Anda di halaman 1dari 18

PAPER

STUDI KASUS TOKSIKOLOGI PADA LINGKUNGAN AKIBAT SILIKA


(Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Toksikologi Kesehatan
Lingkungan Kelas A)

Dosen Pengampu :
Anita Dewi Moelyaningrum., S.KM., M.Kes

Disusun oleh:
Uslifatil Jannah 182110101039
Hilda Suwita Pradani 182110101052
Putri Afni Nasution 212110101154

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2021
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Debu merupakan salah satu pencemar udara yang dihasilkan oleh industri.
Debu memiliki dampak negative terhadap paru-paru pekerja dan masyarakat yang
berada di daerah perindustrian karena terpapar debu yang dihasilkan oleh
perusahaan. Hal ini disebabkan oleh pencemaran udara akibat pengolahan dan
hasil industry berupa zat seperti debu, asap, fume, mist, dan gas.

Komponen yang paling dominan terdapat pada debu adalah partikel silica.
Pada umumnya silica digunakan dalam penyulingan minyak sayur, deterjen,
keramik dan sebagainya. Menurut International Agency for Research on Cancer
(IARC) (1997) silica termasuk dalam golongan Grup I zat yang memiliki sifat
karsinogenik pada manusia. Pada umumnya silica berbentuk Kristal. Kristal silica
jika terhirup dapat menyebabkan penurunan fungsi paru-paru, radang paru-paru,
hingga kanker paru-paru (Hamilton et al, 2008 dalam Regia and Oginawati,
2017). Kerusakan paru yang terjadi disebabkan oleh sifat toksik silica secara
langsung ataupun dari radikal permukaan silica. (Oeckinghaus and Ghosh, 2009
dalam Kusmiyati and Lamawuran, 2019). Beberapa penyakit serius dan kematian
meningkat akibat paparan kristal silica di daerah perindustrian, sehingga hal ini
dapat menjadi prioritas utama dalam masalah kesehatan masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian Regia and Oginawati (2017) yaitu masih


terdapat pekerja yang membahayakan kesehatan paru-paru akibat menghirup
kristal silica yang melebihi rata-rata. Menurut penelitian Siregar et al (2020) yaitu
terdapat hubungan antara paparan debu dengan gangguan pernafasan pada pekerja
batu bata di Jati Baru Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka peneliti ingin mengetahui lebih lanjut
dampak pencemaran silica bagi kesehatan lingkungan dan manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana dampak cemaran silika bagi kesehatan lingkungan dan
manusia ?
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui dampak cemaran silika bagi kesehatan lingkungan dan
manusia
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan terkait
dampak cemaran silika bagi kesehatan lingkungan dan manusia
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini bisa dijadikan informasi dan masukan yang
bermanfaat bagi masyarakat terkait dampak cemaran silika bagi kesehatan
lingkungan dan manusia.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Silika

Pasir yang banyak mengandung silika disebut pasir silika atau pasir kuarsa.
Pasir silika termasuk bahan alam yang terbentuk secara alami melalui berbagai
proses antropogenik (Vassilev, S.V dkk., 2012 dalam 1). dan bahan baku alam ini
biasanya masih berupa campuran heterogen berbagai unsur, sehingga sifat-sifat
material yang dimilikinya pun sulit diprediksi dan diatur. Kandungan pasir
berbeda-beda sesuai dengan tempatnya dan memiliki warna sesuai dengan asal
pembentuknya. Pasir dari danau atau sungai yang berada di pedalaman pulau,
memiliki kandungan silika yang tinggi karena batu-batuan terbentuk dari silika
yang pecah menjadi pasir. Pasir silika pada umumnya mengandung senyawa
pengotor (impurities) seperti oksida besi, oksida kalsium, oksida alkali, oksida
magnesium, lempung dan zat organik hasil pelapukan sisa-sisa hewan dan
tumbuhan. Endapan pasir silika banyak tersebar di beberapa tempat di Indonesia
dengan kadar silikon oksida antara 55,30% - 99,87%. Salah satu daerah yang kaya
pasir silika adalah Propinsi Kalimantan Selatan. Persebaran pasir silika di
Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan adalah sepanjang pantai Pelaihari
dengan kadar silikon oksida antara 94,4% - 99,0 % (Wianto T dan Ninis H.H.
2008 dalam Fauziyah, 2015).

