Anda di halaman 1dari 212

Anny Yuserlina, S.H., M.

Editor: Syaiful Anwar

Pengantar Hukum Indonesia |i


Penulis:
Anny Yuserlina, S.H., M.H.

Editor:
Syaiful Anwar
Desain Sampul dan Tata Letak:
Abdul Hakim El Hamidy

Redaksi:
STIH-PM Press
Jalan Inai Belakang SPBU Koto Nan IV Kubu Gadang,
Kec. Payakumbuh Barat, Kota Payakumbuh Sumatera Barat
e-mail: stihpmpress@gmail.com

Cetakan pertama, Agustus 2021

ISBN: 978-623-96716-7-9

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan
cara apapun tanpa izin tertulis dari Penerbit

ii | Anny Yuserlina, S.H., M.H


DAFTAR ISI

Daftar Isi ............................................................................... iii


Sambutan Ketua STIH Putri Maharaja Payakumbuh ........... vi
Prakata ............................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN .................................................. 1
A. Istilah dan Pengertian Pengantar Hukum Indonesia ..... 1
B. Pengertian Hukum ......................................................... 7
C. Tujuan Mempelajari Pengantar Hukum Indonesia
(PHI) .............................................................................. 12
D. Perbedaan dan persamaan Pengantar Hukum
Indonesia (PHI) dengan Pengantar Ilmu Hukum
(PIH) .............................................................................. 13
BAB II SEJARAH HUKUM INDONESIA ..................... 17
A. Periode Kolonialisme ................................................... 18
B. Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal ...... 27
C. Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru ....... 28
D. Periode Pasca Orde Baru (1998-Sekarang) ................... 30
BAB III SISTEM HUKUM INDONESIA ...................... 35
A. Pengertian Sistem Hukum ............................................. 35
B. Ciri-ciri Sistem Hukum Indonesia ................................ 39
C. Unsur-unsur dalam Sistem Hukum Indonesia ............. 42
BAB IV SUMBER-SUMBER HUKUM .......................... 55
A. Pengertian Sumber Hukum ........................................... 55
B. Macam-macam Sumber Hukum ................................... 57

Pengantar Hukum Indonesia | iii


BAB V KLASIFIKASI HUKUM ...................................... 65
A. Hukum Berdasarkan Sifatnya ....................................... 65
B. Hukum Berdasarkan Fungsinya .................................... 67
C. Hukum Berdasarkan Isinya ........................................... 71
D. Hukum Berdasarkan Waktu Berlakunya ....................... 73
E. Hukum Berdasarkan Daya Kerjanya ............................. 77
F. Hukum Berdasarkan Wujudnya .................................... 78
BAB VI KONSEP-KONSEP DASAR DARI SUATU
SISTEM HUKUM .............................................................. 79
A. Konsep Dasar Pembentuk Sistem Hukum .................... 79
B. Hubungan Hukum Subjek Hukum dan Objek Hukum . 82
C. Perbuatan Hukum .......................................................... 90
D. Peristiwa Hukum .......................................................... 92
BAB VII PEMBAGIAN BIDANG HUKUM
DI INDONESIA (HUKUM PIDANA) .............................. 95
A. Pengertian Hukum Pidana ............................................. 95
B. Sumber-sumber Hukum Pidana .................................... 100
C. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia ........................ 102
D. Macam-macam Delik .................................................... 107
E. Pelaku Tindak Pidana .................................................... 112
BAB VIII PEMBAGIAN BIDANG HUKUM
DI INDONESIA (HUKUM PERDATA) ........................ 119
A. Pengertian Hukum Perdata ............................................ 119
B. Sumber Hukum Perdata ................................................ 121
C. Asas-Asas Hukum Perdata ............................................ 124

iv | Anny Yuserlina, S.H., M.H


BAB IX PEMBAGIAN BIDANG HUKUM
DI INDONESIA (HUKUM TATA NEGARA) ............... 139
A. Pengertian Hukum Tata Negara .................................... 139
B. Obyek dan Ruang Lingkup Kajian Hukum Tata
Negara ........................................................................... 145
C. Asas-asas Hukum Tata Negara ..................................... 146
BAB X PEMBAGIAN BIDANG HUKUM
DI INDONESIA (HUKUM ISLAM) ................................ 151
A. Pengertian Hukum Islam ............................................... 151
B. Sumber-sumber Hukum Islam ...................................... 152
C. Asas-asas Hukum Islam ................................................ 158
BAB XI PEMBAGIAN BIDANG HUKUM
DI INDONESIA (HUKUM ADAT) .................................. 161
A. Pengertian Hukum Adat ................................................ 161
B. Sistem Hukum Adat ...................................................... 163
C. Sumber Hukum Adat..................................................... 165
D. Asas-asas Pokok dalam Hukum Adat ........................... 167
BAB XII HUKUM FORMIL DI INDONESIA ............... 171
A. Hukum Acara Pidana .................................................... 171
B. Hukum Acara Perdata ................................................... 176
BAB XIII PEMBENTUKAN HUKUM
DI INDONESIA .................................................................. 185
A. Hirarki Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan
di Indonesia ................................................................... 185
B. Proses Pembuatan Perundang-Undangan di Indonesia. 189
Daftar Kepustakaan .......................................................... 201
Riwayat Hidup Penulis ...................................................... 203

Pengantar Hukum Indonesia |v


vi | Anny Yuserlina, S.H., M.H
SAMBUTAN
Ketua STIH Putri Maharaja Payakumbuh
Dr. Eviandi Ibrahim, S.H., M.Hum., M.M.

S egala puji dan syukur kita persembahkan kepada Allah


Swt., shalawat dan salam bagi Nabi Muhammad Saw.
Selaku Ketua STIH Putri Maharaja Payakumbuh, saya
menyambut baik dengan terbitnya buku Pengantar Hukum
Indonesia yang ditulis oleh Anny Yuserlina, S.H., M.H. yang
merupakan dosen tetap pada Perguruan Tinggi yang saya
pimpin.
Saya mengapresiasi dan memberikan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada penulis atas upaya dan ikhtiarnya
sehingga terbit buku Pengantar Hukum Indonesia yang
diterbitkan oleh lembaga penerbitan STIH-PM Press di mana
saya sebagai pembina dari penerbit tersebut.
Semoga buku ini bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan dan mampu memotivasi para dosen lainnya
dan sidang pembaca untuk menulis buku lainnya.

Payakumbuh, Julii 2021

Pengantar Hukum Indonesia | vii


PRAKATA

D engan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi


Maha Penyayang, dengan ini kami panjatkan puji
syukur atas ke hadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat-
Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
buku “Pengantar Hukum Indonesia”. Buku ini merupakan
buku ke-7 yang diterbitkan oleh STIH-PM Press
Payakumbuh.
Buku ini telah penulis usahakan semaksimal mungkin
dan tentunya dengan bantuan dari banyak pihak, sehingga
dapat memperlancar proses penyelesaian dan penerbitannya.
Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah terlibat baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Akhirnya penulis berharap semoga dari buku ini dapat
diambil manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi dan
ilmu terhadap pembaca. Selain itu, kritik konstruktif dan
saran dari pembaca kami tunggu untuk perbaikan buku ini
nantinya.

Bukittinggi, Juli 2021


Penulis

viii | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Bab I
PENDAHULUAN

P HI atau Pengantar Hukum Indonesia terdiri dari tiga kata


“Pengantar”, “Hukum” dan “Indonesia”.
Pengantar berarti mengantarkan pada tujuan tertentu.
Pengantar dalam bahasa Belanda disebut ”Inleiding” dan
“Introduction” (bahasa Inggris) yang berarti memperkenal-
kan secara umum atau secara garis besar yang tidak
mendalam atas sesuatu hal tertentu. Pada istilah Pengantar
Hukum Indonesia yang diperkenalkan secara umum atau
secara garis besar adalah hukum Indonesia.
Pengantar Hukum Indonesia berarti memperkenalkan
secara umum atau secara garis besar dasar-
dasar hukum yang berlaku sekarang di Indonesia kepada
siapa saja yang ingin mengetahui dan mempelajari hukum
Indonesia.
Pengantar Hukum Indonesia merupakan mata kuliah
dasar (basis leervak) dan prasyarat untuk mempelajari
cabang-cabang ilmu hukum yang lebih khusus dan lebih luas.
Selain PHI masih ada mata kuliah dasar (basis leervak)
sebagai mata kuliah prasyarat untuk mempelajari cabang-

Pengantar Hukum Indonesia |1


cabang hukum positif dan ilmu hukum secara mendasar dan
umum, yaitu Pengantar Ilmu Hukum (PIH).
Sebelum berlakunya kurikulum 1984, materi kuliah
Pengantar Hukum Indonesia disebut Pengantar Tata Hukum
Indonesia (PTHI). Istilah Tata Hukum Indonesia yang
dimaksud adalah tatanan atau susunan atau tertib hukum yang
berlaku di Indonesia. Penggunaan istilah PTHI menampakkan
seolah-olah PTHI mempelajari dan membahas tentang
persoalan teknis pembuatan undang-undang dan penemuan
hukum (rechtsvorming, rechtsvinding). Oleh karena itu pada
tahun 1984 mata kuliah PTHI dalam kurikulum Fakultas
Hukum diubah dan diganti dengan PHI (Pengantar Hukum
Indonesia).
Istilah “Hukum Indonesia” yang dimaksud
adalah hukum yang berlaku di negara Indonesia pada waktu
sekarang. Hukum yang berlaku pada waktu sekarang di suatu
tempat atau wilayah tertentu disebut “Hukum Positif” artinya
hukum yang (dipositifkan) berlaku untuk masyarakat tertentu
dan dalam waktu tertentu.
Hukum positif juga disebut “ius constitutum” artinya
hukum yang sudah ditetapkan untuk diberlakukan saat ini
pada suatu tempat atau negara tertentu.
Soediman Kartohadiprodjo mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan “Tata Hukum di Indonesia” itu
ialah “Hukum yang sekarang berlaku di Indonesia”, berlaku
berarti yang memberi akibat hukum kepada peristiwa-
peristiwa dalam pergaulan hidup; sekarang menunjukkan
kepada pergaulan hidup pada saat ini, dan tidak pada
pergaulan hidup yang telah lampau, pula tidak pada pegaulan

2 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


hidup masa yang kita cita-citakan di kemudian hari; di
Indonesia menunjukkan kepada pergaulan hidup yang
terdapat di Republik Indonesia dan tidak di negara
lain. Selanjutnya beliau menyatakan bahwa, hukum positif
disebut juga “ius constitutum” sebagai lawan dari “ius
constituendum” yakni kaidah hukum yang di cita-citakan.1
Dari uraian tersebut berarti Soediman Kartohadiprodjo
menyamakan istilah “Tata Hukum Indonesia” dengan
“Hukum Positif Indonesia” atau “ius constitutum” ialah
hukum yang sekarang berlaku di Indonesia.
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Kusumadi
Pudjosewojo mengatakan bahwa “Tiap-tiap bangsa
mempunyai tata hukumnya sendiri. Bangsa Indonesiapun
mempunyai tata hukumnya sendiri, tata
hukum Indonesia. Siapa yang mempelajari tata hukum
Indonesia, maksudnya terutama ialah ingin mengetahui,
perbuatan atau tindakan manakah yang menurut hukum, dan
yang manakah yang melawan hukum, bagaimanakah
kedudukan seseorang dalam masyarakat, apakah kewajiban-
kewajiban dan wewenang-wewenangnya, semua itu menurut
hukum Indonesia. Dengan pendek kata ia ingin mengetahui
hukum yang berlaku sekarang ini di dalam negara
kesatuan Republik Indonesia”.2
Achmad Sanusi menyatakan bahwa, istilah “Pengantar
Tata Hukum Indonesia” merupakan pengantar ilmu

1
Soediman Kartohadiprodjo. 1965. Pengantar Tata Hukum di
Indonesia. Pembangunan. Jakarta. hlm. 39
2
Kusumadi Pudjosewojo. 1976. Pedoman Pelajaran Tata Hukum
Indonesia. Aksara Baru. Jakarta hlm.10

Pengantar Hukum Indonesia |3


hukum sebagai suatu sistem hukum positif di Indonesia.
Selanjutnya dikemukakan bahwa, PTHI mempelajari konsep
dan teori hukum yang berlaku di sini sesuai dengan bahan-
bahan real dan ideal bangsa Indonesia.3
Hukum positif atau “stellingsrecht” merupakan suatu
kaidah yang berlaku sebenarnya, merumuskan suatu
hubungan yang pantas antara fakta hukum dengan akibat
hukum yang merupakan abstraksi dari keputusan-keputusan.4
Ius constitutum adalah hukum positif suatu negara,
yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara pada suatu saat
tertentu.5
Menurut J.H.P. Bellefroid, “Hukum Positif” ialah
suatu penyusunan hukum mengenai hidup kemasyarakatan,
yang ditetapkan oleh kuasa masyarakat tertentu, berlaku
untuk masyarakat tertentu yang terbatas menurut tempat dan
waktunya.6
Hukum Positif adalah hukum yang berlaku sungguh-
sungguh; Hukum positif kemanusiaan yang berubah-ubah itu
merupakan suatu tertib yang tegas untuk kebaikan umum;
Hukum positif atau hukum “isbat” ialah hukum yang
berlaku di dalam negara.7

3
Achmad Sanusi. 1984. Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar
Tata Hukum Indonesia.Tarsito. Bandung. hlm. 4.
4
Soedjono Dirdjosisworo. 1983. Pengantar Ilmu Hukum. Rajawali
Pers. Jakarta. hlm.165.
5
Ibid. hlm.163
6
Ibid. hlm.170.
7
J. Valkhoff. Kamus ENSIE III. hlm. 423

4 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Dalam bukunya “Rechtsphilosophie” (G. Radbruch,
1950: 209), menyatakan bahwa, ilmu hukum positif adalah
ilmu tentang hukum yang berlaku di suatu negara atau
masyarakat tertentu pada saat tertentu.8
Hukum Positif yang mengatur kehidupan masyarakat
Indonesia adalah Hukum yang berlaku di Indonesia pada
waktu ini. Hukum Positif (Indonesia) adalah keseluruhan asas
dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan manusia dalam
masyarakat.9
J.J.H. Bruggink di dalam bukunya “Rechtsreflecties,
Grondbegrippen uitde rechtstheorie” (Refleksi Hukum,
Pengertian Dasar Teori Hukum) yang telah dialih
bahasakan oleh Bernard Arief Sidharta dengan judul
“Refleksitentang Hukum” bahwa yang
dimaksud “positivitas” kaidah hukum adalah hal
ditetapkannya kaidah hukum dalam sebuah aturan hukum
oleh pengemban kekuasaan hukum yang berwenang
(bevoegde rechtsautoriteit). Dengan ini maka aturan hukum
itu disebut hukum positif.
Hukum positif adalah terjemahan dari “ius positum”
dari bahasa Latin, yang secara harfiah berarti “hukum yang
ditetapkan” (gesteldrecht). Jadi, hukum positif adalah hukum
yang ditetapkan oleh manusia, karena itu dalam ungkapan
kuno disebut “stellig recht”.10

8
Mochtar Kusumaatmadja dan Arief Sidharta.1999.Pengantar Ilmu
Hukum. Alumni. Bandung. hlm.1
9
Ibid. hlm.1-4.
10
Bruggink, J. J. H. 1996. Refleksi Tentang Hukum. Terjemahan
Arief Sidharta. Citra Aditya Bakti. Bandung. hlm.142.

Pengantar Hukum Indonesia |5


Menurut N. Algra dan K. van Duyvendak dalam
bukunya “Rechtsaanvang, 1989 : 2), istilah lain hukum
positif adalah hukum yang berlaku (geldend recht).11
Dari pendapat para ahli hukum tersebut dapat diambil
beberapa kesimpulan mengenai pengertian atau definisi
Hukum Positif.
Pertama, hukum positif (ius positum) itu ditetapkan
oleh manusia atau oleh penguasa (pembuat hukum) yang
berwenang untuk masyarakat tertentu dalam wilayah tertentu.
Kedua, hukum positif (ius positum) identik atau sama
dengan Ius constitutum, artinya hukum yang telah dipilih atau
ditentukan atau ditetapkan berlakunya untuk mengatur
kehidupan di tempat tertentu pada waktu sekarang. Jika
hukum itu masih di cita-citakan (ide) dan akan berlaku
untuk waktu yang akan datang, disebut “ius constituendum”
kebalikan dari “iusconstitutum” atau “ius positum”.
Ius constitutum atau ius positum, selain berbeda dengan
ius constituendum juga berbeda dengan konsep hukum
menurut “hukum alam” atau “hukum kodrat” (ius naturale
atau natural law) yang bersifat universal karena berlakunya
tidak terbatas oleh waktu dan tempat.
“Ius positum” atau “ius constitutum” atau disebut juga
“ius operatum” artinya hukum yang telah ditetapkan atau
dipositifkan (positum) atau dipilih atau ditentukan
(constitutum) berlakunya sekarang (operatum) dalam mas-
yarakat atau wilayah tertentu. Ius operatum mengandung

11
N.E. Algra, et al. 1993. Pengantar Ilmu Hukum. Binacipta.
Bandung. hlm. 2

6 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


arti bahwa hukum atau peraturan perundang-undangan telah
berlaku dan dilaksanakan di masyarakat.
Ius costituendum dapat menjadi ius constitutum atau ius
positum atau ius operatum apabila sudah ditetapkan berlaku
oleh penguasa yang berwenang, dan pemberlakuan-
nya memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh hukum
positif lainnya yang mengatur pemberlakuan suatu hukum
(undang-undang); misalnya perundang-undangan harus telah
disahkan oleh lembaga pembuat undang-undang dan
diundangkan oleh lembaga yang berwenang.
Ketiga, ius positum (hukum positif) atau ius
constitutum atau ius operatum adalah hukum yang berlaku
pada waktu sekarang di wilayah tertentu, untuk masyarakat
tertentu.
Dengan demikian buku Pengantar Hukum Indonesia
atau Pengantar Hukum Positif Indonesia, bertujuan untuk
mengantarkan atau memperkenalkan secara umum atau
secara garis besar (dasar-dasar) hukum yang sekarang
berlaku di Indonesia.

Istilah “hukum” di Indonesia berasal dari bahasa Arab


“qonun” atau “ahkam” atau “hukm” yang mempunyai arti
“hukum”.
Secara etimologis, istilah “hukum” (Indonesia) disebut
“law” (Inggris) dan “recht” (Belanda dan Jerman) atau
“droit” (Perancis). Istilah “recht” berasal dari bahasa Latin
“Rectum” berarti tuntunan atau bimbingan, perintah atau

Pengantar Hukum Indonesia |7


pemerintahan. Rectum dalam bahasa Romawi adalah “Rex”
yang berarti Raja atau Perintah Raja. Istilah-istilah tersebut
(recht, rectum, rex) dalam bahasa Inggris menjadi “Right”
(hak atau adil) juga berarti “hukum”.
Istilah “law” (Inggris) dari bahasa Latin
“lex” atau dari kata ”lesere” yang berarti mengumpulkan
atau mengundang orang-orang untuk diberi perintah. Lex juga
dari istilah “Legi” berarti peraturan atau undang-undang.
Peraturan yang dibuat dan disahkan oleh pejabat atau
penguasa yang berwenang disebut “legal” atau “legi” yang
berarti “undang-undang”. Dengan demikian istilah “law”
(Inggris) “lex” atau “legi” (Latin), loi (Perancis), wet
(Belanda), gesetz (Jerman) selain berarti “hukum “ juga
berarti “undang-undang”.
Istilah hukum dalam bahasa latin juga disebut “ius” dari
kata “iubere” artinya mengatur atau memerintah atau hukum.
Perkataan mengatur dan memerintah bersumber pada
kekuasaan negara atau pemerintah. Istilah “ius” (hukum)
sangat erat dengan tujuan hukum yaitu keadilan atau
“iustitia”. “Iustitia” atau “Justitia” adalah dewi “keadilan”
bangsa Yunani dan Romawi kuno. “iuris” atau “Juris”
(Belanda) berarti “hukum” atau kewenangan (hak), dan
“Jurist” (Inggris dan Belanda) adalah ahli hukum atau
hakim. Istilah “Jurisprudence” (Inggris) berasal dari kata
“iuris” merupakan bentuk jamak dari “ius” yang berarti
“hukum” yang dibuat oleh masyarakat atau sebagai hukum
kebiasaan, atau berarti “hak”, dan “prudensi” berarti melihat
kedepan atau mempunyai keahlian. Dengan demikian
“Jurusprudence” mempunyai arti ilmu pengetahuan

8 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


hukum, ilmu hukum atau ilmu yang mempelajari hukum.
Menurut Poernadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto (1979
: 55), Jurisprudence berarti teori ilmu hukum atau Algemene
Rechtsleer atau General Theory of Law. Jika
“Jurisprudentia” (Latin) berarti pengetahuan hukum
(rechtsgeleerheid). Jurisprudentie (Belanda) sama artinya
dengan Jurisprudensi (Indonesia) berarti “hukum peradilan
atau hukum ciptaan hakim” artinya keputusan pengadilan
atau hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap”.
Dari uraian di muka dapat diketahui bahwa istilah
“law” (Bahasa Inggris) mempunyai dua pengertian yakni
pertama, sebagai pedoman untuk mencapai keadilan atau
disebut dengan “hukum” sama dengan istilah “ius” (Latin),
“droit” (Perancis), “recht” (Belanda dan Jerman); yang
kedua“law” juga berarti “undang-undang” (Indonesia), sama
dengan istilah “lex” atau “legi” (Latin), “loi” (Perancis),
“wet” (Belanda), “gesetz” (Jerman).
Beberapa definisi hukum menurut para ahli hukum
adalah sebagai berikut :
1. Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat
memaksa yang diadakan untuk melindungi
kepentingan orang dalam masyarakat.12
2. Paul Scholten dalam bukunya “Algemeen Deel”
menyatakan bahwa, hukum itu suatu petunjuk

12
Van Kan dan J.H. Beekhuis. 1972. Pengantar Ilmu Hukum.
Pembangunan. Jakarta.hlm.13

Pengantar Hukum Indonesia |9


tentang apa yang layak dikerjakan apa yang tidak,
jadi hukum itu bersifat suatu perintah.13
3. Menurut Bellefroid, hukum yang berlaku di
sesuatu masyarakat bertujuan mengatur tata tertib
masyarakat itu dan didasarkan atas kekuasaan yang
ada dalam masyarakat itu.14
4. Hukum adalah sebagai rangkaian peraturan-
peraturan mengenai tingkah laku orang-orang
sebagai suatu anggota masyarakat.15
5. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum adalah
keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang
mengatur hubungan manusia dalam masyarakat.
Pada Panel diskusi V Majelis Hukum Indonesia,
beliau mengatakan bahwa hukum adalah
keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang
mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat
dan juga meliputi lembaga-lembaga, institutions
dan proses-proses yang mewujudkan berlakunya
kaidah itu dalam masyarakat sebagai suatu
kenyataan.16
6. Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-
peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu

13
E. Utrecht. 1983. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Sinar
Harapan. Jakarta. (selanjutnya disebut E. Utrecht I) hlm. 55
14
Ibid.
15
Wirjono Prodjodikoro. Asas-asas Hukum Tata Negara Indonesia.
Dian Rakyat. Jakarta. (selanjutnya disebut Wirjono Prodjodikoro I). hlm.
1.
16
ML. Tobing. 1983. Pengantar Ilmu Hukum. Ghalia Indonesia.
Jakarta. hlm.10

10 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


kehidupan bersama: keseluruhan peraturan tentang
tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan
bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya
dengan suatu sanksi.17
7. Hukum adalah petunjuk hidup, perintah-
perintah dan larangan yang mengatur tata tertib
dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati
oleh masyarakat yang bersangkutan, oleh karena
pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat
menimbulkan tindakan oleh pemerintah
18
atau penguasa masyarakat itu.
8. Hukum ialah peraturan-peraturan yang bersifat
memaksa, yang menentukan tingkah laku
manusia dalam lingkungan masyarakat yang
dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib,
pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan
tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan
hukuman yang tertentu.19
9. Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan
hidup yang bersifat memaksa, berisikan suatu
perintah, larangan atau perizinan untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu serta dengan

17
Sudikno Mertokusumo. 1986. Mengenal Hukum (Suatu
Pengantar). Liberty. Yogyakarta. hlm.38
18
E. Utrecht I, op. cit. hlm. 3
19
JCT. Simorangkir dan Woerjono Sastroparanoto.1962.
Pelajaran Hukum Indonesia. Gunung Agung. Jakarta. hlm. 6.

Pengantar Hukum Indonesia | 11


maksud untuk mengatur tata tertib dalam
kehidupan bermasyarakat.20
10. Dari pendapat di muka dapat disimpulkan, bahwa
hukum adalah keseluruhan peraturan atau norma
hukum yang mengatur hubungan antara
manusia dalam kehidupan bermasyarakat, dan
barangsiapa yang melanggar norma hukum dapat
dijatuhi sanksi atau dituntut oleh pihak yang
berwenang atau oleh pihak yang hak-haknya
dirugikan.

Obyek studi PHI adalah “hukum” yang berlaku


sekarang di Indonesia atau hukum positif Indone-
sia. Adapun tujuan mempelajari hukum (positif) Indonesia
ialah ingin mengetahui:
1. Macam-macam hukum (bentuk, isi) yang berlaku
di Indonesia;
2. Perbuatan-perbuatan apa yang yang dilarang dan
yang diharuskan serta yang diperbolehkan
menurut hukum Indonesia;
3. Kedudukan, hak dan kewajiban setiap orang dalam
masyarakat dan negara menurut hukum Indonesia;
4. Macam-macam lembaga atau institusi pembentuk
atau pembuat dan pelaksana atau penegak hukum
menurut hukum Indonesia;

20
Soerojo Wignjodipuro. 1982. Pengantar Ilmu Hukum. Gunung
Agung. Jakarta. (Selanjutnya di sebut Soerojo Wignjodipuro I). hlm.13

12 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


5. Prosedur hukum (acara peradilan dan birokrasi
hukum/ pemerintahan) apabila mengahadapi
masalah hukum dengan setiap orang dan para
pelaksana hukum Indonesia. Dalam hal ini yang
ingin diketahui adalah bilamana terjadi sengketa
hukum atau penyelesaian sengketa hukum di
pengadilan maupun di luar pengadilan menurut
hukum positif Indonesia.

1. Persamaan PHI dengan PIH


a. PHI dan PIH sama-sama merupakan mata kuliah
prasyarat dan pengantar atau sebagai mata kuliah
dasar (basis leervakken) bagi mata kuliah atau
studi lanjut tentang “hukum” (cabang-cabang
hukum positif). Oleh karena itu PIH dan PHI
bukan mata kuliah jurusan atau pilihan;
b. PIH dan PHI merupakan ilmu dasar bagi siapa saja
yang ingin mempelajari ilmu hukum secara luas;
c. Obyek studi PIH dan PHI adalah “hukum”. PIH
dan PHI memperkenalkan konsep-konsep dasar,
pengertian-pengertian hukum dan generalisasi-
generalisasi tentang hukum dan teori hukum positif
(dogmatis hukum) yang secara umum dapat
diaplikasikan;
d. PIH dan PHI memperkenalkan hukum sebagai
suatu kerangka yang menyeluruh, yang dapat

Pengantar Hukum Indonesia | 13


dilihat dari sudut pandang tertentu, sehingga orang
dapat memperoleh suatu “overzicht” atau suatu
pemahaman yang umum dan lengkap tentang
hukum. PIH dan PHI menyajikan satu ringkasan
yang komprehensip dari konsep atau teori
hukum dalam keseluruhan.21
2. Perbedaan PHI dengan PIH
a. PHI atau Inleiding tot het positiefrecht van
Indonesie (bahasa Belanda) atau
Introduction Indonesian of Law atau Introduction
Indonesian PositiveLaw (bahasa Inggris)
mempelajari hukum positif yang berlaku secara
khusus di Indonesia. Artinya PHI menguraikan
secara analisis dan deskriptif mengenai tatanan
hukum dan aturan-aturan hukum, lembaga-
lembaga hukum di Indonesia yang meliputi latar
belakang sejarahnya, positif berlakunya, apakah
sesuai dengan asas-asas hukum dan teori-teori
hukum positif (dogmatik hukum);
b. PIH atau Inleiding tot de Rechtswetenschap
(bahasa Belanda) atau Introduction of
Jurisprudence atau Introduction science of Law
(bahasa Inggris) merupakan pengantar guna
memperkenalkan dasar-dasar ajaran hukum umum
(algemeine rechtslehre);
c. PIH mempelajari ilmu hukum secara umum
dengan memperkenalkan pengertian-pengertian

21
Achmad Sanusi, loc. cit.

14 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


dan konsep-konsep dasar tentang hukum pada
umumnya yang tidak hanya berlaku di Indonesia
saja tetapi yang berlaku pada masyarakat hukum
lainnya.
d. PIH mempelajari dan memperkenalkan
pengertian-pengertian dan konsep-konsep dasar
serta teori-teori hukum secara umum, termasuk
mengenai sejarah terbentuknya lembaga-lembaga
hukum maupun pengantar falsafahnya dalam arti
kerohanian kemasyarakatan;
Kesimpulannya PIH membahas atau mempelajari
dasar-dasar hukum secara umum atau yang berlaku secara
universal, misalnya mengenai pengertian-pengertian,
konsep-konsep dasar dan teori-teori hukum, serta sejarah
terbentuknya hukum dan lembaga-lembaga hukum dari sudut
pandang falsafah kemasyarakatan. Sedangkan PHI
mempelajari konsep-konsep, pengertian-pengertian dasar dan
sejarah terbentuknya hukum dan lembaga-lembaga hukum,
aturan-aturan hukum serta teori hukum positif Indonesia.

Pengantar Hukum Indonesia | 15


16 | Anny Yuserlina, S.H., M.H
Bab II
SEJARAH HUKUM
INDONESIA

H ukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem


hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat.
Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun
pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya
dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang
merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda
(Nederlandsch-Indie).
Setiap negara selalu memiliki hukum, untuk dapat
selalu mengatur dan juga melindungi rakyat. Agar dapat
mencapai kesejahteraan untuk semua, sehingga menjadi
kesamaan hak untuk semua dalam suatu negara. Dalam
Hukum di Indonesia yang merupakan campuran dari sistem
hukum hukum Eropa, baik itu hukum dalam bentuk Agama
dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik
perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa
kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah
masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan
sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum
Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia
menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam

Pengantar Hukum Indonesia | 17


lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan
dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem
hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau
yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan
setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di
wilayah Nusantara.
Sejalan dengan alur sejarah hukum Hindia Belanda
yang banyak dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di
masa VOC, Daendels, dan Raffles, berbagai perbaikan
penting diperkenalkan sesudah tahun 1848. Sejenis
konstitusi, kitab-kitab hukum baru, reorganisasi peradilan-
sebagai akibat gelombang liberalisme yang berasal dari
Belanda.

Baik di Indonesia (menurut hukum adat) maupun


dinegeri belanda dahulu, tidak dikenal suatu pembedaan
suatu hukum. Baik hukum yang mengatur antar negara, antar
warga negara, dan juga hukum yang mengatur anat
perorangan. Dalam masa kolonialisme indonesia terbagi
menjadi tiga kelompok penduduk:
1. Penduduk Indonesia, yaitu penduduk tradisional
Indonesia, tanpa ada campuran darah dari
penduduk asing. Dalam penduduk asli dalam
perilaku hukum yang mengatur dalam kehidupan
mereka selalu sama dan hukum adat mereka,
sehingga kedudukan hukum serta adat istiadat
mereka sama.

18 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


2. Penduduk Timur Asing, Dalam penduduk Timur
Asing di Indonesia dapat di bedakan menjadi dua
yakni; Tionghoa dan juga Timur asing lainnya
(seperti orang Arab dan India), untuk orang-orang
Tionghoa ini hukum yang mengatur kehidupan
mereka serupa dengan hukum di Eropa, sedangkan
begitu pula dengan penduduk Timur Asing lainnya,
hanya saja juga tercampur dengan adat asli mereka
masing-masingPenduduk Eropa
3. Untuk kelompok penduduk Eropa ini dapat dibagi
menjadi 4 bagian, yakni; orang Eropa, yang artinya
Orang Indonesia Keturunan Eropa, baik itu
belanda. Lalu orang Tionghoa, artinya orang
Indonesia keturunan Tionghoa, orang Timur
lainnya, yakni orang Indonesia keturunan Arab,
India, dan yang terakhir orang Indonesia Pribumi.

Sedangkan menurut Soepomo menulisnya: “alam


pikiran tradisional Indonesia (alam pikiran tradisional timur
pada umumnya) bersifat kosmis,meliputi segala-galanya
sebagai kesatuan (totaliter)”.22 Umat manusia menurut aliran
pemikiran kosmis itu adalah sebagaian dari alam, tidak ada
pemisah-pemisahan dari berbagai macam lapangan hidup,
tidak ada pembatasan antara dunia lahir dan dunia ghaib dan
tidak ada pemisahan antara manusia dan makhluk-makhluk
yang lain. Segala yang bercampur-baur dan bersangkut paut,
segala sesuatu pengaruh mempengaruhi. Dunia manusia

22
Andi Hamzah. Pengantar Hukuk Acara Pidana Indonesia.
(Jakarta: Ghalia Indonesia.1985) Hlm. 41.

Pengantar Hukum Indonesia | 19


adalah pertalian dengan segala yang hidup di dalam alam.
Aliran pikiran kosmis ini merupaka latar belakang hukum
adat pelanggaran. Menurut aliran ini, yang paling utama
pentingnya bagi masyarakat ialah adanya perimbangan
(“Evenwicht”,“Harmonie”). Antara dunia lahir dan dunia
gaib adalah antara golongan manusia seluruhnya dan orang
seseorang, antar persekutuan dan teman semasyarakat. Segala
perbuatan yang mengganggu perimbangan tersebut
merupakan pelanggaran hukum dan petugas hukum wajib
mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna memulihkan
kembali pertimbangan hukum.23
Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan
besar, yakni: periode VOC, Liberal Belanda dan Politik etis
hingga penjajahan Jepang.

