Anda di halaman 1dari 8

KENDALA PENYERAPAN PERALATAN

PERTANIAN MEKANIS DI JAWA TIMUR


Oleh :
Tri Pranadji dan Rini Budiantio

Abstrak

Penerapan teknologi peralatan pertanian mekanis merupakan satu tahapan menuju


industrialisasi pertanian yang bertujuan memperbesar nilai tambah untuk diarahkan pada
peningkatan kesejahteraan petani. Penelitian ini mencoba mempelajari kendala penyerap-
an peralatan mekanis, khususnya traktor tangan untuk pengolahan tanah dan thresher
dalam kegiatan panen. Dengan mengambil kasus di Jawa Timur diperoleh beberapa
gambaran, antara lain : walaupun secara berangsur-angsur teknologi traktor bisa diterima
petani, namun masalah kurang adanya modifikasi teknis dan kurang didukung oleh sarana
perbengkelan lokal. Sistem pemasaran, yang semula disalurkan melalui program-program
bantuan, dan kurangnya penguasaan pengetahuan mengenai hal ini oleh PPL juga menjadi
penyebab kurang lancarnya penerimaan teknologi ini di tingkat petani. Kendala untuk
thresher, terutama masih berkembangnya teknologi-teknologi yang relatif lebih sederhana
di kalangan petani penderep. Disamping itu keputusan penggunaan jenis teknologi peron-
tokan padi ini lebih banyak ditentukan oleh buruh penderep, bawon.

Pendahuluan Bagaimanapun juga program-program di-


susun agar peralatan mekanis semakin meluas,
Latar Belakang pada akhirnya perlu diketahui sampai tingkat
Pada dekade 1970-an, pemerintah lebih mana hal tersebut bisa terserap oleh pemakainya,
menggalakkan program mekanisasi pertanian, yaitu : petani. Masalahnya bukan hanya terletak
terutama pada daerah-daerah berlahan beririgasi pada kemampuan petani, melainkan juga pada
untuk padi. Antara akhir 1970-an dan awal 1980- ketepatan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
an, penelitian tentang mekanisasi, terutama peng- kemampuan di bidang rekayasa teknik, dan kela-
gunaan traktor banyak dilakukan. Sebagian besar yakannya untuk melibatkan swasta memproduksi
dari penelitian tersebut, lebih terpusat pada usaha dan memasarkan peralatan pertanian tersebut
untuk menjawab pertanyaan "Sampai seberapa secara massal. Dalam penelitian ini masalahnya
jauh manfaat dan kerugian yang dialami petani dibatasi pada peralatan mekanis jenis traktor
dan masyarakat pedesaan dalam aspek pendapat- pengolah tanah dan perontok padi (thresher).
an dan ketenagakerjaan". Tentang bagaimana
program mekanisasi ini terkait dengan sistem Tujuan Penelitian
industri pertanian secara lebih luas agaknya belum Secara umum, penelitian ini bertujuan mem-
banyak dibahas. pelajari kendala-kendala penyerapan peralatan
Sejalan dengan usaha ke arah industrialisasi mekanis (traktor dan thresher) pada usahatani
pertanian, mekanisasi di sektor tanaman pangan padi. Lebih terinci penelitian ini bertujuan untuk:
(padi) merupakan proses yang tidak dapat dihin- 1) Mempelajari seberapa jauh kemampuan pe-
dari. Tertinggalnya nenggunaan peralatan meka- tani menyerap peralatan mekanis di atas, yang
nis di sektor tanaman pangan, bisa dipandang
sebagai salah satu tanda bahwa tahap kita men-
capai era industri pertanian masih jauh dari sasar-
an. I) Staf Peneliti, Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Bogor.

