OH
3. Turunan ester asam hidroksibanzoat
• Metil ester orto-hidroksibenzoat (metil salisilat) dapat membentuk
ikatan H intramolekul, gugus OH fenol terlindung sehingga efek
antibakterinya lemah. Metil ester para-hidroksibenzoat (nipagin)
dapat membentuk ikatan H intermolekul. Penggabungan melalui
ikatan H dapat membentuk senyawa dimer dengan gugus OH fenol
masih bebas sehingga senyawa dapat berfungsi sebagai antibakteri.

H
O

O
C
OCH3
ESTER ORTO HIDROKSI BENZOAT (METIL SALISILAT) - ANALGESIK

H O H O
O C O C
OCH3 OCH3

ESTER PARA HIDROKSI BENZOAT (NIPAGIN) - ANTIBAKTERI


4. Antikanker
Ikatan hidrogen memegang peranan penting pada proses
reproduksi sel. Ikatan hidrogen juga membantu kestabilan
konformasi α-heliks peptida- peptida dan interaksi pasangan
basa khas seperti purin dan pirimidin pada ADN. Obat
antikanker tertentu seperti golongan senyawa pengalkilasi,
dapat mengalkilasi pasangan basa ADN dan mencegah
pembentukan ikatan hidrogen sehingga replikasi normal dari
ADN tidak terjadi. Senyawa pengalkilasi dapat mengikat asam
nukleat dan protein secara ireversibel sehingga dapat
menghambat proses biosintesis protein sel dan berfungsi
sebagai obat antikanker. Contoh: mekloretamin, klorambusil,
melfalam, siklofosfamid, busulfan, tiotepa, antibiotika
bleomisin dan mitomisin C.

H2
NH2 O CH3 H 2O N

N N H
N NH N N

N NH
N N
H N O R H N NH2 O
ADENIN TIMIN GUANIN SITOSIN

• Dalam proses sintesis protein, ikatan hidrogen memegang


peran penting dalam memelihara keutuhan struktur pasangan
basa DNA dan bertanggungjawab terhadap interaksi as amino,
mRNA dan tRNA
• Ikatan Van der Waals
• Meskipun secara individu lemah tetapi hasil penjumlahan
ikatan van der Waals cukup bermakna, terutama untuk
senyawa yang mempunyai BM tinggi. Ikatan van der Waals
terlibat pada interaksi cincin benzene dengan daerah bidang
datar reseptor dan pada interaksi rantai hidrokarbon dengan
makromolekul protein atau reseptor.

O Turunan isatin
H tiosemikarbazon, aktivitas
5 N N C NH2 antivirusnya berhubungan
dengan jari jari van der
6
waals dari substituen pada
N O
H posisi 5 dan6
5. Ikatan Ion
• Obat-obat yang mengandung gugus kation potensial, yaitu
R3NH+, R4N+ dan R2C = NH2+. Gugus anion potensial, yaitu
RCOO-, RSO3- dan RCOS- dapat membentuk ikatan ion dengan
gugus- gugus reseptor atau protein yang muatannya
berlawanan. Kemampuan interaksi gugus- gugus yang
muatannya berlawanan tersebut tergantung pada susunan
makromolekul reseptor.
• 8 9 1 NH +
2
7 2

