Disusun Oleh:
YOGYAKARTA
2021
LEMBAR PERSETUJUAN
Laporan Praktek Kerja Lapangan
Disusun oleh:
Oleh
Mengetahui
Ka.Prodi DII TTD
Dalam penyusunan laporan PKL ini penulis telah mendapatkan banyak dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih atas dukungan dan bimbingan
kepada:
1. Dra. Hj. Yuli Puspitorini, M.Si, selaku Direktur Poltekkes Bhakti Setya Indonesia
Yogyakarta
2. Ibu Windadari Murni Hartini, S.KM, M.PH, selaku Kaprodi D3 Teknologi Transfusi
Darah
3. Ibu Resmi Aini M.sc selaku dosen pembimbing PKL
4. Dr. dr Teguh Triyono M.kes sp.PK selaku kepala UPTD RSUP dr. Sardjito Yogyakarta
yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan PKL di UPTD RSUP dr.
Sardjito Yogyakarta
5. Bapak Nurudin, Bapak Ari Setiawan, Ibu Tri Maryani, Bapak Arif Budiyanto selaku
pembimbing lapangan dan kepada seluruh petugas teknisi lainnya yang tidak bisa
disebutkan satu persatu yang telah memberikan arahan, bantuan, motivasi serta
bimbingan selama kami melaksanakan praktek kerja lapangan.
Penulis sadar bahwa dalam penyusunan laporan PKL ini masih banyak kekurangan, maka
dari itu dengan senang hati penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun supaya
lebih baik dalam penyusunan laporan PKL. Atas perhatian dan bantuannya penulis ucapkan
terimakasih.
Penulis
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat atau tempat yang digunakan untuk
rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Unit
Transfusi Darah yang selanjutnya disingkat UTD, adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
darah sebagai salah satu upaya kesehatan dalam rangka penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan sangat membutuhkan ketersediaan darah atau komponen darah yang cukup, aman,
mudah diakses dan terjangkau oleh masyarakat. Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan
pelayanan transfusi darah yang aman, bermanfaat, mudah diakses, dan sesuai dengan kebutuhan
Darah dan produk darah memegang peranan penting dalam pelayanan kesehatan.
Ketersedian, keamanan dan kemudahan akses terhadap darah dan produk darah harus dapat
dijamin. Pengamanan pelayanan transfusi darah harus dilaksanakan pada tiap tahap kegiatan
mulai dari pengerahan dan pelestarian pendonor darah, hingga penyerahan darah, serta tindakan
medis pemberian darah kepada pasien. Pelayanan transfuse darah sangat rentan terhadap
penularan penyakit infeksi. Salah satu upaya pengamanan darah adalah dilakukannya uji saring
terhadap infeksi menular lewat transfusi darah (IMLTD). Uji saring Infeksi Menular Lewat
Transfusi Darah (IMLTD) bertujuan untuk menghindari risiko penularan infeksi dari donor
kepada resipien yang merupakan bagian yang kritis dari proses penjaminan bahwa transfusi
dilakukan dengan cara seaman mungkin. Uji saring darah terhadap infeksi paling sedikit wajib
ditujukan untuk deteksi HIV, Hepatitis B, Hepatitis C dan Sifilis. Untuk jenis infeksi lain seperti
Hepatitis B merupakan penyakit radang hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B
(VHB). Hepatitis virus merupakan penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan
pemberantasan agar kesakitan, kematian, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan dapat
ditekan serendah-rendahnya (KEMENKES RI, 2015). Hepatitis disebabkan oleh virus yang
menular secara parenteral. Penyebab lain yang dapat memperparah penyakit hepatitis adalah
akibat efek toksik dari obat-obatan, alkohol, racun, jamur, dan lain-lain. Infeksi hepatitis B sering
tidak disadari oleh pasien, selain itu gejala penyakit tidak khas yang dapat menyebabkan tidak
Hasil Riset Kesehatan Dasar (2013), menyebutkan Indonesia merupakan negara terbesar
kedua dengan endemisitas tertinggi hepatitis B setelah Myanmar di negara South East Asian
Region (SEAR). Uji saring Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah donor PMI menunjukkan
terdapat sekitar 28 juta penduduk Indonesia terinfeksi hepatitis B, 14 juta diantaranya berpotensi
