Editor:
Syaiful Anwar
Desain Sampul dan Tata Letak:
Abdul Hakim El Hamidy
Redaksi:
STIH-PM Press
Jalan Inai Belakang SPBU Koto Nan IV Kubu Gadang,
Kec. Payakumbuh Barat, Kota Payakumbuh Sumatera Barat
e-mail: stihpmpress@gmail.com
ISBN: 978-623-96716-7-9
1
Soediman Kartohadiprodjo. 1965. Pengantar Tata Hukum di
Indonesia. Pembangunan. Jakarta. hlm. 39
2
Kusumadi Pudjosewojo. 1976. Pedoman Pelajaran Tata Hukum
Indonesia. Aksara Baru. Jakarta hlm.10
3
Achmad Sanusi. 1984. Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar
Tata Hukum Indonesia.Tarsito. Bandung. hlm. 4.
4
Soedjono Dirdjosisworo. 1983. Pengantar Ilmu Hukum. Rajawali
Pers. Jakarta. hlm.165.
5
Ibid. hlm.163
6
Ibid. hlm.170.
7
J. Valkhoff. Kamus ENSIE III. hlm. 423
8
Mochtar Kusumaatmadja dan Arief Sidharta.1999.Pengantar Ilmu
Hukum. Alumni. Bandung. hlm.1
9
Ibid. hlm.1-4.
10
Bruggink, J. J. H. 1996. Refleksi Tentang Hukum. Terjemahan
Arief Sidharta. Citra Aditya Bakti. Bandung. hlm.142.
11
N.E. Algra, et al. 1993. Pengantar Ilmu Hukum. Binacipta.
Bandung. hlm. 2
12
Van Kan dan J.H. Beekhuis. 1972. Pengantar Ilmu Hukum.
Pembangunan. Jakarta.hlm.13
13
E. Utrecht. 1983. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Sinar
Harapan. Jakarta. (selanjutnya disebut E. Utrecht I) hlm. 55
14
Ibid.
15
Wirjono Prodjodikoro. Asas-asas Hukum Tata Negara Indonesia.
Dian Rakyat. Jakarta. (selanjutnya disebut Wirjono Prodjodikoro I). hlm.
1.
16
ML. Tobing. 1983. Pengantar Ilmu Hukum. Ghalia Indonesia.
Jakarta. hlm.10
17
Sudikno Mertokusumo. 1986. Mengenal Hukum (Suatu
Pengantar). Liberty. Yogyakarta. hlm.38
18
E. Utrecht I, op. cit. hlm. 3
19
JCT. Simorangkir dan Woerjono Sastroparanoto.1962.
Pelajaran Hukum Indonesia. Gunung Agung. Jakarta. hlm. 6.
20
Soerojo Wignjodipuro. 1982. Pengantar Ilmu Hukum. Gunung
Agung. Jakarta. (Selanjutnya di sebut Soerojo Wignjodipuro I). hlm.13
21
Achmad Sanusi, loc. cit.
22
Andi Hamzah. Pengantar Hukuk Acara Pidana Indonesia.
(Jakarta: Ghalia Indonesia.1985) Hlm. 41.
1. Periode Voc
Dalam sejarah hukum pidana tertulis di Indonesia,
dapat dimulai sejak kedatangan bangsa Belanda di sini, di
zaman VOC. Pada zaman itu hukum pidana yang berlaku
bagi orang-orang Belanda di tempat pusat dagang VOC, ialah
hukum kapal yang terdiri dari hukum Belanda kuno,
ditambah dengan asas-asas hukum Romawi. Karena hukum
kapal di tidak dapat menyelesaikan persoalan, maka dibuatlah
peraturan-peraturan lebih lanjut oleh penguasa dipusat
dagang yang dikeluarkan dalam bentuk plaktat-plaktat yang
kemudian dihimpun menjadi “Statuta Betawi”.24Yang
23
Ibid Hlm42
24
Samidjo, Hukum Pidana:Ringkasan Tanya jawab,
Bandung:Armico.1987 Hlm. 29.