3
6 N
5
N 4
10
N N
H H H

N+ NH2 N NH2+
H H
6. Ikatan hidrofob
• sisi non polar obat + air  ikatan h  quasi crystalline
(icebergs)
• non polar obat + non polar reseptor  ikatan hidrofob 
ikatan h terganggu  icebergs pecah  entropi naik  tidak
ada kontak dg air  isolasi sturktur non polar
7. Transfer Muatan
• Kompleks alih muatan (AM) dibentuk oleh molekul donor
yang kaya electron dan akseptor yang miskin electron.
Molekul donor merupakan senyawa heterosiklik kaya electron
π (furan, pirol, tiofen) senyawa aromatic bersubstituen
pemberi electron.. Molekul akseptor adalah sistem miskin
elektron π seperti purin dan pirimidin, senyawa aromatic
bersubstituen penarik electron dan tetrasianoetilena.
Ikatan asetikoloin dengan asetlkolinesterase • Senyawa dengan
derajat spesifitas tinggi
CH3 dapat memadukan
H2 H2 bbrp ikatan spt ikatan
H3C C O C C N+ CH3 hidrogen, ion, ion-
a a dipol, dipol-dipol dan
b O CH3
ikatan van der waals,
O b pada interaksinya
c a dengan reseptor
H2C a a sehingga secara otal
B:H + O- akan menghasilkan
serin + ikatan yg cukup kuat
Tempat esteratik Tempat anionik dan stabil .
Cincin imidazol B dari histidin • A. ikt van der waals
• B. ikatan dipol-dipol
RESEPTOR ASETILKOLIN ESTERASE
• C. ikatan ion
SEKIAN TERIMAKASIH
INTERAKSI OBAT DENGAN
RESEPTOR
• Reseptor merupakan suatu makromolekul
yang berupa lipoprotein, glikoprotein, lipid,
protein atau asam nukleat. Sebagian besar
dari reseptor terdapat pada membran sel
misalnya reseptor asetilkolin nikotinik,
reseptor insulin, dan sebagian kecil terdapat di
dalam sel atau intisel misalnya reseptor
hormon steroid.
• Dari fungsi tersebut, reseptor terlibat di dalam
komunikasi antar sel. Reseptor menerima
rangsang dengan berikatan dengan pembawa
pesan pertama (first messenger) yaitu agonis
yang kemudian menyampaikan informasi yang
diterima ke dalam sel dengan langsung
menimbulkan efek seluler melalui perubahan
permeabilitas membran, pembentukan
pembawa pesan kedua atau mempengaruhi
transkripsi gen.
Beberapa istilah penting:
• Ligan : Molekul spesifik (obat) yang dapat mengikat reseptor
• Afinitas: Kemampuan ligan untuk mengikat reseptor--- arti ?
afinitas besar = semakin mudah berikatan dengan reseptor
(cocok)
• Efikasi: Perubahan/efek maksimal yang dapat dihasilkan oleh
suatu obat
Analogi kunci dan gembok --- obat dengan reseptor seperti kunci
dan gemboknya -----Kenyataan ?
• Suatu reseptor dapat berikatan dengan sekelompok senyawa
kimia yang sejenis (a family of chemicals or hormones)
• Setiap senyawa tadi akan menunjukkan afinitas yang berbeda
terhadap reseptor (ikatan kuat atau lemah)
• Setiap senyawa akan menghasilkan efikasi yang berbeda
KINETIKA INTERAKSI OBAT-RESEPTOR
• Mengacu pada penelitian Langley dengan menggunakan
alkaloid, Erlich (1909) menduga bahwa aksi alkaloid pada
reseptor adalah mudah lepas dan reversibel, dan tidak
melibatkan ikatan kimia yang kuat. Analog! aksi obat pada
reseptor adalah konsep kunci (obat) dengan gembok
(reseptor).
• Asumsi sederhana mengenai pembentukan komplek obat
dengan reseptor diekspresikan sebagai reaksi kimia seperti
berikut:
• Berdasarkan hukum aksi massa, kecepatan pembentukan dan
peruraian yang direpresentasikan berturut-turut k1 [ D ] [ R ]
dan k2 [ DR ]. Konsentrasi obat atau [ D ] merupakan
konsentrasi obat dalam biofase.
• Dalam percobaan reseptor, biofase tersebut adalah medium
dari organ atau jaringan terisolasi.
• Pada ekuilibrium, kecepatan pembentukan dan peruraian
komplek adalah seimbang :
K1 [D][R] = k2[DR] (1)
Sehingga,
k2 [D][R]
— = KD = (2)
K1 [DR]
• Jumlah total reseptor (RT) adalah jumlah reseptor yang
berikatan dengan robat membentuk komplek [ DR ] ditambah
dengan jumlah reseptor bebas [R].
[R] = [RT] - [DR] (3)
• Substitusi [ R ] dengan persamaan 1 akan menghasilkan
persamaan :
[DR] [D]
——— = r = (4)
[RT] [D] + KD
• dimana [ DR ] / [ RT ], proporsi reseptor yang diduduki obat
yang direpresentasikan r.
• Persamaan berikutnya adalah

[D] = r [KD] (5)