1. Periode Voc
Dalam sejarah hukum pidana tertulis di Indonesia,
dapat dimulai sejak kedatangan bangsa Belanda di sini, di
zaman VOC. Pada zaman itu hukum pidana yang berlaku
bagi orang-orang Belanda di tempat pusat dagang VOC, ialah
hukum kapal yang terdiri dari hukum Belanda kuno,
ditambah dengan asas-asas hukum Romawi. Karena hukum
kapal di tidak dapat menyelesaikan persoalan, maka dibuatlah
peraturan-peraturan lebih lanjut oleh penguasa dipusat
dagang yang dikeluarkan dalam bentuk plaktat-plaktat yang
kemudian dihimpun menjadi “Statuta Betawi”.24Yang

23
Ibid Hlm42
24
Samidjo, Hukum Pidana:Ringkasan Tanya jawab,
Bandung:Armico.1987 Hlm. 29.

20 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


dihimpun untuk wilayah Barat, yakni Sungai Cisedane,
utuara, pulau-pulau Teluk Betawi, Timur, Sungai citarum,
dan selatan Samudera Hindia.
Voc adalah serikat dagang dari negeri belanda, tujuan
datang ke indonesia untuk berdagang. Voc diberi hak oktroi
(hak istimewa/hak monopoli) yaitu hak untuk :
1. Perdagangan
2. Pelayaran
3. Mengadakan peperangan
4. Mengadakan perdamaian
5. Membuat uang
6. Dan lain-lain
Dalam usaha menengok masa lampau kita terbawa
dalam sebuah peristiwa kepada perubahan penting
perundang-undangan di negeri Belanda pada tahun 1838,
yang pada waktu itu mereka juga baru saja terlepas dari
penjajahan Perancis. Pada waktu itu pula golongan legis yaitu
yang memandang bahwa semua peraturan hukum seharusnya
dalam bentuk Undang-undang sangat kuat. Berlaku ketentuan
pada waktu itu bahwa kelaaziman-kelaziman bukan
merupakan hukum, kecuali dimana kelaziman itu ada dan
situnjuk dalam undang-undang.
Sebenarnya sebelum itu VOC pada tahun 1947 telah
mengatur organisasi peradilan pribumi dipedalaman, yang
langsung memikirkan tentang “Javasche Wetten” (Undang-
undang jawa). Hal itu diteruskan oleh deendels dan Raffles
utnuk menyelami hukum adat disetiap pengetahuannya.
Pada masa pendudukan VOC, sistem hukum yang
diterapkan bertujuan untuk:

Pengantar Hukum Indonesia | 21


a. Kepentingan ekspolitasi ekonomi demi mengatasi
krisis ekonomi di negeri Belanda;
b. Pendisiplinan rakyat pribumi dengan cara yang
otoriter; dan
c. Perlindungan terhadap pegawai VOC, sanak-
kerabatnya, dan para pendatang Eropa.
Hukum Belanda diberlakukan terhadap orang-orang
Belanda atau Eropa. Sedangkan bagi pribumi, yang berlaku
adalah hukum-hukum yang dibentuk oleh tiap-tiap komunitas
secara mandiri. Tata pemerintahan dan politik pada zaman itu
telah meminggirkan hak-hak dasar rakyat di nusantara dan
menjadikan penderitaan yang mendalam terhadap rakyat
pribumi di masa itu.25
Bagi beberapa daerah para penguasa VOC mencoba
melakukan kodifikasi dari hukum adat utnuk mengadili
mereka yang tunduk dengan hukum adat:
a. Kodifikasi hukum adat Tionghoa oleh pusat VOC,
yang berlaku untuk orang-orang Tionghoa di
Betawi dan sekitarnya.
b. Kodifikasi pepakem Cirebon (1757) oleh kuasa
VOC di Cirebon, yang dimaksud untuk penduduk
Bumiputera di Cirebon dan sekitarnya
c. Kodifikasi kitab Hukum Mogharraer (1750,
olehpenguasa Voc di Semarang, berlaku untuk
penduduk Bumiputera di Semarang dan sekitarnya.

25
Ibid Hlm. 30

22 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


d. Kodifikasi hukum Bumiputera Boni dan Goa, oleh
penguasa VOC di Makassar yang berlaku untuk
penduduk Bumiputera di Makassar dan sekitarnya.

2. Periode Liberal Belanda


Pada 1854 di Hindia Belanda diterbitkan Regerings
Reglement (selanjutnya disebut RR 1854) atau Peraturan
tentang Tata Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang tujuan
utamanya melindungi kepentingan kepentingan usaha-usaha
swasta di negeri jajahan dan untuk pertama kalinya mengatur
perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari
kesewenang-wenangan pemerintahan jajahan. Hal ini dapat
ditemukan dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang
mengatur tentang pembatasan terhadap eksekutif (terutama
Residen) dan kepolisian, dan jaminan terhadap proses
peradilan yang bebas.
Otokratisme administrasi kolonial masih tetap
berlangsung pada periode ini, walaupun tidak lagi sebengis
sebelumnya. Namun, pembaruan hukum yang dilandasi oleh
politik liberalisasi ekonomi ini ternyata tidak meningkatkan
kesejahteraan pribumi, karena eksploitasi masih terus terjadi,
hanya subyek eksploitasinya saja yang berganti, dari
eksploitasi oleh negara menjadi eksploitasi oleh modal
swasta.
Mulai tahun 1886 negeri Belanda membuat
KUHPidana sendiri yang disebut “Nederlandsch Wetboek
Van Strafrecht”, berhubungan dengan itu maka bagi
Indonesia dibuatkan pula perundang-undangan hukum pidana
yang baru didasarkan asas konkordansi, ialah bahwa asas

Pengantar Hukum Indonesia | 23


perundang-undangan di Indonesia harus seberapa boleh
sesuai dengan hukum pidana di Belanda. dalam golongan-
golongan penduduk-penduduk Indonesia dibuat undang-
undang hukum pidana sendiri-sendiri sebagai berikut:
a. “Wetboek van strafrecht voor Nederlandsh Indie”
untuk golongan penduduk Eropa ditetapkan dengan
“Koninklijk Besluit” 10 Februari 1866, yang hanya
berisis kejahatan-kejahatan saja.
b. “Wetboek van strafrecht voor Nederlandsh Indie”
untuk golongan Penduduk Indonesia dan Timur
Asing ditetapkan dengan “Ordonnantie” 6 Mei
1872, yang berisi kejahatan-kejahatan saja
c. “Algemeene Politie Strafreglement” untuk
golongan penduduk Indonesia dan Timur Asing,
ditetapkan dengan “Ordonnantie” 15 Juni 1872
yang berisi pelanggaran-pelanggaran saja.
d. “Algemeene Politie Strafreglement” untuk
golongan penduduk Eropah, ditetapkan dengan
“Ordonnantie” 15 Juni 1872 yang berisi
pelanggaran-pelanggaran saja.

Dari keempat buku ini pada tanggal 01 Januari 1918


diganti dengan satu Kitab Undang-undnag Hukum pidana
yaitu wetboek van strafrecht voor Nederlandsh yang baru
dikeluarkan dengan “Koninklijk Besluit” tanggal 15 Oktober
1915 No 33, dalam KUHP ini diletakkan asas unifikasi yaitu
satu KUHP berlaku untuk semua golongan penduduk.

24 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


3. Periode Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang
Pada zaman pemerintahan tentara Jepang dalam pasal 3
Undang-undang pemerintah Jepang No. 1 ditetapkan bahwa
semua Undang-undang dan peraturan dihindia belanda
berlaku terus, sekedar tidak bertentangan dengan perintah
tentara Jepang. wetboek van strafrecht voor Nederlandsh
pada waktu itu disebut “Too Indo Keihoo” ditambah dengan
undang-undang yang dibuat oleh pemerintah Jepang yang
disebut dengan “gunsei Kiijeri”
Kebijakan Politik Etis dikeluarkan pada awal abad 20.
Di antara kebijakan-kebijakan awal politik etis yang
berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum adalah:
1. Pendidikan untuk anak-anak pribumi, termasuk
pendidikan lanjutan hukum
2. Pembentukan Volksraad, lembaga perwakilan untuk
kaum pribumi
3. Penataan organisasi pemerintahan, khususnya dari
segi efisiensi
4. Penataan lembaga peradilan, khususnya dalam hal
profesionalitas
5. Pembentukan peraturan perundang-undangan yang
berorientasi pada kepastian hukum.
Hingga runtuhnya kekuasaan kolonial, pembaruan
hukum di Hindia Belanda mewariskan:
1. Dualisme/pluralisme hukum privat serta dualisme/
pluralisme lembaga-lembaga peradilan

Pengantar Hukum Indonesia | 25


2. Penggolongan rakyat ke dalam tiga golongan; Eropa
dan yang disamakan, Timur Asing, Tionghoa dan
Non-Tionghoa, dan Pribumi.
Masa pendudukan Jepang pembaharuan hukum tidak
banyak terjadi seluruh peraturan perundang-undangan yang
tidak bertentangan dengan peraturan militer Jepang, tetap
berlaku sembari menghilangkan hak-hak istimewa orang-
orang Belanda dan Eropa lainnya. Beberapa perubahan
perundang-undangan yang terjadi:
a. Kitab UU Hukum Perdata, yang semula hanya
berlaku untuk golongan Eropa dan yang setara,
diberlakukan juga untuk orang-orang Cina
b. Beberapa peraturan militer disisipkan dalam peraturan
perundang-undangan pidana yang berlaku.

Di bidang peradilan, pembaharuan yang dilakukan


adalah:
1. Penghapusan dualisme/pluralisme tata peradilan;
2. Unifikasi kejaksaan;
3. Penghapusan pembedaan polisi kota dan pedesaan/
lapangan;
4. Pembentukan lembaga pendidikan hukum;
5. Pengisian secara massif jabatan-jabatan administrasi
pemerintahan dan hukum dengan orang-orang
pribumi.

26 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


1. Periode Revolusi Fisik
Pembaruan hukum yang sangat berpengaruh di masa
awal ini adalah pembaruan di dalam bidang peradilan, yang
bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi: Meneruskan
unfikasi badan-badan peradilan dengan melakukan
penyederhanaan Mengurangi dan membatasi peran badan-
badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali badan-badan
pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian
Mahkamah Islam Tinggi.26

2. Periode Demokrasi Liberal


UUDS 1950 yang telah mengakui hak asasi manusia,
namun pada masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan
tidak banyak terjadi, yang ada adalah dilema untuk
mempertahankan hukum dan peradilan adat atau
mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum
nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata
hubungan internasional. Kemudian yang berjalan hanyalah
unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-
badan dan mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa
di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No.
9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No.
1/1951 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan.

26
dias at-tatrouk,Sejarah Hukum Indonesia-Periode Revolusi Fisik
dan Liberal,2011, http://sumringahkara.blogspot.com,

Pengantar Hukum Indonesia | 27


1. Periode Demokrasi Terpimpin
Ciri-ciri dari awal periode demokrasi ini dimulai
dengan adanya kebangkian Nasional. Kebangkitan Nasional
adalah Masa dimana Bangkitnya Rasa dan Semangat
Persatuan, Kesatuan, dan Nasionalisme serta kesadaran untuk
memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, yang
sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan Belanda
dan Jepang. Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting
yaitu berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei 1908) dan ikrar
Sumpah Pemuda (28 Oktober1928). Masa ini merupakan
salah satu dampak politik etis yang mulai diperjuangkan
sejak masa Multatuli. Pelaksanaan demokrasi terpimpin
dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Latar Belakang dikeluarkan Dekrit Presiden: Undang-
undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan
negara belum berhasil dibuat sedangkan Undang-undang
Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan
demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi
kehidupan masyarakat Indonesia. Kegagalan konstituante
dalam menetapkan undang-undang dasar sehingga membawa
Indonesia ke jurang kehancuran sebab Indonesia tidak
mempunyai pijakan hukum yang mantap. Situasi politik yang
kacau dan semakin buruk, dan Terjadinya sejumlah
pemberontakan di dalam negeri yang semakin bertambah
gawat bahkan menjurus menuju gerakan sparatisme. Konflik
antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional,
Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda

28 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


pendapat sementara sulit sekali untuk mempertemukannya.
Masing-masing partai politik selalu berusaha untuk
menghalalkan segala cara agar tujuan partainya tercapai.
Demi menyelamatkan negara maka presiden melakukan
tindakan mengeluarkan keputusan Presiden RI No. 75/1959
sebuah dekrit yang selanjutnya dikenal dengan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959.
Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi Terpimpin
yang dianggap sangat berpengaruh dalam dinamika hukum
dan peradilan adalah:
1. Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan
mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di
bawah lembaga eksekutif;
2. Mengganti lambang hukum, dari dewi keadilan
menjadi pohon beringin yang berarti pengayoman;
3. Memberikan peluang kepada eksekutif untuk
melakukan campur tangan secara langsung atas
proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964 dan
UU No.13/1965;
4. Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa
kolonial tidak berlaku kecuali sebagai rujukan,
sehingga hakim mesti mengembangkan putusan-
putusan yang lebih situasional dan kontekstual.

2. Periode Orde Baru


Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan
di bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum
dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang perundang-
undangan, rezim Orde Baru? membekukan? pelaksanaan UU

Pengantar Hukum Indonesia | 29


Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk
beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing
berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman
Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain
itu, orde baru juga melakukan:

1. Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah


eksekutif
2. Pengendalian sistem pendidikan dan penghancuran
pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran
hukum; Singkatnya, pada masa orde baru tak ada
perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.

Sejak pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie


hingga sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen UUD
RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara,
beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah:
1. Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan
2. Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia
3. Pembaruan sistem ekonomi.
Penyakit lama orde baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi
dan nepotisme) masih kokoh mengakar pada masa pasca orde
baru, bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan
perangkat hukum pun dinilai belum memadai untuk dapat
menjerat para pelaku semacam itu. Aparat penegak hukum
seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini ditambah advokat)

30 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


dilihat masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan
permbaruan hukum, hal ini dapat dilihat dari
ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan proses
peradilan mantan Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran
HAM, serta peradilan para konglomerat hitam. Sisi baiknya,
pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan
mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri,
semakin gencar dan luas dilaksanakan. Walaupun begitu,
pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih tak tentu
arahnya. Sedangkan hukum di Eropa yang Continental
merupakan suatu tatanan hukum yang merupakan perpaduan
antara hukum Germania dan hukum Romawi. Hukum tidak
hanya berubah dalam ruang dan letak melainkan juga dalam
lintasan kala dan waktu. Secara umum sejarah hukum di
Indonesia dibagi menjadi beberapa periode.

1. Masa Kerajaan Nusantara


Pada masa kerajaan nusantara banyak kerajaan yang
sudah mempunyai perangkat aturan hukum. Aturan tersebut
tertuang dalam keputusan para raja ataupun dengan kitab
hukum yang dibuat oleh para ahli hukum. Tidak dipungkiri
lagi bahwa adagium ubi societas ibi ius sangatlah tepat.
Karena dimanapun manusia hidup, selama terdapat
komunitas dan kelompok maka akan ada hukum. Hukum
pidana yang berlaku dahulu kala berbeda dengan hukum
pidana modern. Hukum pada zaman dahulu kala belum
memegang teguh prinsip kodifikasi. Aturan hukum lahir
melalui proses interaksi dalam masyarakat tanpa ada campur

Pengantar Hukum Indonesia | 31


tangan kerajaan. Hukum pidana adat berkembang sangat
pesat dalam masyarakat.
Hukum pidana yang berlaku saat itu belum mengenal
unifikasi. Di setiap daerah berlaku aturan hukum pidana yang
berbeda-beda. Kerajaan besar macam Sriwijaya sampai
dengan kerajaan Demak pun menerapkan aturan hukum
pidana. Kitab peraturan seperti Undang-undang raja niscaya,
Undang-undang mataram, jaya lengkara, kutara Manawa, dan
kitab adilullah berlaku dalam masyarakat pada masa itu.
Hukum pidana adat juga menjadi perangkat aturan pidana
yang dipatuhi dan ditaati oleh masyarakat nusantara.
Hukum pidana pada periode ini banyak dipengaruhi
oleh agama dan kepercayaan masyarakat. Agama mempunyai
peranan dalam pembentukan hukum pidana di masa itu.
Pidana potong tangan yang merupakan penyerapan dari
konsep pidana islam serta konsep pembuktian yang harus
lebih dari tiga orang menjadi bukti bahwa ajaran agam islam
mempengaruhi praktik hukum pidana tradisional pada masa
itu.

2. Masa Penjajahan
Pada masa periodisasi ini sangatlah panjang, mencapai
lebih dari empat abad. Indonesia mengalami penjajahan sejak
pertama kali kedatangan bangsa Portugis, Spanyol, kemudian
selama tiga setengah abad dibawah kendali Belanda.
Indonesia juga pernah mengalami pemerintahan dibawah
kerajaan Inggris dan kekaisaran Jepang. Selama beberapa kali
pergantian pemegang kekuasaan atas nusantara juga
membuat perubahan besar dan signifikan.

32 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Pola pikir hukum barat yang sekuler dan realis
menciptakan konsep peraturan hukum baku yang tertulis.
Pada masa ini perkembangan pemikiran rasional sedang
berkembang dengan sangat pesat. Segala peraturan adat yang
tidak tertulis dianggap tidak ada dan digantikan dengan
peraturan-peraturan tertulis. Tercatat beberapa peraturan yang
dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda seperti statuta
Batavia (statute van batavia).
Berlaku dua peraturan hukum pidana yakni KUHP bagi
orang eropa (weetboekvoor de europeanen) yang berlaku
sejak tahun 1867. Diberlakukan pula KUHP bagi orang non
eropa yang berlaku sejak tahun 1873.

3. Masa KUHP 1915 – sekarang


Selama lebih dari seratus tahun sejak KUHP Belanda
diberlakukan, KUHP terhadap dua golongan warganegara
yang berbeda tetap diberlakukan di Hindia Belanda. Hingga
pada akhirnya dibentuklah KUHP yang berlaku bagi semua
golongan sejak 1915. KUHP tersebut menjadi sumber hukum
pidana sampai dengan saat ini. Pembentukan KUHP nasional
ini sebenarnya bukan merupakan aturan hukum yang menjadi
karya agung bangsa. Sebab KUHP yang berlaku saat ini
merupakan sebuah turunan dari Nederland Strafwetboek
(KUHP Belanda). Sudah menjadi konskwensi ketika berlaku
asas konkordansi terhadap peraturan perundang-undangan.
KUHP yang berlaku di negeri Belanda sendiri
merupakan turunan dari code penal perancis. Code penal
menjadi inspirasi pembentukan peraturan pidana di Belanda.
Hal ini dikarenakan Belanda berdasarkan perjalanan sejarah

Pengantar Hukum Indonesia | 33


merupakan wilayah yang berada dalam kekuasaan kekaisaran
perancis.
Desakan Pembentukan segera KUHP Nasional Sebagai
sebuah Negara yang pernah dijajah oleh bangsa asing, hukum
yang berlaku di Indonesia secara langsung dipengaruhi oleh
aturan-aturan hukum yang berlaku di Negara penjajah
tersebut. Negeri Belanda yang merupakan negeri dengan
sistem hukum continental menurunkan betuknya melalui asas
konkordansi. Peraturan yang berlaku di Negara jajahan harus
sama dengan aturan hukum negeri Belanda. Hukum pidana
(straffrecht) merupakan salah satu produk hukum yang
diwariskan oleh penjajah.
Pada tahun 1965 LPHN (Lembaga Pembinaan Hukum
Nasional) memulai suatu usaha pembentukan KUHP baru.
Pembaharuan hukum pidana Indonesia harus segera
dilakukan. Sifat undang-undang yang selalu tertinggal dari
realitas social menjadi landasan dasar ide pembaharuan
KUHP. KUHP yang masih berlaku hingga saat ini merupakan
produk kolonial yang diterapkan di Negara jajahan
untukmenciptakan ketaatan. Indonesia yang kini menjadi
Negara yang bebas dan merdeka hendaknya menyusun
sebuah peraturan pidana baru yang sesuai dengan jiwa
bangsa.

34 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Bab III
SISTEM HUKUM
DI INDONESIA

S istem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari


unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain
dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut.
Kesatuan tersebut diterapkan terhadap kompleks unsur-unsur
yuridis seperti peraturan hukum, asas hukum, dan pengertian
hukum. Di dalam sistem hukum terdapat bagian-bagian yang
masing-masing terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai
hubungan khusus atau tatanan. Antara unsur-unsur di dalam
suatu sistem dengan unsur-unsur dari lingkungan di luar
sistem terdapat hubungan khusus atau tatanan. Tatanan ini
disebut struktur.
Struktur menentukan identitas atau ciri sistem, sehingga
unsur-unsur itu masing-masing pada asasnya dapat berubah
dan dapat diganti tanpa mengganggu kontinuitas sistem.
Peraturan perundang-undangan sering mengalami perubahan-
perubahan, tetapi tidak dapat dikatakan bahwa sistemnya
telah berubah.

Pengantar Hukum Indonesia | 35


Dikenal Macam-Macam Sistem:
1. Sistem konkrit, yaitu sistem yang dapat dilihat atau
diraba seperti misalnya molekul atau organism
yang terdiri dari bagian-bagian yang lebih kecil.
2. Sistem abstrak atau konseptual, yaitu sistem yang
terdiri dari unsur-unsur yang tidak konkrit, yang
tidak menunjukkan kesatuan yang dapat dilihat.
Sistem hukum termasuk sistem konseptual.
3. Sistem terbuka, dimana mempunyai hubungan
timbal balik dengan lingkungannya. Unsur-unsur
yang tidak merupakan bagian sistem mempunyai
pengaruh terhadap unsur-unsur didalam sistem.
Sistem hukum merupakan sistem terbuka. Sistem
hukum merupakan kesatuan unsur-unsur (yaitu
peraturan, penetapan) yang dipengaruhi oleh
faktor-faktor kebudayaan, sosial, ekonomi, sejarah,
dan sebagainya. Sebaliknya sistem hukum
mempengaruhi faktor-faktor di luar sistem hukum
tersebut. Contoh: hukum perserikatan, dimana
setiap orang bebas untuk membuat jenis perjanjian
apapun di luar yang ditentukan dalam undang-
undang.
4. Sistem tertutup, yaitu meskipun dikatakan bahwa
sistem hukum itu terbuka, namun di dalam sistem
hukum itu ada bagian-bagian yang sifatnya
tertutup. Ini berarti bahwa pembentuk undang-
undang tidak memberi kebebasan untuk
pembentukan hukum. Contoh: hukum keluarga dan
hukum benda merupakan sistem tertutup, yang

36 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


berarti bahwa lembaga-lembaga hukum dalam
hukum keluarga dan benda jumlah dan jenisnya
tetap. Tidak dimungkinkan orang menciptakan
hak-hak kebendaan baru kecuali oleh pembentuk
undang-undang.

Pandangan hukum sebagai sistem adalah pandangan


yang cukup tua, meski arti “sistem” dalam berbagai teori
yang berpandangan demikian itu tidak selalu jelas dan tidak
juga seragam. Kebanyakan ahli hukum berkeyakinan bahwa
teori hukum yang mereka kemukakan di dalamnya terdapat
suatu sistem. Asumsi umum mengenai sistem mengartikan
kepada kita secara langsung bahwa jenis sistem hukum
tersebut telah ditegaskan lebih dari ketegasan yang
dibutuhkan oleh sistem jenis manapun juga. Dengan
demikian, huum merupakan sistem berarti bahwa hukum itu
merupakan tatanan, di mana hukum merupakan suatu
kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau
unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain.
Dengan begitu, yang dimaksud dengan sistem hukum adalah
suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang
mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja untuk
mencapai tujuan kesatuan tersebut.
Untuk mencapai suatu tujuan kesatuan tersebut perlu
kerja sama antara bagian-bagian atau unsur-unsur tersebut
menurut rencana dan pola tertentu. Dalam sistem hukum
yang baik tidak boleh terjadi pertentangan-pertentangan atau
tumpang tindih di antara bagian-bagian yang ada. Jika
pertentangan atau kontradiksi tersebut terjadi, sistem itu
sendiri yang menyelesaikan hingga tidak berlarut. Hukum

Pengantar Hukum Indonesia | 37


yang merupakan sistem tersusun atas sejumlah bagian yang
masing-masing juga merupakan sistem yang dinamakan
subsistem. Kesemuanya itu bersama-sama merupakan satu
kesatuan yang utuh.Kesatuan tersebut diterapkan terhadap
konplesitas unsur-unsur yuridis seperti peraturan hukum,
asas-asas hukum dan pengertian hukum. Sehingga di dalam
kesatuan itu tidak dikehendaki adanya konflik, pertentangan
atau kontradiksi antara bagian-bagian yang ada pada
peraturan hukum, asas-asas hukum dan pengertian hukum.
Kalau sampai terjadi konflik maka akan segera diselesaikan
oleh dan didalam sistem (hukum) itu.
Setiap sistem mengandung beberapa asas yang menjadi
pedoman dalam pembentukannya dan dapat dikatakan bahwa
suatu sistem adalah tidak terlepas dari asas-asas yang
mendukungnya. Dengan demikian sifat sistem ini
menyeluruh dan berstruktur yang keseluruhan komponen-
komponennya bekerjasama dalam hubungan fungsional. Jadi
kalau dikatakan bahwa hukum sebagai suatu sistem; artinya
suatu susunan atau tatanan teratur dari aturan-aturan hidup,
keseluruhannya terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu
sama lain. Seperti dalam hukum perdata sebagai sistem
hukum positif misalkan, sebagai keseluruhan hukum, di
dalamnya terdiri dari bagian-bagian yang mengatur tentang
hidup manusia sejak lahir sampai meninggal dunia.
Dari bagian-bagian itu bisa dilihat kaitan aturannya
sejak seseorang dilahirkan, hidup sebagai manusia yang
memiliki hak dan kewajiban, suatu waktu keinginan untuk
melanjutkan keturunan dilaksanakan dengan memberikan
keluarga, di dalam kehidupan sehari-hari manusia itu

38 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


memiliki kekayaan yang dipelihara dan dipertahankan
dengan baik dan pada saat meninggal dunia semuanya akan
ditinggalkan untuk diterimakan lajut vagi yang berhak.
Dari bagian-bagian sistem hukum perdata itu ada
aturan-aturan hukumnya yang berkaitan dengan
keberlangsungan hidup manusia dalam pengembangan
keturunan yang disebut dengan “Hukum Perkawinan”,
sedang harta peninggalan yang dimiliki dan dipertahankan
dengan baik itu dibagikan kepada yang berhak ialah disebut
ahli waris yang diatur dalam “hukum waris”. Sehingga
pengaturan didalam hukum perdata pada bagian-bagian
sistem hukumnya itu secara teratur dan keseluruhannya
merupakan peraturan hidup manusia dalam keperdataan yang
berkaitan dengan hubungan antara manusia satu dengan yang
lainnya. Oleh karena itu, pembagian sistem hukum menjadi
bagian-bagian merupakan cirri sistem hukum. Untuk dapat
mengadakan pembagian harus ada kriteriumnya sebagai cirri
dari sistem hukum .Dimana kriterium merupakan prinsip
dasar pembagian.pembagian hukum yang lazim diadakan
ialah: Hukum materiil-Hukum formiil; dan Hukum Publik-
Hukum privat.

Terlebih dahulu untuk diungkapkan yang menjadi cirri


sistem hukum Indonesia sebelum kita membicarakan unsur-
unsur sistem hukum, ialah bentuk sistem hukum Indonesia
yang menjadi cirri di dalam bentuk sistem hukum yang
dianutnya. Secara garis besar sistem hukum yang sering
manjadi ciri pada bentuk hukum ialah dengan sistem terbuka

Pengantar Hukum Indonesia | 39


dan tertutup. Yang dimaksud dengan sistem tertutup adalah
sistem yang terisolir sama sekali dari lingkungan. Batas-
batasnya (boundaries) tertutup bagi pertukaran informasi dan
energi yang ada pada lingkungan sosial. Sehingga dalam
sistem hukum yang bersifat tertutup tidak memasukkan
faktor-faktor yang ada pada pusat informasi dan energi
disekitar lingkungan kehidupan masyarakat, yang merupakan
sumber-sumber luar yang mempengaruhi sistem hukum itu
sendiri. Oleh Karenanya sistem hukum tertutup dapat
mengalami entropi yang bergerak ke arah disorganisasi atau
kematian.
Sedangkan yang dimaksud dengan sistem hukum
terbuka, dikatakan oleh Sudikno Mertokusumo bahwa sistem
terbuka mempunyai hubungan timbale balik dengan
lingkungannya. Dimana sistem hukum merupakan satu
kesatuan unsur-unsur (yakni peraturan dan penetapan) yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, sosial, ekonomi,
sejarah dan sebagainya. Dan sebaliknya sistem hukum
mempengaruhi faktor-faktor diluar sistem hukum tersebut.
Peraturan-peraturan hukum terbuka untuk penafsiran yang
berbeda, oleh karena itu selalu terjadi perkembangan. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa sistem hukum Indonesia
berbentuk sistem terbuka. Kenyataan ini tidak berarti bahwa
tidak terdapat perbedaan tatanan diantara kaidah-kaidah
hukum. Seperti sekelompok kaidah hukum tertentu memang
memiliki sifat lebih umum ketimbang suatu kelompok
lainnya. Dalam kerangka itu kita sudah menetapkan asas
hukum sebagai suatu jenis khusus kaidah hukum, yakni

40 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


kaidah penilaian yang memiliki cirri suatu derajat keumuman
yang lebih tinggi.
Meskipun dikatakan bahwa sistem hukum itu terbuka,
namun didalam sistem hukum itu ada bagian-bagian yang
sifatnya tertutup. Ini berarti bahwa pembentuk Undang-
Undang tidak memberi kebebasan untuk membentuk hukum.
Hukum keluarga dan Hukum benda merupakan sistem
tertutup, yang berarti bahwa lemabaga-lembaga hukum dalam
hukum keluarga dan benda jumlah dan jenisnya tetap. Tidak
dimungkinkan orang menciptakan hak-hak kebendaan baru
kecuali oleh pembentuk Undang-undang. Sebaliknya hukum
perserikatan sisemnya terbuka; setiap orang bebas untuk
membuat jenis perjanjian apapun di luar yang ditentukan oleh
Undang-undang. Oleh sebab itu bervariasinya aturan-aturan
hukum dan putusan-putusan hukum sudah dapat menghalangi
bahwa mereka akan dapat dikumpulkan menjadi satu
kesatuan, tanpa menimbulkan kerugian pada isinya.
Dimana berbagai asas hukum yang ada pada landasan
(basis) suatu sistem hukum menghalangi tersusunnya suatu
keseluruhan yang tertutup. Nilai-nilai, yang memperoleh
bentuk dalam asas-asas hukum, mengajukan (tuntutan)
berbagai syarat pada sistem itu, yang tidak dapat semuanya
pada waktu yang bersamaan diwujudkan. Pada akhirnya
berbagai kepentingan kemasyarakatan dan tujuan politik
memainkan peranan di dalam hukum, yang seringkali
bertentangan. Semua itu dengan derajat yang berubah-ubah
dan dengan cara yang berbeda-beda berpengaruh dalam
praktek hukum, yang mengakibatkan bahwa bertolak dari
praktek, orang tidak mungkin akan sampai pada suatu sistem

Pengantar Hukum Indonesia | 41


hukum terunifikasi secara penuh (volledig uniform
rechtssysteem). Karena itu, sistem hukum memiliki cirri
sebagai suatu sistem terbuka, yang didalamnya orang hanya
dapat menunjukan di sana sini ada perkaitan. Karena hukum
itu berisi peraturan-peraturan hukum yang sifatnya tidak
lengkap dan tdak mungkin lengkap.

Sistem hukum Indonesia yang menjadi ciri sangat


dipengaruhi oleh bentuk sistem hukum yang melingkupinya
terutama sistem hukum di dunia yang sekarang ini berlaku di
belahan penjuru dunia. Secara garis besar sistem hukum yang
sekarang berlaku dan mempengaruhi pada sistem hukum
diberbagai negara dapat digolongkan menjadi dua macam
cirri sistem hukum yaitu: (1). Sistem hukum Kontinental; dan
(2). Sistem hukum Anglo Saxon. Adapun selain dari kedua
sistem itu, yang menjadi ciri pada sistem hukum Indonesia
ialah: (1). Sistem hukum Islam; dan (2). Sistem hukum Adat.
Dari masing-masing kedua sistem hukum tersebut
berkembang pesat pada berbagai negara terutama negara-
negara maju di dataran Eropa maupun negara berkembang
yang mengikuti sistem itu.
Sedangkan penggolongan dari kedua yang terakhir dari
sistem berikutnya ini merupakan unsur dari sistem hukum
Indonesia sebagai cirri yang melekat pada sumber-sumber
hukum di Indonesia. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa
ketiga system tersebut sangat berpengaruh dan sangat
dominan dalam sistem hukum Indonesia terhadap

42 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


eksistensinya atas pembuatan peraturan hukum positif, ketika
sistem hukum Indonesia bercirikan pada sistem terbuka.