Silika merupakan suatu mineral dengan penyusun utama berupa silikon


dioksida (SiO2). Silika banyak dijumpai di alam dengan perkiraan jumlahnya
hingga 60% dari keseluruhan kerak bumi (Makaminan, 2019). Silika terdiri dari
berbagai bentuk yaitu: silika kristalin, silika mikrokristalin, silika vitreous
(supercooled liquid glesses), dan silika amorf. Berdasarkan struktur molekulnya
silika dibagi menjadi dua bagian yaitu: silika kristalin dan silika amorf. Silika
kristalin adalah silika yang susunan molekulnya membentuk pola tertentu (kristal)
sedangkan silika amorf adalah silika yang susunan molekulnya tidak teratur.
Silika sebagai senyawa yang terdapat di alam berstuktur kristalin, sedangakn
sebagai senyawa sintetisnya berupa amorf. Secara sintetis senyawa silika dapat
dibuat dari larutan silikat atau dari pereaksi silan (Makaminan, 2019)

2.2 Bentuk dan sifat

Silika gel merupakan salah satu bentuk silika amorf yang paling luas
penggunaannya karena silika gel memiliki kemampuan menyerap air. Hal ini
disebabkan silika gel sangat berpori dan memiliki Gugus Si-OH dipermukaannya
sehingga mudah menyerap air. Silika gel biasa dimanfaatkan sebagai zat
penyerap, pengering dan penopang katalis.

1. Silika gel sintetis


Silika gel sintetis dibuat dengan melalui proses dan pengolahan
menggunakan mesin. Yang mana terdapat perubahan bentuk dan jenis
dari bahan menjadi barang jadi. Dengan bahan dasar pasir kwarsa dan
soda ash dijadikan silica gel (SiO3).
a) Silika gel putih
b) Silika gel biru
Silika gel blue merupakan silika gel sintetis yang dimodifikasi
dengan penambahan indikator warna biru. Indikator warna berubah
menjadi merah bata pada kondisi jenuh. Bahan ini mengandung kobalt
klorida yang memiliki efek samping bersifat karsinogenik dan
menyebabkan iritasi pernapasan. Sebaiknya silika gel blue dihindari
penggunaannya dari produk makanan.
2. Silika gel alami
Silika gel natural merupakan silika gel berbahan alami/natural seperti
batu zeolite dan zat lain yang terkandung senyawa silika didalamnya
seperti halnya abu cangkang dan fiber kelapa sawit yang diolah melalui
proses aktivasi dan screening.

2.3 Kegunaan silika gel

a. Silika gel mencegah terbentuknya kelembapan yang berlebihan sebelum


terjadi. Silika gel merupakan produk yang aman digunakan untuk menjaga
kelembapan pada kemasan produk makanan, obat-obatan, bahan sensitif,
elektronik dan film sekalipun. Silika gel sering ditemukan dalam kotak
paket dan pengiriman film, kamera, teropong, alat-alat komputer, sepatu
kulit, pakaian, makanan, obat-obatan, dan peralatan - peralatan lainnya.
b. Produk anti lembap ini menyerap lembap tanpa merubah kondisi zatnya.
Walaupun dipegang, butiran-butiran silika gel ini tetap kering. Silika gel
adalah substansi-substansi yang digunakan untuk menyerap kelembapan
dan cairan partikel dari ruang yang berudara/bersuhu. Silika gel juga
membantu menahan kerusakan pada barang-barang yang mau disimpan.
c. Silika gel selain berfungsi untuk absorbsi kelembaban udara, fungi-
jamuran dan bau-bauan serta ion-ion lainnya dan untuk menjaga kualitas
produk terutama untuk barang-barang yang dieksport, misalnya untuk
garment, textile, computer, pharmaceutical, electronic, tas kulit, sepatu,
dry food, buku, karet, ban, plastik, alat-alat laboratorium, dll.
d. Produk anti lembap ini menyerap lembap tanpa merubah kondisi zatnya.
Silika gel adalah substansi-substansi yang digunakan untuk menyerap
kelembapan dan cairan partikel dari ruang yang berudara/bersuhu. Silika
gel juga membantu menahan kerusakan pada barang-barang yang mau
disimpan.
e. Silika gel biru & silika gel putih. Digunakan selain untuk absorbsi
kelembaban udara, fungi-jamuran dan bau-bauan serta ion-ion lainnya dan
untuk menjaga kualitas produk terutama untuk barang-barang yang
diekspor, misalnya untuk garment, textile, computer, pharmaceutical,
electronic, tas kulit, sepatu, dry food, buku, karet, ban, plastik, dan alat-
alat laboratorium.