1 -r
• persamaan yang sama diturunkan dari isoterm
adsorpsi Langmuir dimana [ D ] merupakan
konsentrasi ligan dan r adalah proporsi sisi potensial
dari pembentukan komplek pada permukaan yang
diduduki oleh ligan / agonis, dimana hubungan
antara sisi adsorpsi dengan ligan adalah one-to-one .
[D]2 = r KD
1-r
atau secara umum

[D]n = r [KD] (6)


1 –r
• dimana n adalah rasio molekular ligan (obat) per sisi
adsorpsi (reseptor), dan K merupakan suatu
konstanta yang identik dengan KD.
• Biofase
Biofase merupakan suatu lingkungan dimana obat dalam
kondisi berinteraksi dengan ieseptornya tanpa adanya
gangguan barter difusinya. Respon fisiologi tidak secara
langsung dipengaruhi oleh kadar obat karena dipengaruhi
oleh farmakokinetika obat tersebut.
• Agonis
Agonis merupakan obat beraksi pada reseptor sehingga
menghasilkan respon fisiologis yang meningkatkan atau
menurunkan manifestasi tertentu dari aktivitas sel atau sel itu
sendiri dimana reseptor tersebut berinteraksi.
• Afinitas
ukuran kemampuan obat untuk mengikat reseptor. Afinitas
sangat tergantung pada struktur molekul obat dan sisi
resepptor
Hubungan antara interaksi obat-reseptor dengan respon

1. Teori pendudukan (occupation theory).


Dalam teori tersebut, respon yang ditimbulkan adalah fungsi
dari pendudukan reseptor oleh agonis. Perlu diingat bahwa
jumlah reseptor di dalam tubuh adalah terbatas sehingga
apabila semua reseptor telah diduduki oleh agonis maka
akan timbul suatu respon maksimum (Emaks). Pada kondisi
tersebut berapapun penambahan agonis maka tidak lagi
mempengaruhi atau menambah respon fisiologis tadi.
Afinitas Efikasi
O + R ----------> Kompleks O-R -----------> Respons biologis
O+R O-R -----> Respons (+) : Senyawa agonis
O+R O-R -----> Respons (-) : Senyawa antagonis
2. Teori laju (Rafe theory).
• Respon yang dihasilkan merupakan fungsi dari kecepatan
pendudukan reseptor oleh agonis. Antara reseptor dan agonis
ibarat suatiu molekul yang berbenturan dan sebagai
konsekuensi dari benturan tersebut adalah timbulnya suatu
respon fisiologi.
• Paton (1961), mengatakan bahwa efek biologis dari obat
setara dengan kecepatan ikatan obat-reseptor dan bukan dari
jumlah reseptor yang didudukinya.

Asosiasi Disosiasi
O+R Kompleks O-R ----------> Respons biologis
• Senyawa dikatakan agonis bila mempunyai
kecepatan asosiasi atau sifat mengikat reseptor besar
dan disosiasi yang besar.
• Senyawa dikatakn antagonis bila mempunyai
kecepatan asosiasi sangat besar sedang disosiasi nya
sangat kecil.
• Senyawa dikatakan agonis parsial bila kecepatan
asosiasi dan disosiasinya tidak maksimal.
HUBUNGAN LINIER ANTARA PENDUDUKAN RESEPTOR
DAN RESPON

• Clark menyatakan bahwa efek yang diamati (E) adalah


proposional linier dengan pendudukan reseptor dan efek
maksimum akan tercapai ketika jumlah reseptor total telah
diduduki semuanya.
[D] E
r= ———— = ———— (7)
[D] +KD Emaks