menjadi kronis dan dari yang kronis tersebut 1,4 juta orang berpotensi menderita kanker hati
(Andriyani et all, 2020). Unit Transfusi Darah kelas utama sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
ayat (2) huruf b menjelaskan paling sedikit memiliki kemampuan pelayanan melakukan uji
saring darah terhadap Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD) dengan motode Nucleic
B. Tujuan
Untuk mengetahui cara penanganan hasil skrining IMLTD reaktif terhadap virus hepatitis
B di UPTD RSUP dr Sardjito
C. Manfaat
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang kasus HbsAg reaktif dan
penangannya di UTD PMI Kota Bandung
D. Ruang Lingkup
Tempat : UPTD RSUP dr Sardjito
1. Sampel di ambil langsung dari lengan donor atau dari selang kantong donor
2. Berupa darah lengkap
3. Memiliki label barcode, yang berisi informasi : tanggal pengambilan,nomor
kantong darah, dan golongan darah
4. Tidak hemolisis, tidak lipemik dan tidak terkontaminasi bakteri
5. Memiliki masa simpan maksimal 6 hari
1. Tabel kasus CHLIA
NO Nomor Sampel Jam Pemeriksaan Tanggal Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan uji saring Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah pada darah
donor di UPTD RSUP dr Sarsjito dengan metode CLHIA DAN Nucleic Acid Test (NAT)
Sampel
1 2104029000 HBsAg 5599.14 Reaktif
Keterangan :
IC = Internal Control
RLU= relative light unit
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengertian HBsAg
Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan karena virus Hepatitis B yang merusak
hati dengan masa inkubasi selama 14-160 hari. Penyebaran penyakit ini melalui darah dan
produknya, suntikan yang tidak aman, transfusi darah, proses persalinan dan melalui
hubungan seksual. Dengan melihat masa inkubasi diatas maka pemberian imunisasi aktif
diberikan pada waktu kurang dari 7 hari. Infeksi pada anak seringkali subklinis dan biasanya
tidak menimbulkan gejala. Resiko infeksi lebih besar terjadi awal kehidupan dibandingkan
dengan infeksi pada usia dewasa. Infeksi pada masa bayi mempunyai resiko untuk menjadi
carrier cronis sebesar 95% chirosis hepatitis, kanker hati dan menimbulkan kematian
HBsAg adalah antigen permukaan virus hepatitis B, yang dapat dideteksi 2 minggu
setelah terinfeksi VHB dan menghilang pada masa konvalesen (penyembuhan), tetapi dapat
juga menetap lebih dari 6 bulan pada penderita VHB karier. HBsAg positif menandakan
seseorang terinfeksi hepatitis B akut, kronis, ataupun karier (Ventiani, 2014). HBsAg positif
dapat ditemukan pada pengidap sehat (healthy carrier), hepatitis B akut (simtomatik atau
asimtomatik), hepatitis B kronik, sirosis hati, maupun kanker hati primer. Pemeriksaan
HBsAg biasanya dilakukan untuk monitoring perjalanan penyakit hepatitis B akut, skrining
membran mukosa, terutama berhubungan seksual (Price & Wilson, 2012). Penanda HBsAg
telah diidentifikasi pada hampir setiap cairan tubuh dari orang yang terinfeksi yaitu saliva,
air mata, cairan seminal, cairan serebrospinal,asites, dan air susu ibu. Beberapa cairan tubuh
ini (terutama semen dan saliva telah diketahui infeksius dan dapat menularkan virus
1. Pada kasus nomor kantong 2104029000 hasil pemeriksaan uji saring IMLTD
dengan metode CHLIA diperoleh hasil reaktif dengan nilai 5599.14 S/CO yang
menandakan sampel tersebut reaktif pada assay HbsAg. Pada sampel reaktif
tersebut juga sudah dilakukan pemeriksaan NAT dan hasil menunjukan reaktif
sampel yang sama dengan reagen diskriminatori, hasil diskrimantori yang reaktif
2. Pada kasus nomor kantong 2104051800 hasil pemeriksaan uji saring IMLTD
dengan metode CHLIA diperoleh hasil reaktif dengan nilai 3527.45 S/CO yang
menandakan sampel tersebut reaktif pada assay HbsAg. Pada sampel reaktif
tersebut juga sudah dilakukan pemeriksaan NAT dan hasil menunjukan reaktif
denagn nilai 14.48 S/CO dengan pemeriksaan internal control yang Valid.