1. Sistem Hukum Eropa Kontinental


Sistem hukum ini berkembang di negara-negara Eropa
daratan yang sering disebut sebagai “Civil Law”. Sebenarnya
semula berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku
dikekaisaran Romawi pada masa pemerintahana Kaisar
Justinianus abad VI Sebelum Masehi. Peraturan-peraturan
hukumnya merupakan kumpulan dari berbagai kaidah hukum
yang ada sebelum masa justinianus yang kemudian disebut
“Corpus Juris Civilis”. Dalam perkembangannya, prinsip-
prinsip hukum yang terdapat pada corpus juris civilis itu
dijadikan dasar perumusan dan kodifikasi hukum di negara-
negara Eropa daratan, seperti Jerman, Belanda, Prancis dan
Italia, juga Amerika Latin dan Asia termasuk Indonesia pada
masa penjajahan pemerintah Belanda.
Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa
Kontinental itu ialah hukum memperoleh kekuatan mengikat,
karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang
berbentuk Undang-undang dan tersusun secara sistematik
didalam kodifikasi atau kompilasi tertentu. Prinsip dasar ini
dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan
hukum adalah kepastian hukum. Dan kepastian hukum hanya
dapat diwujudkan kalau tindakan-tindakan hukum manusia
didalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan
hukum yang tertulis. Dengan tujuan hukum itu dan
berdasarkan sistem hukum yang dianut, maka hakim tidak
dapat leluasa untuk menciptakan hukum yang mempunyai

Pengantar Hukum Indonesia | 43


kekuatan mengikat umum. Hakim hanya berfungsi
menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam
batas-batas wewenangnya. Putusan seorang hakim dalam
suatu perkara hanya mengikat para pihak yang berperkara
saja (Doktrins Res Ajudikata).
Sejalan dengan pertumbuhan dengan negara-negara
nasional di Eropa, yang bertitik tolak kepada unsur
kedaulatan (Sovereignty) nasional termasuk kedaulatan untuk
menetapkan hukum, maka yang menjadi sumber hukum di
dalam sistem hukum Eropa Kontinental adalah Undang-
undang yang dibentuk oleh pemegang kekuasaan legislatif.
Selain itu juga diakui peraturan-peraturan yang dibuat
pemegang kekuasaan eksekutif berdasarkan wewenang yang
telah ditetapkan oleh Undang-undang dan kebiasaan-
kebiasaan yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh
masyarakat selama tidak bertentangan dengan Undang-
undang. Berdasarkan sumber-sumber hukum itu, maka sistem
hukum Eropa Kontinental penggolongan ada dua yaitu
penggolongan ke dalam bidang : (a). Hukum Publik; dan (b).
Hukum Privat.
Dimana hukum publik mencakup peraturan-peraturan
hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang
pengusa/negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat
dengan negara. Sedangkan hukum privat mencakup
peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan
antara individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup
demi hidupnya.

44 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


2. Sistem Hukum Anglo Saxon
Sistem hukum Anglo Saxon, yang kemudian dikenal
dengan sebutan “Anglo Amerika”, mulai berkembang di
Inggris pada abad XI yang sering disebut sebagai sistem
“Common Law” dan sistem “Unwritten Law” (tidak tertulis).
Walaupun disebut sebagai unwritten law tetapi tidak
sepenuhnya benar, karena didalam sistem hukum ini dikenal
pula adanya sumber-sumber hukum yang tertulis (statutes).
Sistem hukum Anglo Amerika ini dalam perkembangannya
melandasi pula hukum positif di negara-negara Amerika
Utara, seperti Kanada dan beberapa negar Asia yang
termasuk negara-negara persemakmuran Inggris dan
Australia, selain di Amerika Serikat sendiri.
Sumber hukum dalam sistem hukum Anglo Amerika
ialah putusan-putusan hakim atau pengadilan (Judicial
Decisions). Melalui putusan-putusan hakim yang
mewujudkan kepastian hukum, maka prinsip-prinsip dan
kaidah-kaidah hukum dibentuk dan menjadi kaidah yang
mengikat umum. Di samping putusan hakim, maka
kebiasaan-kebiasaan dan peraturan-peraturan tertulis
Undang-undang dan peraturan administrasi negara diakui,
walaupun banyak landasan bagi terbentuknya kebiasaan dan
peraturan tertulis itu berasal dari putusan-putusan didalam
pengadilan. Sumber-sumber hukum itu (putusan hakim,
kebiasaan dan administrasi negara) tidak tersusun secara
sistematik dalam hirarki tertentu seperti dalam sistem hukum
Eropa Kontinental.
Selain itu juga di dalam sistem hukum Anglo Amerika
adanya peranan yang diberikan kepada seorang hakim

Pengantar Hukum Indonesia | 45


berbeda dengan sistem hukum Eropa Kontinental. Hakim
berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas
menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum
saja, melainkan peranannya sangat besar yaitu membentuk
seluruh tata kehidupan masyarakat. Hakim mempunyai
wewenang yang sangat luas untuk menafsirkan peraturan
hukum yang berlaku dan menciptakan prinsip-prinsip hukum
baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain
untuk menentukan perkara yang sejenis. Dimana dalam
sistem hukum Anglo Saxon putusan hakim yang diikuti
hakim yang lain dalam perkara yang sejenis dan serupa tapi
tidak persis sama seringkali disebut dengan “Hukum
Yurisprundensi”.
Sistem hukum Anglo Amerika menganut suatu doktrin
yang dikenal dengan nama “the doctrine of precendent/strate
decisis”, yang pada hakekatnya menyatakan bahwa dalam
memutuskan suatu perkara, seorang hakim harus
mendasarkan putusannya kepada prinsip hukum yang sudah
ada didalam putusan hakim lain dari perkara sejenis
sebelumnya (precedent). Dalam hal tidak ada putusan hakim
lain dari perkara atau putusan hakim yang telah ada
sebelumnya kalau dianggap tidak sesuai lagi dengan
perkembangan zaman, maka hakim dapat menetapkan
putusan baru berdasarkan nilai-nilai keadilaan, kebenaran dan
akal sehat (Common Sense) yang dimilikinya.
Dalam perkembanganya, sistem hukum Anglo Amerika
itu mengenal pula pembagian “Hukum Publik” dan “Hukum
Privat”. Pengertian yang diberikan kepada hukum publik
hampir sama dengan pengertian yang diberikan oleh sistem

46 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


hukum Eropa Kontinental. Sedangkan bagi hukum privat
pengertian yang diberika oleh sistem hukum Anglo Saxon
agak berbeda dengan pengertian yang diberika oleh sistem
hukum Eropa Kontinental. Dimana kalau didalam sistem
hukum Eropa Kontinental hukum privat lebih dimaksudkan
sebagai kaidah-kaidah hukum perdata dan hukum dagang
yang dicantumkan dalam kodifikasi kedua hukum itu, maka
bagi sistem hukum Anglo Amerika pengertian hukum privat
lebih ditunjukan kepada kaidah-kaidah hukum tentang hak
milik (law of property), hukum tentang orang (law of person),
hukum perjanjian (law of contract), dan hukum tentang
perbuatan melawan hukum (law of torts) yang tersebar
didalam peraturan-peraturan tertulis, putusan-putusan hakim
dan hukum kebiasaan.

3. Sistem Hukum Adat


Sistem hukum adat terdapat dan berkembang di
lingkunagn kehidupan sosial terutama di masyarakat
Indonesia, Cina, India, Jepang, dan negara lain yang ada di
belahan dunia Asia dan Afrika. Di Indonesia asal mula istilah
hukum adat adalah dari istilah “Adat Recht” yang
dikemukakan oleh Snouck Hurgronye. Sistem hukm adat
umumnya bersumber dari peraturan-peraturan hukum tidak
tertulis yang tumbuh dan berkembang serta dipertahankan
berdasarkan kesadaran hukum masyarakatnya. Sifat hukum
adat adalah tradisonal dengan berpangkal pada kehendak
nenek moyang. Tolak ukur keinginan yang akan dilakukan
oleh manusia ialah kehendak suci dari nenek moyangnya.
Hukum adat berubah-ubah karena pengaruh kejadian dan

Pengantar Hukum Indonesia | 47


keadaan sosial yang silih berganti. Karena sifanya yang
mudah berubah dan mudah menyesuaikan dengan
perkembangan situasi sosial, hukum adat elastik sifatnya.
Karena sumbernya tidak tertulis, hukum adat tidak kaku dan
mudah menyesuaikan diri.
Dengan begitu, sumber hukum adat bersumber kepada
peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh
berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum
masyarakatnya. Dan hukum adat itu mempunyai tipe yang
bersifat tradisional dengan berpangkal kepada penghormatan
yang sangat besar bagi kehendak suci nenek moyang itu.
Oleh sebab itu, perubahan dalam hukum adat sering kali tidak
dapat diketahui bahkan kadang-kadang tanpa disadari
masyarakat, karena terjadi pada situasi sosial tertentu didalam
kehidupan sehari-hari. Keadaan ini berbeda dengan hukum
yang peraturan-pearaturannya ditulis dan dikodifikasi dalam
sebuah kitab Undang-undang atau peraturan perundangan
lainnya yang sulit dapat diubah secara cepat untuk
penyesuian dalam situasi sosial tertentu, karena dalam
perubahannya masih diperlukan alat pengubah melalui
perangkat alat-alat perlengkapan Negara yang berwenang
untuk itu dibutuhkan peraturan perundangan yang baru .
Berdasarkan sumber hukum dan tipe hukum adat itu,
maka sistem hukum adat di Indonesia dapat dibagi dalam tiga
kelompok, yaitu:
a. Hukum adat mengenai tata negara, yaitu tatanan
yang mengatur susunan dan ketertiban dalam
persekutuan-persekutuan hukum, serta susunan dan

48 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


lingkungan kerja alat-alat perlengkapan, jabata-
jabatan, dan penjabatnya.
b. Hukum adat mengenai warga (hukum warga)
terdiri dari :
1. Hukum pertalian sanak (kekerabatan)
2. Hukum tanah;
3. Hukum perutangan.
c. Hukum adat mengenai delik (hukum pidana)

Yang berperan melaksanakan sistem hukum adat ini


ialah Pemangku Adat sebagi pemimpin yang sangat disegani,
besar pengaruhnya dalam lingkingan masyarakat adat untuk
menjaga keutuhan hidup sejahtera masyarakat yang
dipimpinnya. Pemangku Adat itu dianggap sebagai orang
yang paling mampu menjalankan dan memelihara peraturan
serta selalu ditaati oleh anggota masyarakatnya berdasarkan
kepercayaan kepada nenek moyang .

4. Sistem Hukum Islam


Sistem hukum Islam berasal dari Arab, kemudian
berkembang ke negara-negara lain di Asia, Afrika, Eropa,
dan Amerika secara individual atau kelompok, dimana
perkembangan Islam di negara-negara kawasan Asia, Afrika,
Eropa, dan Amerika disebabkan oleh penyebaran agama
Islam itu sendiri. Sedangkan untuk beberapa negara di Asia
dan Afrika perkembanganya sesuai dengan pembentukan
negara itu dalam melandaskan kehidupan kebangsaan dan
kenegaraannya yang berasaskan ajaran Islam. Namun bagi
negara Indonesia walaupun mayoritas warga negaranya
beragama Islam, pengaruh agama itu tidak besar dalam

Pengantar Hukum Indonesia | 49


bernegara, karena asas pembentukan negara bukanlah
menganut ajaran Islam, melainkan Pancasila. Namun
demikian, bukan berarti bahwa bangsa Indonesia dalam
sistem hukumnya tidak terpengaruh oleh ajaran Islam,
melainkan hukum Islam merupakan salah satu sumber dari
hukum nasional Indonesia. Dimana sistem hukum Islam
bersumber hukum kepada:
a. Al-Quran, yaitu kitab suci dari kaum muslimin
yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW dengan pelantaraan malaikat
Jibril.
b. As-Sunnah, ialah semua yang diriwayatkan dari
Rasulullah SAW baik perkataan, perbuatan, atau
pengakuan terhadap suatu perbuatan yang
dilakukan para sahabat (qauliyyah, fi’liyyah,
ataupun tagririyyah).
c. Ijma, adalah kesepakatan para ulama besar
terdahulu tentang suatu hal cara hidup yang
ketentuannya belum dijelaskan secara rinci oleh
Al-Quran dan As-Sunnah.
d. Qiyas, adalah Analogi dalam mencari sebanyak
mungkin persamaan antara dua atau lebih kejadian
untuk ditarik kesimpulan yang memunculkan
hukum yang baru.
Ajaran agama Islam dengan sengaja diturunkan oleh
Allah SWT dengan melalui malaikat jibril kepada Nabi
Muhammad SAW dengan maksud menyusun ketertiban dan
keamanan serta keselamatan umat manusia. Karena itu dasar-
dasar hukumnya mengatur mengenai segi-segi pembangunan,

50 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


politik, sosial ekonomi dan budaya disamping hukum-hukum
pokok tentang kepercayaan dan kebaktian atau ibadat kepada
Allah SWT. Karena itu Berdasarkan sumber-sumber
hukumnya, sistem hukum Islam dalam ilmu fiqih (hukum
fiqih) terdiri dari dua hukum pokok, yaitu:
1. Hukum Rohaniah, lazim disebut “ibadah”, yaitu
cara-cara menjalankan upacara tentang kebaktiaan
terhadap Allah SWT, seperti sholat, puasa, zakat,
dan haji .
2. Hukum Duniawi, terdiri dari :
a. Muamalat, yaitu tata tertib hukum dan
peraturan mengenai hubungan antara manusia
dalam bidang jual-beli, sewa-menyewa,
perburuhan, hukum tanah, hukum perikatan,
hak milik, hak kebendaan, dan hubungan
ekonomi pada umumnya.
b. Nikah, yaitu perkawinan dalam arti
membentuk sebuah keluarga yang terdiri dari
syarat-syarat dan rukun-rukunnya, hak dan
kewajiban, dasar-dasar perkawinan monogami
dan akibat-akibat hukum perkawinan.
c. Jinayat, yaitu hukum pidana yang meliputi
ancaman terhadap hukum Allah SWT dan
perbuatan tindak pidana kejahatan.

Contoh Tentang Pengaruh Agama Terhadap Hukum


Adolf Schnitzer dalam karyanya Vergleichende
Rechtslehre (1961), pada bagian yang menjelaskan tentang
keluargan hukum yang ada diberbagai negara, yang
disebutnya ada lima, yaitu :

Pengantar Hukum Indonesia | 51


Keluarga hukum daerah Roman, Germania, Slavia,
Anglo-Amerika, dan negara-negara Afro-Asia. Beliau
menambahkan adanya hukum agama yang sangat
berpengaruh yakini hukum Yahudi, hukum Kristen, dan
hukum Islam.
Di Indonesia, terutama di lapangan hukum perdata
khususnya perdata adat, tampak sekali besarnya pengaruh
institusi Islam, termasuk hukumnya ke dalam hukum adat
Indonesia. Malahan penelaah-penelaah Belanda pada zaman
Hindia Belanda, sebelum C. Van Vollenhoven seperti L.W.C.
Van den Berg mengangap bahwa hokum adat (Indonesia)
sebenarnya adalah hukum Islam yang diterapkan dalam
pergaulan hidup pedesaan, di daerah-daerah hukum adat.
Sekalipun kemudian diketahui bahwa pada kenyataannya
pandangan ini keliru, namun tidak dapat disangkal bahwa
agama Islam besar pengaruhnya hukum perdata adat. Di
bawah ini akan diuraikan hal tersebut ekedar sebagai contoh
mengenai kenyataan ini. Mengenai pengaruh Islam terhadap
hukum adat diperbincangkan oleh Prof.Mr.J.Prins, dalam
karya tulisnya Adat en Islamitische Plichtenleer in Indonesia,
Prins berusaha membuktikan bahwa hubungan diantara
hukum Islam dan hukum adat didalam pergaulan masyarakat
hukum dapat dilukiskan menurut tiga kemungkinan, yaitu :
a. Hukum Islam membawa kaidah-kaidah hukum
untuk kepentingan-kepentingan yang belum
ternyata didalam hukum adat Indonesia; didalam
hal ini hukum Islam menembah luasnya hukum
adat.

52 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


b. Satu lembaga hukum diatur didalam kedua sistem
hukum itu sedimikian, sehingga kedua hukum itu,
yang satu dengan yang lain saling menyesuaikan
diri; kedua sistem hukum itu lalu hidup
berdampingan secara harmonis.
c. Terdapat bentrokan diantara kaidah-kaidah hukum
Islam dengan kaidah-kaidah hukum adat, pada
umumnya tak dapat dinyatakan lebih dulu, sistem
hukum yang manakahakan menang didalam
pertikaian.
Contoh-contoh ialah:
1. (dari a) : Waqf, yang menjadi wakaf Indonesia
2. (dari b) : Hukum Perkawinan
3. (dari c) : Hukum Pewarisan

Berhubungan dengan pengaruh hukum Islam terhadap


hukum adat Indonesia pernah dipergunakan istilah “resepsi”
(bahasa Latin: reception), Dengan resepsi itu dimaksudkan:
pengaruh satu sistem hukum yang tertentu terhadap satu
sistem hukum yang lain, sehingga satu sistem hukum yang
laim itu telah diubah oleh penerimaan hukum yang
berpengaruh itu.
Di dalam “Pengantar Ilmu Hukum” karangan Prof.
Djokosutono, dikemukakan bentuk-bentuk resepsi:
a. Resepsi teoritis (hanya teori-teori hukum asing
yang dipelajari oleh ahli-ahli hukum);
b. Resepsi praktis (hasil pelajaran secara teoritis itu
telah dipraktekkan oleh para ahli hukum);
c. Resepsi dilapangan ilmu (ajaran sistem hukum
asing itu telah dijadikan mata pelajaran di
Universiteit dan sebagainya);

Pengantar Hukum Indonesia | 53


d. Resepsi didalam hukum positif (penggal-penggal
dari system hukum asing telah dijadikan hukum
positif didalam negera yang menerimanya).
Keempat macam resepsi itu dapat diketemukan di
dalam kebenaran sosial di Indonesia pada masa sekarang;
kearah mana resepsi itu akan berkembang tak dapat
diperbincangkan. Telah menjadi masalah bagi ahli-ahli
hukum Islam dengan cara bagaimana kita harus mengatasi
perbedaan diantara Syariah (menurut kehendak fakih) dengan
kebutuhan-kebutuhan didalam masyarakat modern.
Diantaranya, Hazirin mengupas hal itu didalam
karangannya (pidatonya): “Hukum baru di Indonesia”, yakni
khusus berhubungan dengan cita-cita untuk menyatukan
hukum di Indonesia, beliau mengemukakan bahwa hukum
Sayriah sebenarnya haruslah hanya berdasarkan Al-Quran
dan Hadith saja, sebaliknya, Fikih yang telah dibekukan dari
abad ketika hijriah, sedapat-dapatnya haruslah dihidupkan
kembali. Salah satu bagian menarik yang diketengahkannya
adalah: “Dengan demikian nyatalah bahwa hukum Qur‟an itu
memang “dapat” dijalankan disemua pojok dunia Islam
dengan tidak perlu sekali-kali menjadikan tiap-tiap pojok itu
seperti masyarakat Arab, asal saja orang Islam telah mampu
kembali melepaskan dirinya dari belenggu taklid kepada
ulama-ulama Arab dan masyarakat Arab seribu tahun yang
lampau dan kembali kepaa pokok-pokoknya diperkembangan
agam dan hukumnya yaitu Qur‟an dan sunnanh, dan
menyesuaikan masyarakatnya setiap zaman dengan pokok-
pokok leluhur tersebut”.

54 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Bab IV
SUMBER-SUMBER
HUKUM

S umber Hukum adalah sesuatu yang menimbulkan aturan-


aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat
memaksa, yaitu apabila dilanggar akan mengakibatkan
timbulnya sanksi yang tegas dan nyata. Pengertian sumber
hukum dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang digunakan
sebagai dasar oleh pengadilan dalam memutus perkara.
Istilah sumber hukum mengandung banyak pengertian.
Pengertian Sumber Hukum menurut perspektif
sosiologis adalah faktor-faktor yang benar-benar
menyebabkan hukum benar-benar berlaku. Fator-faktor
tersebut ialah fakta-fakta dan keadaan-keadaan yang menjadi
tuntutan sosial untuk menciptakan hukum.
Pengertian Sumber Hukum dari sudut pandang filsufis
yaitu dalam arti mengenai keadilan yang merupakan esensi
hukum. Oleh karena itu berdasarkan pengertian sumber
hukum ini, sumber hukum menetapkan kriterium untuk
menguji apakah hukum yang berlaku sudah mencerminkan
keadilan dan fairness. Sejak didirikannya mazhab historis
terdapat pandangan bahwa sumber esensi hukum adalah

Pengantar Hukum Indonesia | 55


kesadaran sosial akan hukum. Dengan demikian sumber
hukum menyangkut faktor-faktor politik, ekonomi, budaya
dan sosial.
Pengertian Sumber Hukum dalam pola pikir Eropa
Kontinental dalam arti formal ialah hukum yang bersifat
oprasional artinya yang berhubungan langsung dengan
penerapan hukum.
Menurut sejarawan Hukum membagi dua Pengertian
sumber hukum :
1. Pengertian sumber hukum yaitu dalam arti sumber
tempat orang-orang untuk mengetahui hukum ialah
semua sumber-sumber tertulis dan sumber-sumber
lainnya yang dapat diketahui sebagai hukum pada
saat, tempat dan berlaku bagi orang-orang tertentu.
2. Pengertian sumber hukum yaitu dalam arti sumber
tempat orang-orang untuk mengetahui hukum
dapat berupa kebiasaan-kebiasaan dan praktik-
praktik dalam transaksi hidup bermasyarakat yang
telah diterima sebagai hukum.27

Pengertian Sumber Hukum Menurut Anglo-American


:
Menurut Salmond, Pengertian Sumber hukum dalam
arti formal sebagai sumber berasalnya kekuatan mengikat dan
validitas; sedangkan Pengertian sumber hukum dalam arti
materil adalah sumber berasalnya substansi hukum.

27
Yulies Tiena Masriani, 2004. Pengantar Hukum Indonesia.
Yang menerbitkan PT Sinar Grafika: Jakarta.hlm:42

56 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Menurut Bodenheimer, Pengertian Sumber Hukum
dalam formal ialah sebagai sumber-sumber yang tersedia
dalam formulasi-formulasi tekstual yang berupa dokumen-
dokumen resmi.
Baik Salmond maupun Bodenheimer merujuk kepada
hukum yang dibuat oleh organ negara merupakan pengertian
sumber hukum dalam arti formal. Menurut mereka Hukum
yang tidak dibuat oleh organ negara merupakan pengertian
sumber hukum dalam arti materil. Sumber - sumber hukum
dalam arti formal berupa undang-undang dan sumber -
sumber hukum dalam arti materil berupa kebiasaan,
perjanjian dan lain-lain. Mengenai substansi yang diterima
oleh masyarakat sebagai aturan hukum, pandangan Anglo-
American menyebutnya sebagai sumber hukum dalam arti
materil atau nonformal.28

1. Sumber Hukum Materiil


Sumber Hukum Materiil adalah tempat dari mana
materi hukum di ambil, jadi merupakan faktor pembantu
permbertukan hukum, dapat di tinjau dari berbagai sudut.

2. Sumber Hukum Formil


Sumber hukum formil ada 5 yaitu:
a. UU (Statute)
b. Kebiasaan (Custom)

28
Peter Mahmud Marzuki, 2009. Pengantar Ilmu Hukum. Yang
menerbitkan Kencana Prenada Media Group: Jakarta, Hlm: 67.

Pengantar Hukum Indonesia | 57


c. Keputusan Hakim (Yurisprudentie)
d. Perjanjian (Traktat)
e. Pendapat sarjana hukum (Doktrin)

Undang-Undang adalah perturan negara yang


mempunyai kekuatan hukum mengikat yang diadakan dan di
pelihara oleh negara. Tingkatan pertuaran: Adapun jenis dan
hierarki Peraturan Perundangan-Undangan menurut Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi;
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

a. Undang-Undang
1. UU (Formil) keputusan pemerintah yang
merupakan UU karena cara pembuatannya. UU
dibuat oleh Presiden dan DPR.
2. UU (Materil) adalah setiap keputusan pemerintah
yang menurut isinya mengikat langsung setiap
penduduk.
Berlakunya UU menurut tanggal yang ditentukan
sendiri oleh UU itu sendiri:
1. Pada saat di undangkan;

58 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


2. Pada tanggal tertentu;
3. Ditentukan berlaku surut;
4. Ditentukan kemudian/dengan peraturan lain.
Berakhirnya UU.
1. Ditentukan oleh UU itu sendiri;;
2. Di cabut secara tegas;
3. UU lama bertentangan dengan UU baru;
4. Timbulnya hukum kebiasaan yang bertentangan
dengan UU/UU sudah tidak di taati lagi.

Sebuah peraturan hukum bisa berlaku terus harus


(extraordineri) Di Indonesia hanya ada 2 yaitu: 1.
Pembrantasan teroris. 2. Pelanggaran Ham.

Asas-asas berlakunya UU
1. Lex Superior Derogat Legi Inferiori: UU yang
kedudukannya lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan UU yang kedudukannya lebih
tinggi dalam mengatur hal yang sama.
2. Lex Speciale Derogat Legi Gererali: UU bersifat
khusus mengesampingkan UU yang bersifata
umum, apabila UU tersebut sama kedudukannya.
3. Lex Posterior Derogat Legi Priori: UU yang
berlaku belakangan membatalakan UU terdahulu
sejauh UU itu mengatur hal yang sama
4. Nullum Delictim Noella Poena Sinc Praevia Legi
Poenate: tidak ada pembuatan dapat di hukum
kecuali sudah ada peraturan sebelum perbuatan
dilakukan.

Pengantar Hukum Indonesia | 59


5. Jadi UU yang telah diundangkan di anggap telah di
ketahui setiap orang sehingga pelanggar UU
mengetahui UU yang bersangkutan.

b. Kebiasaan (Costum)
Kebiasaan merupakan sumber hukum tertua. Kebiasaan
adalah perbuatan manusia yang tetap dan berulang. Sehingga
merupakan pola tingkah laku yang tetap, lazim, dan
normal/perilaku yang di ulang yang menimbulkan kesadaran
bahwa perbuatan itu baik
Kebiasaan/adat/custom akan menimbulkan hukum jika
UU menunjukkan pada kebiasaan untuk di berlakukan. Pasal
15 AB: kebiasaan tidak menimbulkan hukum, kecuali jika
UU menunjuk pada kebiasaan untuk di berlakukan kebiasaan
dapat menjadi sumber hukum.
Syarat-syaratnya yaitu:
1. Perbuatan itu harus sudah berlangsung lama.
2. Menimbulkan keyakinan umum bahwa perbuatan
itu merupakan kwajiban hukum. “Demikian
Selanjutnya”
3. Ada akibat hukum jika kebiasaan hukum dilanggar.

Pasal 1339 “BW” persutujuan tidak hanya mengikat


untuk apa yang telah di tetapkan dengan tegas oleh
persetujuan, tetapi juga untuk segala sesuatu menurut sifat
persetujuan itu di wajibkan oleh kebiasaan.
Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan
mengadili suatu perkara yang diajukan, dengan dalih bahwa

60 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


hukum tidak/ kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa
dan mengadilinya.

c. Putusan Hakim (Yurrisprudentie)


Yurrisprudentie adalah putusan hakim (pengadilan)
yang mengikuti/mendasarkan putusan hakim terdahulu dalam
perkara yang sama. Ada 3 penyebab (alasan) seorang hakim
mengikuti 2 putusan hakim yang lain (menurut utrecht, yaitu:
1. Psikologis: seorang hakim mengikuti putusan
hakim lainnya kedudukannya lebih tinggi, karena
hakim adalah pengwas hakim di bawahnya.
Putusan hakim yang lebih tinggi membpunyai
“GEZAG” karena di anggap lebih brpengalaman.
2. Praktisi: mengikuti 2 putusan hakim lain yang
kedudukannya lebih tinggi yang sudah ada. Karena
jika putusannya beda dengan hakim yang lebih
tinggi maka pihak yang di kalahkan akan
melakukan banding/kasasi kepada hakim yang
pernah memberi putusan dalam perkara yang sama
agar perkara di beri putusan sama dengan putusan
sebelumnya.
3. Sudah adil, tepat dan patut: sehingga tidak ada
alasan untuk keberatan mengikuti putusan hakim
yang terdahulu.

d. Perjanjian (Traktat)
Traktat adalah perjanjian yang diadakan oleh 2
negara/lebih.

Pengantar Hukum Indonesia | 61


1. Negara: bilateral.
2. Lebih dari 2 negara: multilateral.
3. Perjanjian terbuka/kolektif: perjanjian multilateral
yang memberi kesempatan negara lain yang tidak
ikut mengadakan perjanjian untuk menjadi pihak.
Perjanjian antar negara di bedakan menjadi treaty dan
Agreement treaty adalah perjanjian yang kurang penting.
Treaty harus di sampaikan kepada parlement untuk
mendapat persetujuan sebelum diratifikasi president/kepala
negara.
Materi-Materi Treaty:
1. Masalah-masalah politik/yang lain yang dapat
mempengaruhi haluan politik negeri.
2. Ikatan-ikatan sedemikian rupa yang mempengaruhi
haluan politik negara.
3. Masalah-masalah yang menurut UUD/peraturan
perundang-undangn harus diatur dengan UU.
Agrement merupakan perjanjian dengan menteri-
menteri lain yang hanya disampingkan kepada
parlement/DPR untuk di ketahui setelah di shkan kepala
negara.
Fase/tahap traktat.
1. Sluiting: penetapan isi perjanjian oleh delegasi
pihak-pihak yang bersangkutan,
melahirkan/menghasilkan konsep trakta/sluiting
soor konde.
2. Persetujuan masing-masing parlement yang
bersangkutan.

62 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


3. Ratifikasi (pengesahan) oleh masing-masing kepala
negara.
Maka berlaku untuk semua wilayah negara. Di
afkondiging (pengumuman) saling menyampaikan piagam
perjanjian. Traktat berlaku setelah ratifikasi.

e. Pendapat Para Ahli (Doktrin)


Doktrin menjadi sumber hukum karena UU perjanjian
internasional dan yurisprudensi tidak memberi jawaban
hukum sehingga di carilah pendapat ahli hukum. Berlaku:
communis opinio doctorum: pendapat umum tidak boleh
menyimpang dari pendapat para ahli.
1. Commentaries on the laws at england oleh sir
william black stone.
2. Ajaran imam syafi‟i, banyak di gunakan oleh PA
(pengadilan agama) dalam putusan
3. Trias politika
 Lock: LEF (Legislatif, Exsekutif, Federatif)
 Quieu: LEY (Legislatif, Exsekutif,
Yudikatif)
 Kant: Trias Politika.

Pengantar Hukum Indonesia | 63


64 | Anny Yuserlina, S.H., M.H
Bab V
KLASIFIKASI HUKUM

T elah dideskripsikan bahwa agar terciptanya tata tertib


dalam kehidupan bermasyarakat, maka haruslah
peraturan-peraturan itu dipatuhi oleh tiap-tiap orang. Tetapi
karena pada zaman dahulu pun sudah banyak yang tidak mau
mematuhi hukum, maka hukum harus mempunyai suatu sifat
yang memaksa.
Dengan demikian, hukum itu mempunyai sifat
mengatur dan memaksa. Hukum itu mengatur tingkah laku
manusia dalam bermasyarakat. Hukum itu juga dapat
memaksa tiap-tiap orang untuk mematuhi tata tertib atau
peraturan dalam kemasyarakatan. Sehingga bila terdapat
orang yang melanggarnya dapat dikenakan sanksi yang tegas
terhadap siapapun yang tidak menaatinya. Tetapi mungkin
banyak yang bertanya-tanya, mengapa masih banyak orang
yang melanggar hukum tetapi tidak dikenakan sanksi. Kami
akan sedikit memberikan penjelasan mengenai hukum yang
berlaku.
Definisi Hukum menurut Van Kan, Hukum ialah
keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk
melindungi kepentingan manusai di dalam masyarakat.

Pengantar Hukum Indonesia | 65


Peraturan dalam menjalankan kehidupan diperlukan untuk
melindungi kepentingan dengan tertib.
Sifat Hukum dibedakan menjadi :
1. Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam
keadaan bagaimanapun juga harus ditaati oleh
setiap orang secara mutlak. Hukum yang memaksa
juga dapat dikatakan hukum yang dalam keadaan
bagaimanapun juga harus dan mempunyai paksaan
mutlak. Misalnya dalam perkara pidana: seorang
pencuri tertangkap karena sedang membongkar
jendela rumah orang tuanya pada malam hari.
Kemudian diproses untuk diajukan ke pengadilan,
lalu diputus perkaranya. Walaupun orang tuanya
tidak mempermasalahkan anaknya mencuri bahkan
tidak perlu diajukan ke pengadilan, tetapi hukum
mewajibkan perkara tersebut harus diproses (tanpa
pandang bulu).
2. Hukum yang mengatur, yaitu hukum yang dapat
dikesampingkan apabila pihak-pihak yang
bersangkutan telah membuat peraturan tersendiri
dalam suatu perjanjian.Biasanya dilakukan dalam
perkara-perkara keperdataan. Contoh: si A
meminjam uang pada si B dan berjanji akan
mengembalikannya sebulan kemudian. Ternyata
sudah melewati batas yang telah ditentukan oleh si
A tidak mau melunasi utangnya dengan alasan
belum punya uang. Menurut Pasal 1365 KUH
Perdata, yang menyatakan: Tiap perbuatan
melanggar hukum, yang membawa kerugian

66 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


kepada seorang lain, mewajibkan orang yang
karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut. Berdasarkan pasal
tersebut ada dua:
a) Kemungkinan pertama si A wajib membayar
utang.
b) Kemungkinan kedua si A “dibebaskan/
diperpanjang pembayarannya asal ada kata
sepakat antara si A dan si B, kemungkinan
kedualah yang disebut hukum yang mengatur.