• Dimana Emaks adalah efek maksimal


• Asumsi-asumsi untuk persamaan 4 adalah
1. Interaksi antara molekul agonis dengan reseptor mengikuti
konsep stimulus all or none
2. Terdapat penjumlahan stimulus individu
3. Efek adalah proporsional linier dengan jumlah stimuli
4. Stimulus maksimum terjadi ketika semua sisi reseptor
diduduki oleh molekul agonis
5. Komplek obat-reseptor dibentuk secara cepat dan ikatan
kimianya terurai reversibel secara cepat
6. Pendudukan satu reseptor tidak mempengaruhi
kecenderungan reseptor yang lain untuk diduduki.
• Dari persamaan 4 dan 7 maka
E = [D] (8)
Emaks [ D ] + KD
• Dari persamaan 8 dapat diperkirakan bahwa plot hubungan
respon terhadap konsentrasi agonis adalah kurva hiperbolik
yang berawal dari awal hingga mencapai asimtoat (Emaks).
• Apabila dibuat suatu plot hubungan antara respon dengan
logaritma konsentrasi agonis akan menghasilkan suatu kurva
sigmoid dimana antara 20 % hingga 80 % kurva adalah
mendekati linier.
Sumber : yuilis ekawati-UGM
Sumber : yuilis ekawati-UGM
• Konsentrasi agonis yang digunakan untuk mencapai
respon maksimum dinyatakan dengan KD. Apabila
asumsi tersebut valid maka konstanta disosiasi untuk
interaksi obat-reseptor dapat diperoleh dari plot
antara E / Emaks terhadap [ D ] atau E / Emaks
terhadap log [ D ] seperti disajikan pada gambar 4.
Konstanta disosiasi untuk interaksi agonis dengan sisi
reseptor merupakan konsentrasi yang memproduksi
separo dari respon maksimal ([ D ] maks I 2 ).
Afinitas
• Afinitas merupakan kemampuan obat untuk berinteraksi
dengan reseptornya.Sejak nilai [ D ] maks / 2 dalam satuan mol /
liter jarang digunakan dalam penelitian, dan cenderung
menggunakan istilah pD2 yang diperkenalkan oleh Ariens dkk
seperti pada persamaan :

pD2 = log (1 / [ D ] maks/2) = - log ([ D ]) maks/2 (9)

• Dari persaman 8, pD2 = log (I / KD ).


• Nilai KD dibedakan dengan nilai K, nilai K adalah k1I k2 = 1/KD
atau dinamakan konstanta asosiasi / pembentukan.
• Jika hubungan antara pendudukan reseptor dengan efek /
respon adalah linier maka KD = [ D ] maks/2 yaitu merupakan
kadar obat yang menghasilkan 50 % respon maksimum.
Apabila nilai pD2 besar maka afinitas semakin besar dan
sensitivrtas reseptor terhadap obat juga semakin besar.
• Harga pD2 merupakan suatu ukuran kemampuan agonis untuk
berinterasi membentuk komplek dengan suatu reseptor.
Harga pD2 dapat diperoleh dengan membuat plot hubungan
antara respon dengan logaritma konsentrasi agonis. Kurva
tersebut yang berupa sigmoid dapat ditetapkan harga pD 2-nya
karena bagian 20 hingga 80 % kurva mendekati linier.
Aktivitas intrinsik
• Selain afinitas syarat agonis agar dapat menghasilkan efek
adalah aktivitas intrinsik , yaitu kemampuan suatu obat untuk
menghasilkan efek atau respon jaringan. Fungsi dari aktivitas
intrinsik adalah menentukan besarnya efek maksimum yang
dicapai oleh suatu senyawa. Dalam hal ini yang dimaksud
dengan efek adalah dalam skala respon maksimum jaringan.
• Aktivitas intrinsik dinotasikan sebagai alfa yang merupakan
besaran efek per unit komplek obat-reseptor.
ED = α[DR] atau EDmaks = α[R]T (10)

ED maks
α = ————— (11)
ET maks
• ED maks adalah efek maksimum obat sedangkan ET maks adalah
respon maksimum jaringan
• Hubungan antara dosis dengan respon adalah
αET maks[D]
ED = [ D ] + KD (12)

• Pada penode 1954-1960 Ariens : terdapat suatu senyawa yang


mempunyai aktivitas agonistik dan juga antagonistik dimana
dapat menurunkan respon kebanyakan agonis aktif. Oleh
Stephenson istilah tersebut adalah dualist (agonis parsial).
Untuk agonis aktif yang menghasilkan respon potensial
maksimum nilai α = 1, sedangkan untuk dualist nilai 1 > α > 0
dan untuk antagonis yang tanpa aktivitas intrinsik nilai α = 0.
Sumber : yuilis ekawati-UGM
SOAL
90 dari 100 poin
Pilihlah Jawaban Yang Benar dan Ingat Batas Waktu Mengerjakan Soal dan Submit Jawabannya!

Basa pürin adalah ligan bagi obat.....


