Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH


(HDR)

Disusun Oleh:
Bilfrans Keyvien Alifiando
NIM. 21.0604.0032

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2021
HARGA DIRI RENDAH

A. Definisi
Harga diri rendah adalah evaluasi diri negatif yang dikaitkan dengan perasaan lemah,
tidak berdaya, putus asa, ketakutan, rentan, rapuh, tidak lengkap, tidak brharga, dan tidak
memadai (Wijayati, Nasir, Hadi, & Akhmad, 2020). Menurut Febrina (2018) harga diri
rendah adalah suatu keadaan dimana individu mengalami gangguan dalam penilaian
terhadap dirinya sendiri dan kemampuan yang dimiliki, yang menjadikan hilangnya rasa
kepercayaan diri akibat evaluasi negatif yang berlangsung dalam waktu yang lama
karena merasa gagal dalam mencapai keinginan.

Sedangkan menurut Keliat (1998) dalam Hendarmawan (2018) menjelaskan harga diri
rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan
akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri sehingga
menimbulakan hilangnya percaya diri dan merasa gagal.

B. Klasifikasi
Menurut Muhith (2015) dalam Rahma (2019) klasifikasi harga diri rendah dapat terjadi
secara:
1. Situasional
Harga diri rendah situasional dapat diartikan harga diri rendah yang terjadi karena
adanya trauma yang tiba-tiba, misalnya karena kecelakaan, harus melakukan operasi,
diceraikan pasangan, putus sekolah, kehilangan pekerjaan, dan adanya trauma di
masa lalu.
2. Kronik
Harga diri rendah kronik disebabkan karena persepsi negatif terhadap diri sendiri
yang telah berlangsung lama, yaitu cara berpikir yang negatif yang dimiliki sebelum
sakit/atau sebelum dirawat. Kejadian sakit dan dirawat dapat meningkatkan persepsi
negatif terhadap dirinya.
C. Etiologi
Etiologi harga diri rendah menurut SDKI (2016) yaitu:
1. Etiologi harga diri rendah kronis disebabkan oleh:
a. Terpapar situasi traumatis
b. Kegagalan berulang
c. Kurangnya pengakuan dari orang lain
d. Ketidakefektifan mengatasi masalah kehilangan
e. Gangguan psikiatri
f. Penguatan negatif berulang
g. Ketidaksesuaian budaya
2. Etiologi harga diri rendah situasional disebabkan oleh:
a. Perubahan pada citra tubuh
b. Perubahan peran sosial
c. Ketidakadekuatan pemahaman
d. Perilaku tidak konsisten dengan nilai
e. Kegagalan hidup berulang
f. Riwayat kehilangan
g. Riwayat penolakan
h. Transisi perkembangan

Selain itu harga diri rendah menurut Yosep (2009) dalam Rahma (2019) adalah:
1. Pola asuh keluarga yang salah pada masa kecil lebih sering disalahkan dan jarang
diberi pujian atas apa yang telah berhasil dicapainya.
2. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi
kesempatan dalam melakukan suatu hal dan tidak diterima keberadaannya.
3. Menjelang dewasa awal sering gagal dalam Pendidikan, pekerjaan, pergaulan
atau interaksi dengan orang lain.
4. Harga diri rendah muncul akibat dari lingkungan yang cenderung tidak
menganggap keberadaannya atau lingkungan yang cenderung mengucilkannya
serta adanya tuntutan lingkungan yang menuntutnya untuk melakukan hal lebih
dari kemampuannya.
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala Harga diri rendah kronis menurut SDKI (2016) yaitu:
1. Tanda dan gejala mayor
Subjektif:
a. Menilai diri negatif
b. Merasa malu/bersalah
c. Merasa tidak mampu melakukan apapun
d. Meremehkan kemampuan mengatasi masalah
e. Merasa tidak memiliki kelebihan atau kemampuan positif
f. Melebih-lebihkan penilaian negatif tentang diri sendiri
g. Menolak penilaian positif tentang dirinya
Objektif:
a. Enggan mencoba hal baru
b. Berjalan menunduk
c. Postur tubuh menunduk
2. Tanda dan gejala minor
Subjektif:
a. Merasa sulit konsentrasi
b. Sulit tidur
c. Menggungkapkan keputusasaan
Objektif:
a. Kontak mata kurang
b. Lesu dan tidak bergairah
c. Berbicara pelan dan lirih
d. Pasif
e. Perilaku tidak asertif
f. Mencari penguatan secara berlebihan
g. Bergantung pada pendapat orang lain
h. Sulit membuat keputusan
i. Seringkali mencari penegasan
E. Rentang Respon
Respon konsep diri menurut Febrina (2018) berfluktuasi sepanjang respon adaptif dan
maladaptif