Seperti diketahui bahwa di dalam setiap masyarakat


senantiasa terdapat berbagai kepentingan dari warganya.
Diantara kepentingan itu ada yang bisa selaras dengan
kepentingan yang lain, tetapi ada juga kepentingan yang
memicu konflik dengan kepentingan yang lain. Untuk
keperluan tersebut, hukum harus difungsikan menurut fungsi-
fungsi tertentu untuk mencapai tujuannya. Dengan kata lain,
fungsi hukum adalah menertibkan dan mengatur pergaulan
dalam masyarakat serta menyelesaikan konflik yang terjadi.
Fungsi hukum menurut Franz Magnis Suseno, adalah
untuk mengatasi konflik kepentingan.Dengan adanya hukum,
konflik itu tidak lagi dipecahkan menurut siapa yang paling
kuat, melainkan berdasarkan aturan yang berorientasi pada
kepentingan-kepentingan dan nilai-nilai objektif dengan tidak
membedakan antara yang kuat dan yang lemah, dan orientasi
itu disebut keadilan

Pengantar Hukum Indonesia | 67


Dalam pandangan Achmad Ali, bahwa fungsi hukum
itu dapat dibedakan ke dalam :
1. Fungsi hukum sebagai “a tool of social control”,
2. Fungsi hukum sebagai “a tool of social
engineering”,
3. Fungsi hukum sebagai “simbol”,
4. Fungsi hukum sebagai “a political instrument”,
5. Fungsi hukum sebagai “integrator.
Menurut Lawrence M. Friedmann, dalam bukunya
“Law and Society an Introduction”, fungsi hukum adalah:
a. Pengawasan/pengendalian sosial (social control);
b. Penyelesaian sengketa (dispute settlement);
c. Rekayasa sosial (social engineering).

Berkaitan dengan fungsi hukum, Muchtar


Kusumaatmadja, mengajukan konsepsi hukum sebagai
sarana pembaruan masyarakat, yang secara singkat dapat
dikemukakan pokok-pokok pikiran beliau, bahwa fungsi
hukum di dalam pembangunan sebagai sarana pembaruan
masyarakat. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa adanya
keteraturan atau ketertiban dalam usaha pembangunan atau
pembaruan merupakan suatu yang dianggap penting dan
sangat diperlukan. Di samping itu, hukum sebagai tata
kaedah dapat berfungsi untuk menyalurkan arah kegiatan
warga masyarakat ke tujuan yang dikehendaki oleh
pembangunan atau pembaruan. Kedua fungsi tersebut
diharapkan dapat dilakukan oleh hukum di samping
fungsinya yang tradisional, yakni untuk menjamin adanya
kepastian dan ketertiban.

68 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Theo Huijbers, menyatakan bahwa fungsi hukum ialah
memelihara kepentingan umum dalam masyarakat, menjaga
hak-hak manusia, mewujudkan keadilan dalam hidup
bersama. Sedangkan dalam pandangan Peters, yang
menyatakan bahwa fungsi hukum itu dapat ditinjau dari tiga
perspektif:
1. Perspektif kontrol sosial daripada hukum. Tinjauan
ini disebut tinjauan dari sudut pandang seorang
polisi terhadap hukum (the policement view of the
law).
2. Perspektif social engineering, merupakan tinjauan
yang dipergunakan oleh para penguasa (the official
perspective of the law), dan karena pusat perhatian
adalah apa yang diperbuat oleh penguasa dengan
hukum.
3. Perspektif emansipasi masyarakat daripada hukum.
Perspektif ini merupakan tinjauan dari bawah
terhadap hukum (the bottom’s up view of the law)
dan dapat pula disebut perspektif konsumen (the
consumer’s perspective of the law).
Dari beberapa pendapat pakar hukum mengenai fungsi
hukum di atas, dapatlah dikatakan bahwa fungsi hukum,
sebagai berikut:
1. Memberikan pedoman atau pengarahan pada warga
masyarakat untuk berprilaku;
2. Pengawasan atau pengendalian sosial (social
control);
3. Penyelesaian konflik atau sengketa (dispute
settlement);
4. Rekayasa sosial (social engineering).

Pengantar Hukum Indonesia | 69


Fungsi hukum sebagai pedoman atau pengarah prilaku,
kiranya tidak memerlukan banyak keterangan, mengingat
bahwa hukum telah disifatkan sebagai kaedah, yaitu sebagai
pedoman prilaku, yang menyiratkan prilaku yang seyogyanya
atau diharapkan diwujudkan oleh masyarakat apabila warga
masyarakat melakukan suatu kegiatan yang diatur oleh
hukum.
Hukum sebagai sarana pengendali social Menurut A.
Ross sebagaimana dikutip Soerjono Soekanto, adalah
mencakup semua kekuatan yang menciptakan serta
memelihara ikatan sosial. Ross menganut teori imperatif
tentang fungsi hukum dengan banyak menghubungkannya
dengan hukum pidana. Dalam kaitan ini, hukum sebagai
sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari
ancaman maupun perbuatan yang membahayakan diri serta
harta bendanya.
Misalnya dapat dikemukakan perbuatan kejahatan
penganiayaan dalam “Pasal 351 KUHP. Norma ini jelas
merupakan sarana pemaksa yang berfungsi untuk melindungi
warga masyarakat terhadap perbuatan yang mengakibatkan
terjadinya penderitaan pada orang lain”.
Pengendalian sosial (social control) dari hukum, pada
dasarnya memaksa warga masyarakat agar berprilaku sesuai
dengan hukum, Dengan kata lain, pengendalian sosial
daripada hukum dapat bersifat preventif maupun represif.
Preventif merupakan suatu usaha untuk mencegah prilaku
yang menyimpang, sedangkan represif bertujuan untuk
mengembalikan keserasian yang terganggu. Hukum sebagai
sarana penyelesaian sengketa (dispute settlement). Di dalam

70 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


masyarakat berbagai persengketaan dapat terjadi, misalnya
antara keluarga yang dapat meretakan hubungan keluarga,
antara mereka dalam suatu urusan bersama (company), yang
dapat membubarkan kerjasama. Sengketa juga dapat
mengenai perkawinan atau waris, kontrak, tentang batas
tanah, dan sebagainya.
Adapun cara-cara penyelesaian sengketa dalam suatu
masyarakat, ada yang diselesaikan melalui lembaga formal
yang disebut dengan pengadilan, dan ada yang diselesaikan
secara sendiri oleh orang-orang yang bersangkutan dengan
mendapat bantuan dari orang yang ada di sekitarnya. Hal ini
bertujuan untuk mengukur, sampai berapa jauh terjadi
pelanggaran norma dan apa yang harus diwajibkan kepada
pelanggar supaya yang telah dilanggar itu dapat diluruskan
kembali sebagai sarana rekayasa sosial (social engineering),
menurut Satjipto Rahardjo, tidak saja digunakan untuk
mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang
terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk
mengarahkan pada tujuan yang dikehendaki, menghapuskan
kebiasaan yang dipandang tidak sesuai lagi dengan pola-pola
kelakuan baru dan sebagainya. Dengan demikian, hukum
dapat berfungsi untuk mengendalikan masyarakat dan bisa
juga menjadi sarana untuk melakukan perubahan-perubahan
dalam masyarakat.

1. Hukum Privat (Hukum Sipil)


Hukum Privat adalah ketetapan hukum yang mengatur
kepentingan dan hak-hak orang perorangan perdata

Pengantar Hukum Indonesia | 71


maksudnya yaitu hubungan antar individu dengan individu
lain yang sifatnya pribadi/khusus. Hukum yang mengatur
hubungan antara perseorangan dan orang yang lain. Dapat
dikatakan hukum yang mengatur hubungan antara
warganegara dengan warganegara.
Yang termasuk hukum privat/ perdata yaitu:
 Hukum pribadi;
 Hukum Keluarga;
 Hukum Waris;
 Hukum Dagang;
 Hukum Adat.

Dalam arti luas hukum privat/perdata meliputi seluruh


hukum privat materiil yaitu suatu hukum pokok yang
mengatur kepentingan orang per orang. Oleh sebab itu hukum
perdata sering disebut sebagai hukum privat/sipil. Jika hukum
tersebut dilanggar maka pihak yang terkait/pihak yang
dirugikan yang berhak mengajukan gugatan. Dalam
masyarakat contoh hukum privat/perdata yaitu seperti jual
beli kendaraan atau jual beli rumah.

2. Hukum Publik (Hukum Negara)


Hukum Publik adalah peraturan hukum yang mengatur
tentang hubungan hukum antara warga Negara dengan
Negara yang menyangkut kepentingan umum. Hukum publik
merupakan hukum yang mengatur publik/masyarakat.
Hukum publik juga bisa disebut dengan Hukum Negara.
Berikut ini adalah ciri-ciri hukum publik:

72 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


1. Negara bertindak untuk tujuan kepentingan umum.
2. Secara top down diatur oleh penguasa.
3. Terkait hubungan antara kepentingan negara atau
masyarakat dengan individu.
4. Kaya muatan politik.

Dibedakan menjadi hukum pidana, tata negara dan


administrasi negara.
a. Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur
hubungan antara warganegara dengan Negara.
b. Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur
hubungan antara warganegara dengan alat
perlengkapan negara.
c. Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang
mengatur hubungan antar alat perlengkapan
negara, hubungan pemerintah pusat dengan daerah.

1. Hukum Positif (Ius Constitutum)


Adalah hukum yang berlaku sekarang bagi suatu
masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu. Singkatnya
Hukum yang berlaku bagi suatu masyarakat pada suatu
waktu, dalam suatu tempat tertentu contoh hukum yang
berlaku dewasa ini dinamakan iuskstoitutum atau bersifat
hukum positif atau Hukum ini disebut juga tata hukum.
Demikian pula hukum di amerika yang berlaku sekarang,
inggris, malaysia dan lain-lain.

Pengantar Hukum Indonesia | 73


Objek yang diatur di dalam hukum positif/ Ius
Constitutum adalah sekaligus subjek/pelaku. Ini berakibat
penting untuk metode keilmuannya serta kualitas hukum/
penjelasan mengenai sebab akibat hukum. Yang menjadi
objek ilmu hukum positif berbeda dengan hukum ilmu pasti/
ilmu alam. Hukum positif sebagai sebuah perangkat kaidah
untuk manusia masyarakat, ia diatur oleh metode keilmuan
Humanities/ Humaniora, bukan diatur oleh metode keilmuan
ilmu pasti-alam.
Hukum postif hukum yang mengatur perilaku manusia
yang merupakan bukan benda mati tetapi makhluk hidup
yang memiliki pikiran serta kemampuan membedakan hal
yang baik dan hal yang buruk (Etika). Hukum positif/ Ius
Constitutum jika di kaitkan dengan etika maka juga
berhubungan dengan moral. Maksudnya bahwa hukum positif
juga memiliki hubungan yang erat dengan moral dan norma
yang ada dalam masyarakat.

2. Hukum Yang di Cita-Citakan (Ius


constituendum)
Adalah hukum yang diharapkan berlaku pada waktu
yang akan datang jadi hukum bentuk ini belum menjadi
sebuah norma-norma dalam bentuk formal (undang-undang
atau bentuk lainya) merupakan rancangan-rancangan hukum
yang akan di jalankan pada masa yang akan datang
karena hukum yang berlaku pada saat masa sekarang bisa
mengalami perubahan sesuai kondisi perubahan. Ius
constituendum merupakan sebuah abstraksi dari fakta bahwa
sebenarnya segala sesuatu adalah sebuah proses
perkembangan. Maksudnya yaitu sebuah gejala yang ada

74 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


sekarang akan musnah di masa mendatang, Oleh sebab itu
digantimaka dilanjutkan oleh gejala yang awalnya dicita-
citakan. Akan tetapi, tidak jarang terjadi bahwa sulit
ditentukannya batas-batas yang mutlak dari proses
perkembangan tersebut. Contoh Ius Constituendum: RAPBN,
RUU, RAPBD
Tata Hukum berasal dari bahasa Belanda, “Recht Orde”
ialah susunan hukum, yang artinya memberikan tempat
sebenarnyakepada hukum, yaitu dengan menyusun lebih
baik, dan tertib aturan hukum aturan hukum dalam pergaulan
hidup sehari-hari.
Tata hukum ialah semua peraturan-peraturan hukum
yang diadakan/diatur oleh negara atau bagiannya dan berlaku
padawaktu itu seluruh masyarakat dalam negara itu. Jelasnya,
semua hukum yang berlaku bagi suatu masyarakat pada suatu
waktudalam suatu tempat tertentu. Tata Hukum adalah
susunan hukum yang berasal mula dari istilah rechts orde
(bahasa Belanda).
Susunan hukum terdiri atas aturan-aturan hukum yang
tertata sedemikian rupa sehingga orang mudah
menemukannya bila suatu ketika ia membutuhkanuntuk
menyelesaikan peristiwa hukum yang terjadi dalam
masyarakat. Tata Hukum yang berlaku dalam masyarakat
karenadisahkan oleh pemerintah masyarakat itu sendiri. Jika
masyarakat itu adalah masyarakat negara, yang mensahkan
hukumnya adalah penguasa Negara tata hukum Indonesia
adalah tata hukum yang ditetapkan oleh pemerintah negara
Indonesia.

Pengantar Hukum Indonesia | 75


Tata hukum Indonesia juga terdiriatas aturan-aturan
hukum yang ditata atau disusun sedemikian rupa, dan aturan-
aturan diantara satu dan lainnya salingberhubungan dan
saling menentukan. Aturan-aturan hukum yang berlaku di
Indonesia berkembang secara dinamis sesuaidengan
perkembangan zaman dan perkembangan kebutuhan
masyarakat.
Oleh karenanya suatu aturan yang sudah tidak
memenuhi kebutuhan masyarakat perlu diganti dengan yang
baru. Perkembangan masyarakat tertentu diikuti oleh
perkembangan aturan-aturan yang mengatur pergaulan hidup
sehingga tatahukum pun selelalu berubah, begitu pula tata
hukum Indonesia. Suatu tata hukum yang selalu berubah-
ubah mengikuti perkembangan masyarakat di tempat mana
tata hukum itu berlaku untuk memenuhi perasaan keadilan
berdasarkan kesadaran hukum masyarakat.

3. Hukum Alam
Hukum alam memberikan dasar etika dan moral bagi
berlakunya hukum positif, memberikan dasar pembenar bagi
berlakunya kebebasan manusia dalam kehidupan negara,
memberikan ide dasar tentang keadilan sebagai tujuan hukum
dasar bagi kontitusi beberapa negara. hukum alam terdiri dari
dua bentuk yaitu hukum alam irrasional yaitu hukum alam
yang bersumber pada Tuhan dan hukum alam rasional yaitu
hukum alam yang bersumber pada rasio manusia.
Para penganut hukum alam memberi arti hukum yang
berlaku dengan menghubungkannya kepada metafisika.
Hukum bukan hanya merupakan fenomena empiris yang

76 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


dapat diterangkan dengan postulat-postulat tertentu
sebagaimana halnya dengan aturan tentang permainan.
Hukum mempunyai konotasi yang lebih jauh, yaitu berasal
dari Tuhan pencipta alam atau berasal secara apriori dari
watak rasional manusia. Jadi, aturan hukum jauh lebih
bermakna dari sekedar aturan main. Pada abad ke-17, teori
hukum sudah lebih lagi mengedepankan rasio sehingga
hukum alam terpecah menjadi hukum alam berdasarkan
kepada rasio dan hukum alam yang berdasarkan kepada
ajaran Tuhan.
Hukum Alam dapat dibedakan atas, Hukum Alam
sebagai metode yaitu usaha untuk menciptakan aturan-aturan
yang mampu untuk menghadapi keadaan yang berbeda-beda.
Ia tidak mengandung kaidah, tetapi ia hanya mengajarkan
bagaimana membuat aturan yang baik. Hukum alam sebagai
metode merupakan ciri hukum alam pada sebelum abad
ketujuh belas.
Hukum alam sebagai substansi merupakan hukum alam
yang memuat kaidah-kaidah. Ia menciptakan sejumlah besar
aturan-aturan yang dilahirkan dari beberapa asas yang absolut
sifatnya,yang lazim dikenal sebagai hak asasi manusia.
Hukum alam sebagai substansi merupakan ciri hukum alam
pada abad ketujuh belas dan kedelapan belas.

Menurut tempat berlakunya hukum dibagi dalam:


1. Hukum Nasional adalah hukum yang berlaku
dalam suatu negara.

Pengantar Hukum Indonesia | 77


2. Hukum Internasional adalah hukum yang mengatur
hubungan hukum dalam dunia internasional.
3. Hukum Asing adalah hukum yang berlaku dalam
negara lain.

1. Hukum objektif, yaitu hukum yang berada di dalam


suatu negara yang berlaku secara umum bagi
seluruh masyarakat dalam suatu negara. Hukum ini
hanya berisi peraturan hukum saja yang isinya
tentang mengatur hubungan hukum antara dua
orang atau lebih.
2. Hukum Subjektif, yaitu hukum yang timbul dari
hukum objektif dan berlaku bagi orang-orang
tertentu. Hukum subjektif ini pula biasa disebut
Hak Asasi Manusia dan pembagiannya jarang
dipergunakan.

78 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Bab VI
KONSEP DASAR DARI
SUATU SISTEM HUKUM

D alam sistem hukum Indonesia berdasarkan UUD 1945,


proses pembuatan atau pembentukan hukum diuraikan
sebagai berikut :

1. Pembentukan Hukum Perundang-undangan


Dalam sistem hukum nasional Indonesia berdasarkan
UUD 1945, hukum perundang-undangan meliputi Undang-
Undang Dasar, TAP MPR, Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Mentri, dan
seterusnya.
Undang-Undang dan TAP MPR ditetapkan oleh MPR,
sedangkan UU dibentuk oleh Presiden dengan persetujuan
DPR. Sementara itu, Perpu dibuat oleh Presiden tetapi dalam
waktu satu tahun sudah harus dimintakan persetujuan DPR.
Jika disetujui, Perpu meningkat statusnya menjadi UU dan
jika ditolak maka Perpu harus dicabut dan tidak dapat
diajukan lagi di DPR pada masa sidang berikutnya.

Pengantar Hukum Indonesia | 79


PP dibuat sendiri oleh pemerintah tanpa persetujuan
DPR dan biasanya PP dibuat atas perintah UU untuk
melaksanakan suatu UU. Karena itu, PP tidak bisa berdiri
sendiri tanpa pendelegasian dari materi UU yang sudah lebih
dahulu. Sedangkan Keputusan Presiden dibentuk sendiri oleh
Presiden tanpa perlu dikaitkan dengan pendelegasian materi
dari UU.
Di bawah Kepres ada Keputusan Mentri , Keputusan
Kepala LPND, dan Keputusan Direktur Jendral yang
semuanya bersifat operasional dalam rangka pelaksanaan
tugas menurut bidangnya masing-masing.

2. Pembentukan hukum yurisprudensi


Yurisprudensi terbentuk atas dasar keputusan hakim
yang telah mendapat kekuatan hukum tetap. Putusan hakim
yang demikian dapat dijadikan sandaran bagi hakim
berikutnya dalam menyelesaikan kasus-kasus hukum sejenis
di kemudian hari dengan mempertimbangkan fakta-fakta
baru, baik karena perbedaan ruang dan waktu maupun karena
perbedaan subjek hukum yang terlibat. Asas-asas dan prinsip
hukum yang ditemukan dalam kasus-kasus yang diselesaikan
dapat diambil menjadi dasar hukum untuk memutuskan
perkara yang dihadapi.

3. Pembentukan Hukum Adat


Hukum adat terbentuk melalui proses pelembagaan
nilai-nilai dan proses pengulangan perilaku dalam kesadaran
kolektif warga masyarakat menjadi norma yang dilengkapi
dengan sistem sanksi. Secara sederhana, dapat digambarkan

80 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


bahwa proses terbentuknya suatu norma hukum dimulai
dengan adanya perbuatan individu yang berulang-ulang dan
menjadi kebiasaan pribadi.
Perbuatan pribadi itu lama kelamaan diikuti orang lain
secara berulang-ulang pula. Makin banyak orang yang
terlibat dalam proses pengulangan dan peniruan itu, maka
terbentuk suatu kebiasaan kolektif yang dinamakan adat-
istiadat. Kriteria yang mudah untuk mengenali suatu
kebiasaan kolektif itu, biasanya dikenakan sanksi sosial pula.

4. Pembentukan Hukum Volunter


Hukum volunter dalam perkembangan praktek dalam
masyarakat biasa tumbuh sendiri sesuai dinamika kehidupan
bermasyarakat sebagaimana yang berkembang dalam
lingkungan masyarakat seperti yang disebut di atas. Bedanya
hanyalah bahwa sistem yang berkembang dalam praktek
transaksi hukum di sini, terlibat berbagai logika hukum yang
berasal dari banyak sumber luar kesadaran masyarakat itu
sendiri.

5. Pembentukan Doktrin Ilmu Hukum


Pendapat hukum di kalangan ahli hukum dapat pula
berkembang menjadi norma hukum tersendiri, terutama jika
pendapat itu diikuti oleh orang lain. Proses terbentuknya
kurang lebih sama juga dengan proses hukum adat ataupun
proses hukum dalam praktek. Bedanya hanyalah terletak pada
sumber awalnya. Hukum adat bermula dari perbuatan
individu yang berkembang menjadi kesadaran kolektif dalam
masyarakat yang bersangkutan. The professional‟s law

Pengantar Hukum Indonesia | 81


bermula dari pengalaman subjek hukum yang bersangkutan.
Sedangkan doktrin ilmu hukum berawal dari suatu pendapat
hukum dari seorang akademisi yang karena otoritasnya
kemudian diikuti oleh orang lain menjadi pandangan banyak
orang.29

1. Subyek Hukum
Subyek hukum (Rechts Subjeck) adalah sesuatu yang
menurut hukum berhak/berwenang untuk melakukan
perbuatan hukum, atau segala sesuatu yang dapat
menyandang hak dan kewajiban menurut hukum. Subjek
hukum dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Subjek Hukum Manusia (orang)
Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan
yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada
prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak
lahir hingga meninggal dunia. Namun ada pengecualian
menurut Pasal 2 KUH Perdata, bahwa bayi yang masih
ada di dalam kandungan ibunya dianggap telah lahir
dan menjadi subjek hukum jika kepentingannya
menghendaki, seperti dalam hal kewarisan. Namun,
apabila dilahirkan dalam keadaan meninggal dunia,

29
http://everythingaboutvanrush88.blogspot.co.id/2015/09/proses-
pembuatan-hukum-dan-pembentukan.html, diakses pada hari kamis
tanggal 12 Oktober 2016 pada jam 19.34

82 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


maka menurut hukum ia dianggap tidak pernah ada,
sehingga ia bukan termasuk subjek Hukum.
Ada juga golongan manusia yang tidak dapat
menjadi subjek hukum, karena tidak cakap dalam
melakukan perbuatan hukum (Personae Miserabile)
yaitu:
 Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa
dan belum menikah.
 Orang yang berada dalam pengampuan (curatele)
yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, dan
pemboros.

b. Subjek Hukum Badan hukum (Rechts persoon)


Subjek hukum badan hukum adalah suatu
perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum
dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum,
badan hukum mempunyai syarat-syarat yang telah
ditentukan oleh hukum yaitu Teori Kekayaan bertujuan:
 Memiliki kekayaan yg terpisah dari kekayaan
anggotanya.
 Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak
dan kewajiban para anggotanya.

Badan hukum dibagi menjadi dua macam bagian, yaitu:


1. Badan Hukum Privat
Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon)
adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum
sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan

Pengantar Hukum Indonesia | 83


banyak orang di dalam badan hukum itu. Dengan
demikian badan hukum privat merupakan badan hukum
swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni
keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan
lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah
misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan
amal.
Contohnya: Perhimpunan, Perseroan Terbatas, Firma,
Koperasi, Yayasan

2. Badan Hukum Publik


Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)
adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik
untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang
banyak atau negara umumnya.Dengan demikian badan
hukum publik merupakan badan hukum negara yang
dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-
undangan yang dijalankan secara fungsional oleh
eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang
diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik
Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank
Indonesia dan Perusahaan Negara. Contohnya Provinsi,
kotapraja, lembaga-lembaga dan bank-bank negara
Ada enam teori yg digunakan sebagai syarat
badan hukum untuk menjadi subyek hukum, yaitu:

84 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


1. Teori Fiksi dari C.V. Savigny
Teori ini mengatakan, bahwa pada dasarnya
hanya manusia adalah orang, juga bagi hukum, bahwa
yang disebut badan hukum itu sebenarnya adalah
sekedar bayangan/gambaran saja yang tidak berujud
dengan nyata. Ia hanya dianggap ada dan dipersamakan
dengan orang. Menurut cv. Savigny badan hukum
tergantung dari pengakuan penguasa. Sehingga Utrecht
menyebutnya bahwa badan hukum semata-mata hanya
buatan pemerintah negara saja. Terkecuali negara,
badan hukum itu suatu fiksi saja, yakni sesuatu yang
sebenarnya tidak ada tetapi orang menghidupkannya
dalam bayanggannya untuk dapat menerangkan sesuatu
hal.

2. Teori kekayaan bertujuan dari brinz dan R.H.


Siccama
Teori ini menyatakan, bahwa badan hukum terdiri
dari sesuatu kekayaan yang dipisahkan dan diberti
tujuan-tujuan tertentu, maka hanya manusia saja dapat
menjadi subyek hukum, tetapi juga tidak dapat
disangkal adanya hak-hak atas sesuatu kekayaan
sedangkan tiada sesuatu manusiapun yang menjadi
pendukung hak-hak atas kekayaan itu.

3. Teori Organ dari Otto von Gierke


Teori ini menyatakan, bahwa badan hukum
adalah sesuatu badan yang nyata, dan mempunyai
kehendak sendiri. Ia juga mempunyai kepribadian

Pengantar Hukum Indonesia | 85


sendiri. Oleh karenanya badan hukum seperti manusia,
yaitu yang benar-benar menjelma dalam pergaulan
hukum, yaitu “eine leiblichgestige Lebenseinheit”.
Badan hukum itu menjadi suatu
Verbandpersonlichkeit:, yaitu suatu badan yang
membentuk kehendaknya dengan perantaraan alat-alat
yaitu organen (organ-organ), badan itu, misalnya
pengurusnya seperti manusia yang mengucapkan
kehendaknya dengan perantaraan mulutnya atau dengan
perantaraan tangannya bila kehendak itu ditulis dalam
secarik kertas.

4. Teori kekayaan bersama dari Planiol dan


Molengraaff
Teori ini menyatakan, bahwa pada badan hukum
terdapat sesuatu kekayaan dari beberapa orang
(manusia) bersama-sama.Ia adalah sesuatu kesatuan
yang tegak sendiri, mempunyai nama sendiri dan dalam
hubungan itu ia dapat merupakan pendukung hak.
Konsekwensinya hak kewajiban badan hukum itu pada
hakekatnya hak kewajiban anggota bersama-sama,
sehingga dinamakan teori kepunyaan kolektif. Menurut
teori ini maka badan hukum itu suatu konstruksi yuridis
saja, karena badan hukum itu pada hakekatnya sesuatu
yang abstrak.

5. Ajaran L. Duguit
Sesuai dengan ajarannya tentang fungsi sosial,
maka juga di sini L. Duguit tidak mengakui adanya

86 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


badan hukum, sama halnya seperti ia tidak mengakui
adanya hak-hak subyek hukum. Yang ada hanyalah
fungsi-fungsi sosial yang harus dilaksanakan; dan
subyek hukum itu hanya manusia saja.

6. Teori Eggens
Teori ini menyatakan, bahwa badan hukum
adalah suatu “ hulpfiguur”, karena adanya diperlukan
dan dibolehkan oleh hukum, demi untuk menjalankan
hak-hak dengan sewajarnya. Bahwa dalam hal-hal
tertentu keperluan itu dirasakan, oleh karena hukum
hendak memperlakukan suatu rombongan orang yang
bersama-sama mempunyai kekayaan dan tujuan
tertentu sebagai suatu kesatuan, karena seseorang
subyek hukum (manusia) saja tidak dapat (berwenang)
sendiri-sendiri bertindak dalam rangkaian peristiwa-
peristiwa hukum.

2. Obyek Hukum
Obyek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat
bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu
hubungan hukum. Obyek hukum dapat berupa benda atau
barang ataupun hak yang dapat dimiliki serta bernilai
ekonomis. Jenis obyek hukum berdasarkan pasal 503-504
KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi
2, yakni:

Pengantar Hukum Indonesia | 87


a. Benda bergerak
Pengertian benda bergerak adalah benda yang
menurut sifatnya dapat berpindah sendiri ataupun dapat
dipindahkan. Benda bergerak dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu :
 Benda bergerak karena sifatnya
 Contoh : perabot rumah, meja, mobil, motor,
komputer, dll
 Benda bergerak karena ketentuan UU, Benda
tidak berwujud, yang menurut UU dimasukkan ke
dalam kategori benda bergerak.
Contoh : saham, obligasi, cek, tagihan-tagihan, dsb

b. Benda tidak bergerak


Pengertian benda tidak bergerak adalah
Penyerahan benda tetapi dahulu dilakukan dengan
penyerahan secara yuridis. Dalam hal ini untuk
menyerahkan suatu benda tidak bergerak dibutuhkan
suatu perbuatan hukum lain dalam bentuk akta balik
nama, dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
 Benda tidak bergerak karena sifatnya, Tidak
dapat berpindah dari satu tempat ke tempat yang
lain atau biasa dikenal dengan benda tetap.
 Benda tidak bergerak karena tujuannya, Tujuan
pemakaiannya: Segala apa yang meskipun tidak
secara sungguh-sungguh digabungkan dengan
tanah atau bangunan untuk mengikuti tanah atau
bangunan itu untuk waktu yang agak lama.
 Contoh : mesin-mesin dalam suatu pabrik

88 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


 Benda tidak bergerak karena ketentuan UU,
Segala hak atau penagihan yang mengenai suatu
benda yang tak bergerak.
Contoh : Kapal dengan bobot 20 M Kubik (Pasal
314 KUHPer) meskipun menurut sifatnya dapat
dipindahkan
Membedakan benda bergerak dan tidak bergerak
sangat penting karena berhubungan dengan 4 hak yaitu:
pemilikian, penyerahan, kadaluarsa, dan pembebanan.
1. Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda bergerak
berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977
KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang bergerak
adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut.
Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak
demikian halnya.
2. Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda
bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata
(hand by hand) atau dari tangan ke tangan,
sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan
balik nama.
3. Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda
bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit di
sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda
bergerak tersebut sedangkan untuk benda-benda
tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.
4. Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda
bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan
untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah

Pengantar Hukum Indonesia | 89


hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda
selain tanah digunakan fidusia.

Perbuatan hukum adalah segala perbuatan manusia


yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang untuk
menimbulkan hak-hak dan kewajiban.Perbuatan hukum ada 2
macam yakni:

1. Perbuatan Hukum yang Bersegi Satu (Eenzijdig)


Adalah setiap perbuatan yang berakibat hukum
(rechtsgevolg) dan akibat hukum ditimbulkan oleh kehendak
satu subyek hukum, yaitu satu pihak saja (yang telah
melakukan perbuatan itu). Misalnya, perbuatan hukum yang
disebut dalam pasal 132 KUHPerdata (hak seorang istri untuk
melepaskan haknya atas barang yang merupakan kepunyaan
suami istri berdua setelah mereka kawin, benda perkawinan),
perbuatan hukum yang disebut dalam pasal 875 KUHPerdata
(perbuatan mengadakan testamen adalah suatu perbuatan
hukum yang bersegi satu), perbuatan hukum yang mendirikan
yayasan (stichtingshandhandeling).

2. Perbuatan Hukum yang Bersegi Dua (Tweezijdig).


Adalah setiap perbuatan yang akibat hukumnya
ditimbulkan oleh kehendak dua subyek hukum, yaitu dua
pihak atau lebih. Setiap perbuatan hukum yang bersegi dua
merupakan perjanjian (overeenkomst) seperti yang tercantum
dalam pasal 1313 KUHPerdata “Perjanjian itu suatu
perbuatan yang menyebabkan satu orang (subyek hukum)

90 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


atau lebih mengikat dirinya pada seorang (subyek hukum)
lain atau lebih”.
Perbuatan subyek hukum dapat di bedakan menjadi
dua, yaitu :
a. Perbuatan Subyek Hukum yang merupakan
Perbuatan Hukum
Perbuatan subyek hukum yang merupakan
perbuatan hukum adalah perbuatann subyek hukum
yang akibat hukumnya dikehendaki pelaku. Jadi
unsur kehendak merupakan unsur esensial dari
perbuatan tersebut. Contoh perbuatan jual beli,
perjanjian sewa menyewa rumah, dan lain
sebagainya.
b. Perbuatan subyek hukum yang bukan perbuatan
hukum.
Perbuatan subyek hukum yang bukan perbuatan
hukum adalah perbuatan subyek hukum yang
akibat hukumnya tidak dikehendaki pelaku.
Contoh:
 Zaakwaarneming (Perwakilan Sukarela) yaitu
perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum,
walapun bagi hukum tidak perlu akibat
tersebut dikehendaki oleh yang melakukan
perbuatan itu. Misalnya pada pasal 1354 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang
berbunyi : “Jika seseorang dengan sukarela,
dengan tidak mendapat perintah untuk itu,
mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa
pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-

Pengantar Hukum Indonesia | 91


diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta
menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang
yang diwakili kepentingannya dapat
mengerjakan sendiri urusan itu. Ia memikul
segala kewajiban yang harus dipikulnya,
seandainya ia dikuasakan dengan suatu
pemberian kuasa yang dinyatakan dengan
tegas”.
 Onrechtmatigedaad (Perbuatan Melawan
Hukum), misalnya pada pasal 1365 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata atau pasal
1401 Burgerlijk Wetboek,yang menetapkan:
“Elke onrechtmatigedaad, waardoor aan een
ander schade wordt toegebragt, stelt dengene
door wiens shuld die schade veroorzaakt is in
de verpligting om dezelve te vergoeden”.
Soebekti dan Tjitrosudibio
menterjemahkannya sebagai berikut: “Tiap
perbuatan melanggar hukum, yang membawa
kerugian kepada seorang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Peristiwa hukum atau kejadian hukum atau rechtsfeit


adalah segala perbuatan yang secara sengaja dilakukan orang
yang mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban.

