Abstrak
36
sekaligus menggambarkan bagaimana proses 1) Daerah kantong produksi padi, dimana ter-
penerapannya selama ini. dapat banyak peralatan pertanian untuk pro-
2) Mempelajari keragaan peran pemerintah, ter- duksi (traktor pengolah tanah) dari pasca
utama Departemen Pertanian, Perindustrian, panen (thresher).
dan lembaga lain yang terkait, dalam pengem- 2) Pernah mendapat "program khusus" tentang
bangan peralatan pertanian mekanis. mekanisasi pertanian, misalnya Program Ban-
3) Mempelajari keikutsertaan swasta (pabrik dan tuan Presiden (Banpres).
penyalur) dalam penyediaan peralatan pertani- 3) Terdapat pabrik yang memproduksi peralatan
an tersebut. pertanian yang dimaksud, juga sarana penun-
jangnya, seperti : bengkel dan penyediaan suku
Metodologi cadang.
Berdasarkan kriteria tersebut, lokasi propinsi
Pangan, terutama beras, merupakan salah yang terpilih adalah beberapa kabupaten di Jawa
satu masalah strategis pembangunan nasional. Timur, yaitu Surabaya, Sidoarjo, Malang, La-
Karena kedudukannya sebagai komoditi politis, mongan, Madiun, Ngawi dan Nganjuk.
dalam pengadaan pangan secara nasional, se- Unit pengamatan terdiri atas tiga katagori
harusnya bisa diterapkan asas industrialisasi, yang kelompok : Pertama kelompok pemerintah, yaitu :
beberapa prinsipnya antara lain : diproduksi se- Perindustrian, Pertanian, Bappeda, dan Statistik
cara massal (mass production), bisa diterapkan pusat hingga desa. Kedua, kelompok swasta yang
asas skala ekonomi, dan memungkinkan diadakan terdiri atas pabrik produsen peralatan pertanian
pengurangan biaya per unit (cost reduction). Da- (besar dan kecil), pedagang penyaluran peralatan,
lam kerangka ini, mekanisasi di sektor produksi dan perbengkelan. Ketiga, kelompok pemakai
dan pengolahan pangan hampir merupakan ke- peralatan.
harusan.
Penerapan dan penyerapan peralatan meka-
nis bisa dipandang sebagai bagian usaha untuk Data
merubah sistim pertanian pangan, dari yang ber- Dua jenis data/informasi yang dikumpulkan,
corak tradisional ke komersial atau pertanian yaitu primer dan sekunder. Data primer diperoleh
industri. Adapun pembedaan secara umum antara dengan cara pengamatan dan wawancara semi
pertanian industri dan tradisional sebagai berikut berstruktur (Semi Structural Interview), dan
(Nataatmadja, 1984) : dengan pendekatan pemahaman pintas masalah
pedesaan (Rapid Rural Appraisal), RRA (lihat
Pertanian Industri Pertanian Tradisional Grandstaff dan Grandstaff (1985) dan Chambers
— Intensif modal — Intensif tenaga kerja (1980)). Sedang data sekunder diperoleh dari
Terkonsentrasi — Tersebar/terpencar-pen- dokumen-dokumen tercatat, resmi maupun tidak
Memperhatikan skala car resmi.
ekonomi — Tidak/kurang memper-
— Diproduksi massal hatikan skala ekonomi
— Orientasi pasar jelas — Tidak massal Perkembangan Penggunaan Peralatan Mekanis
— Mutu produksi terstandar — Tidak jelas
— Tidak terstandar Dari data yang dilaporkan Asian Productivity
Organization dalam Duff (1981), dapat diketahui
Sejalan dengan proses pergeseran dari per- tingkat rata-rata penggunaan peralatan pertanian
tanian tradisional ke pertanian industri, penyerap- tanaman pangan mekanik Indonesia diantara
an peralatan mekanis di sektor tanaman pangan negara-negara Asia lainnya (label 1). Secara
dihadapkan pada banyak kendala. Tiga kendala umum dapat dikatakan, bahwa kemampuan kita
utama yang dihadapi, yaitu penguasaan tekno- dalam penyerapan peralatan pertanian yang di-
logi, kelayakan ekonomi, dan kelembagaan. maksud relatif rendah.