2/2
riboflavin dan asam folat
sistein dan histidin
hipoxantin dan guanosin
asam laktat dan asam sitrat

Aksi papaverin terhadap histamin pada reseptor histamin-1 otot polos trakea
termasuk antagonis :
0/2
fisiologis.
fungsional
kompetitif
non kompetitif

Umumnya distribusi obat dengan cara menembus membran biologis melalui proses
difusi. Proses difusi pasif dapat terjadi kecuali melalui :
2/2
pori-pori
melarut pada lemak membran biologis
proses pinositosis
fasilitas berupa enzim atau ion yang muatannya berlawanan

Obat yang mengalami proses metabolisme sebelum menunjukkan efek


farmakologis dikenal dengan?
···/2
prodrug
drug metabolism
drug
bioinaktivasi

Obat berikut yang bekerja berdasarkan potensial redoks adalah :


2/2
sianokobalamin
Riboflavin
biguanidin
Benzalkonium klorida

Berikut ini pernyataan yang benar mengenai obat yang aktif dalam bentuk
terionnya adalah...
2/2
Aktivitas biologis yang menurun jika derajat ionisasinya meningkat.
Site of action pada membran sel atau di dalam sel
Memberikan efek biologisnya di luar sel
Mudah menembus membran biologis

Tujuan dari reaksi metabolisme fasa I adalah :


2/2
Meningkatkan kelarutan dalam lemak
Memasukkan gugus fungsional
Meningkatkan kelarutan dalam air
Meningkatkan absorbsi

Hubungan antara struktur dan aktivitas biologis sering ditunjang oleh konsep
kelenturan reseptor. Pada beberapa tipe kerja biologis , jarak antara gugus
fungsional molekul dapat berpengaruh terhadap aktivitas biologis obat. Hal ini
sejalan dengan aspek stereokimia dari..
2/2
isosterisme
isomer
jarak identitas
konformasi ruang

Tahap awal dalam pengembangan obat baru adalah


···/2
Analisa Statistik
HKSA
Pencarian Senyawa Penuntun
Modifikasi Struktur

Pernyataan yang benar mengenai gambar diatas adalah :


2/2

aSemua obat bekerja denan mekanisme yang sama tetapi berbeda afinitas dan efikasinya
Obat A4 paling poten diantara semuanya
Obat A1, A2 dan A3 bekerja pada reseptor yang sama tetapi berbeda afinitas dan efikasinya
Semua obat memiliki potensi yang sama hanya berbeda pada dosis

Glikosida jantung dan dihidralazin adalah adalah dua jenis obat yang tergolong
antagonis secara:
2/2
fisiologis.
fungsional
kompetitif
non kompetitif

Aktivitas biologi obat ditentukan oleh suatu fase yang berperan dalam menjaga
ketersediaan obat untuk dapat mencapai jaringan target atau reseptor. Fase
apakah yg dimaksud?
2/2
Fase farmasetik
Fase farmakokinetik
Fase farmakodinamik
Fase praklinik

Berikut ini contoh obat yang paling banyak terabsorbsi di lambung adalah
2/2
aminopirin
kofein
kuinin
fenobarbital

Berikut ini merupakan tujuan dari modifikasi struktur senyawa obat, kecuali...
···/2
Mendapatkan obat dengan t1/2 lebih singkat
Mendapatkan obat dengan ESO minimal
Mendapatkan obat dengan efek lebih poten
Mendapatkan obat dengan spektrum lebih spesifik

Senyawa dimetabolisme, dikeluarkan melalui empedu menuju usus, diusus di


reabsorbsi kembali sehingga merupakan suatu siklus yang dinamakan..
2/2
Siklus enterohepatik
Siklus reabsorbsi tubular
Siklus eksterohepatik
siklus krebs

Ukuran kemampuan ligan untuk berikatan dengan reseptor, mengubah reseptor


dan menimbulkan respon biologis disebut :
2/2
agonis
afinitas
efikasi
potensiasi

Derajat ionisasi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi absorbsi obat. Obat
bersifat apakah yang di dalam lambung akan terdapat dalam bentuk tidak
terionisasi sehingga mudah larut dalam lemak dan mudah menembus membran
lambung?
2/2
Basa lemah
Asam lemah
Basa kuat
Asam kuat

Kelompok atom-atom dalam molekul yang mempunyai sifat kimia atau fisika yang
mirip, karena mempunyai persamaan ukuran, keelektronegatifan atau stereokimia
disebut...
2/2
Enantiomer
Diastereomer
Isosterisme
Stereoisomer

Reaksi apakah yang terjadi pada metabolisme obat fase I?