92 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Contoh Pertama:
Peristiwa transaksi jual beli barang. Pada peristiwa ini
terdapat akibat yang diatur oleh hukum, yaitu timbulnya hak
dan kewajiban, sebagaimana Pasal 1457 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata bahwa ”Jual beli adalah suatu
persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang
lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.

Contoh Kedua:
Peristiwa kematian seseorang. Pada peristiwa kematian
seseorang secara wajar, dalam hukum perdata akan
menimbulkan berbagai akibat yang diatur oleh hukum,
misalnya penetapan pewaris dan ahli waris. Pada pasal 830
Kitab Undang-undang Hukum Perdata berbunyi “Pewarisan
hanya berlangsung karena kematian”.
Sedangkan apabila kematian seseorang tersebut akibat
pembunuhan, maka dalam hukum pidana akan timbul akibat
hukum bagi si pembunuh yaitu ia harus mempertanggung
jawabkan perbuatannya sebagaimana disebutkan pada Pasal
338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahwa ”Barang
siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain,
dihukum, karena makar atau pembunuhan atau doodslag,
dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.

Contoh Ketiga:
Seorang pria menikahi wanita secara resmi. Peristiwa
pernikahan atau perkawinan ini akan menimbulkan akibat
yang diatur oleh hukum yakni hukum perkawinan dimana

Pengantar Hukum Indonesia | 93


dalam peristiwa ini timbul hak dan kewajiban bagi suami
istri. Pada pasal 31 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang perkawinan berbunyi “Masing-masing pihak
berhak untuk melakukan perbuatan hukum”. Sedangkan pasal
34 ayat (2) menetapkan ”Istri wajib mengatur urusan rumah
tangga sebaik-baiknya”.
Setelah memperhatikan contoh-contoh diatas, ternyata
peristiwa hukum itu dapat di bedakan menjadi 2, yaitu :
1. Peristiwa hukum karena perbuatan subyek hukum
adalah semua perbuatan yang dilakukan manusia
atau badan hukum yang dapat menimbulkan akibat
hukum. Misalnya peristiwa pembuatan surat
wasiat dan peristiwa tentang penghibahan barang.
2. Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek
hukum adalah semua peristiwa hukum yang tidak
timbul karena perbuatan subyek hukum, akan
tetapi apabila terjadi dapat menimbulkan akibat-
akibat hukum tertentu. Misal kelahiran seorang
bayi, kematian seseorang, dan kadaluarsa
(aquisitief yaitu kadaluarsa yang menimbulkan hak
dan extinctief yaitu kadaluarsa yang melenyapkan
kewajiban).30

30
http://makalahainipunya.blogspot.co.id/2015/04/subyek-hukum-
obyek-hukum-perbuatan.html, dikases pada hari kamis tanggal Agustus
2016 pada jam 20.57

94 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Bab VII
PEMBAGIAN BIDANG
HUKUM DI INDONESIA
(HUKUM PIDANA)

P idana berasal kata straf (Belanda), yang adakalanya


disebut dengan istilah hukuman. Istilah pidana lebih
tepat dari istilah hukuman karena hukum sudah lazim
merupakan terjemahan dari recht. Dapat dikatakan istilah
pidana dalam arti sempit adalah berkaitan dengan hukum
pidana.
Pidana lebih tepat didefinisikan sebagai suatu
penderitaan yang sengaja dijatuhkan/diberikan oleh negara
pada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum
(sanksi) baginya atas perbuatannya yang telah melanggar
larangan hukum pidana. Secara khusus larangan dalam
hukum pidana ini disebut sebagai tindak pidana (strafbaar
feit).
Selanjutnya istilah hukum pidana dalam bahasa
Belanda adalah Strafrecht sedangkan dalam bahasa Inggris
adalah Criminal Law.

Pengantar Hukum Indonesia | 95


Adapun pengertian hukum pidana dibawah menurut
pendapat para ahli sebagai berikut :
1. Simons, hukum pidana adalah keseluruhan
larangan-larangan dan keharusan yang pelanggaran
terhadapnya dikaitkan dengan suatu nestapa
(pidana/hukuman) oleh negara, keseluruhan aturan
tentang syarat, cara menjatuhkan dan menjalankan
pidana tersebut.
2. Moeljatno, hukum pidana adalah aturan yang
menentukan: a) Perbuatan yang tidak boleh
dilakukan, dilarang, serta ancaman sanksi bagi
yang melanggarnya, b) Kapan dan dalam hal apa
kepada pelanggar dapat dijatuhi pidana, c) Cara
pengenaan pidana kepada pelanggar tesebut
dilaksanakan
3. Wirjono Prodjodikoro, hukum pidana adalah
peraturan hukum mengenai pidana. Kata “pidana”
berarti hal yang “dipidanakan” yaitu oleh instansi
yang berkuasa dilimpahkan kepada seorang oknum
sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga
hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan.
4. Wirjono Prodjodikoro, hukum pidana adalah
peraturan hukum mengenai pidana. Kata “pidana”
berarti hal yang “dipidanakan” yaitu oleh instansi
yang berkuasa dilimpahkan kepada seorang oknum
sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga
hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan.
5. WLG. Lemaire, hukum pidana itu terdiri dari
norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan

96 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


larangan-larangan yang (oleh pembentuk UU) telah
dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman
yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus.
Dengan demikian dapat juga dikatakan bahwa
hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma
yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang
mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk
melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan
bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan serta
hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan
bagi tindakan-tindakan tersebut. (pengertian ini
nampaknya dalam arti hukum pidana materil).
6. WFC. Hattum, hukum pidana (positif) adalah
suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-
peraturan yang diikuti oleh negara atau suatu
masyarakat hukum umum lainnya, dimana mereka
itu sebagai pemelihara dari ketertiban hukum
umum telah melarang dilakukannya tindakan-
tindakan yang bersifat melanggar hukum dan telah
mengaitkan pelanggaran terhadap peaturan-
peraturannya denagan suatu penderitaan yang
bersifat khusus berupa hukuman.
7. WPJ. Pompe, hukum pidana adalah hukum pidana
itu sama halnya dengan hukum tata negara, hukum
perdata dan lain-lain bagian dari hukum, biasanya
diartikan sebagai suatu keseluruhan dari peraturan-
peraturan yang sedikit banyak bersifat umum yang

Pengantar Hukum Indonesia | 97


abstrahir dari keadaan-keadaan yang bersifat
konkret.
8. Kansil, hukum pidana adalah hukum yang
mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan
kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum,
perbuatan mana diancam dengan hukuman yang
merupakan suatu penderitaan atau siksaan.
9. Adami Chazawi, dilihat dari garis besarnya,
dengan berpijak pada kodifikasi sebagai sumber
utama atau sumber pokok hukum pidana, hukum
pidana merupakan bagian dari hukum publik yang
memuat/berisi ketentuan-ketentuan tentang:
 Aturan-aturan hukum pidana dan (yang
dikaitkan/berhubungan denagan) larangan
melakukan perbuatan-perbuatan (aktif/
positif) maupun pasif/negatif) tertentu yang
diserti dengan ancaman sanksi berupa pidana
(straf) bagi yang melanggar larangan itu.
 Syarat-syarat tertentu (kapankah) yang harus
dipenuhi/harus ada bagi si pelanggar untuk
dapat dijatuhkanya sanksi pidana yang
diancamkan pada larangan perbuatan yang
dilanggarnya.
 Tindakan dan upaya-upaya yang boleh atau
harus dilakukan negara melalui alat-alat
perlengkapannya (misalnya polisi, jaksa,
hakim), terhadap yang disangka dan di
dakwa sebagai pelanggar hukum pidana
dalam rangka usaha negara menentukan,

98 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


menjatuhkan dan melaksanakan sanksi
pidana terhadap dirinya, serta tindakan dan
upaya-upaya yang boleh dan harus dilakukan
oleh tersangka/terdakwa pelanggar hukum
tersebut dalam usaha melindungi dan
mempertahankan hak-haknya dari tindakan
negara dalam upaya negara menegakkan
hukum pidana tersebut.

Berpijak dalam garis besarnya, dengan berpijak pada


kodifikasi sebagai sumber utama atau sumber pokok hukum
pidan, hukum pidana merupakan bagi dari hukum publik
yang memuat/berisi ketentuan-ketentuan tentang:
1. Aturan umum hukum pidana dan (yang
dikaitkan/berhubungan dengan) larangan
melakukan perbuatan-perbuatan (aktif/posiitif)
maupun pasif/negatif) tertentu yang disertai
denagan ancaman sanksi pidana (straf) bagi yang
melanggar larangan itu.
2. Syarat-syarat tertentu (kapankah) yang harus
dipenuhi/harus ada bagi si pelanggar untuk dapat
dijatuhkannya sanksi pidana yang diancamkan
pada larangan perbuatan yang dilanggarnya.
3. Tindakan dan upaya-upaya yang boleh atau harus
dilakukan negara melalui alat-alat perlengkapannya
(misalnya polisi, jaksa, hakim), terhadap yang
disangka dan didakwa sebagai pelanggar hukum
pidana dalam rangka usaha negara menentukan,
menjatuhkan dan melaksanakan sanksi pidana
terhadap dirinya, serta tindakan dan upaya-upaya

Pengantar Hukum Indonesia | 99


yang boleh dan harus dilakukan oleh
tersangka/terdakwa pelanggar hukum tersebut
dalam usaha melindungi dan mempertahankan hak-
haknya dari tindakan negara dalam upaya negara
menegakkan hukum pidana tersebut.

Hukum pidana Indonesia tersusun dalam sistem yang


terkodifikasi dan sistem di luar kodifikasi. Sistem yang
terkodifikasi adalah apa yang termuat dalm KUHP. Di dalam
KUHP tersusun berbagai jenis perbuatan yang digolongkan
sebagai tindak pidana, perbuatan mana dapat dihukum.
Namun di luar KUHP, masih terdapat pula berbagai
pengaturan tentang perbuatan apa saja yang juga dapat
dihukum dengan sanksi pidana. Dalam hal ini, Loebby
Loqman membedakan sumber-sumber hukum pidana tertulis
di Indonesia adalah:
1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP);
2. Undang-undang yang merubah/ menambah KUHP;
3. Undang-undang Hukum Pidana Khusus;
4. Aturan-aturan pidana di luar Undang-undang
Hukum Pidana.
Di negara-negara Anglo Saxon tidak dikenal satu
kodifikasi atas kaidah-kaidah hukum pidana. Masing-masing
tindak pidana diatur dalam satu Undang-undang saja. Hukum
pidana Inggris misalnya, walupun bersumber dari Common
Law dan Statute Law (undang-undang), hukum pidana
Inggris terutama bersumber pada Common Law, yaitu bagian
dari hukum inggris yang bersumberdari kebiasaan atau adat

100 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


istiadat masyarakat yang dikembangkan berdasarkan
keputusan pengadilan. Jadi bersumber dari hukum tidak
tertulis dan dalam memecahkan masalah atau kasus-kasus
tertentu dikembangkan dan diunifikasikan dalam keputusan-
keputusan pengadilan sehingga merupakan suatu precedent.
Oleh karena itu, Common law ini sering juga disebut case law
atau juga disebut hukum presedent.
Lain halnya dalam negara dengan sistem hukum
Eropa Kontinental. Hukum pidana dikodifikasikan dalam
suatu kitab Undang-undang. Berbagai tindak pidana diatur
dalam satu kitab Undang-undang. Tetapi ternyata sistem
hukum Indonesia juga mengenal adanya tindak pidana di luar
KUHP. Inilah yang disebut sebagai tindak pidana khusus
dalam arti sebenarnya. Contoh undang-undang ini adalah
Undang-undang Anti Korupsi, Undang-undang Money
Laundrey, UU Traficking dan lain sebagainya.
Dalam hukum adat tidak di kenal adanya pembedaan
antara hukum pidana dengan hukum perdata. Semua
pelanggaran atas hukum adat memiliki sanksi yang bisa saja
sama atau berbeda. Dalam hukum islam, pengaturan baik
hukum yang dikategorikan sebagai hukum pidana maupun
hukum perdata menurut konsep hukum Barat diatur dalam
berbagai sumber hukum islam terutama Al-quran dan Hadits.
Disamping adanya hukum pidana khusus yang
dimaksud di atas ternyata sistem hukum indonesia juga masih
mengenal aturan pidana di luar hukum pidana. Karena sifat
hukum pidana yang kerasa dan tegas dan menjadi sanksi yang
paling berat (ultimatum remedium), maka pada umumnya
berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia juga

Pengantar Hukum Indonesia | 101


memuat sanksi pidana dalam perundang-undangan tersebut.
Contohnya adalah dalam undang-undang perbankan juga
dimuat adanya sanksi pidana. Sebagai akibatnya, dikenal
adanya tindak pidana pemilu, tindak pidana perbankan dan
seterusnya.
Aturan pidana dalam tindak pidana perbankan dan
sejenisnya sebenarnya tidak diatur dalam hukum pidana,
tetapi karena ia adalah tindak pidana maka segala prinsip dan
dasar serta asas hukum pidana juga berlaku bagi tindak
pidana sejenis.

Asas-asas hukum pidana menurut tempat:


1. Asas Teritorial.
2. Asas Personal (nasional aktif).
3. Asas Perlindungan (nasional pasif)
4. Asas Universal.

1. Asas Teritorial
Asas ini diatur juga dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) yaitu dalam pasal 2 KUHP yang
menyatakan: “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan
Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan
suatu tindak pidana di Indonesia”.
Perluasan dari Asas Teritorialitas diatur dalam pasal 3
KUHP yang menyatakan: “Ketentuan pidana perundang-
undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar

102 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


wilayah Indonesia melakukan tindak pidana didalan
kendaraan air atau pesawat udara Indonesia”.
Tujuan dari pasal ini adalah supaya perbuatan pidana
yang terjadi di dalam kapal atau pesawat terbang yang berada
di perairan bebas atau berada di wilayah udara bebas, tidak
termasuk wilayah territorial suatu Negara, sehingga ada yang
mengadili apabila terjadi suatu perbuatan pidana.

2. Asas Personal (Nasionaliteit aktif)


Yakni apabila warganegara Indonesia melakukan ke-
jahatan meskipun terjadi di luar Indonesia, pelakunya dapat
dikenakan hukum pidana Indonesia, apabila pelaku kejahatan
yang hanya dapat dikenakan hukum pidana Indonesia
sedangkan perbuatan pidana yang dilakukan warganegara
Indonesia di negara asing yang telah menghapus hukuman
mati, maka hukuman mati tidak dapat dikenakan pada pelaku
kejahatan itu, hal ini diatur dalam pasal 6 KUHP.

3. Asas Perlindungan (Nasional Pasif)


Tolak pangkal pemikiran dari asas perlindungan adalah
bahwa setiap negara yang berdaulat wajib melindungi
kepentingan hukumnya atau kepentingan nasionalnya. Ciri
utamanya adalah Subjeknya berupa setiap orang tidak
terbatas pada warga negara saja, selain itu tidak tergantung
pada tempat, ia merupakan tindakan-tindakan yang dirasakan
sangat merugikan kepentingan nasional indonesia yang
karenanya harus dilindungi. Kepentingan nasional tersebut
ialah:

Pengantar Hukum Indonesia | 103


a. Keselamatan kepala/wakil Negara RI, keutuhan
dan keamanan negara serta pemerintah yang sah,
keamanan penyerahan barang, angkatan perang RI
pada waktu perang, keamanan Martabat kepala
negara RI;
b. Keamanan ideologi negara, pancasila dan haluan
Negara;
c. Keamanan perekonomian;
d. Keamanan uang Negara, nilai-nilai dari surat-surat
yang dikeluarkan RI;
e. Keamanan pelayaran dan penerbangan terhadap
pembajakan.

Tolak pangkal pemikiran dari asas perlindungan adalah


bahwa setiap negara yang berdaulat wajib melindungi
kepentingan hukumnya atau kepentingan nasionalnya. Ciri
utamanya adalah Subjeknya berupa setiap orang tidak
terbatas pada warga negara saja, selain itu tidak tergantung
pada tempat, ia merupakan tindakan-tindakan yang dirasakan
sangat merugikan kepentingan nasional indonesia yang
karenanya harus dilindungi. Kepentingan nasional tersebut
ialah:
a. Keselamatan kepala/wakil Negara RI, keutuhan
dan keamanan negara serta pemerintah yang sah,
keamanan penyerahan barang, angkatan perang RI
pada waktu perang, keamanan Martabat kepala
negara RI;
b. Keamanan ideologi negara, pancasila dan haluan
Negara;

104 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


c. Keamanan perekonomian;
d. Keamanan uang Negara, nilai-nilai dari surat-surat
yang dikeluarkan RI;
e. Keamanan pelayaran dan penerbangan terhadap
pembajakan;

4. Asas Universal
Asas universal adalah asas yang menyatakan setiap
orang yang melakukan perbuatan pidanan dapat dituntut
undang-undang hukum pidana Indonesia di luar wilayah
Negara untuk kepentingan hukum bagi seluruh dunia. Asas
ini melihat hukum pidanan berlaku umum, melampaui batas
ruang wilayah dan orang, yang dilindungi disini ialah
kepentingan dunia. Jenis kejahatan yang dicantumkan
pidanan menurut asas ini sangat berbahaya tidak hanya
dilihat dari kepentingan Indonesia tetapi juga kepentingan
dunia. Secara universal kejahatan ini perlu dicegah dan
diberantas.

Asas-asas Hukum Pidana Menurut Waktu


1. Asas Legalitas
Secara Hukum Asas legaliatas terdapat di pasal 1 ayat
(1) KUHP: “Tiada suatu perbuatan dapat di pidana, kecuali
atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang
telah ada, sebelum perbuatan dilakukan”
Dalam bahasa Latin: ”Nullum delictum nulla poena
sine praevia legi poenali”, yang dapat diartikan harfiah
dalam bahasa Indonesia dengan: ”Tidak ada delik, tidak ada

Pengantar Hukum Indonesia | 105


pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya”.
Sering juga dipakai istilah Latin: ”Nullum crimen sine lege
stricta, yang dapat diartikan dengan: ”Tidak ada delik tanpa
ketentuan yang tegas”.
Moelyatno menulis bahwa asas legalitas itu
mengandung tiga pengertian:
a. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam
dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum
dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.
b. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak
boleh digunakan analogi (kiyas).
c. Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.

2. Asas Transitoir
Adalah asas yang menentukan berlakunya suatu aturan
hukum pidana dalam hal terjadi atau ada perubahan undang-
undang.

3. Asas Retroaktif
Asas retroaktif ialah suatu asas hukum dapat
diberlakukan surut. Artinya hukum yang aru dibuat dapat
diberlakukan untuk perbuatan pidana yang terjadi pada masa
lalu sepanjang hukum tersebut mengatur perbuatan tersebut,
misalnya pada pelanggaran HAM berat.

106 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


1. Pengertian dan Unsur-Unsur Delik
Kata delik berasal dari bahasa latin dellictum. Dalam
Hukum Pidana Belanda, delik dikenal dengan istilah
Straafbar Feit. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, delik
diartikan sebagai "perbuatan yg dapat dikenakan hukuman
karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang;
tindak pidana;"
Untuk memahami pengertian delik, maka perlu
memahami unsur-unsur delik, yaitu:
a. Suatu perbuatan atau serangkaian perbuatan
Harus ada suatu perbuatan atau serangkaian
tindakan tertentu.
b. Bertentangan dengan peraturan perundan-
undangan
Perbuatan tersebut dilarang di dalam peraturan
perundang-undangan.
c. Dapat dikenakan sanksi, Dalam peraturan
perundang-undangan tersebut mengatur sanksi bagi
yang melanggarnya.

Jadi, secara garis besar dapat dipahami bahwa


pengertian delik adalah suatu perbuatan atau serangkaian
perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan dan perbuatan tersebut dapat dikenai sanksi.

2. Macam-macam Delik
Jenis delik ada bermacam-macam, kriteria pembedanya
pun bermacam-macam.

Pengantar Hukum Indonesia | 107


a. Delik Kejahatan & Delik Pelanggaran
 Delik kejahatan (Rechtdelichten) ialah
perbuatan yang bertentangan dengan keadilan,
terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana
dalam suatu undang-undang atau tidak, jadi
yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat
sebagai bertentangan dengan keadilan,
misalnya: pembunuhan, pencurian. Delik
semacam ini disebut "kejahatan".
 Delik pelanggaran (Wetsdelichten) ialah
perbuatan yang oleh umum baru disadari
sebagai tindak pidana karena undang-undang
menyebutnya sebagai delik, jadi karena ada
undang-undang mengancamnya dengan
pidana. Misal : memarkir mobil di sebelah
kanan jalan (mala quia prohibita). Delik
semacam ini disebut “pelanggaran”.

b. Delik Materiil & Delik Formil


 Delik Materiil merupakan delik yang
perumusannnya dititikbertkan kepada akibat
yang tidak dikehendaki (dilarang). Delik ini
dikatakan selesai bila akibat yang tidak
dikendaki itu telah terjadi. Bila belum, maka
paling banyak hanya ada percobaan, misalnya:
Pasal-pasal 187, 388 atau 378 KUHP.
 Delik Formil merupakan delik yang
perumusannnya dititikberatkan kepada
perbuatan yang dilarang oleh UU. Perwujudan

108 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


delik ini dipandang selesai dengan
dilakukannya perbuatan seperti yang
tercantum dlam rumusan delik. Misalnya, Pasal
156, 209, 263 KUHP.

c. Delik Komisi & Delik Omisi


 Delik Komisi adalah delik yang karena
rumusan Undang-undang bersifat larangan
untuk dilakukan.Contoh: Perbuatan mencuri,
yang dilarang adalah mencuri atau mengambil
barang orang lain secara tidak sah diatur dalam
Pasal 362 KUHP.
 Delik Omisi adalah suatu keadaan di mana
seseorang mengetahui ada tindak kejahatan
tetapi orang itu tidak melaporkan kepada yang
berwajib, maka dikenakan Pasal 164 KUHP,
jadi sama dengan mengabaikan suatu
keharusan. Contoh: membiarkan terjadinya
perampokan, dan tidak melaporkannya.

d. Delik Dolus & Delik Culpa


 Delik Dolus adalah suatu delik yang
tindakannya mengandung unsur
kesengajaan.Contoh: Pasal-pasal pembunuhan,
penganiayaan dan lain-lain.
 Delik Kulpa yakni suatu perbuatan yang
karena kelalaiannya, kealpaannya atau kurang
hati-hatinya atau karena salahnya seseorang
yang mengakibatkan orang lain menjadi
korban. Contoh: Seorang pengemudi

Pengantar Hukum Indonesia | 109


menabrak pejalan kaki, karena kurang hati-hati
mengemudikan mobilnya; Seorang penjaga
pintu rel kereta api lupa menutup palang pntu
rel yang mengakibatkan terjadi kecelakaan.

e. Delik Biasa & Delik Aduan


 Delik Biasa adalah terjadinya suatu perbuatan
yang tidak perlu ada pengaduan, tetapi justru
laporan atau karena kewajiban aparat negara
untuk melakukan tindakan. Disebut juga delik
laporan. Contoh: Penganiayaan, pembunuhan,
perampokan.
 Delik Aduan adalah delik yang penuntutannya
hanya dilakukan apabila ada pengaduan dari
pihak yang karena perbuatannya merasa
dirugikan, misal: penghinaan, pencurian dalam
keluarga.

f. Delik yang Berdiri Sendiri & Delik Berlanjut


 Delik Berdiri Sendiri (Zelfstanding Delict)
adalah terjadinya delik hanya satu perbuatan
saja tanpa ada kelanjutan perbuatan tersebut
dan tidak ada perbuatan lain lagi. Contoh:
seseorang masuk dalam rumah langsung
membunuh, tidak mencuri dan memperkosa.
 Delik terus Berlanjut ialah suatu tindak
kejahatan yang dilakukan oleh seseorang dan
kemudian dilanjutkan dengan melakukan
tindak kejahatan lainnya. Contoh:
pemerkosaan disertai pembunuhan.

110 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


g. Delik Selesai & Delik yang Diteruskan
 Delik Selesai adalah delik yang selesai
seketika, terdiri atas perbuatan positif ataupun
aktif ataupun perbuatan pasif atau negative
(pengabaian) yang selesai seketika itu juga,
termasuk juga perbuatan yang mewujudkan
delik akibat. Contoh: pencurian, pembunuhan,
pembakaran. Dapat disimpulkan bahwa delik
tersebut terdiri atas perbuatan yang selesai
seketika setelah dilakukannya perbuatan.
 Delik Yang Diteruskan ialah suatu perbuatan
yang dilakukan untuk melangsungkan keadaan
yang dilarang. Contoh: perampasan
kemerdekaan seseorang.

h. Delik Tunggal & Delik Berangkai


 Delik Tunggal ialah delik yang dapat dikatan
sebagai delik cukup dilakukan dengan
perbuatan satu kali. Contoh: pencurian.
 Delik Berangkai ialah delik yang baru
merupakan delik, apabila dilakukan beberapa
kali perbuatan, misal : pasal 481 (penadahan
sebagai kebiasaan).
i. Delik Sederhana & Delik Berkualifikasi; Delik
Berprivilege
 Delik Sederhana adalah suatu delik yang
berbentuk biasa tanpa ada unsur serta keadaan
yang memberatkan. Contoh: Pasal 362 KUHP,
delik pencurian biasa.

Pengantar Hukum Indonesia | 111


 Delik Berkualifikasi adalah delik di mana
perbuatan tersebut mengandung unsur atau
keadaan yang memberatkan atau meringankan.
Misal: penganiayaan yang menyebabkan luka
berat atau matinya orang (pasal 351 ayat 2, 3
KUHP), pencurian pada waktu malam hari
dsb. (pasal 363). Ada delik yang ancaman
pidananya diperingan karena dilakukan dalam
keadaan tertentu, misal: pembunuhan yang
dilakukan kanak-kanak (pasal 341 KUHP).
Delik ini disebut “geprivelegeerd delict”.

j. Delik Politik & Delik Komun (Umum)


 Delik Politik adalah delik yang tujuannya
diarahkan terhadap keamanaan Negara dan
kepala Negara. Misalnya pasal 104 sampai
pasal 129 KUHP.
 Delik Komun (Umum) adalah delik yang
dilakukan tanpa bertujuan terhadap keamanan
Negara dan Kepala Negara, misal:
pembunuhan pejabat dimotifkan dendam
pribadi.

Pelaku tindak pidana (Dader) menurut doktrin adalah


barang siapa yang melaksanakan semua unsur-unsur tindak
pidana sebagai mana unsur-unsur tersebut dirumuskan di
dalam undang-undang menurut KUHP.

112 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Seperti yang terdapat dalam pasal 55 (1) KUHP yang
berbunyi: (1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh
melakukan, dan yang turut serta melakukan
perbuatan;
2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan
sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau
martabat, dengan kekerasan, ancaman atau
penyesatan, atau dengan memberi kesempatan,
sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan
orang lain supaya melakukan perbuatan.
Sebagaimana diatur dalam pasal 55 KUHP (1) di atas,
bahwa pelaku tindak pidana itu dapat dibagi dalam 4 (empat)
golongan:

1. Orang yang Melakukan Sendiri Tindak Pidana


(Pleger)
Dari berbagai pendapat para ahli dan dengan
pendekatan praktik dapat diketahui bahwa untuk menentukan
seseorang sebagai yang melakukan (pleger)/pembuat
pelaksana tindak pidana secara penyertaan adalah dengan 2
kriteria:
 Perbuatannya adalah perbuatan yang menetukan
terwujudnya tindak pidana,
 Perbuatannya tersebut memenuhi seluruh unsur
tindak pidana.

Pengantar Hukum Indonesia | 113


2. Orang yang Menyuruh Orang Lain untuk
Melakukan Tindak Pidana (Doen Pleger)
Undang-undang tidak menjelaskan tentang siapa yang
dimaksud dengan yang menyuruh melakukan itu. Untuk
mencari pengertian dan syarat untuk dapat ditentukan sebagai
orang yang melakukan (doen pleger), pada umumnya para
ahli hukum merujuk pada keterangan yang ada dalam MvT
WvS Belanda, yang berbunyi bahwa “yang menyuruh
melakukan adalah dia juga yang melakukan tindak pidana,
tapi tidak secara pribadimelainkan dengan perantara orang
lain sebagai alat di dalam tangannya apa bila orang lain itu
melakukan perbuatan tanpa kesengajaan, kealpaan atau
tanpa tanggungjawab, karena sesuatu hal yang tidak
diketahui, disesatkan atau tunduk pada kekerasan”.
a. Orang lain sebagai alat di dalam tangannya
Yang dimaksud dengan orang lain sebagai alat di
dalam tangannya adalah apabila orang/pelaku tersebut
memperalat orang lain untuk melakukan tindak pidana.
Karena orang lain itu sebagai alat, maka secara praktis
pembuat penyuruh tidak melakukan perbuatan aktif.
Dalam doktrin hukum pidana orang yang diperalat
disebut sebagai manus ministra sedangkan orang yang
memperalat disebut sebagai manus domina juga disebut
sebagai middelijke dader (pembuat tidak langsung).
Ada tiga konsekuensi logis, terhadap tindak pidana
yang dilakukan dengan cara memperlalat orang lain:
 Terwujudnya tindak pidana bukan disebabkan
langsung oleh pembuat penyuruh, tetapi leh
perbuatan orang lain (manus ministra);

114 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


 Orang lain tersebut tidak bertanggungjawab atas
perbuatannya yang pada kenyataannya telah
melahirkan tindak pidana;
 Manus ministra ini tidak boleh dijatuhi pidana,
yang dipidana adalah pembuatan penyuruh.

b. Tanpa kesengajaan atau kealpaan


Yang dimaksud dengan tanpa kesengajaan atau
tanpa kealpaan adalah perbuatan yang dilakukan oleh
orang yang disuruh (manus ministra) tidak dilandasi
oleh kesengajaan untuk mewujudkan tindak pidana,
juga terjadinya tindak pidana bukan karena adanya
kealpaan, karena sesungguhnya inisiatif perbuatan
datang dari pembuat penyuruh, demikian juga niat
untuk mewujudkan tindak pidana itu hanya berada pada
pembuat penyuruh (doen pleger).
c. Karena tersesatkan
Yang dimaksud dengan tersesatkan disini adalah
kekeliruan atau kesalahpahaman akan suatu unsur
tindak pidana yang disebabaklan oleh pengaruh dari
orang lain dengan cara yang isinya tidak benar, yang
atas kesalahpahaman itu maka memutuskan kehendak
untuk berbuat. Keadaan yang menyebabkan orang lain
itu timbul kesalahpahaman itu adalah oleh sebab
kesengajaan pembuat penyuruh sendiri.

d. Karena kekerasan
Yang dimaksud dengan kekerasan (geweld) di
sini adalah perbuatan yang dengan menggunakan

Pengantar Hukum Indonesia | 115


kekerasan fisik yang besar, yang in casu ditujukan pada
orang, mengakibatkan orang itu tidak berdaya.
Dari apa yang telah diterangkan di atas maka
jelaslah bahwa orang yang disuruh melakukan tidak
dapat dipidana. Di dalam hukum orang yang disuruh
melakukan ini dikategorikan sebgai manus ministra,
sementara orang menyuruh melakukan dikategorikan
manus domina.
Menurut Moeljatno, kemungkinan-kemungkinan
tidak dipidananya orang yang disuruh, karena:
 Tidak mempunyai kesengaaan, kealpaan ataupun
kemampuan bertanggungjawab;
 Berdasarkan Pasal 44 KUHP;
 Daya paksa Pasal 48 KUHP;
 Berdasarkan Pasal 51 ayat 2 KUHP; dan
 Orang yang disuruh tidak mempunyai sifat/kualitas
yang disyaratkan dalam delik, misalnya Pasal 413-
437 KUHP).

3. Orang yang turut melakukan tindak pidana (Mede


Pleger)
KUHP tidak memberikan rumusan secara tegas siapa
saja yang dikatakan turut melakukan tindak pidana, sehingga
dalam hal ini menurut doktrin untuk dapat dikatakan turut
melakukan tindak pidana haru memenuhi dua syarat ;
 Harus adanya kerjasama secara fisik
 Harus ada kesadaran bahwa mereka satu sama lain
bekerjasama untuk melakukan tindak pidana

116 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Yang dimaksud dengan turut serta melakukan
(medepleger), oleh MvT dijelaskan bahwa yang turut serta
melakukan ialah setiap orang yang sengaja berbuat (meedoet)
dalam melakukan suatu tindak pidana. Penelasan MvT ini,
merupakan penjelasan yang singkat yang masih
membutuhkan penjabaran lebih lanjut.
Dari berbagai pandangan para ahli tentang bagaimana
kategori untuk menentukan pembuat peserta (medepleger),
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk menentukan
seseorang sebagai pembuat peserta yaitu apabila perbuatan
orang tersebut memang mengarah dalam mewujudkan tindak
pidana dan memang telah terbentuk niat yang sama dengan
pembuat pelaksana (pleger) untuk mewujudkan tindak pidana
tersebut.
Perbuatan pembuat peserta tidak perlu memenuhi
seluruh unsur tindak pidana, asalkan perbuatannya memiliki
andil terhadap terwuudnya tindak pidana tersebut, serta di
dalam diri pembuat peserta telah terbentuk niat yang sama
dengan pembuat pelaksana untuk mewujudkan tindak pidana.