Dan Direktorat Bina Produksi Tanaman
Unit dan Lokasi Penelitian Pangan (1984), telah dibuat proyeksi kebutuhan
Pemilihan lokasi penelitian secara umum di- peralatan mekanis untuk tanaman pangan ("be-
dasarkan, antara lain, atas : ras"), yang beberapa diantaranya seperti tampak
37
Tabel 1. Jumlah peralatan pertanian tanaman pangan per 1000 ha tanah garapan tahun 1979-1980 di negara-negara Asia.
Kode peralatan
Negara
Pa Ht Mt Hs Tt Tb Pn LI
Jepang - 50,4 26,9 - - 55,5 29,6 16,2
Taiwan 19,3 7,3 0,3 34,4 17,9 6,0 0,6 1,0
Republik Korea 0,0 11,4 0,1 41,3 13,2 9;7 0,6
Philipina 1,1 0,9 0,3 3,8 0,03 0,2
Thailand 2,0 1,4 0,3 5,9 - 0,03
Indonesia 0,03 0,02 0,01 2;1 0,01 0,01
Pakistan 0,1 - 0,4 0,1 - 0,05
Sri Lanka 1,1 1,0 1,8 1,5 0,01 0,05
India 2,2 0,01 0,3 0,5 - -
Nepal 0,4 0,02 0,1 0,1 0,8 0,1
Sumber : Asian Productivity Organization, dalam Duff, B. (1981).
Keterangan : - : data tidak tersedia atau dapat diabaikan.
Pa = Pompa Air, Ht = Hand Tractor, Mt = Traktor Mini, Hs = Hand Sprayer, Tt = Thresher Tangan, Tb =
Thresher Bermesin, Pn = Permanen, LI = Lain-lain.
Keadaan sekarang kemungkinan belum terjadi perubahan yang berarti.
38
Perkembangan penggunaan jenis peralatan Kabupaten Ngawi dan Nganjuk. Kenyataan ini
pasca panen, yaitu perontok gabah (thresher), Iebih jelas setelah dibandingkan dengan pemakai-
pada tahun 1974-1981, dapat diikuti pada Gambar an teknologi pengolah tanah tradisional, yaitu
2. Jika dilihat mulai 1979, perkembangan thresher ternak .
memperlihatkan kesamaan dengan traktor tangan. Pemanfaatan teknologi thresher bermesin di
Jawa Timur ditunjukkan dalam Tabel 5. Di
Lamongan, yang penyuluhan penggunaan thre-
Jumlah Thresher sher bermesin termasuk paling intensif di Jawa
(unit) Timur, pemanfaatannya oleh petani masih ter-
hitung rendah. Teknologi yang serba "manual"
6000 untuk perontokan padi agaknya masih lekat de-
ngan petani. Secara umum kenyataan ini men-
5000 •
dukung alasan tentang rendahnya penggunaan
teknologi tersebut di Indonesia dibanding dengan
4000 •
negara-negara Asia lainnya (Tabel 1).
3000
2000
Sumber Pengetahuan
1000
tentang
Teknologi Peralatan Pertanian
74 75 76 77 78 79 80 81 (Tahun) Mekanis : Traktor & Thresher
39
Tabel 4. Perbandingan pemanfaatan teknologi pengolahan Produksi
tanah antara ternak dan traktor di Jawa Timur, Pendapatan (ha)
1983.
(ton/ha)
Daerah Luas sawah Ternak Traktor 4,0 400
Ha 3,0 300
JaWa Timur 1 202 040 732 021 14 630
(100%) (60,90%) (1,22%) 2,0 200
Kab. Nganjuk 44 765 22 611 1 190 1,0 100
(100%) (50,51%) (2,66%)
— Kab. Ngawi 52 132 21 019 1 237
(100%) (40,32%) (2,37%) 76 77 78 79 80 81 82 83 84
Indonesia 9 560 477 2 282 955 89 938 Tahun
(100%) (23,88%) (1,22%)
Gambar 4. Perkembangan Produksi rata-rata per ha dan
Sumber : -Jawa Timur Dalam Angka 1983. Biro Pusat Statis- pendapatan riil/terdeflasi bruto pada Usahatani
tik, 1983. padi di Indonesia, 1976-1984.
