Anda di halaman 1dari 16

 Bahan Ajar tentang Pondasi Batu Kali

Pasangan Pondasi Batu


Kali

A.    Tujuan.
Tujuan Umum: 
1. Memberi petunjuk kepada mahasiswa supaya mengetahui carapemasangan pondasi batu
kali pada pekerjaan suatu proyek dan mampu mengarahkan kepada mahasiswa untuk
pemasangan pondasi batu kali yang benar.
2. Memberi petunjuk kepada mahasiswa bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan dalam
proses pemasangan pondasi batu kali dan mampu menganalisa alat dan bahan tersebut
sesuai dengan fungsinya.
3. Memberi petunjuk kepada mahasiswa tentang perbandingan bahan   campuran pasir dan
semen yang benar.

Tujuan Khusus  :
1. Mahasiswa dapat membuat pasangan batu kali dengan benar.
2. Mahasiswa dapat menggunakan bahan dan alat yang tersedia sesuai dengan fungsinya.
3. Mahasiswa dapat membuat perbandingan campuran bahan dengan benar.

B. Bahan dan Alat


Bahan :
   
1.  Pasir            : sebagai bahan utama dalam pembuatan campuran.
2.  Semen         : sebagai bahan perekat pada pembuatan campuran.
3.  Air               : sebagai bahan pengikat hindrolis semen dan pasir.
 4. Batu kali      : sebagai bahan dasar untuk pemasangan batu kali.

ALAT :
1.    Gerobak                  : digunakan sebagai alat pengangkut bahan-bahan.
2.    Sekrop                     : digunakan sebagai alat pengambil semen dan pasir.
3.    Ayakan                    : digunakan sebagai alat untuk mengayak pasir.
4.    Cetok                      : digunakan sebagai alat untuk membantu mengaya pasir.
5.    Pengaduk molen       : digunakan sebagai alat untuk mengaduk campur semen dan pasir.
6.    Bowplank                : digunakan sebagai alat untuk menentukan muka tanah.
7.    Benang                     : sebagai alat untuk  pelurus kadataran sederhana.
8.    Timba                      : sebagai tempat adonan.

 C. KESELAMATAN KERJA :


1.    Pakai pakaian dan atribut agar aman dalam melakukan pekerjaan.
2.    Gunakan helm proyek (safety helm).
3.    Hindari Bergurau dalam bekerja.
4.    Hindari pemakaian alat yang tidak sesuai dengan kegunaannya.

D. LANGKAH KERJA PEMASANGAN PONDASI


BATU KALI
1.    Ukur tanah yang akan di pasang pondasi, kemudian pasanglah bowplang untuk
menggetahui ketinggian          muka tanah setelah itu pasang benang agar pondasi bisa tegak
dan lurus.
2.    Gali tanah yang akan di buat pondasi dengan kedalaman sekitar setengah meter karena
pondasi tersebut        dibuat untuk pagar tembok yang mempunyai ketinggian 3 meter saja.
3.    Landasan tanah tersebut diberi anstamping dengan ketinggian sekitar 20cm, dengan
posisi batu tegak.
4.    Pasir dan semen di campur dengan menggunakan perbandingan 1:5 kemudian campur
dengan air                  secukupnya sebagai pengikat dengan menggunakan alat pengaduk
molen.
5.    Susun batu kali tersebut diatas anstamping setinggi 80cm.
6.    Setelah semuanya tercampur dengan baik tuangkan campuran tersebut ke dalam batu kali
yang tersusun         tadi sambil di padatkan dengan menggunakan tongkat besi agar campuran
tersebut memadati lobang-           lobang yang berada di podasi batu kali tersebut.
7.    Setelah itu tunggu pasangan batu kali tersebut hingga mengeras dan siap untuk di beri
beban di atasnya.

Diposkan 14th August 2014 oleh yoby karisma


0

Tambahkan komentar


Aug
14

Materi Ajaran K3
1.    Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Keselamatan kerja merupakan suatu permasalahan yang banyak menyita perhatian berbagai
organisasi saat ini karena mencakup permasalahan segi perikemanusiaan, biaya dan manfaat
ekonomi, aspek hukum, pertanggungjawaban serta citra organisasi itu sendiri. Semua hal
tersebut mempunyai tingkat kepentingan yang sama besarnya walaupun disana sini memang
terjadi perubahan perilaku, baik di dalam lingkungan sendiri maupun factor lain yang masuk
unsure eksternal industry.