36
sekaligus menggambarkan bagaimana proses 1) Daerah kantong produksi padi, dimana ter-
penerapannya selama ini. dapat banyak peralatan pertanian untuk pro-
2) Mempelajari keragaan peran pemerintah, ter- duksi (traktor pengolah tanah) dari pasca
utama Departemen Pertanian, Perindustrian, panen (thresher).
dan lembaga lain yang terkait, dalam pengem- 2) Pernah mendapat "program khusus" tentang
bangan peralatan pertanian mekanis. mekanisasi pertanian, misalnya Program Ban-
3) Mempelajari keikutsertaan swasta (pabrik dan tuan Presiden (Banpres).
penyalur) dalam penyediaan peralatan pertani- 3) Terdapat pabrik yang memproduksi peralatan
an tersebut. pertanian yang dimaksud, juga sarana penun-
jangnya, seperti : bengkel dan penyediaan suku
Metodologi cadang.
Berdasarkan kriteria tersebut, lokasi propinsi
Pangan, terutama beras, merupakan salah yang terpilih adalah beberapa kabupaten di Jawa
satu masalah strategis pembangunan nasional. Timur, yaitu Surabaya, Sidoarjo, Malang, La-
Karena kedudukannya sebagai komoditi politis, mongan, Madiun, Ngawi dan Nganjuk.
dalam pengadaan pangan secara nasional, se- Unit pengamatan terdiri atas tiga katagori
harusnya bisa diterapkan asas industrialisasi, yang kelompok : Pertama kelompok pemerintah, yaitu :
beberapa prinsipnya antara lain : diproduksi se- Perindustrian, Pertanian, Bappeda, dan Statistik
cara massal (mass production), bisa diterapkan pusat hingga desa. Kedua, kelompok swasta yang
asas skala ekonomi, dan memungkinkan diadakan terdiri atas pabrik produsen peralatan pertanian
pengurangan biaya per unit (cost reduction). Da- (besar dan kecil), pedagang penyaluran peralatan,
lam kerangka ini, mekanisasi di sektor produksi dan perbengkelan. Ketiga, kelompok pemakai
dan pengolahan pangan hampir merupakan ke- peralatan.
harusan.
Penerapan dan penyerapan peralatan meka-
nis bisa dipandang sebagai bagian usaha untuk Data
merubah sistim pertanian pangan, dari yang ber- Dua jenis data/informasi yang dikumpulkan,
corak tradisional ke komersial atau pertanian yaitu primer dan sekunder. Data primer diperoleh
industri. Adapun pembedaan secara umum antara dengan cara pengamatan dan wawancara semi
pertanian industri dan tradisional sebagai berikut berstruktur (Semi Structural Interview), dan
(Nataatmadja, 1984) : dengan pendekatan pemahaman pintas masalah
pedesaan (Rapid Rural Appraisal), RRA (lihat
Pertanian Industri Pertanian Tradisional Grandstaff dan Grandstaff (1985) dan Chambers
— Intensif modal — Intensif tenaga kerja (1980)). Sedang data sekunder diperoleh dari
Terkonsentrasi — Tersebar/terpencar-pen- dokumen-dokumen tercatat, resmi maupun tidak
Memperhatikan skala car resmi.
ekonomi — Tidak/kurang memper-
— Diproduksi massal hatikan skala ekonomi
— Orientasi pasar jelas — Tidak massal Perkembangan Penggunaan Peralatan Mekanis
— Mutu produksi terstandar — Tidak jelas
— Tidak terstandar Dari data yang dilaporkan Asian Productivity
Organization dalam Duff (1981), dapat diketahui
Sejalan dengan proses pergeseran dari per- tingkat rata-rata penggunaan peralatan pertanian
tanian tradisional ke pertanian industri, penyerap- tanaman pangan mekanik Indonesia diantara
an peralatan mekanis di sektor tanaman pangan negara-negara Asia lainnya (label 1). Secara
dihadapkan pada banyak kendala. Tiga kendala umum dapat dikatakan, bahwa kemampuan kita
utama yang dihadapi, yaitu penguasaan tekno- dalam penyerapan peralatan pertanian yang di-
logi, kelayakan ekonomi, dan kelembagaan. maksud relatif rendah.
Dan Direktorat Bina Produksi Tanaman
Unit dan Lokasi Penelitian Pangan (1984), telah dibuat proyeksi kebutuhan
Pemilihan lokasi penelitian secara umum di- peralatan mekanis untuk tanaman pangan ("be-
dasarkan, antara lain, atas : ras"), yang beberapa diantaranya seperti tampak