Respon adaptif terhadap konsep diri meliputi:


1. Aktualisasi diri
Pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman
nyata yang sukses dan dapat diterima individu dapat mengapresiasikan kemampuan
yang dimilikinya.
2. Konsep diri positif
Apabila individu mempunyai pengalaman positif dalam beraktualisasi diri dan
menyadari hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya. Individu dapat
mengidentifikasi kemampuan dan kelemahannya secara jujur dalam menilai suatu
masalah individu berfikir secara positif dan realistis.
Sedangkan respon maladaptif dari konsep diri meliputi:
1. Harga diri rendah adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negatif dan
merasa lebih rendah dari orang lain
2. Kekacauan identitas
Suatu kegagalan individu mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak
kendala kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.
3. Depersonalisasi
Perasaan yang tidak realitas dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan
kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan sdirinya dengan orang lain.

F. Psikopatologi
Individu yang kurang mengerti akan arti dan tujuan hidup akan gagal menerima
tanggung jawab untuk diri sendiri dan orang lain. Ia akan tergantung pada orang tua dan
gagal mengembangkan kemampuan sendiri ia mengingkari kebebasan mengekspresikan
sesuatu termasuk kemungkinan berbuat kesalahan dan menjadi tidak sabar, kasar dan
banyak menuntut diri sendiri, sehingga ideal diri yang ditetapkan tidak tercapai.
Sedangkan stressor yang mempengaruhi harga diri rendah adalah penolakan dan kurang
penghargaan diri dari orang tua dan orang yang berarti, pola asuh yang tidak tepat,
misalnya terlalu dilarang, dituntut, dituruti, persaingan dengan saudara. Kesalahan dan
kegagalan yang terulang, cita-cita yang tidak tercapai, gagal bertanggung jawab terhadap
diri sendiri. Harga diri rendah dapat terjadi karena adanya kegagalan atau berduka
disfungsional dan individu yang mengalami gangguan ini mempunyai koping yang tidak
konstruktif atau kopingnya maladaptif (Rahma, 2019).
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Suhantara (2020) adalah
a. Terapi Medis
Berupa Therapy farmakologi
1. Klopromazin (CPZ)
a) Indikasi : untuk sindrom psikologi yaitu berat dalam kemampuan menilai
realistis, kesadaran diri terganggu, waham, halusinasi, gangguan perasaan dan
perilaku aneh.
b) Efek samping : gangguan otonomik dan endokrin
2. Haloperidol (HPL)
a) Indikasi : berdaya berat dalam kemampuan menilai realistis dalam fungsi
serta netral fungsi kehidupan sehari-hari.
b) Efek samping : sedasi, gangguan otonomik dan endokrin.
3. Trihexy phenidyl (THP)
a) Indikasi:Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis dan
idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpin dan fenotiazine.
b) Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik
(hypertensi, anti kolinergik/ parasimpatik, mulut kering, hidung tersumbat,
mata kabur,gangguan irama jantung).
b. Therapy kelompok
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok pasien
bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan
oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa.
Therapy ini bertujuan memberi stimulus bagi klien dengan gangguan interpersonal.
Terapi aktivitas kelompok yang dapat dilakukan untuk pasien dengan isolasi sosial
adalah :
1. Sesi 1 : kemampuan memperkenalkan diri
2. Sesi 2 : kemampuan berkenalan
3. Sesi 3 : kemampuan bercakap-cakap
4. Sesi 4 : kemampuan bercakap-cakap topik tertentu
5. Sesi 5 : kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi
6. Sesi 6 : kemampuan bekerjasama
7. Sesi7 : evaluasi kemampuan sosialisasi