Philosophy K3 adalah upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan tenaga kerja dan
manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat yang adil dan
sejahtera.

Berdasarkan definisi, keselamatan berarti suatu keadaan dimana seseorang terbebas dari
peristiwa celaka dan nyaris celaka. Sedangkan kesehatan memiliki arti tidak hanya terbebas
dari penyakit namun juga sehat atau sejahtera secara fisik, mental serta sosial. Jadi
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah seseorang terbebas dari celaka dan nyaris celaka
dimanapun dia berada dan sehat secara rohani, jasmani maupun dilingkungan sosial.

Tujuan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ditempat kerja adalah:
a.      Menciptakan sistem kerja yang aman
b.      Menjamin tercapainyan kesejahteraan pada pekerja, properti dan lingkungan dalam
melaksanakan pekerjaan.

2.    Hazard

Hazard/bahaya adalah suatu bahan/kondisi yang berpotensi menimbulkan


kerusakan/kerugian. Pada dasarnya hazard selamanya akan menjadi hazard, walaupun tidak
menimbulkan kerugian konsekuensi pada manusia. Kerugian/konsekuensi baru muncul
setelah adanya kontak pada manusia, melalui beberapa cara:
a.      Manusia yang menghampiri bahaya
b.      Bahaya yang menghampiri manusia
c.       Manusia dan bahaya saling menghampiri.

3.    Resiko

Resiko adalah suatu kemungkinan terjadinya dampak/konsekuensi pada kelompok/individu


yang terpapar dengan hazard. Untuk mengelola resiko perlu adanya suatu manajmen resiko
(risk management). Tujuan dari manajemen resiko adalah menimisasi  kerugian dan
meningkatkan kesempatan ataupun peluang.

4.    Syarat-Syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Dengan peraturan perundang-undangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja ditetapkan


untuk :
a.      Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b.      Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
c.       Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
d.      Memberi kesempatan atau jalan menyelamatakan diri pada waktu kebakaran atau kejadian
lain yang berbahaya
e.      Memberi pertolongan pada kecelakaan
f.        Memberi alat pelindung diri (APD) pada pekerja
g.      Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap,
uap, gas, hembusan angin, cuaca sinar atau radiasi, suara dan getaran
h.      Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat bekerja, baik fisik amupun psikis,
keracunan, infeksi dan penularan
i.        Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
j.        Menyelenggarakan udara yang cukup
k.       Menyelengarakan suhu dan lembab udara yang baik
l.        Memelihara kebersihan, keselamatan dan ketertiban
m.    Memperoleh keserasian antara tenaga kerja dan alat kerja
n.      Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang
o.      Mengamankan dan menyelenggarakan segala jenis bangunan
p.      Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan
barang
q.      Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
r.       Menyesuaikan dan mempergunakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

5.    Sejarah Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Falsafahnya

a.    Sejarah K3
Keselamatan dan kesehatan  kerja atau dalam bahasa inggrisnya “Work and Health Safety”
mempunyai fungsi mencegah kecelakaan dan menjamin kesehatan ditempat tenaga kerja
melakukan pekerjaan. Tidak seorangpun didunia ini yang ingin mengalami kecelakaan.
Karena itu K3 bersifat umum dan ditujukan untuk keselamatan dan kesehatan seluruh umat
manusia. Hal ini terbukti dengan diadakannya International conference di Roma pada tahun
1955 yang diikuti oleh 27 negara, di kota Brussel, Belgia. Pada tahun 1958 yang diikuti 0leh
51 negara , di Paris tahun 1961 dan yang keempat dilaksanakan di London Inggris.