37
Tabel 1. Jumlah peralatan pertanian tanaman pangan per 1000 ha tanah garapan tahun 1979-1980 di negara-negara Asia.
Kode peralatan
Negara
Pa Ht Mt Hs Tt Tb Pn LI
Jepang - 50,4 26,9 - - 55,5 29,6 16,2
Taiwan 19,3 7,3 0,3 34,4 17,9 6,0 0,6 1,0
Republik Korea 0,0 11,4 0,1 41,3 13,2 9;7 0,6
Philipina 1,1 0,9 0,3 3,8 0,03 0,2
Thailand 2,0 1,4 0,3 5,9 - 0,03
Indonesia 0,03 0,02 0,01 2;1 0,01 0,01
Pakistan 0,1 - 0,4 0,1 - 0,05
Sri Lanka 1,1 1,0 1,8 1,5 0,01 0,05
India 2,2 0,01 0,3 0,5 - -
Nepal 0,4 0,02 0,1 0,1 0,8 0,1
Sumber : Asian Productivity Organization, dalam Duff, B. (1981).
Keterangan : - : data tidak tersedia atau dapat diabaikan.
Pa = Pompa Air, Ht = Hand Tractor, Mt = Traktor Mini, Hs = Hand Sprayer, Tt = Thresher Tangan, Tb =
Thresher Bermesin, Pn = Permanen, LI = Lain-lain.
Keadaan sekarang kemungkinan belum terjadi perubahan yang berarti.

pada Tabel 2. Sedangkan Tabel 3 memperlihatkan Perkembangan penggunaan peralatan per-


kemampuan industri dalam negeri dalam penye- tarlian mekanis jenis traktor untuk pengolahan
diaan peralatan tersebut. Secara garis besar ter- tanah sawah, 1974-1981, dapat diikuti pada Gam-
lihat, bahwa kemampuan industri dalam negeri bar 1. Tampak bahwa perkembangan menonjol
kita relatif besar dibanding tingkat kebutuhan. pada penggunaan jenis traktor tangan, terutama
Masalahnya yang utama, adalah bagaimana per- sejak 1979, walaupun sejak 1974 kecenderungan
alatan tersebut mampu diserap, terutama dl ting- peningkatan penggunaannya sudah terlihat. Ini
kat petani. Pengkajian terhadap kendala-kendala berlaku juga untuk jenis traktor mini, dan tidak
yang berkaitan dengan penyerapan peralatan ter- untuk traktor besar.
sebut menjadi penting diketengahkan. Bahasan
berikutnya dipusatkan pada traktor dan thresher.
Tabel 2. Proyeksi kebutuhan peralatan pertanian mekanis Jumlah Traktor
di Indonesia, 1984-1988. (unit)
Jenis peralatan 1984 1988 Perkembangan
(unit) (unit) 1984-1988 5000
(%)
4000
Traktor 19 200 39 840 107,5
Sprayer 63 000 110 180 74,89 3000
Thresher 36 600 42 350 15,71
RMU 6 600 6 520 -1,21 2000 -
Dryer 5 500 6 380 16,00
Sumber : Direktorat Bina Produksi Tanaman Pangan, Depar- 1000 •
temen Pertanian, 1984. •- --------
Tabel 3. Kemampuan industri dalam negeri dalam penye-
74 75 76 77 78 79 80 81 (Tahun)
diaan peralatan pertanian, 1984.
Gambar 1. Perkembangan (tingkat) pemakaian traktor
Jenis peralatan Satuan (unit)
(besar, mini dan tangan) di Indonesia, 1974-1981.
Traktor tangan 16 000
42 000 Keterangan : = Traktor Tangan
Sprayer
= Traktor Mini
Thresher 37 200
= Traktor Besar
Dryer 10 000
Sumber : Direktorat Bina Produksi Tanaman Pangan, Depar-
Sumber : Alsintani, majalah Promosi EKONOMI, 1984. temen Pertanian, 1982.

38
Perkembangan penggunaan jenis peralatan Kabupaten Ngawi dan Nganjuk. Kenyataan ini
pasca panen, yaitu perontok gabah (thresher), Iebih jelas setelah dibandingkan dengan pemakai-
pada tahun 1974-1981, dapat diikuti pada Gambar an teknologi pengolah tanah tradisional, yaitu
2. Jika dilihat mulai 1979, perkembangan thresher ternak .
memperlihatkan kesamaan dengan traktor tangan. Pemanfaatan teknologi thresher bermesin di
Jawa Timur ditunjukkan dalam Tabel 5. Di
Lamongan, yang penyuluhan penggunaan thre-
Jumlah Thresher sher bermesin termasuk paling intensif di Jawa
(unit) Timur, pemanfaatannya oleh petani masih ter-
hitung rendah. Teknologi yang serba "manual"
6000 untuk perontokan padi agaknya masih lekat de-
ngan petani. Secara umum kenyataan ini men-
5000 •
dukung alasan tentang rendahnya penggunaan
teknologi tersebut di Indonesia dibanding dengan
4000 •
negara-negara Asia lainnya (Tabel 1).
3000

2000
Sumber Pengetahuan
1000
tentang
Teknologi Peralatan Pertanian
74 75 76 77 78 79 80 81 (Tahun) Mekanis : Traktor & Thresher

Gambar 2. Perkembangan (tingkat) pemakaian Thresher di


Indonesia, 1974-1981.
Sumber : Direktorat Bjna Produksi Tanaman Pangan, Depar- Aliran Penguasaan Teknologi
temen Pertanian, 1982.

Kendala Penguasaan Teknologi

Di tingkat petani masalah utama penyerapan


teknologi traktor dan thresher terbentur pada
kurangnya ketrampilan mereka di bidang pengua-
saan teknologinya. Hal ini banyak berkaitan Peme intah (7) Swasta
dengan kurangnya penyuluhan yang terpokus
pada alih ketrampilan di bidang penggunaan per-
alatan di atas. Ada kesan seakan-akan penyerap-
an teknologi di atas akan bisa terjelma dengan
sendirinya sebagai hasil usaha aktif petani. (7) (7)
Gambar 3 merupakan gambaran sederhana
bagaimana aliran penguasaan teknologi yang di-
maksud sampai ke petani kurang lancar. (Tanda
"?" menggambarkan dimana terjadinya letak
kekurang lancaran tersebut). Keterlibatan peme- Petani
rintah, swasta, dan kerjasama diantara keduanya
akan ikut mempengaruhi alih teknologi tersebut
sampai ke petani. Tanda "?" menggambarkan letak terjadinya kekurang lancar-
an penyuluhan, ketrampilan dalam penguasaan
Sebagai gambaran sampai sejauh mana
teknologi.
teknologi traktor dimanfaatkan di Jawa Timur
diperlihatkan Tabel 4. Pemanfaatan teknologi Gambar 3. Aliran penguasaan teknologi peralatan pertani-
an mekanis ke petani melalui saluran pemerintah
traktor yang relatif rendah terlihat di daerah dan swasta.
sentra produksi padi di Jatim, antara lain di

39
Tabel 4. Perbandingan pemanfaatan teknologi pengolahan Produksi
tanah antara ternak dan traktor di Jawa Timur, Pendapatan (ha)
1983.
(ton/ha)
Daerah Luas sawah Ternak Traktor 4,0 400
Ha 3,0 300
JaWa Timur 1 202 040 732 021 14 630
(100%) (60,90%) (1,22%) 2,0 200
Kab. Nganjuk 44 765 22 611 1 190 1,0 100
(100%) (50,51%) (2,66%)
— Kab. Ngawi 52 132 21 019 1 237
(100%) (40,32%) (2,37%) 76 77 78 79 80 81 82 83 84
Indonesia 9 560 477 2 282 955 89 938 Tahun
(100%) (23,88%) (1,22%)
Gambar 4. Perkembangan Produksi rata-rata per ha dan
Sumber : -Jawa Timur Dalam Angka 1983. Biro Pusat Statis- pendapatan riil/terdeflasi bruto pada Usahatani
tik, 1983. padi di Indonesia, 1976-1984.
Keterangan : = Produksi per ha
Tabel 5. Jumlah Thresher menurut jenisnya di WKPP = Pendapatan (rill) bruto per ha
Sukodadi, Lamongan, Jawa Timur, 1984.
Sumber: Ditjen Pertanian Pangan, 1984.
J enis Terdeflasi terhadap harga 8 bahan pokok di pedesaan.
Kecamatan Jumlah
Bermesin Pedal
("manual" )I)

buah ke tahun, kemungkinan berkaitan dengan pengu-


rangan biaya. Ditinjau dari segi ini agaknya tidak
Sukodadi 3 449 452
sepenuhnya benar. Dari pengamatan di Ngawi
(0,66) (99,34) (100)
dan Nganjuk (1984), mengolah tanah dengan
Babat 12 108 120
menggunakan traktor sedikit lebih mahal diban-
(10,00) (90,00) (100)
ding dengan ternak (Tabel 6). Penelitian yang
Sekaran 3 713 716
dilakukan Siregar (1984) menggambarkan hal
(0,42) (99,58) (100)
yang sebaliknya.
I) Thresher jenis pedal ("manual"), menurut istilah lokal :
("erekan"). Tabel 6. Perbandingan ongkos pengolahan tanah sawah
antara menggunakan Traktor tangan dan Ternak
di Kabupaten Ngawi-Nganjuk, 1984.
Beberapa Kendala Ekonomi
Traktor tangan Ternak
Jenis pekerjaan
Penyerapan teknologi baru semacam peralat- Rp/ha
an mekanis, yang termasuk barang mahal bagi Bruj ul I ) 0 30 000*
petani, akan ditentukan oleh kemampuan usaha- Traktor 40 000** 0
tani padi memberikan pendapatan. Gambaran Macul2) 12 000 12 000
perkembangan produksi dan pendapatan usaha- Garu3) 8 000 8 000
tani padi secara nasional dapat diikuti pada *) Makan dijamin yang punya sawah
Gambar 4. Secara umum dapat dikatakan, hampir **) Sudah termasuk makan dan minum
selama sepuluh tahun terakhir sub sektor usaha- I) 9 hari x Rp. 2.000,— = Rp. 18.000,— per hektar
tani padi relatif tidak memberikan peningkatan 2) 12 orang x Rp. 1.000,—/hr/orang = Rp. 12.000/hari/ha
pendapatan riil bruto per ha. 3) 4 orang x Rp. 2.000,—/hari = Rp. 8.000,—/hari/ha.
Dalam rentang waktu yang relatif sama,
dengan memperhatikan Gambar 1 dan 4, perkem- Masalah yang berkaitan dengan tinggi atau
bangan jumlah traktor di Indonesia agaknya tidak rendahnya biaya pengolahan tanah antara meng-
berkaitan dengan pendapatan riil bruto pada gunakan traktor dan ternak, saat ini agaknya
usahatani padi. Adanya kecenderungan peng- masih sukar dijadikan bagian kendala penting
gunaan traktor yang terus meningkat dari tahun penyerapannya di tingkat petani. Kemungkinan