2/2
Oksidasi, reduksi dan hidrolisis
Oksidasi, metilasi , halogenasi
Metilasi, halogenasi, asetilasi
Konjugasi, metilasi dan asetilasi

Pengaruh fenobarbital yang dapat meningkatkan metabolisme warfarin sehingga


efek antikoagulannya berkurang, ini termasuk antagonis:
2/2
farmakologi
Farmakokinetika
Fungsional
Fisiologis

Respon biologis yang dihasilkan akibat interaksi ensim dengan substrat sesuai
dengan teori:
2/2
teori pendudukan
teori laju
teori induce fit
teori pendudukan-aktivasi
Reabsorpsi pada tubulus ginjal melalui difusi pasif tergantung pada beberapa hal
berikut, kecuali..
2/2
sifat fisika kimia obat
koefisien partisi lemak air
ukuran partikel
konsentrasi zat terlarut dalam urin

Aktivitas biologis dari obat obat yang berstruktur khas, bergantung kepada hal
berikut, kecuali:
2/2
distribusi gugus fungsi
ukuran molekul
derajat ionisasi
distribusi elektronik molekul

Peningkatan respon biologis akibat penggunaan yang berulang sehingga


dibutuhkan dosis yang lebih kecil untuk menghasilkan efek yang sama, disebut :
2/2
Toleransi
Sensitisasi
Desensitisasi
Efikasi

Protonsil rubrum, suatu antibakteri turunan sulfonamide , dalam tubuh mengalami


reduksi menjadi sulfonamide yang bekerja sebagai antibakteri, peristiwa ini
disebut:
2/2
bioaktivasi
bioinaktivasi
biotoksifikasi
biodegradasi

Peranan ikatan dipol-dipol dalam menunjang aktifitas farmakologis ditunjukkan oleh


obat :
2/2
metadon
Pirazolon
metilsalisilat
Asam benzoat

Pernyataan yang merupakan karakteristik obat berstruktur spesifik adalah..


2/2
efek sama jika aktivitas termodinamika sama walau struktur berbeda
memiliki struktur dasar yang bertanggung jawab terhadap aktivitas biologis
dosis yang diperlukan sangat besar
perubahan struktur yang tidak menyebabkan perubahan aktivitas

Obat dibawah ini yang aktivitasnya didukung oleh sifat planaritas cincin aromatic
adalah :
2/2
Efedrin
Amfetamin
cKloramfenikol
Asetilkolin

Obat obat berikut bekerja berdasarkan kemampuannya untuk membentuk khelat


atau komplek dengan logam, kecuali
2/2
Dimerkaprol
Sisplatin
metotreksat
Alkuprin

Berikut adalah contoh obat yang dieksresi melalui empedu..


2/2
estrogen
morfin
dopamine
furosemide

Untuk obat yang bersifat basa lemah, maka peningkatan pH akan mengakibatkan
hal berikut:
2/2
Sifat ionisasinya makin besar sehingga absorbsinya meningkat
Sifat ionisasinya meningkat sehingga jumlah obat yang menembus membrane makin besar
Sifat ionisasinya berkurang sehingga jumlah obat yang menembus membrane makin besar
Sifat ionisasinya bertambah sehingga jumlah obat yang menembus membrane berkurang

Hubungan koefisien partisi dengan efek sistemik yang menghasilkan teori lemak
dikemukakan oleh..
2/2
Overton dan Mayer
Wulf dan Featerstone
pauling
fergunson

Reabsorbsi tubulus , untuk kebanyakan bahan obat akan direabsorspsi melalui


proses difusi pasif, dan bergantung pada
2/2
sifat kelarutan obat dan harga pH urin
harga pH urin dan bobot molekul
harga pH urin dan konsentrasi
Konsentrasi dan bobot molekul

D-(-)-treo-Kloramfenikol mempunyai efek antibakteri, sedang isomer L (+)eritro


efeknya negative, hal ini menunjukkan pengaruh dari........terhadap aktifitas:
2/2
Isomer konformasi
Diastreoisomer
Isomer optik
Isomer geometri