25
Ibid Hlm. 30
26
dias at-tatrouk,Sejarah Hukum Indonesia-Periode Revolusi Fisik
dan Liberal,2011, http://sumringahkara.blogspot.com,
2. Masa Penjajahan
Pada masa periodisasi ini sangatlah panjang, mencapai
lebih dari empat abad. Indonesia mengalami penjajahan sejak
pertama kali kedatangan bangsa Portugis, Spanyol, kemudian
selama tiga setengah abad dibawah kendali Belanda.
Indonesia juga pernah mengalami pemerintahan dibawah
kerajaan Inggris dan kekaisaran Jepang. Selama beberapa kali
pergantian pemegang kekuasaan atas nusantara juga
membuat perubahan besar dan signifikan.
27
Yulies Tiena Masriani, 2004. Pengantar Hukum Indonesia.
Yang menerbitkan PT Sinar Grafika: Jakarta.hlm:42
28
Peter Mahmud Marzuki, 2009. Pengantar Ilmu Hukum. Yang
menerbitkan Kencana Prenada Media Group: Jakarta, Hlm: 67.
a. Undang-Undang
1. UU (Formil) keputusan pemerintah yang
merupakan UU karena cara pembuatannya. UU
dibuat oleh Presiden dan DPR.
2. UU (Materil) adalah setiap keputusan pemerintah
yang menurut isinya mengikat langsung setiap
penduduk.
Berlakunya UU menurut tanggal yang ditentukan
sendiri oleh UU itu sendiri:
1. Pada saat di undangkan;
Asas-asas berlakunya UU
1. Lex Superior Derogat Legi Inferiori: UU yang
kedudukannya lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan UU yang kedudukannya lebih
tinggi dalam mengatur hal yang sama.
2. Lex Speciale Derogat Legi Gererali: UU bersifat
khusus mengesampingkan UU yang bersifata
umum, apabila UU tersebut sama kedudukannya.
3. Lex Posterior Derogat Legi Priori: UU yang
berlaku belakangan membatalakan UU terdahulu
sejauh UU itu mengatur hal yang sama
4. Nullum Delictim Noella Poena Sinc Praevia Legi
Poenate: tidak ada pembuatan dapat di hukum
kecuali sudah ada peraturan sebelum perbuatan
dilakukan.
b. Kebiasaan (Costum)
Kebiasaan merupakan sumber hukum tertua. Kebiasaan
adalah perbuatan manusia yang tetap dan berulang. Sehingga
merupakan pola tingkah laku yang tetap, lazim, dan
normal/perilaku yang di ulang yang menimbulkan kesadaran
bahwa perbuatan itu baik
Kebiasaan/adat/custom akan menimbulkan hukum jika
UU menunjukkan pada kebiasaan untuk di berlakukan. Pasal
15 AB: kebiasaan tidak menimbulkan hukum, kecuali jika
UU menunjuk pada kebiasaan untuk di berlakukan kebiasaan
dapat menjadi sumber hukum.
Syarat-syaratnya yaitu:
1. Perbuatan itu harus sudah berlangsung lama.
2. Menimbulkan keyakinan umum bahwa perbuatan
itu merupakan kwajiban hukum. “Demikian
Selanjutnya”
3. Ada akibat hukum jika kebiasaan hukum dilanggar.
d. Perjanjian (Traktat)
Traktat adalah perjanjian yang diadakan oleh 2
negara/lebih.
3. Hukum Alam
Hukum alam memberikan dasar etika dan moral bagi
berlakunya hukum positif, memberikan dasar pembenar bagi
berlakunya kebebasan manusia dalam kehidupan negara,
memberikan ide dasar tentang keadilan sebagai tujuan hukum
dasar bagi kontitusi beberapa negara. hukum alam terdiri dari
dua bentuk yaitu hukum alam irrasional yaitu hukum alam
yang bersumber pada Tuhan dan hukum alam rasional yaitu
hukum alam yang bersumber pada rasio manusia.
Para penganut hukum alam memberi arti hukum yang
berlaku dengan menghubungkannya kepada metafisika.
Hukum bukan hanya merupakan fenomena empiris yang
1. Subyek Hukum
Subyek hukum (Rechts Subjeck) adalah sesuatu yang
menurut hukum berhak/berwenang untuk melakukan
perbuatan hukum, atau segala sesuatu yang dapat
menyandang hak dan kewajiban menurut hukum. Subjek
hukum dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Subjek Hukum Manusia (orang)
Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan
yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada
prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak
lahir hingga meninggal dunia. Namun ada pengecualian
menurut Pasal 2 KUH Perdata, bahwa bayi yang masih
ada di dalam kandungan ibunya dianggap telah lahir
dan menjadi subjek hukum jika kepentingannya
menghendaki, seperti dalam hal kewarisan. Namun,
apabila dilahirkan dalam keadaan meninggal dunia,
29
http://everythingaboutvanrush88.blogspot.co.id/2015/09/proses-
pembuatan-hukum-dan-pembentukan.html, diakses pada hari kamis
tanggal 12 Oktober 2016 pada jam 19.34
5. Ajaran L. Duguit
Sesuai dengan ajarannya tentang fungsi sosial,
maka juga di sini L. Duguit tidak mengakui adanya
6. Teori Eggens
Teori ini menyatakan, bahwa badan hukum
adalah suatu “ hulpfiguur”, karena adanya diperlukan
dan dibolehkan oleh hukum, demi untuk menjalankan
hak-hak dengan sewajarnya. Bahwa dalam hal-hal
tertentu keperluan itu dirasakan, oleh karena hukum
hendak memperlakukan suatu rombongan orang yang
bersama-sama mempunyai kekayaan dan tujuan
tertentu sebagai suatu kesatuan, karena seseorang
subyek hukum (manusia) saja tidak dapat (berwenang)
sendiri-sendiri bertindak dalam rangkaian peristiwa-
peristiwa hukum.
2. Obyek Hukum
Obyek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat
bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu
hubungan hukum. Obyek hukum dapat berupa benda atau
barang ataupun hak yang dapat dimiliki serta bernilai
ekonomis. Jenis obyek hukum berdasarkan pasal 503-504
KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi
2, yakni:
Contoh Kedua:
Peristiwa kematian seseorang. Pada peristiwa kematian
seseorang secara wajar, dalam hukum perdata akan
menimbulkan berbagai akibat yang diatur oleh hukum,
misalnya penetapan pewaris dan ahli waris. Pada pasal 830
Kitab Undang-undang Hukum Perdata berbunyi “Pewarisan
hanya berlangsung karena kematian”.
Sedangkan apabila kematian seseorang tersebut akibat
pembunuhan, maka dalam hukum pidana akan timbul akibat
hukum bagi si pembunuh yaitu ia harus mempertanggung
jawabkan perbuatannya sebagaimana disebutkan pada Pasal
338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahwa ”Barang
siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain,
dihukum, karena makar atau pembunuhan atau doodslag,
dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.
Contoh Ketiga:
Seorang pria menikahi wanita secara resmi. Peristiwa
pernikahan atau perkawinan ini akan menimbulkan akibat
yang diatur oleh hukum yakni hukum perkawinan dimana
30
http://makalahainipunya.blogspot.co.id/2015/04/subyek-hukum-
obyek-hukum-perbuatan.html, dikases pada hari kamis tanggal Agustus
2016 pada jam 20.57
1. Asas Teritorial
Asas ini diatur juga dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) yaitu dalam pasal 2 KUHP yang
menyatakan: “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan
Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan
suatu tindak pidana di Indonesia”.
Perluasan dari Asas Teritorialitas diatur dalam pasal 3
KUHP yang menyatakan: “Ketentuan pidana perundang-
undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar
4. Asas Universal
Asas universal adalah asas yang menyatakan setiap
orang yang melakukan perbuatan pidanan dapat dituntut
undang-undang hukum pidana Indonesia di luar wilayah
Negara untuk kepentingan hukum bagi seluruh dunia. Asas
ini melihat hukum pidanan berlaku umum, melampaui batas
ruang wilayah dan orang, yang dilindungi disini ialah
kepentingan dunia. Jenis kejahatan yang dicantumkan
pidanan menurut asas ini sangat berbahaya tidak hanya
dilihat dari kepentingan Indonesia tetapi juga kepentingan
dunia. Secara universal kejahatan ini perlu dicegah dan
diberantas.
2. Asas Transitoir
Adalah asas yang menentukan berlakunya suatu aturan
hukum pidana dalam hal terjadi atau ada perubahan undang-
undang.
3. Asas Retroaktif
Asas retroaktif ialah suatu asas hukum dapat
diberlakukan surut. Artinya hukum yang aru dibuat dapat
diberlakukan untuk perbuatan pidana yang terjadi pada masa
lalu sepanjang hukum tersebut mengatur perbuatan tersebut,
misalnya pada pelanggaran HAM berat.
2. Macam-macam Delik
Jenis delik ada bermacam-macam, kriteria pembedanya
pun bermacam-macam.
d. Karena kekerasan
Yang dimaksud dengan kekerasan (geweld) di
sini adalah perbuatan yang dengan menggunakan
3. Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa
setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan
memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara mereka
dibelakang hari.
4. Asas Kekuatan Mengikat
Asas kekuatan mengi kat ini adalah asas yang
menyatakan bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para fihak
6. Asas Keseimbangan
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki
kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian.
Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan
jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui
kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban
untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.
7. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas
pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan
dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda
merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus
menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak,
sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak
boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang
dibuat oleh para pihak.
Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam
Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt. Asas ini pada mulanya dikenal
dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan
bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar
pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah.
8. Asas Moral
Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu
suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut
hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal
ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan
perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan
mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan
menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang
memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan
perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan
(moral) sebagai panggilan hati nuraninya.
9. Asas Perlindungan
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa
antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum.
Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak
debitur karena pihak ini berada pada posisi yang lemah.
Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak
dalam menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian
dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan demikian dapat
3. Scholten
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur
organisasi dari pada Negara. Kesimpulannya, bahwa
dalam organisasi negara itu telah dicakup bagaimana
kedudukan organ-organ dalam negara itu, hubungan,
hak dan kewajiban, serta tugasnya masing-masing.
4. Van der Pot
Hukum Tata Negara adalah peraturan-peraturan yang
menentukan badan-badan yang diperlukan serta
wewenang masing-masing, hubungannya satu dengan
yang lain dan hubungan dengan individu yang lain.
5. Apeldoorn
Hukum Tata Negara dalam arti sempit yang sama
artinya dengan istilah hukum tata negara dalam arti
sempit, adalah untuk membedakannya dengan hukum
negara dalam arti luas, yang meliputi hukum tata
negara dan hukum administrasi negara itu sendiri.
4. Asas Demokrasi
Adalah suatu pemerintahan dimana rakyat ikut serta
memerintah baik secara langsung maupun tak langsung. Azas
Demokrasi yang timbul hidup di Indonesia adalah Azas
kekeluargaan.
5. Asas Kesatuan
Adalah suatu cara untuk mewujudkan masyarakat yang
bersatu dan damai tanpa adanya perselisihan sehingga
terciptanya rasa aman tanpa khawatir adanya diskriminasi.
Asas Negara kesatuan pada prinsipnya tanggung jawab tugas-
tugas pemerintahan pada dasarnya tetap berada di tangan
pemerintah pusat. Akan tetapi, sistem pemerintahan di
Indonesia yang salah satunya menganut asas Negara kesatuan
7. Asas Legalitas
Dimana asas legalitas tidak dikehendaki pejabat
melakukan tindakan tanpa berdasarkan undang-undang yang
berlaku. Atau dengan kata lain the rule of law not of man
dengan dasar hukum demikian maka harus ada jaminan
bahwa hukum itu sendiri dibangun berdasarkan prinsip-
prinsip demokrasi.
1. Al Qur’an
Al Qur‟an berisi wahyu-wahyu dari Allah SWT yang
diturunkan secara berangsur-angsur (mutawattir) kepada Nabi
Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Al Qur‟an diawali
dengan surat Al Fatihah, diakhiri dengan surat An Nas.
Membaca Al Qur‟an merupakan ibadah. Al Qur‟an
merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim
berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum
yang terdapat di dalamnya agar menjadi manusia yang taat
kepada Allah SWT, yaitu menngikuti segala perintah Allah
dan menjauhi segala larangnannya. Al Qur‟an memuat
berbagai pedoman dasar bagi kehidupan umat manusia.
2. Segi Kualitas
Isi pokok Al Qur‟an (ditinjau dari segi hukum) terbagi
menjadi 3 (tiga) bagian:
a) Hukum yang berkaitan dengan ibadah: hukum
yang mengatur hubungan rohaniyah dengan Allah
SWT dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
keimanan. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu
Tauhid atau Ilmu Kalam
b) Hukum yang berhubungan dengan Amaliyah yang
mengatur hubungan dengan Allah, dengan sesama
dan alam sekitar. Hukum ini tercermin dalam
3. Ijtihad
Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapannya,
baik dalam Al Qur‟an maupun Hadits, dengan menggunkan
akal pikiran yang sehat dan jernih, serta berpedoman kepada
cara-cara menetapkan hukum-hukumyang telah ditentukan.
Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber hukum yang ketiga.
Untuk melakukan ijtihad (mujtahid) harus memenuhi
bebrapa syarat berikut ini:
1. Asas Keadilan
Dalam Al-Qur‟an, kata ini disebut 1000 kali, termasuk
keadilan pada umumnya berkonotasi dalam penetapan hukum
atau kebijakan pemwrintah. Konsep keadilan meliputi
berbagai hubungan, misalanya; hubungan individu dengan
dirinya sendiri, hubungan antara individu dan yang berpekara
serta hubungan-hubungan dengan berbagai pihak yang
terkait. Keadilan dalam hukum islam berarti keseimbangan
antara kewajiban dan harus dipenuhi oleh manusia dengan
kemammpuan manusia untuk menuanaikan kewajiban itu.
2. Asas Kemanfatan
Asas kemanfaatan adalah asas yang mengiringi
keadilan dan kepastian hukum tersebut diatas. Dalam
melaksanakan asas keadilan dan kepastiann hukum
hendaknya memperhatikan manfaat bagi terpidana atau
masyarakat umum. Contoh hukuman mati, ketika dalam
pertimbangan hukuman mati lebih bermanfaat bagi
masyarakat, misal efek jera, maka hukuman itu dijatuhkan.
Jika hukuman itu bermanfaat bagi terpidana, maka hukuman
mati itu dapat diganti dengan denda.
31
A. Suriyaman Mustari Pide, 2009. Hukum Adat (Dulu, Kini dan
Akan Datang). Penerbit Pelita Pustaka : Jakarta. Hlm. 76.
4. Pepatah Adat
Pepatah adat adalah salah satu contoh warisan yang
benar-benar dianut oleh masyarakat adat. Hal ini karena
pepatah adat biasanya sarat akan makna filosofis. Inilah yang
menjadikan pepatah adat menjadi sumber dari hukum adat
untuk masyarakat tertentu.
c. Asas oportunitas
Adalah asas hukum yg memberikan wewenang
kepada Penuntut Umum untuk menuntut atau tdk
menuntut yg telah mewujudkan perbuatan pidana demi
kepentingan umum (UU No. 5 tahun 1991 tentang
Pokok-Pokok Kejaksaan).
Dalam penjelasan pasal tersebut artinya jaksa
dapat mengesampingkan suatu perkara jika kepentingan
umum merasa dirugikan apabila perkara itu dituntut.
Definisi :
1. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan
tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat
secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang
melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan
Perundang-undangan.
2. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
adalah hukum dasar (konstitusi) yang tertulis yang
merupakan peraturan negara tertinggi dalam tata
urutan Peraturan Perundang-undangan nasional.
3. Ketetapan MPR merupakan putusan MPR yang
ditetapkan dalam sidang MPR, yang terdiri dari 2
(dua) macam yaitu : Ketetapan yaitu putusan MPR
yang mengikat baik ke dalam atau keluar majelis,
Keputusan yaitu putusan MPR yang mengikat ke
dalam majelis saja.