40
yang menjadi salah satu kendalanya adalah harga Kedua; penyaluran peralatan pertanian, me-
traktor. Perlu diketahui harga traktor tangan, lalui program khusus pemerintah, terutama
pada saat penelitian dilakukan (1985) berkisar Bantuan Presiden (Ban Pres) yang dikelola Sekre-
dari Rp. 1,6 juta (untuk jenis buatan lokal/seder- tariat Negara. Cara ini lebih diarahkan untuk
hana) hingga Rp. 2,5 juta (untuk jenis rakitan demonstrasi pengenalan yang berimplikasi pada
pabrik besar kualitas built-up) per unit. kemudahan pemasaran bagi perusahaan peralatan.
Meskipun bantuan ini adalah kredit untuk petani,
Tabel 7. Perbandingan spesifikasi antara Thresher bermesin namun dalam kenyataan tidak seluruhnya dilunasi
dan Pedal/Erekan di Jawa Timur, 1985.
petani sesuai perjanjian. Tidak dilunasinya kredit
Jenis Thresher ini secara langsung tidak merugikan perusahaan
Diskripsi
Bermesin Pedal karena sudah dilunasi pemerintah. Cara ini tidak
lagi dilakukan pemerintah sejak pertengahan
Harga (Rp/unit) 300-600 ribu 12-30 ribu
Kapasitas (ton ga-
tahun 1980-an.
bah/hari) 3,5-10,0 0,3-2,0 Ketiga, penyaluran dengan penjualan sistem
Sumber tenaga Bensin/solar Manusia Pria kredit, yang merupakan bagian kegiatan Depar-
("blase) temen Koperasi, khususnya KUD. Cara ini masih
Tempat operasi Menetap, jauh Mobil, bisa dibawa terkait dengan program pemerintah, terutama
dari sawah ke tengah sawah untuk mengenalkan jenis peralatan perontok padi
Pembuatnya Pabrik Bisa oleh petani (thresher). Walaupun peralatan ini lebih banyak
sendiri diarahkan pada kelompok tani, namun dalam
Perawatan Relatif sukar Mudah kenyataan kemacetan pelunasan pembayarannya
dibebankan pada KUD.
Memperhatikan Tabel 5 dan 7, masih sedikit-
nya penggunaan thresher bermesin lebih banyak
berkaitan dengan mahalnya harga, biaya operasi
dan perawatannya. Sementara itu, alternatif
Pabrik Peralatan Pertanian/
teknologi yang lebih murah dan sederhana di
Perusahaan Swasta
pedesaan masih tersedia lebih dari cukup.

Kendala Kelembagaan

Dilihat dari segi rantai pemasaran, sampai- 1


nya peralatan pertanian ke petani terbagi dalam Bagian BanPres Departemen
tiga jenis saluran (Gambar 6). Pertama, melalui Pemasaran Sekneg Koperasi
bagian pemasaran dari perusahaan (swasta). Un-
tuk menjangkau konsumen pemakai peralatan Dealer/
atau petani, perusahaan menyalurkannya lewat INKUD
Sub Dealer
agen-agen penjual pada toko-toko di kota kabu-
paten. Melalui agen-agen ini transaksi langsung
antara perusahaan dan petani dilakukan. KUD
Sistem penjualan langsung ke petani ini, ter-
Toko Penjual Kelompok
utama untuk traktor, biasanya melalui cara
Eceran/Suku Tani
pesanan. Pembayarannya umumnya dilakukan
cadang
dengan cara kredit dengan uang muka sekitar
50%, dengan lama pelunasan dua hingga tiga
musim tanam padi atau sekitar satu hingga satu
i
Petani Pemilik/Pemakai Peralatan Pertanian
setengah tahun. Pembayaran sistem tunai jarang Traktor dan Thresher
terjadi, mengingat kekurang mampuan penyedia-
an uang tunai bagi petani. Pelunasan kredit biasa-
nya hanya dengan beberapa kali bayar, mengikuti Gambar 5. Rantai pemasaran peralatan pertanian (Traktor
musim dan hasil panen padi. dan Thresher).