Keterangan : = Produksi per ha
Tabel 5. Jumlah Thresher menurut jenisnya di WKPP = Pendapatan (rill) bruto per ha
Sukodadi, Lamongan, Jawa Timur, 1984.
Sumber: Ditjen Pertanian Pangan, 1984.
J enis Terdeflasi terhadap harga 8 bahan pokok di pedesaan.
Kecamatan Jumlah
Bermesin Pedal
("manual" )I)
40
yang menjadi salah satu kendalanya adalah harga Kedua; penyaluran peralatan pertanian, me-
traktor. Perlu diketahui harga traktor tangan, lalui program khusus pemerintah, terutama
pada saat penelitian dilakukan (1985) berkisar Bantuan Presiden (Ban Pres) yang dikelola Sekre-
dari Rp. 1,6 juta (untuk jenis buatan lokal/seder- tariat Negara. Cara ini lebih diarahkan untuk
hana) hingga Rp. 2,5 juta (untuk jenis rakitan demonstrasi pengenalan yang berimplikasi pada
pabrik besar kualitas built-up) per unit. kemudahan pemasaran bagi perusahaan peralatan.
Meskipun bantuan ini adalah kredit untuk petani,
Tabel 7. Perbandingan spesifikasi antara Thresher bermesin namun dalam kenyataan tidak seluruhnya dilunasi
dan Pedal/Erekan di Jawa Timur, 1985.
petani sesuai perjanjian. Tidak dilunasinya kredit
Jenis Thresher ini secara langsung tidak merugikan perusahaan
Diskripsi
Bermesin Pedal karena sudah dilunasi pemerintah. Cara ini tidak
lagi dilakukan pemerintah sejak pertengahan
Harga (Rp/unit) 300-600 ribu 12-30 ribu
Kapasitas (ton ga-
tahun 1980-an.
bah/hari) 3,5-10,0 0,3-2,0 Ketiga, penyaluran dengan penjualan sistem
Sumber tenaga Bensin/solar Manusia Pria kredit, yang merupakan bagian kegiatan Depar-
("blase) temen Koperasi, khususnya KUD. Cara ini masih
Tempat operasi Menetap, jauh Mobil, bisa dibawa terkait dengan program pemerintah, terutama
dari sawah ke tengah sawah untuk mengenalkan jenis peralatan perontok padi
Pembuatnya Pabrik Bisa oleh petani (thresher). Walaupun peralatan ini lebih banyak
sendiri diarahkan pada kelompok tani, namun dalam
Perawatan Relatif sukar Mudah kenyataan kemacetan pelunasan pembayarannya
dibebankan pada KUD.
Memperhatikan Tabel 5 dan 7, masih sedikit-
nya penggunaan thresher bermesin lebih banyak
berkaitan dengan mahalnya harga, biaya operasi
dan perawatannya. Sementara itu, alternatif
Pabrik Peralatan Pertanian/
teknologi yang lebih murah dan sederhana di
Perusahaan Swasta
pedesaan masih tersedia lebih dari cukup.
Kendala Kelembagaan
41
Di tingkat petani masalah kelembagaan yang mengakibatkan pilihan teknologi tidak lagi sepe-
tampak menyangkut aspek keorganisasian tani, nuhnya ditentukan oleh pemilik tanah. Padahal
orientasi budaya berproduksi, pemilikan tanah, yang biasanya tercatat sebagai anggota kelompok
serta sistem bagi hasil dan tebasan. Keorganisasi- tani, yang sekaligus sebagai sasaran penyuluhan,
an formal petani adalah kelompok-kelompok tani adalah petani pemilik. Teknologi peralatan meka-
yang pembentukannya disejajarkan dengan ke- nis umumnya kurang mendapat tempat pada
giatan produksi berdasar hamparan lahan atau petani pengedok, penyakap atau pemaro yang
blok irigasi. Kelompok tani tampak efektif untuk mengelola usahatani lahan sempit. Keadaan ini
tujuan penyaluran atau pembelian sarana produk- memang kurang menyedot penggunaan traktor
si (bibit, pupuk, dan obat-obatan), penentuan pengolah tanah.