4. Orang yang dengan Sengaja Membujuk atau


Menggerakan Orang Lain untuk Melakukan
Tindak Pidana (Uit Lokken)
Syarat-syarat uit lokken :
 Harus adanya seseorang yang mempunyai
kehendak untuk melakukan tindak pidana;
 Harus ada orang lain yang digerakkan untuk
melakukan tindak pidana;

Pengantar Hukum Indonesia | 117


 Cara menggerakan harus menggunakan salah satu
daya upaya yang tersebut didalam pasal 55(1) sub
2e (pemberian,perjanjian, ancaman, dan lain
sebagainya);
 Orang yang digerakan harus benar-benar melakkan
tindak pidana sesuai dengan keinginan orang yang
menggerakan.

Ditinjau dari sudut pertanggung jawabannya maka


pasal 55(1) KUHP tersebut di atas kesemua mereka adalah
sebagai penanggung jawab penuh, yang artinya mereka
semua diancam dengan hukuman maksimum pidana pokok
dari tindak pidana yang dilakukan.

118 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Bab VIII
PEMBAGIAN BIDANG
HUKUM DI INDONESIA
(HUKUM PERDATA)

Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof.


Djojodiguno sebagai teremahan dari burgerlijkrecht pada
masa penduduka jepang. Di samping istilah itu, sinonim
hukum perdata adalah civielrecht dan privatrecht.
Para ahli memberikan batasan hukum perdata, seperti
berikut. Van Dunne mengartikan hukum perdata, khususnya
pada abad ke -19 adalah: “suatu peraturan yang mengatur
tentang hal-hal yang sangat ecensial bagi kebebasan individu,
seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan.
Sedangkan hukum public memberikan jaminan yang minimal
bagi kehidupan pribadi”
Pendapat lain yaitu Vollmar, dia mengartikan hukum
perdata adalah: “aturan-aturan atau norma-norma yang
memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan
perlindungan pada kepentingan prseorangan dalam
perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu
dengna kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu

Pengantar Hukum Indonesia | 119


masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan
keluarga dan hubungan lalu lintas”
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengertian
hukum perdata yang dipaparkan para ahli di atas, kajian
utamnya pada pengaturan tentang perlindungan antara orang
yang satu degan orang lain, akan tetapi di dalam ilmu hukum
subyek hukum bukan hanya orang tetapi badan hukum juga
termasuk subyek hukum, jadi untuk pengertian yang lebih
sempurna yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum(baik
tertulis maupun tidak tertulis) yang mengatur hubungan
antara subjek hukum satu dengan yang lain dalam hubungan
kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan.
Di dalam hukum perdata terdapat 2 kaidah, yaitu:
1. Kaidah tertulis
Kaidah hukum perdata tertulis adalah kaidah-
kaidah hukum perdata yang terdapat di dalam
peraturan perundang-undangan, traktat, dan
yurisprudensi.
2. Kaidah tidak tertulis
Kaidah hukum perdata tidak tertulis adalah kaidah-
kaidah hukum perdata yang timbul, tumbuh, dan
berkembang dalam praktek kehidupan masyarakat
(kebiasaan)
Subjek hukum dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
1. Manusia
Manusia sama dengan orang karena manusia
mempunyai hak-hak subjektif dan kewenangan
hukum.

120 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


2. Badan hukum
Badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang
mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan, serta
hak dan kewajiban.

Substansi yang diatur dalam hukum perdata antara lain:


1. Hubungan keluarga
Dalam hubungan keluarga akan menimbulkan
hukum tentang orang dan hukum keluarga.
2. Pergaulan masyarakat
Dalam hubungan pergaulan masyarakat akan
menimbulakan hukum harta kekayaan, hukum
perikatan, dan hukum waris.

Dari berbagai paparan tentang hukum perdata di atas,


dapat di temukan unsur-unsurnya yaitu:
a. Adanya kaidah hukum
b. Mengatur hubungan antara subjek hukum satu
dengan yang lain.
c. Bidang hukum yang diatur dalam hukum perdata
meliputi hukum orang, hukum keluarga, hukum
benda, hukum waris, hukum perikatan, serta
hukum pembuktia dan kadaluarsa.

Sumber Hukum Perdata Indonesia


Sumber hukum adalah segala apa saja yang
menimbulkan aturan-aturan yang bersifat memaksa, yakni

Pengantar Hukum Indonesia | 121


aturan-aturan yang apabila dialnggar mengakibatkan sanksi
tegas dan nyata. Pada dasarnya sumber hukum perdata,
meliputi sumber hukum materiil dan sumber hukum formil.
Adakalanya sumber hukum itu ada yang tertulis dan ada yang
tidak tertulis.Secara khusus, sumber hukum perdata Indonesia
terulis berupa :
1. Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB),
Merupakan ketentuan-ketentuan umum pemerintah
Hindia Belanda yang diberlakukan di Indonesia
(Stbl. 1847 No. 23, tanggal 30 April 1847, terdiri
atas 36 pasal)
3. KUHPerdata atau Burgelijk Wetboek (BW),
Merupakan ketentuan hukum produk Hindia
Belanda yang diundangkan tahun 1848,
diberlakukan di Indonesia berdasarkan asas
konkordansi.
4. KUHD atau Wetboek van Koopandhel (WvK),
KUHD terdiri atas 754 pasal, meliputi buku I
(tentang dagang secara umum) dan Buku II
(tentang hak-hak dan kewajiban yang timbul dalam
pelayaran.
5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Pokok Agraria, UU ini mencabut berlakunya Buku
II KUH Perdata sepanjang mengenai hak atas
tanah, kecuali hipotek. Secara umum dalam UU ini
diatur mengenai hukum pertanahan yang
berlandaskan pada hukum adat, yaitu hukum yang
menjadi karakter bangsa Indonesia sendiri.

122 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


6. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Perkawinan, UU ini
membuat ketentuan-ketentuan yang tercantum
dalam Buku I KUH Perdata, khususnya mengenai
perkawinan tidak berlaku secara penuh.
7. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang
Berkaitan dengan Tanah, UU ini mencabut
berlakunya hipotek sebagaimana diatur dalam
Buku II KUH Perdata, sepanjang mengenai tanah
dan ketentuan mengenai Credieverband dalam Stbl.
1908-542 sebagaimana telah diubah dalam Stbl.
1937-190. Tujuan pencabutan ketentuan yang
tercantum dalam Buku II KUH Perdata dan Stbl.
1937-190 adalah karena tidak sesuai lagi dengan
kegiatan kebutuhan perkreditan, sehubungan
dengan perkembangan tata perekonomian
Indonesia.
8. Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia, Ada 3 pertimbangan lahirnya UU
ini: 1) adanya kebutuhan yang sangat besar dan
terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya
dana, perlu diimbangi dengan adanya ketentuan
hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur
mengenai lembaga jaminan. 2) jaminan fidusia
sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai
saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan
belum diatur dalam peraturan perundang-undangan
secara lengkap dan komprehensif. 3) untuk
memenuhi kebutuhan hukum yang lebih dapat

Pengantar Hukum Indonesia | 123


memacu serta mampu memebrikan perlindungan
hukum bagi pihak yang berkepentingan, maka
perlu dibuat ketentuan yang lengkap mengenai
jaminan fidusia; dan jaminan tersebut perlu
didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fiduasia.
9. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Lembaga Jaminan Simpanan (LPS), UU ini
mengatur hubungan hukum publik dan mengatur
hubungan hukum perdata.
10. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang
Kompilasi Hukum Islam (KHI), KHI mengatur tiga
hal, yaitu hukum perkawinan, hukum kewarisan
dan hukum perwakafan. Ketentuan dalam KHI
hanya berlaku bagi orang-orang yang beragama
Islam.

Beberapa asas yang terkandung dalam KUHPdt yang


sangat penting dalam Hukum Perdata adalah:

1. Asas Kebebasan Berkontrak


Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang
dapat mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah
diatur dalam Undang-undang, maupun yang belum diatur
dalam undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHPdt).
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari
ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt, yang berbunyi:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

124 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan
kebebasan kepada para pihak untuk:
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian;
b. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan
persyaratannya;
d. Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis
atau lisan.
Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak
adalah adanya paham individualisme yang secara embrional
lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum
Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaissance
melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas
Hobbes, John Locke dan J.J. Rosseau. Menurut paham
individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa
saja yang dikehendakinya.
Dalam hukum kontrak, asas ini diwujudkan dalam
“kebebasan berkontrak”. Teori leisbet fair in menganggap
bahwa the invisible hand akan menjamin kelangsungan
jalannya persaingan bebas. Karena pemerintah sama sekali
tidak boleh mengadakan intervensi didalam kehidupan sosial
ekonomi masyarakat. Paham individualisme memberikan
peluang yang luas kepada golongan kuat ekonomi untuk
menguasai golongan lemah ekonomi. Pihak yang kuat
menentukan kedudukan pihak yang lemah.
2. Asas Konsesualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal
1320 ayat (1) KUHPdt. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa
salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata

Pengantar Hukum Indonesia | 125


kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan
asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak
diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya
kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah
persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh
kedua belah pihak.
Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum
Romawi dan hukum Jerman. Didalam hukum Jerman tidak
dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal
dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal.
Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan
dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara
kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian
yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa
akta otentik maupun akta bawah tangan).
Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis
literis dan contractus innominat. Yang artinya bahwa
terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah
ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam
KUHPdt adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.

3. Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa
setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan
memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara mereka
dibelakang hari.
4. Asas Kekuatan Mengikat
Asas kekuatan mengi kat ini adalah asas yang
menyatakan bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para fihak

126 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


yang mengikatkan diri pada perjanjian tersebut dan sifatnya
hanya mengikat ke dalam.
Pasal 1340 KUHPdt berbunyi: “Perjanjian hanya
berlaku antara pihak yang membuatnya.” Hal ini
mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para
pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun
demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya
sebagaimana dalam Pasal 1317 KUHPdt yang menyatakan:
“Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak
ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri,
atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu
syarat semacam itu.”
Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat
mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak
ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan.
Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPdt, tidak hanya
mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk
kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang
memperoleh hak daripadanya.
Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317
KUHPdt mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga,
sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPdt untuk kepentingan
dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang
memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian,
Pasal 1317 KUHPdt mengatur tentang pengecualiannya,
sedangkan Pasal 1318 KUHPdt memiliki ruang lingkup yang
luas.

Pengantar Hukum Indonesia | 127


5. Asas Persamaan Hukum
Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa
subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum.
Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya,
walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan
ras.

6. Asas Keseimbangan
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki
kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian.
Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan
jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui
kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban
untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.
7. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas
pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan
dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda
merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus
menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak,
sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak
boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang
dibuat oleh para pihak.
Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam
Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt. Asas ini pada mulanya dikenal
dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan
bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar
pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah.

128 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang
diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral
dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun, dalam
perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi
arti sebagai pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu
dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya.
Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan kata
sepakat saja.

8. Asas Moral
Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu
suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut
hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal
ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan
perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan
mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan
menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang
memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan
perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan
(moral) sebagai panggilan hati nuraninya.

9. Asas Perlindungan
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa
antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum.
Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak
debitur karena pihak ini berada pada posisi yang lemah.
Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak
dalam menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian
dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan demikian dapat

Pengantar Hukum Indonesia | 129


dipahami bahwa keseluruhan asas diatas merupakan hal
penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat
kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu
kesepakatan dapat tercapai dan terlaksana sebagaimana
diinginkan oleh para pihak.

10. Asas Kepatutan


Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPdt.
Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian
yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat
perjanjiannya.

11. Asas Kepribadian (Personality)


Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan
bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat
kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini
dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt.
Pasal 1315 KUHPdt menegaskan: “Pada umumnya
seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian
selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas
bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut
harus untuk kepentingan dirinya sendiri.

12. Asas Itikad Baik (Good Faith)


Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3)
KUHPdt yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan
dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para
pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan
substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan

130 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas
itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik
nisbi (relative) dan itikad baik mutlak.
Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan
sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad
yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan
serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan
(penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang
objektif.
Selain asas tersebut diatas terdapat pula Asas Hukum
Perdata Eropa Tentang Orang yaitu:
a. Asas yang melindungi hak asasi manusia, jangan
sampai terjadi pembatasan atau pengurangan hak
asasi manusia karena Undang-undang atau
keputusan hakim. (Pasal 1dan 3 KUHPdt)
b. Asas setiap orang harus mempunyai nama dan
tempat kediaman hukum (domisili), tiap orang
yang mempunyai hak dan kewajiban mempunyai
identitas yang sedapat mungkin berlainan satu
dengan lainnya (Pasal 5a dan Bagian 3 Bab 2 Buku
I KUHPdt) Pentingnya Domisili :a. Dimana orang
harus menikah, b. Dimana orang harus dipanggil
oleh pengadilan, c. Pengadilan mana yang
berwenang terhadap seseorang, dsb
c. Asas Perlindungan kepada Orang yang tak
lengkap, orang yang dinyatakan oleh hukum tidak
mampu melakukan perbuatan hukum mendapat
perlindungan bila ingin melakukan perbuatan
hukum (Pasal 1330 KUHPdt), contoh: a. Orang

Pengantar Hukum Indonesia | 131


yang belum dewasa diwakili oleh walinya baik itu
orang tua kandung atau wali yang ditnjuk oleh
hakim atau surat wasiat, b. Mereka yang diletakkan
dibawah pengampuan, bila mereka hendak
melakukan perbuatan hukum diwakili oleh seorang
pengampu (Curator) c. Wanita yang bersuami bila
hendak melakukan perbuatan hukum harus
didampingi suaminya.
d. Asas monogami dalam hukum perkawinan
barat, bagi laki-laki hanya boleh mengambil
seorang wanita sebagai istri dan wanita hanya
boleh mengambil seorang laki-laki sebagai
suaminya (Pasal 27 KUHPdt). Dalam Undang-
undang no 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal
3 ayat 2 pengadilan diperbolehkan memberi izin
seorang suami untuk beristri lebih dari satu bila
dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
e. Asas bahwa suami dinyatakan sebagai kepala
keluarga, ia betugas memimpin dan mengurusi
kekayaan keluarga (Pasal 105 KUHPdt)
Selain dalam hukum orang (persoonen recht) dalam
Hukum Benda (Zaakenen Rescht) yaitu keseluruhan kaidah
hukum yang mengatur apa yang diartikan dengan benda dan
mengatur hak atas benda. Asasnya adalah asas yang membagi
benda atau barang ke dalam benda bergerak dan benda tetap.

132 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Asas Hukum Tentang Benda :
1. Asas yang Membagi Hak Manusia Kedalam Hak
Kebendaan dan Hak Perorangan.
Hak Kebendaan, adalah hak untuk menguasai secara
langsung suatu kebendaan dan kekuasaan tersebut dan dapat
dipertahankan terhadap setiap orang (hak milik, hak guna
usaha, hak guna bangunan)
Hak Perorangan, adalah hak seseorang untuk menuntut
suatu tagihan kepada seseorang tertentu. Dalam hal ini hanya
orang ini saja yang harus mengakui hak orang tersebut.

2. Asas Asas Hak Milik Itu Adalah Suatu Fungsi


Sosial.
Asas ini mempunyai arti bahwa orang tidak dibenarkan
untuk membiarkan atau menggunakan hak miliknya secara
merugikan orang atau masyarakat. Jika merugikan akan
dituntut berdasarkan Pasal 1365 KUHPdt.
Hukum Benda yang mengatur tentang tanah telah
dicabut dan diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria
tahun 1960 No 5. Namun aturan tentang Hipotik masih diatur
dalam Hukum Benda. Hukum Benda ini sifatnya tertutup,
jadi tidak ada peraturan lain yang berkaitan dengan benda
selain yang diatur oleh Undang-undang.

Asas-asas Umum Hak Kebendaan


Menurut Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman,
S.H. dalam bukunya “Mencari Sistem Hukum Benda
Nasional” menjelaskan ada 10 asas umum yang sifatnya
relative konkrit yang ada dalam bidang tertentu, yaitu:

Pengantar Hukum Indonesia | 133


1. Asas sistem tertutup, artinya bahwa hak-hak atas
benda bersifat limitatif, terbatas hanya pada yang
diatur undang-undang. Di luar itu dengan
perjanjian tidak diperkenankan menciptakan hak-
hak yang baru.
2. Asas hak mengikuti benda/zaaksgevolg, droit de
suite, yaitu hak kebendaan selalu mengikuti
bendanya di mana dan dalam tangan siapapun
benda itu berada. Asas ini berasal dari hukum
romawi yang membedakan hukum harta kekayaan
(vermogensrecht) dalam hak kebendaan
(zaakkelijkrecht) dan hak perseorangan
(persoonlijkrecht).
3. Asas Publisitas, yaitu dengan adanya publisitas
(openbaarheid) adalah pengumuman kepada
masyarakat mengenai status pemilikan.
Pengumuman hak atas benda tetap/tanah terjadi
melalui pendaftaran dalam buku tanah/register
yang disediakan untuk itu sedangkan pengumuman
benda bergerak terjadi melalui penguasaan nyata
benda itu.
4. Asas Spesialitas. Dalam lembaga hak kepemilikan
hak atas tanah secara individual harus ditunjukan
dengan jelas ujud, batas, letak, luas tanah. Asas ini
terdapat pada hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan atas benda tetap.
5. Asas Totalitas. Hak pemilikan hanya dapat
diletakan terhadap obyeknya secara totalitas
dengan perkataan lain hak itu tidak dapat diletakan

134 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


hanya untuk bagian-bagian benda. Misalnya:
Pemilik sebuah bangunan dengan sendirinya
adalah pemilik kosen, jendela, pintu dan jendela
bangunan tersebut. Tidak mungkin bagian-bagian
tersebut kepunyaan orang lain.
6. Asas accessie/asas pelekatan. Suatu benda
biasanya terdiri atas bagian-bagian yang melekat
menjadi satu dengan benda pokok seperti
hubungan antara bangunan dengan genteng, kosen,
pintu dan jendela. Asas ini menyelesaikan masalah
status dari benda pelengkap (accessoir) yang
melekat pada benda pokok (principal). Menurut
asas ini pemilik benda pokok dengan sendirinya
merupakan pemilik dari benda pelengkap. Dengan
perkataan lain status hukum benda pelengkap
mengikuti status hukum benda pokok. Benda
pelengkap itu terdiri dari bagian (bestanddeed)
benda tambahan (bijzaak) dan benda penolong
(hulpzaak).
7. Asas pemisahan horizontal, KUHPdt menganut
asas pelekatan sedang UUPA menganut asas
horizontal yang diambil alih dari hukum Adat. Jual
beli hak atas tanah tidak dengan sendirinya
meliputi bangunan dan tanaman yang terdapat di
atasnya. Jika bangunan dan tanaman akan
mengikuti jual beli hak atas tanah harus dinyatakan
secara tegas dalam akta jual beli. Pemerintah
menganut asas vertical untuk tanah yang sudah
memiliki sertifikat untuk tanah yang belum

Pengantar Hukum Indonesia | 135


bersertifikat menganut asas horizontal (Surat
menteri pertanahan/agraria tanggal 8 Februari 1964
Undang-Undang No.91/14 jo S.Dep. Agraria
tanggal 10 desember 1966 No. DPH/364/43/66.
8. Asas dapat diserahkan. Hak pemilikan
mengandung wewenang untuk menyerahkan
benda. Untuk membahas tentang penyerahan
sesuatu benda kita harus mengetahui dulu tentang
macam-macam benda karena ada bermacam-
macam benda yang kita kenal seperti tidak
dijelaskan pada Bab sebelumnya. Cara-cara
penyerahan secara mendalam akan dibahas dalam
Bab selanjutnya.
9. Asas perlindungan. Asas ini dapat dibedakan
dalam dua jenis yaitu perlindungan untuk golongan
ekonomi lemah dan kepada pihak yang beritikad
baik (to goeder trouw) walaupun pihak yang
menyerahkannya tidak wenang berhak
(beschikkingsonbevoegd). Hal ini dapat kita lihat
dalam Pasal 1977 KUHPdt.
10. Asas absolute (hukum pemaksa). Menurut asas
ini hak kebendaan itu wajib dihormati atau ditaati
oleh setiap orang yang berbeda dengan hak
relative.

136 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Asas-asas Hukum Tentang Perikatan yaitu :
1. Undang-undang bagi mereka yang membuatnya
(pacta sun servanda )
2. Asas kebebasan dalam membuat perjanjian atau
persetujuan
3. Asas bahwa persetujuan harus dilaksanakan
dengan itikat baik
4. Asas bahwa semua harta kekayaan seseorang
menjadi jaminan atau tanggungan semua hutang-
hutangnya.
5. Asas Actio Pauliana yaitu aksi yang dilakukan
oleh seorang kreditur untuk membatalkan semua
perjanjian yang dibuat oleh debiturnya dengan
itikat buruk dengan pihak ketiga, dengan
pengetahuan bahwa ia merugikan krediturnya.
Pembatalan perjanjian harus dilakukan oleh
hakim atas permohonan kreditur (Pasal 1341
KUHPdt). Asas ini memberi peringatan kepada
seorang debitur bahwa ia akan dikenakan sanksi
penuntutan, bila ia mengurangi harta kekayaan
miliknya, dengan tujuan untuk menghindari
penyitaan dari pengadilan.

Pengantar Hukum Indonesia | 137


138 | Anny Yuserlina, S.H., M.H
Bab IX
PEMBAGIAN BIDANG
HUKUM DI INDONESIA
(HUKUM TATA NEGARA)

H ukum Tata Negara pada dasarnya adalah hukum yang


mengatur organisasi kekuasaan suatu negara beserta
segala aspek yang berkaitan dengan organisasi negara
tersebut. Sehubungan dengan itu dalam lingkungan Hukum
Ketatanegaraan dikenal berbagai istilah.
Di Belanda umumnya memakai istilah “staatsrech”
yang dibagi menjadi staatsrech in ruimere zin (dalam arti
luas) dan staatsrech In engere zin (dalam arti luas).
Staatsrech in ruimere zin adalah Hukum Negara. Sedangkan
staatsrech in engere zin adalah hukum yang membedakan
Hukum Tata Negara dari Hukum Administrasi Negara,
Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Tata Pemerintah.
Di Inggris pada umumnya memakai istilah
“Contitusional Law”, penggunaan istilah tersebut didasarkan
atas alasan bahwa dalam Hukum Tata Negara unsur
konstitusi yang lebih menonjol. Di Perancis orang

Pengantar Hukum Indonesia | 139


mempergunakan istilah “Droit Constitutionnel” yang di
lawankan dengan “Droit Administrative”, dimana titik
tolaknya adalah untuk membedakan antara Hukum Tata
Negara dengan Hukum Aministrasi Negara.
Sedangkan di Jerman mempergunakan istilah
Verfassungsrecht: Hukum Tata Negara dan
Verwassungsrecht: Hukum Administrasi negara. Berikut
definisi-definisi hukum tata negara menurut beberapa ahli:
1. J.H.A Logemann
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur
organisasi negara. Het staatsrecht als het recht dat
betrekking heeft op de staat -die gezagsorganisatie-
blijkt dus functie, dat is staatsrechtelijk gesproken het
amb, als kernbegrip, als bouwsteen te hebben. Bagi
Logemann, jabatan merupakan pengertian yuridis dari
fungsi, sedangkan fungsi merupakan pengertian yang
bersifat sosiologis. Oleh karena negara merupakan
organisasi yang terdiri atas fungsi-fungsi dalam
hubungannya satu dengan yang lain maupun dalam
keseluruhannya maka dalam pengertian yuridis negara
merupakan organisasi jabatan atau yang disebutnya
ambtenorganisatie.
2. Van Vollenhoven
Hukum Tata Negara adalah Hukum Tata Negara yang
mengatur semua masyarakat hukum atasan dan
masyarakat Hukum bawahan menurut tingkatannya dan
dari masing-masing itu menentukan wilayah
lingkungan masyarakatnya dan akhirnya menentukan

140 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


badan-badan dan fungsinya masing-masing yang
berkuasa dalam lingkungan masyarakat hukum itu serta
menentukan susunan dan wewenang badan-badan
tersebut.

3. Scholten
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur
organisasi dari pada Negara. Kesimpulannya, bahwa
dalam organisasi negara itu telah dicakup bagaimana
kedudukan organ-organ dalam negara itu, hubungan,
hak dan kewajiban, serta tugasnya masing-masing.
4. Van der Pot
Hukum Tata Negara adalah peraturan-peraturan yang
menentukan badan-badan yang diperlukan serta
wewenang masing-masing, hubungannya satu dengan
yang lain dan hubungan dengan individu yang lain.
5. Apeldoorn
Hukum Tata Negara dalam arti sempit yang sama
artinya dengan istilah hukum tata negara dalam arti
sempit, adalah untuk membedakannya dengan hukum
negara dalam arti luas, yang meliputi hukum tata
negara dan hukum administrasi negara itu sendiri.

6. Wade and Phillipasal


Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur alat-
alat perlengkapan negara, tugasnya dan hubungan
antara alat pelengkap negara itu. Dalam bukunya yang
berjudul “Constitusional law” yang terbit pada tahun
1936.

Pengantar Hukum Indonesia | 141


7. Paton George Whitecross
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur alat-
alat perlengkapan negara, tugasnya, wewenang dan
hubungan antara alat pelengkap negara itu. Dalam
bukunya “textbook of Jurisprudence” yang
merumuskan bahwa Constutional Law deals with the
ultimate question of distribution of legal power and the
fungctions of the organ of the state.
8. A.V. Dicey
Hukum Tata Negara adalah hukum yang terletak pada
pembagian kekuasaan dalam negara dan pelaksanaan
yang tertinggi dalam suatu negara. Dalam bukunya “An
introduction the study of the law of the consrtitution”.
9. J. Maurice Duverger
Hukum Tata Negara adalah salah satu cabang dari
hukum privat yang mengatur organisasi dan fungsi-
fungsi politik suatu lembaga nagara.
10. R. Kranenburg
Hukum Tata Negara meliputi hukum mengenai susunan
hukum dari Negara terdapat dalam UUD.
11. Utrecht
Hukum Tata Negara mempelajari kewajiban sosial dan
kekuasaan pejabat-pejabat Negara.

142 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


12. Kusumadi Pudjosewojo
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur
bentuk negara (kesatuan atau federal), dan bentuk
pemerintahan (kerajaan atau republik), yang
menunjukan masyarakat Hukum yang atasan
maupunyang bawahan, beserta tingkatan-tingkatannya
(hierarchie), yang selanjutnya mengesahkan wilayah
dan lingkungan rakyat dari masyarakat-masyarakat
hukum itu dan akhirnya menunjukan alat-alat
perlengkapan (yang memegang kekuasaan penguasa)
dari masyarakat hukum itu,beserta susunan (terdiri dari
seorang atau sejumlah orang), wewenang, tingkatan
imbang dari dan antara alat perlengkapan itu.
13. J.R. Stellinga
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur
wewenang dan kewajiban-keawajiban alat-alat
perlengkapan Negara, mengatur hak, dan kewajiban
warga Negara.
14. L.J. Apeldorn
Pengertian Negara mempunyai beberapa arti :
 Negara dalam arti penguasa, yaitu adanya orang-
orang yang memegang kekuasaan dalam
persekutuan rakyat yang mendiami suatu daerah.
 Negara dalam arti persekutuan rakyat yaitu adanya
suatu bangsa yang hidup dalam satu daerah,
dibawah kekuasaan menurut kaidah-kaidah hukum

Pengantar Hukum Indonesia | 143


 Negara dalam arti wilayah tertentu yaitu adanya
suatu daerah tempat berdiamnya suatu bangsa
dibawa kekuasaan.
 Negara dalam arti Kas atau Fikus yaitu adanya
harta kekayaan yang dipegang oleh penguasa untuk
kepentingan umum.
Setelah mempelajari rumusan-rumusan definisi tentang
Hukum Tata Negara dari berbagai sumber tersebut di
atas, dapat diketahui bahwa tidak ada kesatuan
pendapat di antara para ahli mengenai hal ini. Dari
pendapat yang beragam tersebut, kita dapat mengetahui
bahwa sebenarnya:
1. Hukum Tata Negara adalah salah satu cabang ilmu
hukum, yaitu hukum kenegaraan yang berada di
ranah hukum publik
2. Definisi hukum tata negara telah dikembangkan
oleh para ahli, sehingga tidak hanya mencakup
kejian mengenai organ negara, fungsi dan
mekanisme hubungan antar organ negara itu, tetapi
mencakup pula persoalan-persoalan yang terkait
mekanisme hubungan antar organ-organ negara
dengan warga negara
3. Hukum tata negara tidak hanya merupakan sebagai
recht atau hukum dan apalagi sebagai wet atau
norma hukum tertulis, tetapi juga merupakan
sebagai lehre atau teori, sehingga pengertiannya
mencakup apa yang disebut sebagai
verfassungrecht (hukum konstitusi) dan sekaligus
verfassunglehre (teori konstitusi)

144 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


4. Hukum tata negara dalam arti luas mencakup baik
hukum yang mempelajari negara dalam keadaan
diam (staat in rust) maupun mempelajari negara
dalam keadaan bergerak (staat in beweging).

Obyek kajian ilmu hukum tata negara adalah negara.


Dimana negara dipandang dari sifatnya atau pengertiannya
yang konkrit. Artinya obyeknya terikat pada tempat, keadaan
dan waktu tertentu. Hukum tata negara merupakan cabang
ilmu hukum yang membahas tatanan, struktur kenegaraan,
mekanisme hubungan antara struktur organ atau struktur
kenegaraan serta mekanisme hubungan antara struktur negara
dan warga negara.
Ruang lingkup Hukum Tata Negara adalah struktur
umum dari negara sebagai organisasi, yaitu:
1. Bentuk Negara (Kesatuan atau Federasi);
2. Bentuk Pemerintahan (Kerajaan atau Republik);
3. Sistem Pemerintahan (Presidentil, Parlementer,
Monarki absolute);
4. Corak Pemerintahan (Diktator Praktis, Nasionalis,
Liberal, Demokrasi);
5. Sistem Pendelegasian Kekuasaan Negara
(Desentralisasi, meliputi jumlah, dasar, cara dan
hubungan antara pusat dan daerah);
6. Garis-garis besar tentang organisasi pelaksana
(peradilan, pemerintahan, perundangan);
7. Wilayah Negara (darat, laut, udara);

Pengantar Hukum Indonesia | 145


8. Hubungan antara rakyat dengan Negara (abdi
Negara, hak dan kewajiban rakyat sebagai
perorangan/golongan, cara-cara pelaksanaan hak
dan menjamin hak dan sebagainya);
9. Cara-cara rakyat menjalankan hak-hak
ketatanegaraan (hak politik, sistem perwakilan,
Pemilihan Umum, referendum, sistem
kepartaian/penyampaian pendapat secara tertulis
dan lisan);
10. Dasar Negara (arti Pancasila, hubungan Pancasila
dengan kaidah-kaidah hukum, hubungan Pancasila
dengan cara hidup mengatur masyarakat, sosial,
ekonomi, budaya dan berbagai paham yang ada
dalam masyarakat);
11. Ciri-ciri lahir dan kepribadian Negara (Lagu
Kebangsaan, Bahasa Nasional, Lambang, Bendera,
dan sebagainya).

Obyek asas Hukum Tata Negara sebagaimana obyek


yang dipelajari dalam Hukum Tata Negara, sebagai tambahan
menurut Boedisoesetyo bahwa mempelajari asas Hukum Tata
Negara sesuatu Negara tidak luput dari penyelidikan tentang
hukum positifnya yaitu UUD karena dari situlah kemudian
ditentukan tipe negara dan asas kenegaraan bersangkutan.
Asas-asas Hukum Tata Negara yaitu:

146 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


1. Asas Pancasila
Setiap negara didirikan atas filsafah bangsa. Filsafah itu
merupakan perwujudan dari keinginan rakyat dan bangsanya.
Dalam bidang hukum, pancasila merupakan sumber hukum
materil, karena setiap isi peraturan perundang-undangan tidak
boleh bertentangan dengannya dan jika hal itu terjadi, maka
peraturan tersebut harus segera di cabut. Pancasila sebagai
Azas Hukum Tata Negara dapat dilihat dalam Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945.

2. Asas Hukum, Kedaulatan rakyat dan Demokrasi


Asas kedaulatan dan demokrasi menurut Jimly
Asshiddiqie gagasan kedaulatan rakyat dalam negara
Indonesia, mencari keseimbangan individualisme dan
kolektivitas dalam kebijakan demokrasi politik dan ekonomi.
Azas kedaulatan menghendaki agar setiap tindakan dari
pemerintah harus berdasarkan dengan kemauan rakyat dan
pada akhirnya pemerintah harus dapat dipertanggung
jawabkan kepada rakyat melalui wakil-wakilnya sesuai
dengan hukum.

3. Asas Negara Hukum


Yaitu negara yang berdiri di atas hukum yang
menjamin keadilan kepada warga negaranya. Asas Negara
hukum (rechtsstaat) cirinya yaitu pertama, adanya UUD atau
konstitusi yang memuat tentang hubungan antara penguasa
dan rakyat, kedua adanya pembagian kekuasaan, diakui dan
dilindungi adanya hak-hak kebebasan rakyat. Unsur-unsur /

Pengantar Hukum Indonesia | 147


ciri-ciri khas daripada suatu Negara hukum atau Rechstaat
adalah :
a. Adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak-
hak asasi manusia yang mengandung persamaan
dalam bidang politik, ekonomi, sosial, kultur dan
pendidikan.
b. Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak,
tidak dipengaruhi oleh suatu kekuasaan atau
kekuatan lain apapun.
c. Adanya legalitas dalam arti hukum dalam semua
bentuknya.
d. Adanya Undang-Undang Dasaer yang memuat
ketentuan tertulis tentang hubungan antara
penguasa dengan rakyat.

4. Asas Demokrasi
Adalah suatu pemerintahan dimana rakyat ikut serta
memerintah baik secara langsung maupun tak langsung. Azas
Demokrasi yang timbul hidup di Indonesia adalah Azas
kekeluargaan.

5. Asas Kesatuan
Adalah suatu cara untuk mewujudkan masyarakat yang
bersatu dan damai tanpa adanya perselisihan sehingga
terciptanya rasa aman tanpa khawatir adanya diskriminasi.
Asas Negara kesatuan pada prinsipnya tanggung jawab tugas-
tugas pemerintahan pada dasarnya tetap berada di tangan
pemerintah pusat. Akan tetapi, sistem pemerintahan di
Indonesia yang salah satunya menganut asas Negara kesatuan

148 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


yang di desentralisasikan menyebabkan adanya tugas-tugas
tertentu yang diurus sendiri sehingga menimbulkan hubungan
timbal balik yang melahirkan hubungan kewenangan dan
pengawasan.

6. Asas Pembagian Kekuasaan dan Check Belances


Yang berarti pembagian kekuasaan negara itu terpisah-
pisah dalam beberapa bagian baik mengenai fungsinya.
Beberapa bagian seperti dikemukakan oleh John Locke yaitu:
a. Kekuasaan Legislatif
b. Kekuasaan Eksekutif
c. Kekuasaan Federatif
Montesquieu mengemukakan bahwa setiap Negara
terdapat tiga jenis kekuasaan yaitu Trias Politica
1) Eksekutif
2) Legislatif
3) Yudikatif

7. Asas Legalitas
Dimana asas legalitas tidak dikehendaki pejabat
melakukan tindakan tanpa berdasarkan undang-undang yang
berlaku. Atau dengan kata lain the rule of law not of man
dengan dasar hukum demikian maka harus ada jaminan
bahwa hukum itu sendiri dibangun berdasarkan prinsip-
prinsip demokrasi.

Pengantar Hukum Indonesia | 149


150 | Anny Yuserlina, S.H., M.H
Bab X
PEMBAGIAN BIDANG
HUKUM DI INDONESIA
(HUKUM ISLAM)

H ukum syara‟ menurut ulama ushul ialah doktrin (kitab)


syari‟ yang bersangkutan dengan perbuatan orang-orang
mukallaf yang bersangkutan dengan perbuatan orang-orang
mukallaf secara perintah atau diperintahkan memilih atau
berupa ketetapan (taqrir). Sedangkan menurut ulama fiqih
hukum syara ialah efek yang dikehendaki oleh kitab syari‟
dalam perbuatan seperti wajib, haram dan mubah.
Syariat menurut bahasa berarti jalan. Syariat menurut
istilah berarti hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk
umatNya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik hukum yang
berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-
hukum yang berhubungan dengan amaliyah.
Menurut Prof. Mahmud Syaltout, syariat adalah
peraturan yang diciptakan oleh Allah supaya manusia
berpegang teguh kepadaNya di dalam perhubungan dengan
Tuhan dengan saudaranya sesama Muslim dengan

Pengantar Hukum Indonesia | 151


saudaranya sesama manusia, beserta hubungannya dengan
alam seluruhnya dan hubungannya dengan kehidupan.
Menurut Muhammad „Ali At-Tahanawi dalam kitabnya
Kisyaaf Ishthilaahaat al-Funun memberikan pengertian
syari‟ah mencakup seluruh ajaran Islam, meliputi bidang
aqidah, ibadah, akhlaq dan muamallah (kemasyarakatan).
Syari‟ah disebut juga syara‟, millah dan diin.
Hukum Islam berarti keseluruhan ketentuan-ketentuan
perintah Allah yang wajib diturut (ditaati) oleh seorang
muslim. Dari definisi tersebut syariat meliputi:
1. Ilmu Aqoid (keimanan)
2. Ilmu Fiqih (pemahan manusia terhadap ketentuan-
ketentuan Allah)
3. Ilmu Akhlaq (kesusilaan)
Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan
bahwa hukum Islam adalah syariat yang berarti hukum-
hukum yang diadakan oleh Allah untuk umat-Nya yang
dibawa oleh seorang Nabi, baik hukum yang berhubungan
dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang
berhubungan dengan amaliyah (perbuatan).

Kata-kata sumber dalam hukum Islam merupakan


terjemah dari kata mashadir yang berarti wadah
ditemukannya dan ditimbanya norma hukum. Sumber hukum
Islam yang utama adalah Al Qur‟an dan sunah. Selain
menggunakan kata sumber, juga digunakan kata dalil yang
berarti keterangan yang dijadikan bukti atau alasan suatu

152 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


kebenaran. Selain itu, ijtihad, ijma‟, dan qiyas juga
merupakan sumber hukum karena sebagai alat bantu untuk
sampai kepada hukum-hukum yang dikandung oleh Al
Qur‟an dan sunah Rasulullah SAW.
Secara sederhana hukum adalah “seperangkat peraturan
tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok
masyarakat; disusun orang-orang yang diberi wewenang oleh
masyarakat itu; berlaku mengikat, untuk seluruh
anggotanya”. Bila definisi ini dikaitkan dengan Islam atau
syara‟ maka hukum Islam berarti: “seperangkat peraturan
bedasarkan wahyu Allah SWT dan sunah Rasulullah SAW
tentang tingkah laku manusia yang dikenai hukum (mukallaf)
yang diakui dan diyakini mengikat semua yang beragama
Islam”. Maksud kata “seperangkat peraturan” disini adalah
peraturan yang dirumuskan secara rinci dan mempunyai
kekuatan yang mengikat, baik di dunia maupun di akhirat.

1. Al Qur’an
Al Qur‟an berisi wahyu-wahyu dari Allah SWT yang
diturunkan secara berangsur-angsur (mutawattir) kepada Nabi
Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Al Qur‟an diawali
dengan surat Al Fatihah, diakhiri dengan surat An Nas.
Membaca Al Qur‟an merupakan ibadah. Al Qur‟an
merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim
berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum
yang terdapat di dalamnya agar menjadi manusia yang taat
kepada Allah SWT, yaitu menngikuti segala perintah Allah
dan menjauhi segala larangnannya. Al Qur‟an memuat
berbagai pedoman dasar bagi kehidupan umat manusia.

Pengantar Hukum Indonesia | 153


a. Tuntunan yang berkaitan dengan keimanan/akidah,
yaitu ketetapan yantg berkaitan dengan iman
kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
rasul-rasul, hari akhir, serta qadha dan qadar
b. Tuntunan yang berkaitan dengan akhlak, yaitu
ajaran agar orang muslim memilki budi pekerti
yang baik serta etika kehidupan.
c. Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni
shalat, puasa, zakat dan haji.
d. Tuntunan yang berkaitan dengan amal perbuatan
manusia dalam masyarakat.

Isi kandungan Al Qur’an


1. Segi Kuantitas
Al Quran terdiri dari 30 Juz, 114 surat, 6.236 ayat,
323.015 huruf dan 77.439 kosa kata.

2. Segi Kualitas
Isi pokok Al Qur‟an (ditinjau dari segi hukum) terbagi
menjadi 3 (tiga) bagian:
a) Hukum yang berkaitan dengan ibadah: hukum
yang mengatur hubungan rohaniyah dengan Allah
SWT dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
keimanan. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu
Tauhid atau Ilmu Kalam
b) Hukum yang berhubungan dengan Amaliyah yang
mengatur hubungan dengan Allah, dengan sesama
dan alam sekitar. Hukum ini tercermin dalam

154 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Rukun Islam dan disebut hukum syariat. Ilmu yang
mempelajarinya disebut Ilmu Fiqih
c) Hukum yang berkaitan dngan akhlak. Yakni
tuntutan agar setiap muslim memiliki sifat-sifat
mulia sekaligus menjauhi perilaku-perilaku tercela.

Bila ditinjau dari Hukum Syara terbagi menjadi dua


kelompok:
a) Hukum yang berkaitan dengan amal ibadah seperti
shalat, puasa, zakat, haji, nadzar, sumpah dan
sebagainya yang berkaitan dengan hubungan
manusia dengan tuhannya.
b) Hukum yang berkaitan dengan amal
kemasyarakatan (muamalah) seperti perjanjian
perjanjian, hukuman (pidana), perekonomian,
pendidikan, perkawinan dan lain sebagainya.
Hukum yang berkaitan dengan muamalah meliputi:
a) Hukum yang berkaitan dengan kehidupan manusia
dalam berkeluarga, yaitu perkawinan dan warisan
b) Hukum yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu
yang berhubungan dengan jual beli (perdagangan),
gadai-menggadai, perkongsian dan lain-lain.
Maksud utamanya agar hak setiap orang dapat
terpelihara dengan tertib
c) Hukum yang berkaitan dengan gugat menggugat,
yaitu yang berhubungan dengan keputusan,
persaksian dan sumpah

Pengantar Hukum Indonesia | 155


d) Hukum yang berkaitan dengan jinayat, yaitu yang
berhubungan dengan penetapan hukum atas
pelanggaran pembunuhan dan kriminalitas
e) Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar
agama, yaitu hubungan antar kekuasan Islam
dengan non-Islam sehingga tercpai kedamaian dan
kesejahteraan.
f) Hukum yang berkaitan dengan batasan pemilikan
harta benda, seperti zakat, infaq dan sedekah.

Ketetapan hukum yang terdapat dalam Al Qur‟an ada


yang rinci dan ada yang garis besar. Ayat ahkam (hukum)
yang rinci umumnya berhubungan dengan masalah ibadah,
kekeluargaan dan warisan. Pada bagian ini banyak hukum
bersifat ta‟abud (dalam rangka ibadah kepada Allah SWT),
namun tidak tertutup peluang bagi akal untuk memahaminya
sesuai dengan perubahan zaman. Sedangkan ayat ahkam
(hukum) yang bersifat garis besar, umumnya berkaitan
dengan muamalah, seperti perekonomian, ketata negaraan,
undang-undang sebagainya. Ayat-ayat Al Qur‟an yang
berkaitan dengan masalah ini hanya berupa kaidah-kaidah
umum, bahkan seringkali hanya disebutkan nilai-nilainya,
agar dapat ditafsirkan sesuai dengan perkembangan zaman.
Selain ayat-ayat Al Qur‟an yang berkaitan dengan
hukum, ada juga yang berkaitan dengan masalah dakwah,
nasehat, tamsil, kisah sejarah dan lain-lainnya. Ayat yang
berkaitan dengan masalah-masalah tersebut jumlahnya
banyak sekali.

156 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


2. Hadits
Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi
Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun
ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber hukum Islam
yang kedua setelah Al Qur‟an. Allah SWT telah mewajibkan
untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang
disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya.
Perintah meneladani Rasulullah SAW ini disebabkan
seluruh perilaku Nabi Muhammad SAW mengandung nilai-
nilai luhur dan merupakan cerminan akhlak mulia. Apabila
seseorang bisa meneladaninya maka akan mulia pula sikap
dan perbutannya. Hal tersebut dikarenakan Rasulullah SAW
memilki akhlak dan budi pekerti yang sangat mulia. Hadits
sebagai sumber hukum Islam yang kedua, juga dinyatakan
oleh Rasulullah SAW:
Artinya: “Aku tinggalkan dua perkara untukmu seklian,
kalian tidak akan sesat selama kalian berpegangan
kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunah
rasulnya”. (HR Imam Malik)

3. Ijtihad
Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapannya,
baik dalam Al Qur‟an maupun Hadits, dengan menggunkan
akal pikiran yang sehat dan jernih, serta berpedoman kepada
cara-cara menetapkan hukum-hukumyang telah ditentukan.
Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber hukum yang ketiga.
Untuk melakukan ijtihad (mujtahid) harus memenuhi
bebrapa syarat berikut ini:

Pengantar Hukum Indonesia | 157


1) Mengetahui isi Al Qur‟an dan Hadits, terutama
yang bersangkutan dengan hukum
2) Memahami bahasa arab dengan segala
kelengkapannya untuk menafsirkan Al Qur‟an dan
hadits
3) Mengetahui soal-soal ijma
4) Menguasai ilmu ushul fiqih dan kaidah-kaidah
fiqih yang luas.

Menurut Tim Pengkajian Hukum Islam Badan


Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman bahwa
asas hukum islam terdiri dari (1) bersifat umum, (2) lapangan
hukum pidana, (3) lapangan hukum perdata. Mengenai asas-
asas hukum yang lain seperti lapangan tata negara,
internasional dan lain-lain tidak disebutkan dalam laporan
mereka.

1. Asas Keadilan
Dalam Al-Qur‟an, kata ini disebut 1000 kali, termasuk
keadilan pada umumnya berkonotasi dalam penetapan hukum
atau kebijakan pemwrintah. Konsep keadilan meliputi
berbagai hubungan, misalanya; hubungan individu dengan
dirinya sendiri, hubungan antara individu dan yang berpekara
serta hubungan-hubungan dengan berbagai pihak yang
terkait. Keadilan dalam hukum islam berarti keseimbangan
antara kewajiban dan harus dipenuhi oleh manusia dengan
kemammpuan manusia untuk menuanaikan kewajiban itu.

158 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Etika keadilan; berlaku adil dlam menjatuhi hukuman,
menjauhi suap dan hadiah, keburukan tyergesa-gesa dalam
menjatuhi hukuman, keputusan hukum bersandar pada apa
yang nampak, kewajiban menggunakan hukum agama.

2. Asas Kemanfatan
Asas kemanfaatan adalah asas yang mengiringi
keadilan dan kepastian hukum tersebut diatas. Dalam
melaksanakan asas keadilan dan kepastiann hukum
hendaknya memperhatikan manfaat bagi terpidana atau
masyarakat umum. Contoh hukuman mati, ketika dalam
pertimbangan hukuman mati lebih bermanfaat bagi
masyarakat, misal efek jera, maka hukuman itu dijatuhkan.
Jika hukuman itu bermanfaat bagi terpidana, maka hukuman
mati itu dapat diganti dengan denda.

Pengantar Hukum Indonesia | 159


160 | Anny Yuserlina, S.H., M.H
Bab XI
PEMBAGIAN BIDANG
HUKUM DI INDONESIA
(HUKUM ADAT)

M enurut Ter Haar, Hukum Adat adalah seluruh


peraturan yang ditetapkan dalam keputusan-keputusan
dengan penuh wibawa yang dalam pelaksanaannya
“diterapkan begitu saja”, artinya tanpa adanya keseluruhan
peraturan yang dalam kelahirannya dinyatakan mengikat
sama sekali.
Menurut Soekanto, Pengertian Hukum Adat adalah
keseluruhan adat (yang tidak tertulis) dan hidup di dalam
masyarakat berupa kesusilaan, kebiasaan dan kelaziman yang
mempunyai akibat hukum.
Hazairin mengemukakan Pengertian Hukum Adat,
Hukum Adat merupakan kaidah-kaidah kesusilaan yang
kebenarannya telah mendapat pengakuan umum dalam
masyarakat itu yang dibuktikan dengan kepatuhannya
terhadap kaidah-kaidah tersebut.

Pengantar Hukum Indonesia | 161


Menurut pendapat Van Vollenhoven, Hukum Adat
adalah Keseluruhan aturan tingkah laku yang positif, yang
dimana di satu pihak mempunyai sanksi (oleh karenanya itu
disebut hukum) dan di pihak yang lain dalam keadaan tidak
dikodifikasikan (oleh karenanya itu disebut adat).
Menurut Supomo, Pengertian Hukum Adat ialah
hukum yang mengatur tingkah laku individu atau manusia
Indonesia dalam hubungan satu sama lain, baik itu
keseluruhan kelaziman, kebiasaan dan kesusilaan yang hidup
di dalam masyarakat adat karena dianut dan
dipertahankannya oleh anggota-anggota masyarakat itu, juga
keseluruhan peraturan-peraturan yang mengenal sanksi atas
pelanggaran dan yang telah ditetapkan dalam keputusan-
keputusan para penguasa adat. Mereka yang mempunyai
kewibawaan dan kekuasaan, memiliki kewenangan dalam
memberi keputusan terhadap masyarakat adat itu, yaitu dalam
keputusan lurah, pembantu lurah, wali tanah, penghulu,
kepala adat dan hakim.
Suroyo Wignjodipuro mengemukakan pengertian
hukum adat, Hukum Adat merupakan suatu kompleks dari
norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat
yang terus berkembang serta meliputi peraturan tingkat laku
individu atau manusia dalam kehidupan sehari-hari di dalam
masyarakat, sebagian besar tidak tertulis dan memiliki akibat
hukum (sanksi) bagi pelanggarnya.

162 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Untuk mengetahui sistem hukum adat, maka Soepomo
membedakan antara sistem hukum adat dari sistem hukum
barat agar dapat mengetahui sistem hukum adat.31
1. Hukum barat mengenal zakelijke rechten (yaitu
hak atas suatu barang yang berlaku terhadap setiap
orang) dan persoonlijke rechten (yaitu hak yang
bersifat perorangan terhadap suatu objek),
sedangkan hukum adat tidak mengenal pembagian
ke dalam dua jenis hak tersebut.
2. Hukum barat membedakan antara publiek recht
dan privaatrecht, sedangkan perbedaan demikian
tidak dikenal dalam hukum adat. Jika diadakan
perbedaan seperti itu, maka batas-batas kedua
lapangan hukum itupun berbeda pada kedua sistem
hukum itu.
3. Pelanggaran hukum dalam sistem hukum barat
dibedakan atas yang bersifat pidana dan
pelanggaran yang hanya mempunyai akibat dalam
lapangan perdata sehingga masing-masing harus
ditangani oleh hakim yang berbeda pula, perbedaan
demikian tidak dikenal dalam hukum adat. Setiap
pelanggaran hukum adat memerlukan pembentulan
hukum dengan adatreaksi yang ditetapkan oleh
hakim (kepala adat).

31
A. Suriyaman Mustari Pide, 2009. Hukum Adat (Dulu, Kini dan
Akan Datang). Penerbit Pelita Pustaka : Jakarta. Hlm. 76.

Pengantar Hukum Indonesia | 163


Sistem hukum adat inilah yang berlaku di seluruh
nusantara sejak orang-orang Belanda belum dan sesudah
menginjakkan kakinya di nusantara. Sebagai suatu sistem,
meskipun berbeda dengan sistem hukum barat sebagaimana
perbedaannya antara lain diungkapkan oleh Soepomo di atas,
hukum adat juga memiliki aspek-aspek hukum perdata,
hukum pidana, hukum tata negara, bahkan hukum
internasional. Sebagai suatu sistem, hukum adat mempunyai
asas-asas yang sama, tetapi mempunyai perbedaan corak
hukum yang bersifat lokal.
Mengacu pada adanya perbedaan corak antara hukum
barat, sehingga Van Vollenhoven membagi lingkungan
hukum adat atas 19 dan dari kesembilanbelas itu dirinci lagi
atas beberapa pembagian hukum. Pembagian lingkungan
hukum adat itu didahulukannya, karena diperlukan sebagai
petunjuk arah agar hukum adat di seluruh Indonesia dapat
dipahami dan ditaksir dengan baik. Menurut Van
Vollenhoven, pada masa VOC yang didirikan di negeri
Belanda dengan hak oktroi, hubungan hukum dengan orang-
orang di nusantara tetap menggunakan hukum adat.
Hukum adat merupakan Hukum Indonesia asli yang
tidak tertulis di dalam perundang-undangan RI yang
mengandung unsur agama. Kedudukan Hukum Adat yaitu
sebagai salah satu sumber penting guna memperoleh bahan-
bahan bagi pembangunan hukum nasional yang menuju pada
penyamaan hukum.

164 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Hukum adat di Indonesia adalah hukum yang telah
dianut oleh masyarakat Indonesia sebelum terbentuknya
hukum perundang-undangan yang menggantikannya. Dalam
menjalankan hukum adat, masyarakat adat sangat
menjunjung tinggi segala peraturan yang tak tertulis dalam
hukum tersebut. Hal ini karena hukum adat atau hukum
kebiasaan memang terbentuk dengan kekentalan kepercayaan
baik norma maupun agama.
Oleh karena itulah masyarakat percaya bahwa ketika
mereka melanggar hal-hal yang tabu untuk dilakukan, mereka
akan mengalami kualat. Berbicara tentang hukum adat, pasti
terdapat sumber-sumber dari hukum adat itu sendiri. Dalam
artikel ini akan dijelaskan mengenai sumber dari hukum adat,
diantaranya adalah:

1. Adat atau Kebiasaan Masyarakat Sekitar


Tak bisa dipungkiri bahwa sebuah hukum adat
bersumber dari kebiasaan rakyat atau masyarakat dalam
sebuah wilayah tertentu. Hal ini karena sebuah masyarakat
tak akan pernah terlepas dari berbagai kebiasaan, baik
kebiasaan yang bersifat kultus atau tidak.

2. Kebudayaan Tradisional Rakyat


Selain tak bisa lepas dari kebiasaan, hukum adat juga
selalu diidentikkan dengan hukum yang bersifat tradisional.
Hal ini karena hukum adat telah dianut oleh masyarakat
bahkan jauh sebelum kemerdekaan dan dibentukan peraturan
perundang-undangan yang pada akhirnya menggeser peran

Pengantar Hukum Indonesia | 165


hukum adat itu sendiri. Meskipun demikian, masih ada
beberapa wilayah yang mempertahankan warisan leluhur
berupa hukum adat.

3. Kaidah dari Kebudayaan Asli Indonesia


Banyak masyarakat yang menganggap bahwa apa yang
telah diberikan oleh leluhur adalah warisan budaya yang
harus senantiasa dipelihara. Ini adalah sumber kuat dari
hukum adat yakni bahwa sebuah hukum merupakan warisan
leluhur yang harus tetap dipelihara dan disesuaikan dengan
perubahan zaman tanpa merubah unsur daru hukum asli itu
sendiri.

4. Pepatah Adat
Pepatah adat adalah salah satu contoh warisan yang
benar-benar dianut oleh masyarakat adat. Hal ini karena
pepatah adat biasanya sarat akan makna filosofis. Inilah yang
menjadikan pepatah adat menjadi sumber dari hukum adat
untuk masyarakat tertentu.

5. Dokumen atau Naskah-Naskah yang ada pada Masa


Itu
Biasanya naskah memuat tentang bagaimana cara hidup
yang baik dan bermakna serta menjadi manusia yang
sempurna. Dari sinilah hukum adat bisa terlahir. Manusia
yang percaya dan menganut pada sebuah naskah-naskah kuno
berisi tentang ajaran hidup menjadikan hal tersebut sebagai
hukum adat yang harus mereka taati dan patuhi. Naskah yang
dimaksud disini bisa berupa naskah kuno yang berasal dari
para leluhur yang hidup di zaman sebelum masyarakat adat

166 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


tersebut hidup. Selain itu, ada juga naskah-naskah yang
diterbitkan oleh raja demi mengatur masyarakat. Kebiasaan
tersebut memunculkan sebuah hukum yang dipatuhi oleh
masyarakat pada masa itu.

1. Asas Religio Magis (Magisch-Religieus)


2. Asas Komun (Commun)
3. Asas Contant (Tunai)
4. Asas Konkrit (Visual)

Asas Religio Magis (Magisch-Religieus) adalah


pembulatan atau perpaduan kata yang mengandung unsur
beberapa sifat atau cara berpikir seperti prelogika, animisme,
pantangan, ilmu gaib dan lain-lain. Kuntjaranigrat
menerangkan bahwa alam pikiran religiomagis itu
mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
Kepercayaan kepada makhluk-makhluk halus, roh-roh
dan hantu-hantu yang menempati seluruh alam semesta dan
khusus gejala-gejala alam, tumbuh-tumbuhan, binatang,
tubuh manusia dan benda-benda.
Kepercayaan kepada kekuatan sakti yang meliputi
seluruh alam semesta dan khusus terdapat dalam peristiwa-
peristiwa luar biasa, tumbuh-tumbuhan yang luas biasa,
binatang-binatang yang luar biasa, benda-benda yang luar
biasa dan suara yang luar biasa. Anggapan bahwa kekuatan
sakti yang pasif itu dipergunakan sebagai “magische kracht”

Pengantar Hukum Indonesia | 167


dalam berbagai perbuatan ilmu gaib untuk mencapai
kemauan manusia atau menolak bahaya gaib.
Anggapan bahwa kelebihan kekuatan sakti dalam alam
menyebabkan keadaan krisis, menyebabkan timbulnya
berbagai macam bahaya gaib yang hanya dapat dihindari atau
dihindarkan dengan berbagai macam pantangan.
Bushar Muhammmad tentang pengertian religio-magis
mengemukakan kata “participerend cosmisch” yang
mengandung pengertian komplek. Orang Indonesia pada
dasarnya berpikir, merasa dan bertindak didorong oleh
kepercayaan (religi) kepada tenaga-tenaga gaib (magis) yang
mengisi, menghuni seluruh alam semesta (dunia kosmos) dan
yang terdapat pada orang, binatang, tumbuh-tubuhan besar
dan kecil, benda-benda; dan semua tenaga itu membawa
seluruh alam semesta dalam suatu keadaan keseimbangan.
Tiap tenaga gaib itu merupakan bagian dari kosmos, dari
keseluruhan hidup jasmaniah dan rokhaniah, “participatie”,
dan keseimbangan itulah yang senantiasa harus ada dan
terjaga, dan apabila terganggu harus dipulihkan. Memulihkan
keadaan keseimbangan itu berujud dalam beberapa upacara,
pantangan atau ritus (rites de passage).
Asas Komun berarti mendahulukan kepentingan umum
daripada kepentingan diri sendiri. Asas komun merupakan
segi atau corak yang khas dari suatu masyarakat yang masih
hidup sangat terpencil atau dalam hidupnya sehari-hari masih
sangat tergantung kepada tanah atau alam pada umumnya.
Dalam masyarakat semacam itu selalu terdapat sifat yang
lebih mementingkan keseluruhan; lebih diutamakan
kepentingan umum daripada kepentingan individual. Dalam

168 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


masyarakat semacam itu individualitas terdesak ke belakang.
Masyarakat, desa, dusun yang senantiasa memegang peranan
yang menentukan, yang pertimbangan dan putusannya tidak
boleh dan tidak dapat disia-siakan. Keputusan Desa adalah
berat, berlaku terus dan dalam keadaan apapun juga harus
dipatuhi dengan hormat, dengan khidmat.
Biasanya dalam masyarakat Indonesia transaksi itu
bersifat contant (tunai) yaitu prestasi dan contra prestasi
dilakukan sekaligus bersama-sama pada waktu itu juga.
Asas contant atau tunai mengandung pengertian bahwa
dengan suatu perbuatan nyata, suatu perbuatan simbolis atau
suatu pengucapan, tindakan hukum yang dimaksud telah
selesai seketika itu juga, dengan serentak bersamaan
waktunya tatkala berbuat atau mengucapkan yang diharuskan
oleh Adat. Dengan demikian dalam Hukum Adat segala
sesuatu yang terjadi sebelum dan sesudah timbang terima
secara contan itu adalah di luar akibat-akibat hukum dan
memang tidak tersangkut patu atau tidak bersebab akibat
menurut hukum. Perbuatan hukum yang dimaksud yang telah
selesai seketika itu juga adalah suatu perbuatan hukum yang
dalam arti yuridis berdiri sendiri. Dalam arti urutan
kenyataan-kenyataan, tindakan-tindakan sebelum dan
sesudah perbuatan yang bersifat contan itu mempunyai arti
logis satu sama lain. Contoh yang tepat dalam Hukum Adat
tentang suatu perbuatan yang contant adalah: jual-beli lepas,
perkawinan jujur, melepaskan hak atas tanah, adoPasali dan
lain-lain.
Pada umumnya dalam masyarakat Indonesia kalau
melakukan perbuatan hukum itu selalu konkrit (nyata);

Pengantar Hukum Indonesia | 169


misalnya dalam perjanjian jual-beli, si pembeli menyerahkan
uang/uang panjer. Di dalam alam berpikir yang tertentu
senantiasa dicoba dan diusahakan supaya hal-hal yang
dimaksudkan, diinginkan, dikehendaki atau akan dikerjakan
ditransformasikan atau diberi ujud suatu benda, diberi tanda
yang kelihatan, baik langsung maupun hanya menyerupai
obyek yang dikehendaki (simbol, benda yang magis).
Contoh: Panjer dalam maksud akan melakukan
perjanjian jual beli atau memindahkan hak atas tanah;
peningset (panyangcang) dalam pertunangan atau akan
melakukan perkawinan; membalas dendam terhadap
seseorang dengan membuat patung, boneka atau
barang lain, lalu barang itu dimusnahkan, dibakar,
dipancung.

170 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Bab XII
HUKUM FORMIL
DI INDONESIA

1. Pengertian Hukum Acara Pidana

Istilah hukum acara pidana adalah “hukum proses pidana”


atau “hukum tuntutan pidana”. Belanda memakai istilah
starfvordering” yang kalau diterjemahkan akan menjadi
tuntutan pidana.
Dalam ruang lingkup hukum pidana yang luas, baik
hukum pidana subtantif (materil) maupun hukum acara
pidana (formil) disebut hukum pidana. Hukum acara pidana
berfungsi untuk menjalankan hukum acara pidana subtantif
(materil), sehingga disebut hukum pidana formil atau hukum
acara pidana.
Hal yang perlu diketahui pembedaan antara hukum
pidana (materil) dan hukum acara pidana (formil) yaitu kalau
hukum pidana (materil) adalah keseluruhan peraturan hukum
yg menunjukkan perbuatan mana yg dikenakan pidana,
sedangkan hukum acara pidana (formil) adalah bagaimana
Negara melalui alat kekuasaanya untuk menjatuhkan pidana.

Pengantar Hukum Indonesia | 171


KUHAP tidak memberikan definisi tentang hk acara
pidana, tetapi bagian-bagian seperti penyidikan, penuntutan,
mengadili, praperadilan, putusan pengadilan, upaya hukum,
penyitaan, penggeledahan, penangkapan, penahanan, dan
lain-lain.
Pasal 1 KUHAP, Penyidikan adalah serangkaian
tindakan penyidik dalam hal menurut cara yg diatur dlm UU
ini untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti dengan
membuat bukti terang tentang tindak pidana yang terjadi
guna menemukan tersangkanya.

2. Tujuan Hukum Acara Pidana


Tujuan hukum acara pidana adalah untuk mencari dan
mendapatkan kebenaran materil, yakni kebenaran dari suatu
perkara pidana dgn menerapkan ketentuan hukum acara
pidana secara jujur dan tepat dgn tujuan agar mencari pelaku
yg dpt didakwakan melakukan pelanggaran hk. Kemudian
selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dri pengadilan
guna menemukan apakah terbukti melakukan tindak pidana
dan apakah pelaku yg didakwakan itu dapat dipersalahkan.
Menurut Van Bammelen mengemukakan 3 fungsi
hukum acara pidana, yakni:
a. Mencari dan menemukan kebenaran
b. Pemberian keputusan oleh hakim
c. Pelaksanaan keputusan.

172 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


3. Asas-asas Hukum Acara Pidana
a. Asas Peradilan Cepat, Sederhana, Dan Biaya
Ringan
Asas ini dianut dalam KUHAP sebenarnya
merupakan penjabaran UU Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman. Peradilan cepat (untuk
menghindari penahanan yg lama sebelum ada
keputusan hakim) merupakan bagian dri hak asasi
manusia. Begitu pula peradilan yang bebas, jujur dan
tdk memihak yg ditonjolkan dlm UU tsb.

b. Asas praduga tak bersalah (Persumption of


Innounce)
Pasal 3c KUHAP: “Setiap orang yg disangka,
ditangkap, ditahan, dituntut, dan / atau dihadapkan di
muka siding pengadilan wajib dianggap tdk bersalah
sampai adanya putusan pengadilan yg menyatakan
kesalahannya dan memperoleh kekuatan hk tetap. (asas
ini terdapat dlm penjelasan dlm Pasal 8 UU No. 4 /
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman).

c. Asas oportunitas
Adalah asas hukum yg memberikan wewenang
kepada Penuntut Umum untuk menuntut atau tdk
menuntut yg telah mewujudkan perbuatan pidana demi
kepentingan umum (UU No. 5 tahun 1991 tentang
Pokok-Pokok Kejaksaan).
Dalam penjelasan pasal tersebut artinya jaksa
dapat mengesampingkan suatu perkara jika kepentingan
umum merasa dirugikan apabila perkara itu dituntut.

Pengantar Hukum Indonesia | 173


Dan asas ini tersirat dalam Pasal. 14 KUHAP huruf h
yg berbunyi “ menutup perkara demi kepentingan
umum”.
Penuntut umum atau jaksa adalah badan yang
diberi wewenang untuk menuntut perkara pidana ke
pengadilan.
4. Sumber-sumber Hukum Acara Pidana
a. UUD 1945, Pasal 24 dan pasal 25:
“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
Mahkamah Agung dan badan kehakiman lain
menurut UU (Pasal 24 (1)) Syarat-syarat untuk
menjadi dan untuk dihentikan sebagai hakim
ditetapkan dengan UU (Pasal 25).
b. UU, terdiri dari :
 UU No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP
 UU Kepolisian No. 2 / 2002
 UU Kejaksaan No. 16/ 2004
 UU Advokat No.18 / 2003
 UU kekuasaan kehakiman No.4 tahun 2004
 UU No. 28/1997, tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kepolisian RI.
c. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Pokok Perbankan, khususnya Pasal 37 jo.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
d. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana KoruPasali.
Undang-Undang ini mengatur acara pidana
khusus untuk delik koruPasali. Kaitannya dengan

174 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


KUHAP ialah dalam Pasal 284 KUHAP. Undang
- Undang tersebut dirubah dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana KoruPasali
e. Undang-Undang Nomor 5 (PNPASAL) Tahun
1959 Tentang Wewenang Jaksa Agung/Jaksa
Tentara Agung dan memperberat ancaman
hukuman terhadap tindak pidana tertentu.
f. Undang–Undang Nomor 7 (drt) Tahun 1955
Tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan
Tindak Pidana Ekonomi.
g. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983
Tentang Pelaksanaan KUHAP.

Beberapa Keputusan Presiden yang mengatur


tentang acara pidana yaitu:
 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 73
Tahun 1967 Tentang Pemberian Wewenang
Kepada Jaksa Agung Melakukan Pengusutan,
Pemeriksaan Pendahuluan Terhadap Mereka Yang
Melakukan Tindakan Penyeludupan;
 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
228 Tahun 1967 Tentang Pembentukan Tim
Pemberantasan KoruPasali;
 Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 1974 Tentang Tata Cara Tindakan
Kepolisian terhadap Pimpinan/Anggota DPRD
Tingkat II dan II;

Pengantar Hukum Indonesia | 175


 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 1974 Tentang Organisasi Polri;
 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 55
Tahun 1991 Tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Kejaksaan Republik Indonesia;
 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 1983 Tentang Tunjangan Hakim
 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 1983 Tentang Tunjangan Jaksa.

1. Pengertian Hukum Acara Perdata


Prof. Dr. Sudikno mertokusumo, SH. Hukum Acara
Perdata adalah peraturan Hukum yang mengatur bagaimana
cara ditaatinya Hukum perdata materiil dengan peraturan
hakim. Lebih kongkrit dikatakan bahwa Hukum Acara
Perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan
tuntutan hak, memeriksa, memutuskan, dan pelaksanaan
daripada putusannya.
Abdul kadir Muhamad, Hukum Acara Perdata adalah
peraturan Hukum yang berfungsi untuk mempertahankan
berlakunya Hukum perdata sebagaimana mestinya. Hukum
Acara Perdata dirumuskan sebagai peraturan Hukum yang
mengatur proses penyelesaian perkara perdata melalui
Pengadilan(hakim), sejak diajukan gugatan sampai dengan
pelaksanaan putusan hakim.
Retnowulan, Hukum Acara Perdata Hukum Perdata
Formil adalah kesemuanya kaidah Hukum yang menentukan

176 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yang diatur dalam
Hukum Perata Materiil.
R. Soesilo, Hukum Acara Perdata /Hukum Perdata
Formal yaitu kumpulan peraturan-peraturan Hukum yang
menetapkan cara memelihara Hukum perdata material karena
pelanggaran hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul
dari Hukum perdata material itu, atau dengan perkataan lain
kumpulan peraturan-peraturan Hukum yang menentukan
syarat-syarat yang harus dipenuhi pada melangsungkan
persengketaan dimuka hakim perdata, supaya memperoleh
suatu keputusan daripadanya, dan selanjutnya yang
menentukan cara pelaksaan putusan hakim itu.
Dari beberapa pengertian di atas bahwa Hukum Acara
Perdata adalah peraturan Hukum yang memiliki
karakteristik :
 Menentukan dan mengatur bagaimana cara
menjamin ditaatinya Hukum Perdata Materiil.
 Menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi
untuk beracara di muka persidangan pengadilan,
mulai dari pengajuan gugatan, pengambilan
keputusan sampai pelaksanaan putusan pengadilan.

2. Sejarah Terbentuknya Hukum Acara Perdata


Tanggal 5 Desember 1846 Gubernur Jendral Ijan
Jacob Rochussen member tugas kerua MA dan MA Tentara
untuk membuat sebuah Reglemen bagi golongan Indonesia.
Tanggal 6 Agustus 1847 Jhr. Mr. H.L Wichers/ Ketua MA
dan MA Tentara telah selesai dengan rancangannya serta

Pengantar Hukum Indonesia | 177


peraturan penjelasannya. Tanggal 5 April 1848, Stbl. 1848
No. 16 Rancangan Wichers diterima dan di umumkan oleh
Gubernur Jendral dengan diberi nama “Het Inlands
reglement” I.R. dan mulai berlaku tanggal 1 Mei 1848.

3. Asas-asas Hukum Acara Perdata


Paul Scholten mendefinisikan asas Hukum sebagai
pikiran-pikiran dasar yang dapat didalam dan dibelakang
system Hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan-
aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim yang
berkenan denganya, ketentuan-ketentuan dan keputusan-
keputusan individual dapat dipandang sebagai jabarannya.
Harjono memberikan pengertian atas Hukum yang
mempunyai fungsi sebagai normal pemberi nilai. Jadi dengan
singkat system Hukum dibagin (secara substantive/ atas dasar
nilai-nilai yang dikandung dalam asas Hukum.
Sudikno Mertokusumo Hukum Acara Perdata
menyebut ada 7 asas yaitu :
1) Hakim Bersifat Menunggu. Pasal 118 HIR dan
Pasal 142 RBg.
Inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak
diserahkan sepeuhnya kepada yang bersangkutan. Jadi
apakah aka nada proses atau tidak, apakah suatu
perkara atau tuntutan hak itu akan diajukan atau tidak
semua diserahkan kepada pihak yang berkepentingan,
sedangkan Hakim bersifat menunggu datagnya tuntutan
hak diajukan kepadanya.

178 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Akan tetapi sekali perkara diajukan kepadanya,
Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan
mengadilinya, sekalipun dengan dalih bahwa Hukum
tidak atau kurang jelas (Pasal 16 UU No. 4/2004).
Larangan untuk menolak memeriksa perkara sebabkan
anggapan bahwa hakim tahu akan hukumnya (ius curia
novit), kalau sekiranya ia tidak dapat menemukan
Hukum tertulis, maka ia wajib menggali, mengikuti,
dan memahami nilai-nilai Hukum yang hidup dalam
masyarakat (Pasal 28 UU No. 4/2004).

2) Hakim Pasif. Pasal 178 (3) HIR dan Pasal 154


RBg.
Ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang
diajukan kepada Hakim untuk diperiksa pada dasarnya
ditentukan oleh para pihak yang berperkara dan bukan
Hakim. Hakim hanya membantu para pencari keadilan
dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan
untuk dapat tercapainya Peradilan (Pasal 28 UU No.
4/2004)
Hakim harus aktif memimpin sidang,
melancarkan jalane persidangan, membantu kedua
belah pihak dalam mencari kebenaran, tetapi dalam
memeriksa perkara perdata hakim harus bersikap Tut
wuri, hakim terikat pada peritiwa yang diajukan oleh
para pihak. Para pihak dapar secara bebas mengakhiri
sendiri sengketa yang telah diajukannya ke muka
pengadilan, sedangkan hakim tidak dapat

Pengantar Hukum Indonesia | 179


menghalaginya. Hal ini dapat berupa perdamaian atau
pencabutan gugatan (Pasal 130 HIR, 154 RBg)
Hakim wajib mengadili semua gugatan dan
larangan menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak
di tuntut, atau mengabulkan lebih dari yang di tuntut
(Pasal 178 ayat 2 dan 3 HIR, Pasal 189 ayat 2 dan 3
RBg.) apakah yang bersangkutan mengajukan banding
atau tidak itupun bukan kepentingan Hakim (Pasal 6
UU No. 20/1047, Pasal 199 RBg).

3) Sifat Terbuka Persidangan. Pasal 19 (1) dan


Pasal 20 UU No. 4 Tahun 2004.
Bahwa setiap orang dibolehkan hadir, mendengar,
dan menyaksikan pemeriksaan persidangan (kecuali di
tuntut lain oleh UU). Tujuannya adalah untuk memberi
perlindungan hak-hak asasi manusia dalam bidang
peradilan serta untuk lebih menjamin obyektifitas
peradilan dengan pertanggungjawaban pemeriksaan
yang fair, tidak memihak serta putusan yang adik
kepada masyarakat, (Pasal 19 ayat 1 UU No. 4/2004)
Namun ada juga persidangan yang sifatnya
tertutup, misalnya perkara perceraian, akan tetapi
sidang pembacaan putusan harus terbuka, jika tidak
dinyatakan terbuka untuk umum keputusan itu tidak sah
dan tidak mempunyai kekuatan hukuk serta
mengakibatkan batalnya putusan itu menurut Hukum.

180 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


4) Mendengar Kedua Belah Pihak. Pasal 5 (1) UU
No. 4/2004 dan Pasal 132a, 121 (2) HIR dan
Pasal 145 (2), 157 RBg serta Pasal 47 RV.
Bahwa kedua belah pihak haruslah diperlakukan
sama, tidak memihak dan didengar bersama-sama.
Bahwa Pengadilanmengadili menurut Hukum dengan
tidak membeda-bedakan orang (Pasal 5 UU No.4/2004)
Bahwa hakim tidak boleh menerima keterangan
dari salah satu pihak sebagai benar, bila pihak lawan
tidak didengar dan diberi kesempatan untuk
mengeluarkan pendapatnya, hal itu berarti juga bahwa
pengajuan alat bukti harus dilakukan di muka sidang
yang dihadiri oleh kedua belah pihak (Pasal 132a, 121
Yt 2 HIR, Pasal 145 ayat 2, 157 RBg dan Pasal 47 Rv).

5) Putusan Harus Disertai Alasan-alasan. Pasal 25


UU No. 1/2004 Pasal 184 (1), 319 HIR dan
Pasal 195, 618 RBg.
Semua putusan hakim harus memuat alasan-
alasan putusan yang dijadikan dasar untuk mengadili
(Pasal 25 ayat 1 UU No.4/2004, Pasal 184 ayat 1, 319
HIR, Pasal 195, 618RBg). Betapa pentingnya alasan-
alasan sebagai dasar putusan dapat kita lihat dari
beberapa putusan MA yang menetapkan, bahwa
putusan yang tidak lengkap atau kurang cukup
dipertimbangkan merupakan alasan untuk kasasi dan
harus dibatalkan.

Pengantar Hukum Indonesia | 181


6) Beracara dikenakan Biaya, Pasal 4 (2), 5 (2) UU
No. 4/2004. Pasal 121 (4), 182, 183 HIR, Pasal
145 (4), 192 RBg, kecuali Pasal 237 HIR, Pasal
273 RBg. Untuk berperkara pada asanya
dikenakan biaya (Pasal 4 ayat 2,5 ayat 2 UU No.
4/2004)
Biaya perkara ini meliputi biaya kepaniteraan dan
biaya untuk penggalian pemberitahuan para pihak serta
biaya materai. Disamping itu apabila diminta bantuan
seorang pengacara maka harus pula dikeluarkan biaya.
Bagi mereka yang tidak mampu untuk membayar biaya
perkara, dapat mengajukan perkara secara Cuma-Cuma
(Pro Deo) dengan mendapatkan ijin untuk dibebaskan
dari pembayaran biaya perkara, dengan mengajukan
surat keterangan tidak mampu yang dibuat oleh Kepala
Polisi (Pasal 237 HIR, 237 RBg). Akan tetapi dalam
praktek surat keterangan tidak mampu dibuat oleh
Camat daerah tempat tinggal yang berkepentingan.

7) Tidak ada keharusan mewakilkan. Pasal 123 HIR,


147 RBg.
HIR tidak mewajibkan para pihak untuk mewakili
kapada orang lain, sehingga pemeriksaan dipersidangan
terjadi secara langsung terhadap para pihak yang
langsung berkepentingan. Akan tetapi para pihak dapat
dibantu atau diwakili oleh kuasanya kalau
dikehendakinya (Pasal 123 HIR, 147 RBg).

182 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


4. Macam-macam Sumber Hukum Acara Perdata
a. Peraturan Perundang-undangan
1. HIR : Het Herzein Indonesisch Reglement
Stb. 1848 No. 16 Jonto Stb, 1941 No. 44
berlaku untuk daerah jawa dan Madura.
2. RBg : Rechtsreglement Buitengewesten Stb.
1927 No. 227 Untuk luar jawa dan Madura.
3. BW Buku ke IV : Burgelijke Wetboek Voor
Indonesisch
4. RV : Reglement op de Burgelijk
Rechtsvordering Stb. 1847 No. 52 Jo. Stb.
1849 No. 63 Hukum Acara Perdata untuk
golongan eropa.
5. UU No. 20/1947, UU tentang Peradilan
Ulangandi Jawa dan Madura.
6. UU No. 04/2004, UU tentang Kekuasaan
Kehakiman.
7. UU No. 14/1985 Jo, UU No. 5/2004.
8. UU No. 2/1986 Jo, UU No. 8/2004 UU
tentang Lingkungan Peradilan Umum.
9. UU No. 7/1989 UU tentang Peradilan
Agama.
10. UU No. 1/1974 dan PP No. 9/1975
11. PERMA dan SEMA.

b. Yurisprudensi, Adat kebiasaan yang dianut oleh


para hakim dalam melakukan Pemeriksaan
Perkara Perdata.

Pengantar Hukum Indonesia | 183


184 | Anny Yuserlina, S.H., M.H
Bab XIII
PEMBENTUKAN HUKUM
DI INDONESIA

1. Tap MPRS NO. XX/MPRS/1996 tentang


Memorandum DPR-GR mengenai sumber tertib
hukum Republik Indonesia dan tata urutan
perundang-undangan Republik Indonesia.
Urutannya yaitu :
1. UUD 1945;
2. Ketetapan MPR;
3. UU;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Keputusan Presiden;
6. Peraturan Pelaksana yang terdiri dari : Peraturan
Menteri dan Instruksi Menteri.
Ketentuan dalam Tap MPR ini sudah tidak berlaku.

Pengantar Hukum Indonesia | 185


2. Tap MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber
Hukum dan Tata Urutan Peraturan Undang-
Undang.
Berdasarkan ketetapan MPR tersebut, tata urutan
peraturan perundang-undangan RI yaitu :
1. UUD 1945;
2. Tap MPR;
3. UU;
4. Peraturan pemerintah pengganti UU;
5. PP;
6. Keppres;
7. Peraturan Daerah;
Ketentuan dalam Tap MPR ini sudah tidak berlaku.

3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang


Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Berdasarkan ketentuan ini, jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan Republik Indonesia adalah sebagai
berikut :
1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. UU/Perppu;
3. Peraturan Pemerintah;
4. Peraturan Presiden;
5. Peraturan Daerah.
Ketentuan dalam Undang-Undang ini sudah tidak berlaku.

186 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini, jenis
dan hierarki peraturan perundang-undangan Republik
Indonesia adalah sebagai berikut :
1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan MPR;
3. UU/Perppu;
4. Peraturan Presiden;
5. Peraturan Daerah Provinsi;
6. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Definisi :
1. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan
tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat
secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang
melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan
Perundang-undangan.
2. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
adalah hukum dasar (konstitusi) yang tertulis yang
merupakan peraturan negara tertinggi dalam tata
urutan Peraturan Perundang-undangan nasional.
3. Ketetapan MPR merupakan putusan MPR yang
ditetapkan dalam sidang MPR, yang terdiri dari 2
(dua) macam yaitu : Ketetapan yaitu putusan MPR
yang mengikat baik ke dalam atau keluar majelis,
Keputusan yaitu putusan MPR yang mengikat ke
dalam majelis saja.

Pengantar Hukum Indonesia | 187


4. Undang-Undang (UU) adalah Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dengan Persetujuan bersama
Presiden.
5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perppu) adalah Peraturan Perundang-undangan
yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal
kegentingan yang memaksa, dengan ketentuan
: Perppu diajukan ke DPR dalam persidangan
berikut; DPR dapat menerima/menolak Perppu
tanpa melakukan perubahan; Bila disetujui oleh
DPR, Perrpu ditetapkan menjadi Undang-
Undang; Bila ditolak oleh DPR, Perppu harus
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
6. Peraturan Pemerintah (PP) adalah Peraturan
Perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Presiden untuk menjalankan Undang-Undang
sebagaimana mestinya.
7. Peraturan Presiden (Perpres) adalah Peraturan
Perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
8. Peraturan Daerah (Perda) Provinsi adalah
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan
persetujuan Gubernur.

188 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


9. Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota adalah
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
dengan persetujuan Bupati/Walikota.

Peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan


dalam tata urutan perundang-undangan yang diatur dalam UU
Nomor 12 tahun 2011 di atas, secara lebih jelas sebagai
berikut:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
merupakan hukum dasar dalam peraturan perundangan-
undangan. Sebagai hukum, maka UUD mengikat setiap
warga negara dan berisi norma dan ketentuan yang harus
ditaati. Sebagai hukum dasar maka UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 merupakan sumber hukum bagi
peraturan perundangan, dan merupakan hukum tertinggi
dalam tata urutan peraturan perundangan di Indonesia.
Secara historis UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 disusun oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan ditetapkan oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada
tanggal 18 Agustus 1945.
Majelis Permusyawaratan Rakyat berwewenang
mengubah dan menetapkan UUD sesuai amanat pasal 3 ayat
(1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perubahan

Pengantar Hukum Indonesia | 189


terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah
dilakukan sebanyak 4 (empat) kali perubahan. Perubahan ini
dilakukan sebagai jawaban atas tuntutan reformasi dalam
sistem pemerintahan di Indonesia.
Tata cara perubahan UUD ditegaskan dalam Pasal 37
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara singkat
sebagai berikut :
a. Usul perubahan pasal-pasal diajukan oleh
sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR
dan disampaikan secara tertulis yang memuat
bagian yang diusulkan untuk diubah beserta
alasannya.
b. Sidang MPR untuk mengubah pasal-pasal dihadiri
sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR.
c. Putusan untuk mengubah disetujui oleh sekurang-
kurangnya 50% ditambah satu dari anggota MPR.
d. Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia tidak dapat dilakukan
perubahan.
e. Perlu juga kalian pahami bahwa dalam perubahan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
terdapat beberapa kesepakatan dasar, yaitu :
1) Tidak mengubah Pembukaaan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Tetap mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
3) Mempertegas sistem pemerintahan
presidensial;

190 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


4) Penjelasan UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang memuat hal-hal bersifat
normatif (hukum) akan dimasukkan ke dalam
Pasal-pasal.
5) Melakukan perubahan dengan cara adendum,
artinya menambah pasal perubahan tanpa
menghilangkan pasal sebelumnya. Tujuan
perubahan bersifat adendum agar untuk
kepentingan bukti sejarah.

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat


Ketika MPRS dan MPR masih berkedudukan sebagai
lembaga tertinggi negara salah satu produk hukum MPR
adalah Ketetapan MPR. Ketetapan MPR adalah putusan
majelis yang memiliki kekuatan hukum mengikat ke dalam
dan ke luar majelis. Mengikat ke dalam berarti mengikat
kepada seluruh anggota majelis. Sedangkan mengikat ke luar
berarti setiap warga negara, lembaga masyarakat dan
lembaga negara terikat oleh Ketetapan MPR.
Yang dimaksud dengan “Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat” dalam UU Nomor 12 Tahun 2011
adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
dan Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003 tentang Peninjauan
terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis

Pengantar Hukum Indonesia | 191


Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun
2002, tanggal 7 Agustus 2003.
Pasal 2 Ketetapan MPR ini menegaskan bahwa
beberapa ketetapan MPRS dan MPR yang masih berlaku
dengan ketentuan, adalah :
a. Ketetapan MPRS RI Nomor XXV/MPRS/1966
tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia
(PKI), Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di
Seluruh Wilayah NKRI bagi PKI dan Larangan
setiap kegiatan untuk menyebarluaskan atau
mengembangkan paham atau ajaran
komunisme/Marxisme-Leninisme.
b. Ketetapan MPR RI Nomor XVI/MPR/1998 tentang
Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi
Ekonomi.
c. Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/1999 tentang
Penentuan Pendapat di Timor Timur.

Sedangkan Pasal 4 ketetapan MPR ini mengatur


ketetapan MPRS/MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai
dengan terbentuknya undang-undang, yaitu :
1. Ketetapan MPRS RI Nomor XXIX/MPRS/1966
tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera.
2. Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
3. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan,
pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional

192 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan
pusat dan daerah dalam kerangka NKRI.
4. Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/2000 tentang
sumber hukum dan tata urutan peraturan
perundang-undangan. Ketetapan ini saat ini sudah
tidak berlaku, karena sudah ditetapkan undang-
undang yang mengatur tentang hal ini.
5. Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/2000 tentang
Pemantapan persatuan dan kesatuan nasional.
6. Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2000 tentang
Pemisahan TNI dan Polri
7. Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang
Peran TNI dan Polri
8. Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2001 tentang
Etika kehidupan berbangsa
9. Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2001 tentang
Visi Indonesia Masa Depan
10. Ketetapan MPR RI Nomor VIII/MPR/2001 tentang
Rekomendasi arah kebijakan pemberantasan dan
pencegahan KKN
11. Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang
Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya
Alam.

3. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah


Pengganti Undang-Undang
Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan
yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan bersama
Presiden. Sedangkan Peraturan Pemerintah Pengganti

Pengantar Hukum Indonesia | 193


Undang-Undang adalah peraturan yang ditetapkan oleh
Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa.
Kedua bentuk peraturan perundangan ini memiliki
kedudukan yang sederajat. DPR merupakan lembaga negara
yang memegang kekuasaan membentuk undang-undang,
berdasarkan pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Namun kekuasaan ini harus dengan
persetujuan Presiden.
Suatu rancangan undang-undang dapat diusulkan oleh
DPR atau Presiden. Dewan Perwakilan Daerah juga dapat
mengusulkan rancangan undang-undang tertentu kepada
DPR.

Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan


diusulkan oleh DPR sebagai berikut :
1. DPR mengajukan rancangan undang-undang
secara tertulis kepada Presiden.
2. Presiden menugasi menteri terkait untuk
membahas rancangan undang-undang bersama
DPR.
3. Apabila rancangan undang-undang disetujui
bersama DPR dan Presiden, selanjutnya disahkan
oleh Presiden menjadi undang-undang.
Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan
diusulkan oleh Presiden sebagai berikut:
1. Presiden mengajukan rancangan undang-undang
secara tertulis kepada Pimpinan DPR, berikut
memuat menteri yang ditugaskan untuk membahas
bersama DPR.

194 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


2. DPR bersama Pemerintah membahas rancangan
undang-undang dari Presiden
3. Apabila rancangan undang-undang disetujui
bersama DPR dan Presiden, selanjutnya disahkan
oleh Presiden menjadi undang-undang.
Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan
diusulkan oleh DPD sebagai berikut :
1. DPD mengajukan usul rancangan undang-undang
kepada DPR secara tertulis.
2. DPR membahas rancangan undang-undang yang
diusulkan oleh DPD melalui alat kelengkapan
DPR.
3. DPR mengajukan rancangan undang-undang secara
tertulis kepada Presiden.
4. Presiden menugasi menteri terkait untuk
membahas rancangan undang-undang bersama
DPR.
5. Apabila rancangan undang-undang disetujui
bersama DPR dan Presiden, selanjutnya disahkan
oleh Presiden menjadi undang-undang.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perppu) adalah peraturan perundangan yang dikeluarkan
oleh Presiden karena keadaan genting dan memaksa. Dengan
kata lain, diterbitkannya Perppu bila keadaan dipandang
darurat dan perlu payung hukum untuk melaksanakan suatu
kebijakan pemerintah.

Pengantar Hukum Indonesia | 195


Perppu diatur dalam UUD 1945 pasal 22 ayat 1, 2, dan 3,
yang memuat ketentuan sebagai berikut :
1. Presiden berhak mengeluarkan Perppu dalam hal
ikhwal kegentingan yang memaksa.
2. Perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam
masa persidangan berikutnya.
3. Apabila Perppu tidak mendapat persetujuan DPR,
maka Perppu harus dicabut. Sedangkan apabila
Perppu mendapat persetujuan DPR maka Perppu
ditetapkan menjadi undang-undang.
Contoh: Perppu antara lain Perpepu No. 1 Tahun 1999
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Perpepu tersebut
kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Coba kamu
pelajari adakah Perppu lainnya yang telah dijadikan undang-
undang.

4. Peraturan Pemerintah (PP)


Peraturan Pemerintah adalah peraturan perundangan-
undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk melaksanakan
Undang-Undang sebagaimana mestinya. Hal ini sesuai
dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 5
ayat (2). Peraturan pemerintah ditetapkan oleh Presiden
sebagai pelaksana kepala Pemerintahan. Contoh dari
Peraturan Pemerintah adalah PP No. 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan untuk melaksanakan UU Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

196 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Tahapan penyusunan Peraturan Pemerintah sebagai
berikut :
1. Tahap perencanaan rancangan Peraturan
Pemerintah (PP) disiapkan oleh kementerian
dan/atau lembaga pemerintah bukan kementerian
sesuai dengan bidang tugasnya
2. Tahap penyusunan rancangan PP, dengan
membentuk panitia antarkementerian dan/atau
lembaga pemerintah bukan kementerian.
3. Tahap penetapan dan pengundangan, PP ditetapkan
Presiden (Pasal 5 ayat (2) UUD 1945) kemudian
diundangkan oleh Sekretaris Negara.

5. Peraturan Presiden (Perpres)


Peraturan Presiden adalah peraturan perundang-
undangan yang ditetapkan oleh untuk menjalankan perintah
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.

Proses penyusunan Peraturan Presiden ditegaskan dalam


pasal 55 UU Nomor 12 Tahun 2011, yaitu
1. Pembentukan panitia antar kementerian dan/atau
lembaga pemerintah nonkementerian oleh
pengusul.
2. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan
konsepsi Rancangan Peraturan Presiden
dikoordinasikan oleh menteri yang menyelengga-
rakan urusan pemerintahan di bidang hukum
3. Pengesahan dan penetapan oleh Presiden.

Pengantar Hukum Indonesia | 197


6. Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan Daerah (Perda Provinsi) adalah peraturan
perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD provinsi
dengan persetujuan bersama gubernur. Peraturan Daerah
dibuat dengan untuk melaksanakan peraturan perundangan
yang lebih tinggi. Perda juga dibuat dalam rangka
melaksanakan kebutuhan daerah. Perda tidak boleh
bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Pemerintah
pusat dapat membatalkan Perda yang nyata-nyata
bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

Proses penyusunan Peraturan Daerah Provinsi sesuai UU


Nomor 12 Tahun 2011, sebagai berikut:
1. Rancangan perda provinsi dapat diusulkan oleh
DPRD Provinsi atau Gubernur.
2. Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Provinsi
maka proses penyusunan adalah :
 DPRD Provinsi mengajukan rancangan perda
kepada Gubernur secara tertulis
 DPRD Provinsi bersama Gubernur membahas
rancangan perda Provinsi.
 Apabila rancangan perda memperoleh
persetujuan bersama, maka disahkan oleh
Gubernur menjadi Perda Provinsi.

198 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Apabila rancangan diusulkan oleh Gubernur maka
proses penyusunan adalah :
a. Gubernur mengajukan rancangan Perda kepada
DPRD Provinsi secara tertulis.
b. DPRD Provinsi bersama Gubernur membahas
rancangan Perda Provinsi.
c. Apabila rancangan Perda memperoleh persetujuan
bersama, maka disahkan oleh Gubernur menjadi
Perda Provinsi.

7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota


Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota adalah
peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD
Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama
Bupati/Walikota. Perda dibentuk sesuai dengan kebutuhan
daerah yang bersangkutan, sehingga peraturan daerah dapat
berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah yang lainnya.
Proses penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sesuai
UU Nomor 12 Tahun 2011, sebagai berikut, Rancangan
Perda kabupaten/kota dapat diusulkan oleh DPRD
Kabupaten/Kota atau Bupati/Walikota Gubernur. Apabila
rancangan diusulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota maka
proses penyusunan adalah :
a. DPRD Kabupaten/Kota mengajukan rancangan
perda kepada Bupati/Walikota secara tertulis
b. DPRD Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota
membahas rancangan perda Kabupaten/Kota.

Pengantar Hukum Indonesia | 199


c. Apabila rancangan perda memperoleh persetujuan
bersama, maka disahkan oleh Bupati/Walikota
menjadi Perda Kabupaten/Kota.

Apabila rancangan diusulkan oleh Bupati/ Walikota


maka proses penyusunan adalah:
a. Bupati/Walikota mengajukan rancangan perda
kepada DPRD Kabupaten/Kota secara tertulis
b. DPRD Kabupaten/Kota bersama Bupati/ Walikota
membahas rancangan perda Kabupaten/Kota.
c. Apabila rancangan perda memperoleh persetujuan
bersama, maka disahkan oleh Bupati/Walikota
menjadi Perda Kabupaten/ Kota.

200 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Achmad Sanusi. 1984. Pengantar Ilmu Hukum dan
Pengantar Tata Hukum Indonesia.Tarsito. Bandung.
Andi Hamzah. 1985. Pengantar Hukuk Acara Pidana
Indonesia. Ghalia Indonesia, Jakarta.
A. Suriyaman Mustari Pide, 2009. Hukum Adat (Dulu, Kini
dan Akan Datang). Penerbit Pelita Pustaka : Jakarta.
Bruggink, J. J. H. 1996. Refleksi Tentang Hukum.
Terjemahan Arief Sidharta. Citra Aditya Bakti.
Bandung.
E. Utrecht. 1983. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Sinar
Harapan. Jakarta.
JCT. Simorangkir dan Woerjono Sastroparanoto.1962.
Pelajaran Hukum Indonesia. Gunung Agung. Jakarta.
Kusumadi Pudjosewojo. 1976. Pedoman Pelajaran Tata
Hukum Indonesia. Aksara Baru. Jakarta.
Mochtar Kusumaatmadja dan Arief Sidharta.1999.Pengantar
Ilmu Hukum. Alumni.
M.L. Tobing. 1983. Pengantar Ilmu Hukum. Ghalia
Indonesia. Jakarta.
N.E. Algra, et al. 1993. Pengantar Ilmu Hukum.Binacipta.
Bandung.
Peter Mahmud Marzuki, 2009. Pengantar Ilmu Hukum. Yang
menerbitkan Kencana Prenada Media Group: Jakarta.
Samidjo, 1987. Hukum Pidana:Ringkasan Tanya jawab,
Bandung:Armic.

Pengantar Hukum Indonesia | 201


Sudikno Mertokusumo. 1986. Mengenal Hukum (Suatu
Pengantar). Liberty. Yogyakarta.
Soedjono Dirdjosisworo. 1983. Pengantar Ilmu Hukum.
Rajawali Pers. Jakarta.
Soediman Kartohadiprodjo. 1965. Pengantar Tata Hukum di
Indonesia. Pembangunan.
Soerojo Wignjodipuro. 1982. Pengantar Ilmu Hukum.
Gunung Agung. Jakarta.
Van Kan dan J.H. Beekhuis. 1972. Pengantar Ilmu Hukum.
Pembangunan. Jakarta.
Wirjono Prodjodikoro. Asas-asas Hukum Tata Negara
Indonesia. Dian Rakyat. Jakarta.
Yulies Tiena Masriani, 2004. Pengantar Hukum Indonesia.
Yang menerbitkan PT Sinar Grafika, Jakarta.
http://makalahainipunya.blogspot.co.id/2015/04/subyek-
hukum-obyek-hukum-perbuatan.html,
http://everythingaboutvanrush88.blogspot.co.id/2015/09/pros
es-pembuatan-hukum-dan-pembentukan.html,
http://sumringahkara.blogspot.com,

202 | Anny Yuserlina, S.H., M.H


Riwayat Hidup Penulis

ANNY YUSERLINA, S.H., M.H.


lahir di Padang Mengatas pada tanggal
23 Agustus 1987, dari ayah Alisahron
Aritonang (Alm) dan Ibu Burmasari
Harahap, Penulis Anak kedua dari dua
orang bersaudara, kakak penulis
bernama Dewi Sartika, A.Md.Keb.
Pada tahun 2017 penulis menikah
dengan Jamil Kholid Nasution dan telah dikaruniai seorang
putra yang bernama Arkhan Putra Jailani Nasution yang
sekarang berusia 3 tahun. Penulis lahir dari kedua orang tua
yang berasal dari Tapanuli Selatan (Tapsel) sebagai boru
Aritonang Rajagukguk, tapi pada surat-surat berharga tidak
mencantumkan nama sebagai boru Aritonang Rajagukguk.
Pendidikan penulis dimulai dari SDN 09 Lintau Buo,
Kabupaten Tanah Datar, Propinsi Sumatera Barat, tamat
tahun 1999 dan melanjutkan pendidikan di SMPN 4 Padang
Sidimpuan, Propinsi Sumatera Utara dari tahun 1999 sampai
dengan 2002. Kemudian melanjutkan di SMA Banuhampu
Kabupaten Agam, Propinsi Sumatera Barat, dari tahun 2002
sampai dengan 2005. Selanjutnya, pada 2005 melanjutkan
Pendidikan Tinggi di Universitas Muhammadiyah Sumatera
Barat Fakultas Hukum dan tamat pada bulan Oktober 2009,
kemudian melanjutkan pendidikan pada Program
Pascasarjana Universitas Andalas pada 2009 dan selesai pada

Pengantar Hukum Indonesia | 203


tahun 2011. Saat ini, penulis merupakan Dosen Tetap dan
diamanahi sebagai Wakil Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum
Putri Maharaja Payakumbuh.

204 | Anny Yuserlina, S.H., M.H

Anda mungkin juga menyukai