Asuhan Keperawatan Pada Klien Risiko Perilaku Kekerasan

A. Pengkajian
Pengkajian meliputi pengumpulan data objektif dan subjektif. Data objektif adalah data
yang didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan secara langsung oleh perawat
sedangkan data subjektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh pasien atau
keluarga sebagai hasil wawancara perawat..
Pengkajian keperawatan jiwa gangguan konsep diri harga diri rendah menurut (Yusuf,
PK, & Nihayati, 2015) yaitu :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi perilaku objektif yang teramati
serta bersifat subjektif dalam pasien sendiri. Perilaku berhubungan dengan harga
diri yang rendah, kerancuan identitas/ tidak mampu mengidentifikasi tekait
potensi potensi yang dimiliki, dan depersosialisasi atau tidak mampu
bersosialisasi dengan orang sekitar.
b. Faktor yang mempengaruhi peran adalah adanya tuntutan pekerjaan dan harapan
peran kultural/kebudayaan yang tidak diterima di masyarakat.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas personal meliputi kepercayaan orang tua,
tekanan kelompok sebaya dan perubahan dalam struktur sosial.
2. Stresor Presipitasi
a. Adanya trauma seperti kekerasan seksual, dan psikologi atau adanya pengalaman
atau kejadian yang mengancam kehidupan.
b. Adanya ketegangan hubungan peran dan adanya kegagalan dalam mencapai hal
yang diharapkan sehingga adanya perasaan kecewa dan mengalami frustasi.
3. Perilaku/psikososial Perilaku harga diri rendah dapat dilihat dari batasan karakteristik
menurut NANDA (2018) meliputi :
a. Tidak mampu mengambil keputusan.
b. Perasaan negatif pada diri sendiri.
c. Perasaan ragu-ragu atau bimbang.
d. Perilaku tidak asertif atau tidak tegas.
e. Mengatakan hal yang negatif tentang diri sendiri dalam waktu lama dan terus
menerus.
f. Mengekspresikan sikap malu/ minder/ rasa bersalah.
g. Bersikap pasif
h. Kontak mata kurang/ tidak ada
i. Selalu mengatakan ketidakmampuan/kesulitan untuk mencoba sesuatu.
j. Bergantung pada orang lain.
k. Meremehkan kemampuan dalam menghadapi sesuatu.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan yaitu :
1. Harga diri rendah kronik.
2. Harga diri rendah situasional
C. Perencanaan
TUM :
Klien memiliki konsep diri yang positif
TUK 1 :
Setelah melakukan interaksi dengan klien 1x pertemuan, klien menunjukan tanda-tanda
percaya pada perawat dengan kriteria hasil :
1. Klien mau membalas salam
2. Klien mau berjabat tangan
3. Klien mau menyebutkan nama
4. Klien mau tersenyum
5. Klien tidak mengalihkan kontak mata
Bina hubungan saling percaya
1. Beri salam (panggil nama saat berinteraksi)
2. Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan dan beritahu tujuan perawat
berinteraksi
3. Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien
4. Jelaskan kontrak yang akan dmasat
5. Bersikap empati, jujur setiap kali berinteraksi
6. Dengarkan dengan penuh perhatian

D. Pelaksanaan
Pendekatan tindakan keperawatan melipui tindakan :
1. Independen
Suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter
atau tenaga kesehatan lainnya.
2. Interdependen
Suatu kegiatan yang memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya
tenaga social, ahli gizi, fisioterapi dan dokter.
3. Dependen
Tindakan depenen berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis. Tindakan
tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan medis dilaksanakan.
E. Evaluasi hasil
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP diantaranya sebagai
berikut :
S : respon subyektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O : respon obyektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A : analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih tetap atau muncul masalah baru atau ada dara kontradiksi dengan masalah yang
ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.
P : perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon pasien yang
terdiri dari tindakan lanjut oleh perawat keperawatan yang dilakukan perawat pada
pasien dalam melakukan asuhan keperawatan

F. Dokumentasi
Dokumentasi tidak terlalu dianggap sepele oleh perawat ataupun peserta didik
keperawatan. Karena dalam hal ini dianjurkan menggunakan formulir yang sama.
STATEGI PELAKSANAAN

