Bab 2
Bab 2
PEMBAHASAN
- Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi
insulin disertai defisiensi relatif sampai yang
dominan
defek sekresi insulin disertai resistensi insulin
Diabetes melitus Diabetes yang didiagnosis pada trimester kedua
gestasional atau ketiga kehamilan dimana sebelum kehamilan
tidak didapatkan diabetes
Tipe spesifik yang berkaitan - Sindroma diabetes monogenik (diabetes
dengan penyebab lain neonatal, maturity – onset diabetes of the
young [MODY])
- Penyakit eksokrin pankreas (fibrosis kistik,
pankreatitis)
- Disebabkan oleh obat atau zat kimia
(misalnya penggunaan glukokortikoid pada
terapi HIV/AIDS atau setelah transplantasi
organ)
3.1.3 Patogenesis Diabetes Militus
Resistensi insulin pada sel otot dan hati, serta kegagalan sel beta pankreas
dikenal sebagai patofisiologi sentral dari DM tipe 2. Hasil penelitian terbaru telah
diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat dari yang
diperkirakan sebelumnya. Schwartz (2016), menyampaikan bahwa tidak hanya
otot, hepar, dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dL 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban glukosa sebesar 75 gram
Atau
Atau
Pada keadaan yang tidak memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas pemeriksaan
TTGO, maka pemeriksaan penyaring dengan mengunakan pemeriksaan glukosa
darah kapiler diperbolehkan untuk patokan diagnosis DM.
1. Edukasi
3. Latihan Fisik
Program latihan fisik secara teratur dilakukan 3-5 hari seminggu selama
30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda antar latihan tidak
lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan fisik selain untuk menjaga kebugaran
juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan fisik yang dianjurkan
berupa latihan fisik bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut
jantung maksimal) seperti jalan cepat, bersepeda lantai, jogging, dan berenang.
Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara mengurangi 220 dengan usia
pasien.
4. Terapi Farmakologi
(1) Sulfonilurea
(2) Glinid
(1) Metformin
a) Insulin
A. HbA1c saat diperiksa 7.5% dan sudah menggunakan satu atau dua
obat antidiabetes
B. HbA1c saat diperiksa > 9%
E. Krisis Hiperglikemia
G. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
3. Terapi Kombinasi
Dosis insulin dinaikkan secara perlahan (pada umumnya 2 unit) apabila kadar
glukosa darah puasa belum mencapai target. Pada keadaaan kadar glukosa darah
sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal,
maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial, sedangkan
pemberian obat antihiperglikemia oral terutama golongan Sulfonilurea dihentikan
dengan hati- hati.
Daftar Obat Anti Hiperglikemik Oral
Sediaan Insulin Eksogen
30
3.2 Diabetic Foot
3.2.1 Pasien dengan diabetes perlu diperiksa terkait insufisiensi arteri dan penyakit
neuropati pada suatu jadwal yang terstruktur berdasarkan faktor risiko yang ada.
Periksa suhu, respirasi, denyut jantung, da tekanan darah pada kedua ekstremitas dan
catat apabila terdapat keadaan yang abnormal. Adanya demam, takikardi, atau
takipnea dapat mengindikasikan adanya ulserasi yang terinfeksi. Evaluasi status
vaskuler pasien dengan melakukan palpasi pada seluruh pulsasi perifer dan periksa
tampak dan suhu pada setiap ekstremitas. Apabila memungkinkan, pengukuran
ankle brachial index (ABI) juga dapat dilakukan. Apabila didapatkan hasil 1-1,2
maka ABI normal, dan apabila didapatkan hasil <0,6 mengindikasikan adanya
klaudikasio.
Neuropati pada penderita diabetes mellitus ditandai dengan adanya rasa kebas,
tebal, parestesia, dan sensasi terbakar. Adanya rasa tebal dan hilangnya sensasi
perifer menyebabkan penderita harus selalu diperiksa secara teratur. Apabila pasien
memiliki luka pada kaki, lakukan inspeksi, palpasi, dan evaluasi pada pemeriksaan
awal dan pemeriksaan follow up untuk mengetahui perkembangan luka dan adanya
keterlibatan tulang (osteomyelitis).
3.2.2 Kaki diabetic atau ulserasi diabetic memiliki banyak sistem klasifikasi.
Klasifikasi ini dapat berdasarkan kedalaman luka dan tingkat terjadinya infeksi.
Klasifikasi Wagner dan Texas merupakan klasifikasi yang paling sering ditemukan
dan digunakan yang ditunjukkan sebagai berikut.
Gambar 3.6 Klasifikasi Wagner
3.2.3 Gold standard untuk penanganan kaki diabetic diantaranya debridement luka,
manajemen adanya risiko atau telah adanya infeksi, prosedur revaskularisasi, dan
off-loading area yang mengalami ulserasi. Beberapa cara lain juga disarankan untuk
menambah efek yang baik terhadap terapi seperti terapi oksigen hiperbarik,
penggunaan produk perawatan luka dan terapi luka tekanan negative.
a. Debridement
Debridement sebaiknya dilakukan pada semua luka yang kronis untuk
menghlangkan debris dan jaringan nekrotik. Tindakan ini memperbaiki
penyembuhan dengan menginisiasi produksi jaringan granulasi dan dapat dilakukan
baik secara pembedahan, enzimatik, biologis, dan autolysis. Debridement
pembedahan dilakukan dengan menggunakan scalpel dan merupakan tindakan yang
cepat dan feketif untuk menghilangkan hyperkeratosis dan jaringan yang mati.
Perawatan yang particular diperlukan untuk melindungi jaringan yang sehat, yang
tampak berwarna merah hingga merah tua. Scalpel digunakan 45 derajat, semua
jaringan nekrotik harus dihilangkan hingga tampak lapisan jaringan yang sehat.
Apabila dicurigai terdapat iskemia yang berat, debridement harus ditunda hingga
vaskularisasi membaik, jika perlu, lakukan tindakan revaskularisasi.
Debridement enzimatik dapat dilakukan dengan bantuan enzim
termasuk carbe-derived collagenase, kombinasi streptokinase dan streptodornase
dan lain sebagainya. Enzim ini mampu menghilangkan jaringan nekrotik tanpa
merusak jaringan yang sehat. Meskkipun mahal, metode ini diindikasikan untuk
ulserasi yang iskemik.
Debridement biologis dapat dilakukan dengan menggunakan belatung
(maggot) steril. Maggot mempunyai kemampuan untuk mencerna permukaan debris,
bakteri, dan hanya jaringan nekrotik, meninggalkan jaringan sehat yang intak.
Metode ini juga efektif untuk eliminasi pathogen yang resisten terhadap obat seperti
Streptococcus aureus yang resisten terhadap metisilin pada permukaan luka.
Debridement autolitik dilakukan dengan cara menggunakan dressing
yang nantinya akan menciptakan suasana lembab yang akan mengaktifkan enzim-
enzim tubuh dan mengaktivasi kerja neutrofil dan makrofag terhadap jaringan atau
sel yang mati. Autolitik dapat ditingkatkan kerjanya dengan penggunaan
hidrokoloid, hidrogel, dan films.
b. Off-loading
Tindakan pengurangan atau pengtidakadaan beban pada area ulserasi
merupakan hal yang penting untuk penyembuhan ulserasi terutama ulserasi yang
berada di plantar. Metode off-loading yang paling efektif dan dianggap sebagai gold
standard ialah penggunaan nonremovable total-contact cast (NTCC). Alat ini dibuat
dari bahan plaster atau fast-setting fiberglass cast. NTCC diindikasikan untuk
metode efektif off-loading pada ulserasi yang terletak di forefoot atau midfoot.
Adanya iskemia kaki yang berat, abses dakam, osteomyelitis, dan kualitas kulit yang
buruk merupakan kontraindikasi absolute dari penggunaan NTCC.
Selain NTCC, terdapat pilihan lain yaitu removable cast walker
(RCW), yang biasanya memiliki berat yang ringan, dan kerngka semirigid yang
dapat menyokong ekstremitas serta menyediakan perlindungan terhadapnya. Alat ini
memberikan efek off-loading pada forefoot saat berdiri dan berjalan.
c. Dressing
Ulserasi sembuh lebih cepat dan seringkali sedikit berkomplikasi
dengan infeksi ketika berada pada suasana yang lembab. Satu-satunya pengecualian
yaitu apabila luka ulserasi merupakan luka gangrene yang kering, yang mana area
nekrotik harus dipertahankan agar kering untuk mencegah infeksi dan konversi
menjadi gangrene basah. Eksudat luka kaya akan sitokin, trombosit, leukosit, faktor
pertumbuhan, dan matriks metalloproteinase dan enzim-enzim lain. Sebagian besar
enzim ini menginisiasi proses penyembuhan melalui proliferasi fibroblast dan
keratinosit serta angiogenesis. Dressing yang ideal harus terhindar dari kontaminan
dan mudah menghilangkan eksudat yang timbul dan komponen toksik, yang dapat
mempertahankan lingkungan yang lembab pada dressing, impermeable dari
mikroorganisme, memungkinkan terjadinya pertukaran gas, dan dapat mudah dilepas
serta biaya murah.
d. Terapi luka dengan tekanan negative
Negative pressure wound therapy (NPWT) mulai diperkenalkan
sebagai metode penanganan baru untuk kaki diabetic. Metode ini dilakukan dengan
penggunaan tekanan negative yang berkelanjutan atau berselang melalui pompa
khusus yang menyediakan lingkungan tertutup. Pompa dihubungkan dengan suatu
wadah untuk menampung discharge atau eksudat dari luka. NPWT dianggap dapat
mengoptimalisasi aliran darah, mengurangi edema jaringan, menghilangkan eksudat,
sitokin proinflamasi, dan bakteri dari area luka. Tindakan ini sebaiknya dilakukan
setelah tindakan debridemnt dan diteruskan hingga jaringan granulasi yang sehat
pada permukaan ulserasi terbentuk. NPWT diindikasikan pada luka kaki diabetic
yang kompleks dan kontraindikasi pada penderita dengan ulserasi yang mengalami
perdarahan aktif.
e. Oksigen hiperbarik
Dari studi-studi sebelumnya, terdapat bukti yang kuat jika sel
fibroblast, endotel, dan keratinosit dapat bereplikasi pada kecepatan yang paling
tinggi pada lingkungan yang kaya dengan oksigen. Leukosit juga dapat
mengeliminasi bakteri secara efektif ketika diberi suplai oksigen yang adekuat.
Metode ini merupakan metode dengan pemberian oksigen 100% pada tekanan yang
lebih tinggi dibandingkan tekanan diatas permukaan laut. Metode ini dilakukan
dalam sebuah ruang dengan pasien yang menghirup oksigen 100% berselang dengan
tekanan atmosfer dinaikkan hingga 2-3 atm selama 1-2 jam. Oksigen hiperbarik
dapat sebagai terapi tambahan pada penderita dengan infeksi jaringan lunak yang
berat dan osteomyelitis yang tidak berespon terhadap penanganan konvensional.
f. Pengendalian Infeksi
Penderita dengan kaki diabetic terinfeksi sebaiknya diberikan regimen
antibiotic berdasarkan hasil kultur luka. Infeksi ringan dapat diberikan antibiotic
selama 2 minggu, infeksi dalam dapat diberikan antibiotic hingga mencapai 2 bulan.
Mikrooorganisme yang paling sering terdapat pada infeksi kaki diabetic adalah
Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella, Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus.
Bakteri gram negative berespon terhadap ampicillin dengan sulfobactam, cefepine
dengan tazobactam, dan ceftriaxon dengan tazobactam. Bakteri gram positif
berespon terhadap antibiotic golongan teicoplanin, minosiklin, dan amoksisilin plus
asam klavulanat.
g. Perawatan kaki
Bagi penderita diabetes mellitus yang telah mengalami komplikasi
berupa neuropati perifer, penyakit arteri perifer, dan ulserasi kaki, perlu
memerhatikan beberapa hal sebagai berikut.
1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan di air.
2. Periksa kaki setiap hari, dan dilaporkan pada dokter apabila kulit terkelupas,
kemerahan, atau luka.
3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya.
4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan krim
pelembab pada kulit kaki yang kering.
5. Potong kuku secara teratur.
6. Keringkan kaki dan sela-sela jari kaki secara teratur setelah dari kamar mandi.
7. Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan lipatan pada
ujung-ujung jari kaki.
8. Kalau ada kalus atau mata ikan, tipiskan secara teratur.
9. Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang dibuat khusus.
10. Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak tinggi.
11. Hindari penggunaan bantal atau botol berisi air panas/batu untuk
menghangatkan kaki.
DAFTAR PUSTAKA