Semenjak manusia bekerja muali dari zaman purbakala untuk keperluan hidup sehari-hari
banyak yang telah mengalami cedera, luka dan sebagainya. Pengalaman demikian membuat
mereka mencari jalan dan cara mencegah agar kecelakaan tidak terjadi. Masyarakat yang
semula primitive lambat laun berkembang dan muali mengenal cara kerja untuk
menghasilakan  sesuatu yang dapat dipasarkan. Selama pekerjaan masih dikerjakan dengan
tangan dan merupakan industry rumah yang bersifat peroranga, pencegahan kecelakaan tidak
begitu sulit diatasi. Ia hanya memperbaikai alat-alat dan cara kerjanya saja. Sifat-sifat yang
demikian segera berobah sejak timbulnya Revolusi Industri. Hukum-hukum alam yang
semula tidak disadari kini muali tersingkap dan dipelajari dengan seksama sehingga lahir
ilmu pengetahuan yang dapat diterapkan dengan praktis.  Sejak itu industrei tumbuh dengan
pesat, beraneka ragam dan serba rumit. Yang semula merupakan usha manusia untuk
memenuhi kebutuhannya dengan industry kecil seperti menenun pakian dengan tangan, maka
dengan penemuan-penemuan baru yang dimuali abad ke-18 dibangunalah pabrik-pabrik
tekstil raksasa. Penemuan yang satu selalu disusul dengan penemua-penemuan yang baru
sehingga alat tangan sebagian besar berubah menjadi alat-alat mesin dan komputer. Siklus ini
selalu berjalan dan berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sampai saat sekarang dan akan berlansung sepanjang manusia masih ada. Karena
pada prinsipnya manusia ingin bekerja prkatis, cepat, selamat, sehat dan tidak banyak
menangung resiko terhadap keutuhan anggota badannya, sehingga ia akan selalu berusaha
mengembangkan ilmu dan teknologinya untuk mencapainya.

Jika kita ingat bahwa umat manusia semenjak dititahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa selalu
menginginkan berada dalam keadaan selamat, sehat serta bahagia, dan selalu berikhtiar agar
jasmani dan rohaniah tetap dalam keadaan utuh, berfungsi baik dan berkembang, maka
problema keselamatan dan kesehatan kerja yang penting bagi kehidupan manusia tidak akan
terhapus dan terus berkembang mengikuti jejak kemajuan teknik dan teknologi. Oleh seba itu
dibuatlah peraturan-peraturan mengenai berbagai jenis keselamatan kerja seperti:
a.      Keselamatan Kerja dalam Industri (Industrial Safety)
b.      Keselamatan Kerja di Pertambangan (Mining Sefety)
c.       Keselamatan Kerja dalam Bangunan (Building and Construction Safety)
d.      Keselamatan Kerja Lalu Lintas (Traffic Safety)
e.      Keselamatan Kerja Penerbangan (Flight Safety)
f.        Keselamatan Kerja Kereta Api (Railway Safety)
g.      Keselamatan Kerja di Rumah (Home Safety)
h.      Keselamatan Kerja di Kantor (Office Safety)

b.   Falsafah K3
Arti dan tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah Menjamin Keadaan, keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah manusia serta hasil karya dan budayanya,
tertuju pada kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan manusia pada khususnya. Pendek
dan jelas perumusan falsafah ini dan senantiasa dipakai sebagai dasar dan titik tolak dari
setiap usaha keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam fasafah tercakup pandangan serta
pemikiran filosofis, sosial-teknis dan sosial ekonomis.

Keselamtan dan kesehatan kerja mempunyai sasaran terperinci sebagai berikut :


a.      Mencegah terjadinya kecelakaan
b.      Mencegah timbulnya penyakit akibat pekerjaan
c.       Mencegah/mengurangi kematian
d.      Mencegah/mengurangi cacad tetep
e.      Mengamankan material, konstruksi, pemakaian, pemeliharaan bangunan-bangunan, alat-alat
kerja, mesin-medin, instalasi-instalasi dan sebagainya
f.        Meningkatkan produktivitas kerja tanpa memeras tenaga kerja dan menjamin kehidupan
produktifnya
g.      Mencegah pemborosan tenaga kerja, modal, alat-alat kerja dan sumber-sumber produksi lain-
lainnya sewaktu kerja dan lain sebagainya
h.      Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, aman dan nyaman sehingga dapat menimbulkan
kegembiraan semangat kerja
i.        Memperlancar, meningkatkan dan mengamankan produksi, industri serta pembangunan.

Kesemuanya itu menuju pada peningkatan taraf bhidup (Standard of Living) dan
kesejahteraan umat manusia.