waktu tanam, pembagian air, dan penyuluhan Sistem tebasan di Jawa Timur cukup ber-
yang terfokus pada kegiatan produksi padi. Ciri kembang. Biasanya penebas mempunyai hubung-
keorganisasian kelompok tani yang demikian an dengan kelompok bawon. Dalam penggunaan
hanya cocok untuk melancarkan penggunaan jenis peralatan perontok keputusannya lebih besar
traktor, yang sampai saat ini hanya terbatas untuk ditentukan oleh kelompok bawon. Kalau ada
pengolahan tanah. Sedang untuk peralatan pasca unsur "pemaksaan" untuk menggunakan jenis
panen seperti thresher, kurang terlihat manfaat- peralatan tertentu pada kelompok bawon, biasa-
nya. nya penebas dan pemilik yang akan menghadapi
Pengelompokan petani yang kurang mengi- resiko tidak mendapat buruh panen.
kuti ciri keorganisasian formal seperti kelompok Peranan pemerintah dalam mengembangkan
bawon, mempunyai kekuatan untuk menentukan penggunaan peralatan mekanis melalui program
jenis peralatan perontok padi. Sistem pemanenan penyuluhan banyak terhambat oleh tingkat ke-
dengan bawon merata di Jawa Timur. Buruh mampuan penyuluh (PPL) yang kurang terlatih
bawon umumnya petani-petani berlahan sempit dan tersedianya peralatan untuk demonstrasi
atau buruh tani. Jenis peralatan yang digunakan lapangan sangat langka. Di bidang pengembangan
untuk memanen dan merontokkan padi hampir rancang bangun peralatan kerjasama yang serasi
sepenuhnya tergantung pada bawon. Jenis per- antara Departemen Pertanian dan Perindustrian
alatan yang sederhana adalah tikar bambu atau belum menunjukkan terwujud. Pemerintah da-
karung goni untuk ngiles yang lebih baik lagi erah sendiri mengenai hal ini lebih banyak me-
adalah gebyos (alas untuk membanting padi yang nunggu pesan-pesan resmi dari pusat. Pelayanan
akan dirontokkan) yang dialasi tikar atau karung perkreditan untuk petani yang disalurkan secara
goni. Peralatan yang relatif mendekati thresher massal melalui KUD belum ada kekhususan untuk
adalah erekan, yang umumnya dimiliki oleh peralatan pertanian mekanis.
bawon secara berkelompok. Kelompok bawon ini Peranan Swasta, setelah berkurangnya pro-
relatif tidak terjangkau oleh kegiatan pembinaan gram-program khusus pemerintah, lebih ditunjuk-
dan penyuluhan. kan oleh berkembangnya perusahaan-perusahaan
Orientasi berproduksi bagi petani, yang kecil yang mencoba memproduksi peralatan
kebanyakan berlahan sempit tidak bisa sepenuh- dengan mereka-mereka sendiri kesesuaiannya
nya diarahkan ke pasar. Kebutuhan untuk meme- dengan petani. Jenis-jenis peralatan yang se-
nuhi konsumsi keluarga menyedot kira-kira se- mula diimpor dan kebanyakan dirakit oleh
paruh dari yang dihasilkan. Ini berimplikasi perusahaan-perusahaan besar, berangsur-angsur
kurang terbukanya peluang untuk investasi per- mulai ditiru oleh perusahaan-perusahaan kecil.
alatan mekanis yang umumnya menuntut keter- Walaupun teknik pembuatannya masih kasar,
aturan penyediaan uang tunai relatif besar untuk namun dari segi fungsinya bisa memenuhi keper-
ukuran petani kecil. Sementara itu, pembelian luan petani. Dalam memproduksi alat, perusaha-
ternak sapi masih menjadi andalan untuk peman- an-perusahaan kecil ini, disamping bisa menekan
faatan perolehan uang tunai. harga, mampu menciptakan pasar dengan ber-
Adanya perbedaan pemilikan tanah di ka- tambahnya jumlah pesanan langsung dari petani,
langan petani membawa akibat berkembangnya dan dengan sistem pembayaran yang bisa "dimu-
sistem bagi hasil, yang antara lain dikenal sebagai syawarahkan" antara petani dan perusahaan.