2.4 Bahan pencemar


Debu silika berasal dari memotong, mengebor atau menggiling tanah, pasir,
granit atau mineral lainnya. Menurut Widyawinata (2020), daftar pekerjaan yang
bisa membuat pekerja menghirup paparan crystalline silica, antara lain:

a. Pekerja berbagai pertambangan, seperti batu bara dan batu keras


b. Pekerjaan konstruksi bangunan
c. Pekerjaan terowongan
d. Pertukangan batu
e. Pasir
f. Pabrik kaca
g. Pekerjaan keramik
h. Pekerjaan baja
i. Penggalian
j. Pemotongan batu

2.5 Dampak limbah silika pada lingkungan


Berdasarkan karakteristik limbah B3, sisa pasir silika dari proses
sandblasting termasuk dalam karakteristik beracun karena mengandung pencemar
yang bersifat racun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menyebabkan
kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan,
kulit atau mulut (PP No 18 tahun 1999 pasal 8 ayat 1d) hal ini dikarenakan
terdapat indikasi kandungan sejumlah logam berat pada pasir silika. Pada
lingkungan, sisa hasil kegiatan sandblasting dapat mencemari udara (Hibriza et
al., 2018).

2.6 Proses silika pada organ


Menurut International Agency for Research on Cancer (IARC) (1997),
silika tergolong dalam Grup 1 zat yang bersifat karsinogenik pada manusia. Silika
biasanya ditemukan dalam bentuk kristal dan jarang dalam keadaan amorf. Kristal
silika terinhalasi menyebabkan penurunan fungsi paru-paru, radang paru-paru
akut, gangguan autoimun, bahkan dapat menyebabkan kanker paru-paru
(Hamilton dkk, 2008 dalam Regia & Oginawati, 2017). Kristal silika yang
mengendap di paru-paru, akan mengoksidasi dinding alveoli yang menyebabkan
terjadinya fibrosis. Semakin banyak kristal silika yang mengendap di paru-paru,
maka fibrosis yang terjadi di alveoli semakin parah dan menimbulkan penyakit
yang dikenal dengan pneumoconiosis silicosis.
2.7 Silikosis
Silikosis dikenal juga dengan istilah miner's phthisis, grinder's asthma,
potter's rot, merupakan bentuk penyakit paru akibat pekerjaan yang disebabkan
karena menghirup debu silika secara kronik dan ditandai dengan adanya inflamasi
dan pembentukan jaringan parut dari lesi nodular pada lobus paru bagian atas.
Silikosis merupakan salah satu jenis dari pneumoconiosis (Salawati, 2017).
Terdapat tiga jenis silikosis, yaitu:

1. Silikosis kronik
Silikosis kronis merupakan bentuk silikosis yang paling umum terjadi.
Silikosis kronis terjadi akibat paparan sejumlah kecil debu silika dalam
jangka panjang (lebih dari 10 tahun). Nodul-nodul peradangan kronis dan
jaringan parut akibat silika terbentuk di paru-paru dan kelenjar getah bening
dada.
2. Silikosis akselerata
Silikosis akselerata terjadi setelah terpapar oleh sejumlah silika yang lebih
banyak selama waktu yang lebih pendek (5-15 tahun). Peradangan,
pembentukan jaringan parut dan gejala-gejalanya terjadi lebih cepat. Silikosis
akselerata berhubungan dengan berbagai macam gangguan autoimun.
3. Silikosis akut
Silikosis akut jarang terjadi tetapi bersifat sangat fatal yang terjadi akibat
paparan silikosis dalam jumlah yang sangat besar, dalam waktu yang lebih
pendek terutama partikel debu yang mengandung konsisteni tinggi quartz.
Paru-paru sangat meradang dan terisi oleh cairan, sehingga timbul sesak nafas
yang hebat dan kadar oksigen darah yang rendah.
2.8 Batas aman silika
Pemerintah RI berdasarkan KEPMENAKER No. Kep. 51/MEN/1999
mengeluarkan baku mutu silika bebas di lingkungan kerja adalah sebesar 1 %.
Sedangkan menurut Mine Safety and Health Administration (MSHA) - USA Nilai
Ambang Batas (NAB) untuk silika bebas respirabel sebesar 100 µg/m3.
Kemudian berdasarkan SNI 19-0232-2005 tentang Nilai Ambang Batas (NAB)
zat kimia di udara tempat kerja, batas NAB paparan silika gel yaitu 10 mg/m3
(Suhariyono, 2015).
BAB 3. TEMUAN LAPANGAN

Penulis dan
Judul Temuan Penting
Tahun
Penilaian Risiko Saiku Berdasarkan hasil penelitian pada kegiatan
Terhadap Paparan Rokhim perbaikan ruangan di gedung PT. X
Debu pada (2017) (Persero) Surabaya, berbagai debu yang
Perbaikan Ruangan muncul dari berbagi pekerjaan tersebut
antara lain debu anorganik yaitu debu
“Studi Analisis kapur yang bercampur cat dan semen putih
Pada Perbaikan yang dihasilkan dari proses mengamplas
Ruangan di Gedung dinding ruangan dengan menggunakan
PT. X (Persero) kertas amplas, debu keramik dan debu cor
Surabaya” (debu pasir dan debu semen) yang
dihasilkan dari proses pembongkaran
keramik, debu kayu yang dihasilkan dari
proses pemotongan kayu.

Debu pasir yang dihasilkan dari kegiatan


perbaikan ruangan termasuk proliferative
dust yaitu debu yang mnyebabkan
terjadinya fibrosis jaringan paru, sehingga
elastisitas jaringan paru akan berkurang,
misalnya debu silica bebas dan debu asbes.

Pajanan debu pasir terutama yang


mengandung silika telah diketahui sebagai
salah satu faktor risiko infeksi TB paru.
Diketahuinya besar risiko pajanan debu
silika terhadap timbulnya TB paru dapat
menjadi suatu aset dalam upaya advokasi
program pemberantasan TB di tempat
kerja.

Debu yang masuk ke dalam saluan napas,


menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme
pertahanan non-spesifik berupa batuk,
bersin, gangguan transport mukosilier dan
fagositosis oleh makrofag. Otot polos di
sekitar jalan napas dapat terangsang
sehingga menimbulkan penyempitan.
Berbagi debu industri seperti debu yang
berasal dari pembakaran arang batu,
semen, keramik, besi, penghancuran logam
dan batu, asbes dan silika dengan ukuran 3-
10 μ akan ditimbun di paru. Efek yang
lama dari paparan ini menyebabkan
paralysis cilia, hipersekresi, dan hipertrofi
kelenjar mucus. Keadaan ini menyebabkan
saluran napas rentan terhadap infeksi dan
timbul gejala batuk menahun yang
produktif.

Pengaruh Debu Tri Agus Debu vulkanik merupakan material yang


Vulkanik pada Yuarsa ringan yang mengandung silika. jika dilihat
Erupsi Gunung (2019) dengan mikroskop, bentuknya sangat
Berapi DIY tajam. masuk ke dalam paru tidak akan
terhadap Kesehatan larut sehingga bisa menimbulkan penyakit
Paru silikosis

Batas yang direkomendasikan bagi


masyarakat untuk menghirup debu
vulkanik dengan konsentrasi silika yang
tidak lebih dari 50 mikrograms/m3.

Gejala pernapasan akibat menghirup debu


vulkanik tergantung pada faktor-faktor
seperti konsentrasi partikel tersuspensi di
udara, proporsi partikel yang terhirup, lama
pajanan, kondisi meteorologi, dan faktor
individu.