Di Indonesia setelah terbentuknya Negara Kesatuan Repuplik Indonesia, maka pada tangagal
6 Oktober 1950 dibentuk Kementerian Perburuhan, Sejak itu Negara Kesatuan Republik
Indonesia berkedudukan di Jakerta dan mengalami perubahan dan perkembangan. Pada
tanggal 10 Oktober 1950 debentuk Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja yang terdiri dari
kantor pusat dan kantor daerah. Pada tanggal 1 Juli 1954 Jawatan Keselamatan Kerja
digabungkan menjadi satu yaitu Jawatan Pengawasan Perburuhan. Beberapa tahun kedua
jawatan ini tidak menguntungkan dan jalannya kurang lancar karena soal psikologis dan
teknis penggambungan. Maka pada tanggal 1 Januari 1959 dengan peraturan Menteri
Perburuhan tanggal 19 Desember 1958 no. 24 tahun 1958 diadakan perubahan terhadap
peraturan Menteri Perburuhan tanggal 3 Mei 1954 no. 70 tahun 1954 dan dibentuk Jawatan
Keselamatan Kerja dengan bentuk dan kedudukan seperti sekarang ini, terpish dari Jawtan
Pengawasan Perburuhan.

Yang dimaksud dengan tenaga kerja menurut Undang-undang tanggal 19 Nopember 1969
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja adalah tiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa
atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarat. Arti Tenaga Karja disini sangatlah luas,
meliputi semua pejabat Negara seperti Presiden, Ketua MPR, DPA, DPR, Kopelisian, semua
pengusaha, Buruh, pekerja dan sebagainya.
Sedangkan tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak
atau tetap dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk suatu
keperluan atau suatu usha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya termasuk
tempat kerja semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian
atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut.

6.    Landasan Hukum

Ada tiga alasan yang menyebabkan pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yaitu:
a.      Keselamatan adalah Hak Asasai Manusia (HAM)
b.      HAM dilindungi oleh peraturan perundang-undangan
c.       Efisiensi atau mengurangi kerugian akibat kecelakaan kerja

Untuk menjamin perlindungan pekerja atas keselamatan dan kesehatannya dalam bekerja,
maka pemerintah mengatur pelaksanaanya dalam undang-undang:
1.      Undang-undang No. 3 Tahun 1969 Tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 120 Mengenai
Hygiene dalam Perniagaan dan Kantor-Kantor
2.      Undang-undang No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga
Kerja (lembaran Negara No. 55 Tahun 1969)
3.      Undang-undang No. 1  Tahu 1970 Tentang Keselamatan Keselamatan Kerja  (lemberana
Negara No. 1 Tahun 1970)
4.      Undang-undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
5.      Undang-undang No. 23 Tahun1992 Tentang Kesehata Kesehatan
6.      Undang-undang RI No. 25 Tahun 1991 Tentang Ketenaga Kerjaan
7.      Keputusan Presiden RI No. 22 Tahun 1993 Tentang Penyakit Yang Timbul Karena
Hubungan Kerja
8.      Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per.01/Men/1980 Tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja  pada Konstruksi Bangunan.
9.      Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. Per.05/Men/1996 Tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
10.  Keputusan bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja nomor Kep.
174.Men/1986 bersama 104/KPTS/1986 Tentang Pedoman  Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Pada Tempat Kegiatan Konstruksi.
11.  Peraturan Pemerintah RI No. 29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
(pasal 30)
12.  Standar K3 Internasional:
a.      Konvensi ILO No. 167 Tahun 1988, Tentang Safety and Health in Construction
b.      Rekomendasi ILO No. 175 Tahun 1988, Tentang Safty and Health inConstruktion
c.       ILO/OSH june 2001, Tentang Guidelines Onoccupational Safety and Health Managemant
Systems (OSHMS)

Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan meteri Tenaga Kerja Tahun 1986,
memetapkan berlakunya Buku Pedoman Pelaksanaan Tentang Keselamatan dan Keshatan
Kerja Pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Persyaratan administrasi dan teknis K3 telah
dirumuskan dalam buku pedoman tersebut. Pihak-pihak yang terlibat pada penyelenggaraan
konstruksi perlu memahaminya dan membudayakannya.