41
Di tingkat petani masalah kelembagaan yang mengakibatkan pilihan teknologi tidak lagi sepe-
tampak menyangkut aspek keorganisasian tani, nuhnya ditentukan oleh pemilik tanah. Padahal
orientasi budaya berproduksi, pemilikan tanah, yang biasanya tercatat sebagai anggota kelompok
serta sistem bagi hasil dan tebasan. Keorganisasi- tani, yang sekaligus sebagai sasaran penyuluhan,
an formal petani adalah kelompok-kelompok tani adalah petani pemilik. Teknologi peralatan meka-
yang pembentukannya disejajarkan dengan ke- nis umumnya kurang mendapat tempat pada
giatan produksi berdasar hamparan lahan atau petani pengedok, penyakap atau pemaro yang
blok irigasi. Kelompok tani tampak efektif untuk mengelola usahatani lahan sempit. Keadaan ini
tujuan penyaluran atau pembelian sarana produk- memang kurang menyedot penggunaan traktor
si (bibit, pupuk, dan obat-obatan), penentuan pengolah tanah.
waktu tanam, pembagian air, dan penyuluhan Sistem tebasan di Jawa Timur cukup ber-
yang terfokus pada kegiatan produksi padi. Ciri kembang. Biasanya penebas mempunyai hubung-
keorganisasian kelompok tani yang demikian an dengan kelompok bawon. Dalam penggunaan
hanya cocok untuk melancarkan penggunaan jenis peralatan perontok keputusannya lebih besar
traktor, yang sampai saat ini hanya terbatas untuk ditentukan oleh kelompok bawon. Kalau ada
pengolahan tanah. Sedang untuk peralatan pasca unsur "pemaksaan" untuk menggunakan jenis
panen seperti thresher, kurang terlihat manfaat- peralatan tertentu pada kelompok bawon, biasa-
nya. nya penebas dan pemilik yang akan menghadapi
Pengelompokan petani yang kurang mengi- resiko tidak mendapat buruh panen.
kuti ciri keorganisasian formal seperti kelompok Peranan pemerintah dalam mengembangkan
bawon, mempunyai kekuatan untuk menentukan penggunaan peralatan mekanis melalui program
jenis peralatan perontok padi. Sistem pemanenan penyuluhan banyak terhambat oleh tingkat ke-
dengan bawon merata di Jawa Timur. Buruh mampuan penyuluh (PPL) yang kurang terlatih
bawon umumnya petani-petani berlahan sempit dan tersedianya peralatan untuk demonstrasi
atau buruh tani. Jenis peralatan yang digunakan lapangan sangat langka. Di bidang pengembangan
untuk memanen dan merontokkan padi hampir rancang bangun peralatan kerjasama yang serasi
sepenuhnya tergantung pada bawon. Jenis per- antara Departemen Pertanian dan Perindustrian
alatan yang sederhana adalah tikar bambu atau belum menunjukkan terwujud. Pemerintah da-
karung goni untuk ngiles yang lebih baik lagi erah sendiri mengenai hal ini lebih banyak me-
adalah gebyos (alas untuk membanting padi yang nunggu pesan-pesan resmi dari pusat. Pelayanan
akan dirontokkan) yang dialasi tikar atau karung perkreditan untuk petani yang disalurkan secara
goni. Peralatan yang relatif mendekati thresher massal melalui KUD belum ada kekhususan untuk
adalah erekan, yang umumnya dimiliki oleh peralatan pertanian mekanis.
bawon secara berkelompok. Kelompok bawon ini Peranan Swasta, setelah berkurangnya pro-
relatif tidak terjangkau oleh kegiatan pembinaan gram-program khusus pemerintah, lebih ditunjuk-
dan penyuluhan. kan oleh berkembangnya perusahaan-perusahaan
Orientasi berproduksi bagi petani, yang kecil yang mencoba memproduksi peralatan
kebanyakan berlahan sempit tidak bisa sepenuh- dengan mereka-mereka sendiri kesesuaiannya
nya diarahkan ke pasar. Kebutuhan untuk meme- dengan petani. Jenis-jenis peralatan yang se-
nuhi konsumsi keluarga menyedot kira-kira se- mula diimpor dan kebanyakan dirakit oleh
paruh dari yang dihasilkan. Ini berimplikasi perusahaan-perusahaan besar, berangsur-angsur
kurang terbukanya peluang untuk investasi per- mulai ditiru oleh perusahaan-perusahaan kecil.
alatan mekanis yang umumnya menuntut keter- Walaupun teknik pembuatannya masih kasar,
aturan penyediaan uang tunai relatif besar untuk namun dari segi fungsinya bisa memenuhi keper-
ukuran petani kecil. Sementara itu, pembelian luan petani. Dalam memproduksi alat, perusaha-
ternak sapi masih menjadi andalan untuk peman- an-perusahaan kecil ini, disamping bisa menekan
faatan perolehan uang tunai. harga, mampu menciptakan pasar dengan ber-
Adanya perbedaan pemilikan tanah di ka- tambahnya jumlah pesanan langsung dari petani,
langan petani membawa akibat berkembangnya dan dengan sistem pembayaran yang bisa "dimu-
sistem bagi hasil, yang antara lain dikenal sebagai syawarahkan" antara petani dan perusahaan.
kedokan, sakap, dan maro. Adanya sistem ini