Efek kesehatan yang terjadi pada pajanan


debu vulkanik bisa secara akut seperti
asma,bronchitis dan secara kronik yaitu
silikosis.
BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 Upaya Pengendalian Risiko Paparan Debu Silika


Beberapa kegiatan yang menghasilkan debu silika dan terhirup oleh
pekerjanya, dapat beresiko mengakibatkan kejadian penyakit silicosis. Guna
mencegah hal tersebut perlu adanya upaya-upaya untuk mengurangi risiko
terpaparnya debu silika. Upaya tersebut yaitu :
a. Subtitusi
Ganti material lain yang tidak mengandung kristalin silika adalah cara terbaik
untuk menghilangkan bahaya
b. Dust Containment system
Cara lain untuk menghilangkan bahaya adalah dengan memasang sistim
penampung debu seperti bag filter, dust collector, dll.
c. Metode Basah
Untuk pekerjaan pemotongan brick / batu tahan api yang dapat menimbulkan
debu silika gunakan dengan metode basah, basahi cutting wheel dan media
yang dipotong dengan air untuk mengurangi paparan debu di area kerja.
d. Ventilasi
Pasang local exhaust ventilation agar area kerja terbebas dari paparan debu
e. Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri seperti respirator, sebenarnya tidak menghilangkan
bahaya tetapi hanya melindungi pekerja dari paparan debu silika, pastikan
APD yang digunakan sudah seusuai dengan paparan debu silika yang ada
serta cara menggunakannya harus sesuai petunjuk pemasangannya.
f. Pengukuran Area Kerja
Pengukuran area kerja adalah metode untuk mengevaluasi paparan debu di
area kerja yang dapat digunakan sebagai panduan untuk menentukan tindak
lanjut perbaikan yang harus dilakukan, termasuk pemeriksaan kesehatan pada
pekerja yang terpapar
g. Pemerikasaan Kesehatan Berkala
Lakukan pemerikasaan kesehatan berkala khusus untuk pekerja yang terpapar
debu di area kerjanya, apabila ada indikasi silicosis rotasi pekerja tersebut di
area kerja yang mengandung debu silika sebagai upaya pencegahan penyakit
akibat kerja.
h. Personal Higiene
Sebagai upaya pencegahan silicosis yang masuk melalui mulut dan kulit, cuci
tangan dengan bersih sebelum makan dan minum, jangan merokok di area
yang terdapat paparan debu silika.
i. Sosialisasi
Lakukan sosialisasi secara menyeluruh kepada karyawan tentang bahaya
silika dan upaya pencegahannya, sesuai yang tertera pada MSDS.
j. Tanda Bahaya
Untuk material yang mengandung > 0.1 % silika pastikan dilengkapi dengan
MSDS.
4.2 Upaya Pengurangan Dampak Debu Vulkanik yang Mengandung Silika
Risiko negatif dari abu vulkanik yang sudah terdeposisi dapat diminimalkan
dengan memanfaatkan abu tersebut menjadi bahan yang berguna. Pasir dan abu
vulkanik yang mengadung silika dan besi merupakan pasir kualitas terbaik dapat
dijadikan campuran bahan bangunan berupa bahan beton dan bata ringan.
Demikian juga kandungan kimia dari abu vulkanik juga berguna untuk
memperkaya unsur hara tanah sehingga dapat dijadikan pupuk. Manfaat lainnya
adalah sebagai penjernih air. Pola silika pada abu vulkanik yang berujung runcing
membuat kemampuan pasir menyerap partikel yang tidak diinginkan jauh lebih
baik ketimbang pasir biasa. Peran pemerintah dalam mengenali tanda-tanda
bencana perlu diperkuat agar dapat memberikan pengarahan kepada masyarakat
dalam evakuasi. BNPB dan BPBD selaku lembaga yang berfungsi dalam
perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan
pengungsi serta pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana
diharapkan dapat bertindak secara cepat, tepat, efektif dan efisien dalam
meminimalisasi risiko bencana. Koordinasi dengan lembaga terkait terutama
Dinas Kesehatan sangat diperlukan untuk mengurangi dampak kesehatan yang
dialami masyarakat. Demikian juga, koordinasi dengan lembaga lainnya seperti
Badan Lingkungan Hidup, Palang Merah Indonesia serta LSM diperlukan untuk
penanganan dampak yang lebih lanjut.
BAB 5. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Silika merupakan suatu mineral dengan penyusun utama berupa
silikon dioksida (SiO2). Silika banyak dijumpai di alam dengan perkiraan
jumlahnya hingga 60% dari keseluruhan kerak bumi. Silika banyak
dijumpai berupa silika gel yang biasa digunakan untuk mengurangi kadar
kelembaban suatu produk. Selain itu, beberapa kegiatan industry juga
kerap menghasilkan limbah berupa debu silika. Debu silika yang terhirup
akan masuk pada paru-paru manusia dan dapat beresiko menyebabkan
silicosis.
5.2 Saran
Perlu adanya pengendalian dalam mengurangi risiko terpajannya
silika pada manusia. Seperti yang telah disebutkan pada pembahasan,
masyarakat juga harus diberi pengetahuan lebih mengenai bahaya silika
pada tubuh manusia terutama bagi pekerja yang beresiko untuk terpapar
langsung.
DAFTAR PUSTAKA