Pokok-pokok yang diatur dalam buku pedoman adalah:


1.      Penyusunan Administrasi
a.      Ruang lingkup berlakunya peraturan
b.      Kewajiban umum
c.       Organisasi keselamtan dan kesehatan kerja
d.      Laporan kecelakaan
e.      Keselamatan dan Kesehatan dan pertolongan pertama pada kecelakaan.
2.      Persyaratan Teknis
Pintu masuk/keluar, lampu/penerangan, ventilasi, kebersihan, pencegahan terhadap
kebakaran/perlindungan terhadap benda-benda jatuh dan bagian bangunan yang rubuh, tarli
pengaman, kebisingan dan getaran (vibrasi), dan sebagainya
3.      Persyaratan/Ketentuan lain-Lain
Ketentuan teknis mengenai perancah, tangga peralatan pengangkat, tali, rantai, permesinan,
peralatan, pekerjaan bawah tanah, pengalian-pengalian, pemancangan, pengerjaan beton,
pembongkaran.

7.    Organisasi K3

Untuk menjamin pekerja agar sehat, selamat dan sejahtera serta mendapatkan kepuasan kerja,
maka perusahaan perlu membentuk organisasi K3. Dibeberapa perusahaan organisasi ini
dinamakan Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Occupupational Health an
Safety/OHS), bagian keselamatan dan kesehatan kerja (OHS) atau bahkan digabungakan
dengan kesehatan lingkungan menjadi bagian keselamatan, Kesehatan dan Lingkunagn
(Safety Health and Evironment/SHE). Organisasi ini biasanya ada dibawah pengawasan
Departeman Sumber Daya Manusia atau Departeman Produksi.

Depnakertrans sendiri mensyaratkan dibentuknya Panitia Pembinaan Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (P2K3) yang anggotanya terdiri dari 50% wakil manajmen dan 50% wakil
pekerja. Organisasi ini berfungsi menangani masalah dibidang K3, memuat kebijakan atau
prosedur kerja yang berguna dalam melindungi keselamatan dan kesehatan kerja.

Dibidang jasa Konstruksi sendiri pelaksanakan dilakukan dengan :


a.      Menganjurkan kontraktor kualifikasi besar wajib membentuk unit K3 pada kantor pusat
perusahaannya dan harus dipimpin oleh orang yang telah mempunyai sertifikat
b.      Membenahi ketentuan pelaksanaan pada proyek konstruksi yakni:
-          Setiap proyek dikerjakan oleh kontraktor kualifikasi besar harus mengangkat satu orang yang
khusus mengamati keselamtan dan kesehatan kerja dan orang tersebut dinamakan “Safety
Construction Engeneer” dan petugas ini pada dasarnya harus mempunyai sertifikat.
-          Demikian pula pada proyek konstruksi tersebut, pemilik proyek harus mengangkat pula
seorang yang menangani keselamatan dan kesehatan kerja dan dinamakan “Safety
Construction Officer”.

8.    Manajemen K3

Dalam menciptakan tenaga kerja yang produktif, sehat dan berkualitas dibutuhkan suatu
sistem manajemen yang khusus mengatur K3, bertujuan untuk:
a.        Sebagai alat untuk mencapaiderajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya, baik
buruh, petani, nelayan, pegawai negeri atau pekerja-pekerja bebas.
b.        Sebagai upaya pembebasan dan pemberantasan penyakit dan kecelakaan-kecelakaan akibat
kerja, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, dan gizi tenaga kerja, perawatan dan
mempertinggi efisiensi dan daya produktifitas tenaga manusia, pemberantasan kelelahan
kerja dan pelipat ganda kegairahan serta kenikmatan kerja.

Manajmen memiliki kewenangan dalam mengontrol setiap aktivitas kerja. Namun sering kali
aktivitas tersebut tidak terkontrol dengan baik disebabkan karena :
a.      Manajemen K3 yang kurang terencana dengan baik
b.      Kurang tepat atau kurang mendalamnya perencanaan
c.       Pelaksanaan stsndar yang tidak tepat

Oleh karena adanya kelemah-kelemahan perncanaan manajmen  K3 pada suatu proyek, maka
perencanaan Manajmen K3 minimal harus meliputi:
a.      Kepemimpinan dan administrasinya
b.      Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja terpadu
c.       Pengawasan
d.      Analisis pekerjaan dan procedural
e.      Penelitian dan analisis pekerjaan
f.        Latihan bagi tenaga kerja
g.      Pelayanan kesehatan kerja
h.      Penyediaan alat perlindungan diri
i.        Peningkatan kesadaran terhadap keselamatan dan kesehatan kerja

j.        Sistem pemeriksaan dan pendataan.