kedokan, sakap, dan maro. Adanya sistem ini
42
Kesimpulan dan Saran 5. Pengembangan penggunaan thresher manual
di daerah sebaiknya memperhatikan masalah
1. Para tenaga PPL kebanyakan belum dibekali kelembagaan dan kelompok penderep. Ka-
pengetahuan cukup untuk menyuluhkan per- rena, dalam keputusan penggunaan teknologi
alatan pertanian canggih, seperti traktor peralatan panen dan perontokan padi, kelom-
tangan dan thresher bermesin. Selain itu, ke- pok penderep memiliki peran besar. Berkaitan
giatan penyuluhan selama ini masih terpusat dengan itu, selain perlu dibekali penguasaan
pada saprodi. teknis lebih baik, PPL perlu dibekali pengeta-
2. Walaupun di satu pihak gejala berkembang- huan tentang aspek ekonomi dan sosial peng-
nya peralatan pertanian mekanis semakin gunaan thresher.
tampak, dipihak lain terjadi juga perkembang-
an penggunaan peralatan manual sederhana Daftar Pustaka
sebagai hasil rekayasa domestik yang kreatif.
Chambers, R. 1980. Metode Pintas Dalam Pengumpulan Data
Terutama untuk jenis thresher, di Jawa Timur
Sosial Untuk Proyek-proyek Pembangunan Pedesaan.
banyak berkembang yang berteknologi Universitas Satya Wacana. Salatiga.
manual (Kenyataan ini agak berbeda dengan Direktorat Bina Produksi, Departemen Pertanian Jakarta.
kasus di Sumatera Barat). 1985. Daftar Inventarisasi Alat dan Mesin Pertanian
3. Khususnya di Jawa Timur, pengadaan thres- 1978/1981.
her manual sebaiknya diarahkan diproduksi Duff, B. 1984. The Composition and Impact of Small Farm
Mechanization in Asia. dalam Conscuences of Small Farm
oleh industri skala kecil, yang bisa ditangani Mechanization in Indonesia : Proceeding of Workshop.
oleh tenaga-tenaga menengah yang tersedia di Edisi Khusus Forum Agro Ekonomi. Pusat Penelitian
kota kecamatan dan kabupaten. Dengan Agro Ekonomi. Bogor.
demikian, tanpa mengabaikan kegunaan tek- Grandstaff, S.W. and T.B. Grandstaff. 1985. Wawancara
Semi Struktural. Khon Kaen University. Bangkok.
nologinya, pengadaan thresher manual ini bisa
Kantor Statistik Jawa Timur. 1983. Jawa Timur Dalam
memperluas kesempatan kerja di wilayah Angka. Surabaya.
setempat. Nataatmadja, N. 1984. Prospect and Constraints of Farm
4. Dengan berkembangnya kemampuan rekayasa Mechanization and Agro Industry. Indonesian Agricul-
domestik untuk traktor tangan sederhana, se- tural Research and Development Journal, 6 (I & 2): 16-23.
Pranadji, T. 1985. Beberapa Aspek yang Berkaitan Dengan
baiknya industri skala menengah yang mulai
Penyediaan dan Penggunaan Peralatan Pertanian Meka-
tampak berkembang di kota-kota kabupaten nis di Indonesia. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Bogor.
diberi kesempatan lebih banyak untuk ikut Siregar, M. 1985. Dampak Perubahan Teknologi Pasca Panen
memproduksi jenis traktor sederhana. Sedang Padi di Sumatera Barat. Jurnal Penelitian dan Pengem-
industri-industri berskala besar di pusat kota bangan Pertanian 4 (4). Pusat Penelitian Agro Ekonomi.
Bogor.
diberi peran untuk penyediaan mesin dan suku
cadang, yang pembuatannya membutuhkan
tingkat teknologi tinggi.
43