ADDIN Mendeley Bibliography CSL_BIBLIOGRAPHY Fauziyah, N. A.


(2015). CHARACTERIZATION OF PEG 4000/SiO 2 COMPOSITES (SiO2=
QUARTZ, AMORF, CRYSTOBALITE) BASED DYNAMIC MECHANICAL
ANALYSER (DMA). https://repository.its.ac.id/51619/1/undergraduated
thesis.pdf

Hibriza, R. Z., Afiuddin, A. E., & ... (2018). Identifikasi Karakteristik Limbah
Sand Blasting Di Industri Galangan Kapal. … Proceeding on Waste …, 2623,
2–7. https://journal.ppns.ac.id/index.php/CPWTT/article/view/452

Lamawuran, W. (2019). Pengaruh Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera)


terhadap Kadar TGF-β1 Jaringan Paru Mencit (Mus musculus) Balb/c
Terpajan Partikel Silika. Prosiding Semnas Sanitasi, 175-182.

MAKAMINAN, T. A. (2019). WAKTU DAN LAJU PENGERINGAN ALAT TRAY


DRYER DARI HASIL PEMBUATAN SILIKA GELBERBASIS AMPAS TEBU.

Regia, R. A., & Oginawati, D. K. (2017). POTENSI BAHAYA DEBU SILIKA


TERHADAP KESEHATAN PANDAI BESI DESA MEKARMAJU
KABUPATEN BANDUNG POTENTIAL HAZARD OF SILICA DUST TO
HEALTH OF BLACKSMITH IN MEKARMAJU VILLAGE, BANDUNG.
Jurnal Dampak Teknik Lingkungan UNAND, 2, 73–80.

Rokhim, S. Penilaian Risiko Terhadap Paparan Debu pada Perbaikan Ruangan.


Journal of Health Science and Prevention, 1(1), 45-51.

Salawati, L. (2017). SILIKOSIS. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 17(1), 20–26.

Siregar, W. W., Sihotang, S. H., Octavariny, R., & Perangin-Angin, M. W.


(2020). HUBUNGAN PAPARAN DEBU DENGAN GANGGUAN
PERNAFASAN PADA PEKERJA PEMBUATAN BATU BATA DI JATI
BARU KECAMATAN PAGAR MERBAU KABUPATEN DELI
SERDANG TAHUN 2020. JURNAL KESMAS DAN GIZI (JKG), 3(1), 74-
83.

Suhariyono, G. (2015). Analysis of free silica ( SiO2 ) in Respirable Dust with


Method of NIOSH 7500 (Analisa Silika Bebas ( SiO 2 ) dalam debu
respirabel dengan metode NIOSH 7500). Pusat Teknologi Keselamatan Dan
Metrologi Radiasi (PTKMR), 7500(October).

Widyawinata, R. (2020). Penyakit Silikosis: Penyebab, Gejala, dan Pengobatan •


Hello Sehat. Hello Health Group.
https://hellosehat.com/pernapasan/pernapasan-lainnya/penyakit-silikosis-
adalah/

Anda mungkin juga menyukai