42
Kesimpulan dan Saran 5. Pengembangan penggunaan thresher manual
di daerah sebaiknya memperhatikan masalah
1. Para tenaga PPL kebanyakan belum dibekali kelembagaan dan kelompok penderep. Ka-
pengetahuan cukup untuk menyuluhkan per- rena, dalam keputusan penggunaan teknologi
alatan pertanian canggih, seperti traktor peralatan panen dan perontokan padi, kelom-
tangan dan thresher bermesin. Selain itu, ke- pok penderep memiliki peran besar. Berkaitan
giatan penyuluhan selama ini masih terpusat dengan itu, selain perlu dibekali penguasaan
pada saprodi. teknis lebih baik, PPL perlu dibekali pengeta-
2. Walaupun di satu pihak gejala berkembang- huan tentang aspek ekonomi dan sosial peng-
nya peralatan pertanian mekanis semakin gunaan thresher.
tampak, dipihak lain terjadi juga perkembang-
an penggunaan peralatan manual sederhana Daftar Pustaka
sebagai hasil rekayasa domestik yang kreatif.
Chambers, R. 1980. Metode Pintas Dalam Pengumpulan Data
Terutama untuk jenis thresher, di Jawa Timur
Sosial Untuk Proyek-proyek Pembangunan Pedesaan.
banyak berkembang yang berteknologi Universitas Satya Wacana. Salatiga.
manual (Kenyataan ini agak berbeda dengan Direktorat Bina Produksi, Departemen Pertanian Jakarta.
kasus di Sumatera Barat). 1985. Daftar Inventarisasi Alat dan Mesin Pertanian
3. Khususnya di Jawa Timur, pengadaan thres- 1978/1981.
her manual sebaiknya diarahkan diproduksi Duff, B. 1984. The Composition and Impact of Small Farm
Mechanization in Asia. dalam Conscuences of Small Farm
oleh industri skala kecil, yang bisa ditangani Mechanization in Indonesia : Proceeding of Workshop.
oleh tenaga-tenaga menengah yang tersedia di Edisi Khusus Forum Agro Ekonomi. Pusat Penelitian
kota kecamatan dan kabupaten. Dengan Agro Ekonomi. Bogor.
demikian, tanpa mengabaikan kegunaan tek- Grandstaff, S.W. and T.B. Grandstaff. 1985. Wawancara
Semi Struktural. Khon Kaen University. Bangkok.
nologinya, pengadaan thresher manual ini bisa
Kantor Statistik Jawa Timur. 1983. Jawa Timur Dalam
memperluas kesempatan kerja di wilayah Angka. Surabaya.
setempat. Nataatmadja, N. 1984. Prospect and Constraints of Farm
4. Dengan berkembangnya kemampuan rekayasa Mechanization and Agro Industry. Indonesian Agricul-
domestik untuk traktor tangan sederhana, se- tural Research and Development Journal, 6 (I & 2): 16-23.
Pranadji, T. 1985. Beberapa Aspek yang Berkaitan Dengan
baiknya industri skala menengah yang mulai
Penyediaan dan Penggunaan Peralatan Pertanian Meka-
tampak berkembang di kota-kota kabupaten nis di Indonesia. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Bogor.
diberi kesempatan lebih banyak untuk ikut Siregar, M. 1985. Dampak Perubahan Teknologi Pasca Panen
memproduksi jenis traktor sederhana. Sedang Padi di Sumatera Barat. Jurnal Penelitian dan Pengem-
industri-industri berskala besar di pusat kota bangan Pertanian 4 (4). Pusat Penelitian Agro Ekonomi.
Bogor.
diberi peran untuk penyediaan mesin dan suku
cadang, yang pembuatannya membutuhkan
tingkat teknologi tinggi.

43

Anda mungkin juga menyukai