Diposkan 14th August 2014 oleh yoby karisma
0

Tambahkan komentar


Aug
14

Pengertian dan Penulangan Beton


                    I.     PENDAHULUAN
Pekerjaan pembesian yang dimaksudkan dalam hal ini, adalah pekerjaan pada
pembuatan struktur beton bertulang. Beton bertulang  adalah beton yang ditulangi dengan
luas dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum, yang disyaratkan dengan
atau tanpa prategang dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material bekerja
bersama sama dalam menahan beban.

gaya gaya yang bekerja. Beton hanya diperhitungkan dalam memikul gaya tekan
sedangkan tulangan diperhitungkan memikul gaya tarik dan sebagian gaya tekan, selain itu
ada gaya gaya lain yang dipikul oleh tulangan seperti, gaya puntir ( Torsi ), gaya geser dan
lain lain.

II.         PRINSIP DASAR BETON BERTULANG


A.    Balok beton dan Tulangan
1.      Balok Beton tanpa Tulangan .
Sifat dari beton, yaitu  sangat kuat untuk menahan tekan, tetapi tidak kuat (lemah) untuk 
menahan tarik. Oleh karena itu , beton dapat mengalami retak jika beban yang dipikulnya
menimbulkan tegangan tarik yang melebihi kuat tariknya.
             Jika sebuah balok beton (tanpa tulangan ) ditumpu oleh tumpuan sederhana (sendi
dan rol) dan di atas balok tersebut bekerja beban terpusat ( P ) dan beban merata ( q ), maka
akan timbul momen luar, sehingga balok akan melengkung ke bawah seperti tampak pada
gambar II.1.(a) dan gambar II.1.(b).
Pada balok yang melengkung ke bawah akibat beban luar ini pada dasarnya ditahan oleh
kopel gaya gaya dalam yang berupa tegangan tekan dan tarik. Jadi pada serat serat balok
bagian tepi atas  akan menahan tegangan tekan, dan semakin ke bawah tegangan tekan
tersebut semakin kecil dan sebaliknya, pada serat bagian tepi bawah akan menahan tegangan
tarik, dan semakin ke atas tegangan tarik semakin kecil pula. ( lihat gambar II.1.(c), pada
bagian tengah , yaitu pada batas antara tegangan tarik dan tegangan tekan , serat serat balok
tidakm mengalami tegangan sama sekali ( tegangan tarik dan tegangan tekan bernilai nol ).
Serat serat yang tidak mengalami tegangan tersebut membentuk suatu garis yang disebut
garis netral
                                    
                                     

                                                                                                                                                     
II. 1 . Balok Beton Tanpa Tulangan
Jika beban di atas balok itu cukup besar, maka serat serat beton bagian tepi bawah akan
mengalami tegangan tarik yang cukuptak  besar pula, sehingga dapat terjadi retak pada
bagian tepi bawah. Keadaan ini terjadi terutama pada daer      ah beton yang momennya
besar, yaitu pada bagian tengah bentang.

2.      Balok Beton dengan Tulangan .


Untuk menahan gaya tarik yang cukup besar pada serat serat balok bagian tepi bawah, maka
diperlukan baja tulangan sehingga disebut dengan istilah  “Beton Bertulang” pada balok
beton bertulang ini, tulangan baja ditanam dalam beton sedemikian rupa, sehingga gaya tarik
yang dibutuhkan untuk menahan momen pada penampang retak dapat ditahan oleh tulangan
seperti tampak pada gambar II.2
Gambar II.2. Balok Beton Bertulang
Karena sifat beton tidak kuat terhadap tarik, maka pada gambar II.2 (b) tampak bahwan
bagian balok yang menahan tarik ( di bawah garis netral ) akan ditahan oleh tulangan,
sedangkan bagian yang menahan tekan ( di atas garis netral ) tetap ditahan oleh beton.

3.      Fungsi utama beton dan tulangan


             Dari uraian di atas dapatlah dipahami, bahwa baik beton maupun baja tulangan pada
struktur beton bertulang tersebut mempunyai fungsi yang berbeda sesuai dengan sifat bahan
yang bersangkutan.
Fungsi utama beton :
 Menahan gaya tekan
 Menutup baja tulangan agar tidak berkarat
Fungsi utama baja tulangan :
 Menahan gaya tarik
Mencegah retak beton agar tidak melebar

   B.    Pemasangan Tulangan


1.      Pemasangan tulangan longitudinal
            Fungsi utama baja tulangan pada struktur beton bertulang yaitu untuk menahan gaya
tarik, Oleh karena itu pada struktur  balok, pelat, fondasi, ataupun struktur lainnya dari bahan
beton bertulang, selalu diupayakan agar tulangan longitudinal ( tulangan memanjang )
dipasang pada serat-serat beton yang mengalami tegangan tarik.  Keadaan ini terjadi terutama
pada daerah yang menahan momen lentur besar (umumnya di daerah lapangan/tengah
bentang, atau di atas tumpuan), sehingga sering mengakibatkan terjadinya retakan beton
akibat tegangan lentur tersebut.
Tulangan longitudinal ini dipasang searah sumbu batang. Berikut ini diberikan beberapa
contoh pemasangan tulangan memanjang pada balok maupun pelat (lihat Gambar II.4).
2.      Pemasangan Tulangan Geser
Retakan beton pada balok juga dapat terjadi di daerah ujung balok yang dekat dengan
tumpuan. Retakan ini disebabkan oleh bekerjanya gaya geser atau gaya lintang balok yang
cukup besar, sehingga tidak mampu ditahan oleh material beton dari balok yang
bersangkutan.
Agar balok dapat menahan gaya geser tersebut, maka diperlukan tulangan geser yang
dapat berupa tulangan-miring/tulangan-serong atau berupa sengkang/begel. Jika sebagai
penahan gaya geser hanya  digunakan begel saja, maka pada daerah dengan gaya geser besar
(misalnya pada ujung balok yang dekat tumpuan) dipasang begel dengan jarak yang
kecil/rapat, sedangkan pada daerah  dengan gaya geser kecil (daerah lapangan/tengah bentang
balok) dapat dipasang begel dengan jarak yang lebih besar/renggang.
Contoh pemasangan tulangan miring dan begel balok dapat dilihat pada Gambar II.5.

3.   Jarak tulangan pada balok


          Tulangan longitudinal maupun begel balok diatur pemasangannya dengan jarak
tertentu seperti terlihat pada gambar di bawah ini :
    4. Jumlah tulangan maksimal dalam 1 baris
         Dimensi struktur biasanya diberi notasi b dan h, dengan b adalah ukuran lebar dan h
adalah ukuran tinggi total dari penampang struktur. Sebagai contoh dimensi balok
 ditulis b/h atau 300/500, berarti penampang dari balok tersebut berukuran lebar balok b =
300 mm dan tinggi balok h = 500 mm

III.          Mutu Baja Tulangan


          Baja tulangan untuk konstruksi beton bertulang ada bermacam macam jenis dan mutu
tergantung dari pabrik yang membuatnya.  Ada dua jenis baja tulangan , tulangan polos
( Plain bar ) dan tulangan ulir ( Deformed bar ). Sebagian besar baja tulangan yang ada di
Indonesia berupa tulangan polos untuk baja lunak dan tulangan ulir untuk baja keras. Beton
tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami keretakan. Oleh
karena itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam sistem struktur, beton perlu dibantu
dengan memberinya perkuatan penulangan yang berfungsi menahan gaya tarik. Penulangan
beton menggunakan bahan baja yang memiliki sifat teknis yang kuat menahan gaya tarik.
Baja beton yang digunakan dapat berupa batang baja lonjoran atau kawat rangkai las (wire
mesh) yang berupa batang-batang baja yang dianyam dengan teknik pengelasan. Baja beton
dikodekan berurutan dengan: huruf BJ, TP dan TD,
  BJ berarti Baja
  TP berarti Tulangan Polos
  TD berarti Tulangan Deformasi (Ulir)
Angka yang terdapat pada kode tulangan menyatakan batas leleh karakteristik yang dijamin.
Baja beton BJTP 24 dipasok sebagai baja beton polos, dan bentuk dari baja beton BJTD 40
adalah deform atau dipuntir . Baja beton yang dipakai dalam bangunan harus memenuhi
norma persyaratan terhadap metode pengujian dan permeriksaan untuk bermacam macam
mutu baja beton menurut Tabel
Tabel berikut menunjukan sifat mekanik baja tulangan :
Tegangan leleh Kekuatan tarik Perpanjangan
Simbul mutu Minimum (kN/ Minimum (kN/ cm2 ) Minimum ( % )
2
cm )
BJTP – 24 24 39 18
BJTP – 30 30 49 14
BJTD – 30 30 49 14
BJTD – 35 35 50 18
BJTD – 40 40 57 16
SNI menggunakan simbol BJTP ( Baja Tulangan Polos) dan BJTD ( Baja Tulangan  Ulir ).
Baja tulangan polos yang tersedia mulai dari mutu BJTP -24 hingga BJTP – 30, dan baja
tulangan ulir umumnya dari BJTD – 30 hingga BJTD 40. Angka yang mengikuti simbul ini
menyatakan tegangan leleh karakteristik materialnya. Sebagai contoh BJTP – 24 menyatakan
baja tulangan polos dengan tegangan leleh material 2400kg/ cm2 ( 240 MPa )
Secara umum berdasarkan SNI 03-2847-2002 tentang Tata cara perhitungan struktur
beton untuk bangunan gedung, baja tulangan yang digunakan harus tulangan ulir. Baja
polos diperkenankan untuk tulangan spiral atau tendon. Di samping mutu baja beton BJTP 24
dan BJTD 40 seperti yang ditabelkan itu, mutu baja yang lain dapat juga spesial dipesan
(misalnya BJTP 30). Tetapi perlu juga diingat, bahwa waktu didapatnya lebih lama dan
harganya jauh lebih mahal. Guna menghindari kesalahan pada saat pemasangan, lokasi
penyimpanan baja yang spesial dipesan itu perlu dipisahkan dari baja Bj.Tp 24 dan Bj.Td 40
yang umum dipakai. Sifat-sifat fisik baja beton dapat ditentukan melalui pengujian tarik. Sifat
fisik tersebut adalah: kuat tarik (fy) ,batas luluh/leleh, regangan pada beban maksimal,
modulus elastisitas (konstanta material), (Es)

Tulangan Polos
Baja tulangan ini tersedia dalam beberapa diameter, tetapi karena ketentuan SNI  hanya
memperkenankan pemakaiannya untuk sengkang dan tulangan spiral, maka pemakaiannya
terbatas. Saat ini tulangan polos yang mudah dijumpai adalah hingga diameter 16 mm,
dengan panjang 12 m.
Diameter Berat ( kg / m) Luas penampang
( mm ) ( cm2 )
6 0,222 0,28
8 0,395 0,50
10 0,617 0,79
12 0,888 1,13
16 1,578 2,01

Tulangan Ulir ( deform )


Diameter Berat ( kg / m) Keliling ( cm ) Luas penampang
( mm ) ( cm2 )
10 0,617 3,14 0,785
13 1,04 4,08 1,33
16 1,58 5,02 2,01
19 2,23 5,96 2,84
22 2,98 6,91 3,80
25 3,85 7,85 4,91
32 6,31 10,05 8,04
36 7,99 11,30 10,20
40 9,87 12,56 12,60

Berdasarkan SNI, baja tulangan ulir lebih diutamakan pemakaiannya untuk batang tulangan
struktur beton. Hal ini dimaksudkan agar struktur beton bertulang tersebut memiliki
keandalan terhadap efek gempa, karena akan terdapat ikatan yang lebih baik antara beton dan
tulangannya.
Bentuk baja tulangan seperti  gambar di bawah ini :

IV.         Simbul simbul gambar pembesian 


Øp 10 - 250                    :  tulangan polos diameter 10 mm jarak pasang 250 mm

f’c : mutu beton,          fy : mutu baja tulangan (tegangan leleh baja)


A’  =  Luas tulangan tekan
A   =  Luas tulangan tarik
b   = Lebar balok atau pelat
h   = Tinggi balok atau pelat
d  = Tinggi manfaat 

Anda mungkin juga menyukai