Sifat sifat fisik obat berikut ini mempengaruhi distribusi obat dalam tubuh, kecuali:
2/2
tekanan uap
derajat ionisasi
kelarutan dalam air
tegangan permukaan

Senyawa antipirin (pirazolon) memiliki kemampuan membentuk polimer linier


sehingga sehingga menjadi lebih larut lemak dan mudah menembus membran
saraf pusat dan menimbulkan efek analgesic. Kemampuan membentuk polimer
disebabkan oleh adanya
2/2
ikatan vander wal
ikatan kovalen
interkasi dipol-dipol
ikatan hydrogen

Absorbsi obat dipengaruhi oleh beberapa faktor, pilih pernyataaan yang salah pada
pernyataan berikut !
2/2
Bentuk sediaan farmasi akan mempengaruhi absorbsi obat yang mengandung zat aktif yang
sama
Semakin kecil ukuran partikel maka kelarutan akan semakin berkurang
Bahan tambahan yang digunakan pada pembuatan obat akan mempengaruhi absorbsi obat
Umumnya hanya molekul obat yang dalam bentuk yang tidak terurai yang dapat diabsorbsi
oleh tubuh

Obat berikut yang bekerja berdasarkan sifat fisika kimia adalah:


2/2
sefixim, sefalosporin, sefotaksim
hidroklortiazid dan asetalolamid
sulfanilamide, sulasetamid, sulfaguanidin
eugenol, kresol, timol
Sesuai dengan teori laju, bila kecepatan pembentukan komplek obat-reseptor dan
kecepatan penguraian komplek obat-reseptor tidak maksimal, maka obat bersifat :
2/2
antagonis
antagonis parsial
agonis
agonis parsial

Ikatan yang terlibat dalam interaksi obat Siklopospamid-dengan reseptor adalah :


2/2
ikatan vander wal
ikatan kovalen
interkasi dipol-dipol
ikatan hidrogen

Interaksi obat-reseptor haruslah bersifat dapat terpulihkan sehingga dibutuhkan


ikatan yang lemah seperti obat obat berikut, kecuali:
2/2
fenobarbital
metotreksat
aminophilin
dopamin

Terdapat 2 hal penting pada interaksi obat dengan reseptor, yaitu...


2/2
Jenis obat dan jenis reseptor
Distribusi muatan elektronik dan bentuk konformasi obat-reseptor
Sifat fisika dan sifat kimia obat
Derajat ionisasi dan koefisien partisi obat

Berikut ini adalah Contoh obat yang mengalami proses siklus enterohepatik ,
kecuali:
2/2
rifampisin
indometasin
digitoksin
fenolftalein

Gugus yang bertanggung jawab terhadap proses pengikatan obat dengan reseptor
adalah
0/2
kromofor
farmakofor
chaptoforik
sterik
Koefisien partisi lemak/air senyawa barbiturat berpengaruh terhadap absorbsinya.
Jika koefisien partisi pentobarbital > siklobarbital > aprobarbital > fenobarbital >
barbital, maka obat yang memiliki % absorbsi lebih besar?
2/2
Pentobarbital
Siklobarbital
Aprobarbital
Fenobarbital

Berikut yang merupakan pengaruh dari makin panjangnya rantai samping atom C
pada senyawa adalah...
2/2
Semakin polar
Penurunan titik didih
Kelarutan dalam air berkurang
Menurunnya koefisien partisi lemak/air

Berikut ini adalh fungsi reseptor, kecuali:


2/2
. perubahan permeabilitas membrane
pembentukan second messenger
pembentukan first messenger
mempengaruhi transkripsi gen

Senyawa yang dapat membentuk kelat dengan logan Au adalah...


2/2
Penisilamin
Isoniazid
Dimerkaprol
Tiosetazon

Faktor berikut merupakan penyebab terjadinya gejala takipilaksis, kecuali:


2/2
Perubahan reseptor
Penurunan Mediator
Adaptasi fisologis
Penurunan degradasi metabolik

Berikut ini adalah golongan obat obat berstruktur tidak spesifik …


2/2
Anastesi inhalasi sistemik
senyawa kolinergik
turunan feniletilamin
senyawa adrenergik

Anda mungkin juga menyukai