sampel yang sama dengan reagen diskriminatori, hasil diskrimantori yang reaktif
3. Pada kasus nomor kantong 2104014300 hasil pemeriksaan uji saring IMLTD
dengan metode CHLIA diperoleh hasil reaktif dengan nilai 2282.58 S/CO yang
menandakan sampel tersebut reaktif pada assay HbsAg. Pada sampel reaktif
tersebut juga sudah dilakukan pemeriksaan NAT dan hasil menunjukan reaktif
denagn nilai 13.98 S/CO dengan pemeriksaan internal control yang Valid.
sampel yang sama dengan reagen diskriminatori, hasil diskrimantori yang reaktif
4. Pada kasus nomor kantong 2104045300 hasil pemeriksaan uji saring IMLTD
dengan metode CHLIA diperoleh hasil reaktif dengan nilai 6276.04 S/CO yang
menandakan sampel tersebut reaktif pada assay HbsAg. Pada sampel reaktif
tersebut juga sudah dilakukan pemeriksaan NAT dan hasil menunjukan reaktif
denagn nilai 14.13 S/CO dengan pemeriksaan internal control yang Valid.
sampel yang sama dengan reagen diskriminatori, hasil diskrimantori yang reaktif
D. Solusi
Uji skrining IMLTD di UPTD RSUP dr Sardjito pada sampel donor yang
dikerjakan pada tanggal 7 April 2021 dengan metode CHLIA nomor kantong
nilai (2282.58 S/CO), 2104045300 nilai (6276.04 S/CO) berurutan dengan nilai
ulang pada sampel yang sama menggunakan reagen diskriminatori, jika hasil
NAT tetap reaktif darah donor tidak bisa dikeluarkan dan dimusnahkan.
assay yang sama jika tetap reaktif tinggi maka sampel harus di
karantina. Untuk pendonor dengan hasil uji reaktif tinggi harus diberi
hepatitis B menjadi salah satu jenis vaksin yang wajib dari pemerintah
Dari hasil pemeriksaan uji saring IMLTD yang dilakukan dapat disimpulkan, bahwa
pada sampel yang reaktif Hepatitis B dilakukan pemeriksaan ulang atau duplo dengan
assay yang sama dan sampel yang saama. Sampel hasil duplo yang reaktif tersebut
diarantina lalu dimusnahkan, Untuk pendonor dengan hasil uji reaktif harus diberi tahu,
B. Saran
dilakukan dengan cara memperketat proses pemeriksaan kesehatan pada tahap seleksi
2. Sedikit saran kepada pihak UPTD RSUP dr Sardjito agar dapat mensosialisasikan bahaya
penularan infeksi penyakit Hepatitis B melalui transfusi darah kepada pendonor dan
Rosalina I. 2012. Hubungan polimorfisme gen TLR 9(RS5743836) Dan TLR 2(RS3804099 dan
RS3804100) dengan pembentukan anti-HBs pada anak pascavaksinasi Hepatitis B. IJAS.
2(3):123-7.
Thedja MD. 2012. Genetic diversity of hepatitis B virus in Indonesia : Epidemiological and
clinical significance. Jakarta : DIC creative.
World Health Organization. 2002. Hepatitis B. Department of Communicable
Diseases Surveillance and Response