SP 1:
SP-1 : Harga Diri Rendah
a. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien.
b. Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat digunakan.
c. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan
pasien.
d. Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih.
e. Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien.
f. Menganjurkan pasien memasukkan dalan jadwal kegiatan harian.
FASE ORIENTASI
1. Salam terapeutik
“Assalamualaikum, nama saya Bilfrans Keyvien ALifiando saya mahasiswa Profesi Ners
Unimma, saya yang akan merawat mas hari ini. “Nama mas siapa?”, biasa di panggil
apa?”
2. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana keadaan mas hari ini? Sepertinya mas terlihat lebih segar” Bagaimana
semalam tindurnya mas? “Apakah mas hari ini ada keluhan?”
Kontrak (topic, waktu dan tempat)
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan kegian yang pernah mas lakukan
dan aspek positif yang pernah mas/bapak lakukan?, setelah itu kita akan menilai kegiatan
mana yang masih dapat mas/bapak lakukan di rumah sakit, setelah kita nilai, kita akan pilih
satu kegiatan untuk kita latih. Dimana kita akan bercakap-cakap?, Bagaimana kalau didepan
kamar tidur mas/bapak?, berapa lama maunya mas.bapak?, bagaimana kali 15 menit?”
Tujuan Agar mas/bapak mengetahui kemampuan dan aspek positif serta kegiatan mas/bapak
yang dapat dilakukan.
FASE KERJA
“Mas, apa saja kemampuan yang mas/bapak miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat daftarnya ya!
Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa mas lakukan? Bagaimana dengan merapihkan
kamar? Menyapu? Mencuci piring? Wah, bagus sekali ada 5 kemampuan dan kegiatan yang
mas miliki” “Mas, dari 5 kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat dikerjakan
dirumah sakit? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang kedua …. Samapai 5 (misalnya
ada 3 kegiatan yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih bisa
dikerjakan dirumah sakit ini” “Sekarang, coba mas pilih satu kegiatan yang masih bisa
dikerjakan dirumah sakit ini”. “O yang nomor satu, merapihkan tenpat tidur? Kalau begitu,
bagaimana kalau sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur? Kalau begitu, bagaimana
kalau sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur mas”. Mari kita lihat tempat tidur mas.
Coba lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya?” “Nah klau kita mau merapihkan tempat tidur,
mari kita pindahkan dahulu bantal dan selimutnya. Bagus! Sekarang kita angkat sepreinya,
dan kasurnya kita balik. “Nah, sekarang kita pasang lagi sepreinya, kita mulai dari arah atas,
ya bagus!. Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan.
Sekarang ambil bantal, rapihkan, dan letakkan di sebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut,
nah letakkan sebelah bawah/kaki. Bagus!” “Mas sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan
baik sekali. Coba perhatikan bedakah dengan sebelum dirapihkan? Bagus”. “Coba mas
lakukan dan jangan lupa memberikan tanda dijadwal harian dengan huruf M (melakukan) dan
T (tidak melakukan).”
FASE TERMINASI
1. Evaluasi (respon klien terhadap tindakan keperawatan)
a. Evluasi subyektif “Bagaimana perasaan mas setelah kita bercakap-cakap mengenai
aspek positif dan latihan merapihkan tempat tidur?”
b. Evaluasi obyektif “Iya, mas ternyata banyak memiliki kemampuan yang dapat
dilakukan dirumag sakit ini. Salah satunya merapihkan tempat tidur dan mencuci
piring yang sudah mas lakukan dengan baik sekali. Nah kemampuan ini dapat
dilakukan dirumah setelah pulang.”
2. Rencana tindak lanjut (yang perlu dilatih klien sesuai hasil tindakan yang dilakukan)
“Sekarang mari kita masukkan jadwal harian mas. Mas mau berapa kali sehari
merapihkan tempat tidur dan mencuci piring? Bagus, 2 kali yaitu pagi-pagi pukul
berapa? Lalu sehabis istirahat, pokul 5 sore, setelah mas sholat dan mandinya bu.”
3. Kontrak yang akan datang (topic, waktu dan tempat)
“Besok pagi kita latihan lagi kemampuan mas. Mas masih ingat kegiatan apa lagi yang
mampu dilakukan di rumah sakit selain merapihkan tempat tidur? Iya bagus, merapihkan
tempat tidur dan cuci piring. Kalau begitu kita akan latihan merapihkan tempat tidur dan
mencuci piring besok pukul 09.00 setelah makan pagi, mas mau dimana? Baiklah bu!
Mas mau sampai jam berapa bu?” sampai jumpa besok lagi ya bu
“Wassalamualaikum.wr.w
DAFTAR PUSTAKA

Febrina, R. (2018). Asuhan keperawatan jiwa pada keluarga dengan harga diri rendah kronis
di wilayah kerja puskesmas nanggalo padang. Padang: Poltekes padang.

Hendarmawan, S. (2018). Asuhan Keperawatan Jiwa pada Pasien Tn. Ag dan Tn. As dengan
Masalah Keperawatan Harga Diri Rendah di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.
Jember: Universitas Jember.

NANDA. (2018). NANDA-I diagnosis Keperawatan definisi dan klasifikasi. Jakarta: EGC.

Rahma, S. Z. (2019). Latihan berpikir positif pada klien dengan harga diri rendah. Magelang:
Univeristas Muhammadiyah Magelang.

SDKI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Edisi 1). Jakarta Selatan: PPNI.

Wijayati, F., Nasir, T., Hadi, I., & Akhmad. (2020). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Harga Diri Rendah Pasien Gang- guan Jiwa, 12(2), 224–235.

Yusuf, A., PK, R. ., & Nihayati, H. . (2015). Keperawatan Kesehatan Jiwa (F.Ganiajri, Ed).
Jakarta Selatan: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai