Kelompok 1
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2017
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
Kateterisasi uretra merupakan metode primer dekompresi kandung kemih dan
juga
berfungsi sebagai alat diagnostik retensi urin akut.1 Terdapat dua metode yang
sering digunakan yaitu kateter indwellingdan kateter intermittent. Kateter
indwellingadalah kateter menetap yang digunakan dalam jangka waktu lama
sedangkan kateter intermittent adalah kateter yang digunakan sewaktu-waktu.
Selain untuk dekompresi kandung kemih, kateter juga digunakan untuk
mengevaluasi jumlah urin yang keluar dan pada pasien inkontinensia urin.
Mengingat fungsi tersebut, 15% - 25% pasien di rumah sakit memakai
kateter. Kateter yang digunakan terlalu sering dan lama atau tidak sesuai indikasi
akan meningkatkan risiko berbagai komplikasi; yang paling sering adalah infeksi
saluran kemih (ISK). Komplikasi lainnya adalah striktur uretra, hematuria dan
perforasi kandung kemih. Prevalensi ISK tinggi pada pasien yang memakai
kateter yaitu 80%, dan 10% - 30% pasien tersebut akan mengalami bakteriuria.
ISK akibat kateterisasi merupakan tipe infeksi nosokomial yang paling banyak
terjadi, 1 juta kasus setiap tahun atau 40% dari semua tipe infeksi nosokomial.
Pasien yang memakai kateter juga akan mempunyai risiko 3 kali lebih besar
dirawat di rumah sakit lebih lama dan juga pemakaian antibiotik lebih lama,
bahkan dilaporkan organisme penyebab ISK akibat kateterisasi adalah organisme
yang telah resisten terhadap banyak antibiotik.
Tetapi sebagian besar kasus bakteriuria tidak menampakkan gejala klinis
(asimtomatis) . Gejala klinis yang mungkin timbul bervariasi, mulai dari ringan
(panas, uretritis, sistitis) sampai berat (pielonefritis akut, batu saluran kemih dan
bakteremia). Jika tidak segera ditangani maka akan menimbulkan urosepsis
bahkan kematian yang mencapai 9.000 kasus per tahun. Diperkirakan 17% - 69%
ISK akibat kateterisasi dapat dicegah dengan pengendalian infeksi yang baik.
3
BAB II
ANALISIS JURNAL
Artikel 1
4
(Gambar 2). Kebijakan kateter didasarkan pada pedoman
APIC dan CDC (APIC, 2014; CDC, 2015).
2. Fase II (n = 64), intervensi pengamatan langsung oleh seorang
pengamat berpendidikan ditambahkan ke prosedur penyisipan
standar. Para praktisi di unit tersebut bertugas sebagai
pengamat. Selama 5 hari, 4 malam perawat secara sukarela
dilatih sebagai pengamat. Hal ini memungkinkan intervensi
berlangsung pada shift siang dan malam dan mengambil
semua pasien yang memenuhi syarat tanpa biaya tambahan ke
institusi tersebut.
Populasi penelitian terdiri dari sampling kenyamanan dari 140
pasien yang memiliki kateter urin yang ditempatkan selama
Sample
mereka tinggal di ICU medis. Ada 74 pasien yang direkrut pada
fase I dan 66 pasien pada fase II.
Jumlah sampel total adalah n = 140. Tabel 1 menggambarkan
demografi sampel selama fase I dibandingkan dengan Tahap II
penelitian. Uji T sampel independen digunakan untuk
membandingkan usia rata-rata pasien pada fase I sampai pasien
pada fase II. Tes Levene tidak signifikan (0,912) yang
menunjukkan bahwa asumsi varians yang sama tidak dibedakan.
Sampel t-test menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan
antara kedua kelompok (p = 0,754). Uji Chi-Square dilakukan
untuk membandingkan pasien fase I dengan pasien fase II
Hasil
diberhubungan seks. Uji Chi Square menunjukkan bahwa
persentase usia laki-laki dan perempuan tidak berbeda antara
kedua kelompok (p = 0,935).
a) Tingkat penggunaan kateter urin
Tahap I dari penelitian ini dilakukan dari bulan April 2015
sampai Juli 2015. Selama fase ini, jumlah pasien yang tercatat
adalah 1954 dan jumlah pengguna kateter tercatat adalah
1403. Tingkat penggunaan MICU selama periode ini berkisar
antara 67% sampai 78% (rata-rata 71%).
5
Tahap II dimulai pada bulan Oktober 2015 dan pengumpulan
data selesai pada bulan Februari 2016. Selama fase ini, jumlah
pasien yang tercatat adalah 2348 dan jumlah hari kateter
tercatat adalah 1675. Tingkat penggunaan MICU selama
periode ini berkisar antara 66% sampai 72% berarti 71%).
Tidak ada perbedaan rata-rata tingkat utilisasi antara fase I
dan fase II penelitian ini.
b) Kateter terkait tingkat infeksi saluran kemih
Dalam sebulan CAUTI berkisar antara 0 sampai 3,26 per 1000
hari kateter dengan rata-rata 2,24 selama fase I. Tingkat
keseluruhan bulanan CAUTI di MICU menurun dari 2,24
menjadi 0 per 1000 hari kateter di fase II saat pengamatan
langsung ditambahkan ke protokol penyisipan kateter urin.
Perubahan ini tidak signifikan secara statistika (p = 0,098).
Sebelum intervensi, 3 dari 74 pasien (4,1%) mengembangkan
infeksi yang disebabkan kateter urin berdasarkan pedoman
CDC 2015. Ada kejadian CAUTI nol yang dilaporkan untuk
66 pasien yang memiliki prosedur penyisipan kateter yang
diamati selama tahap II penelitian (Tabel 2). Sedangkan hasil
penelitian ini tidak signifikan secara statistik (p = 0,253), hal
ini mungkin relevan secara klinis.
Artikel 2
6
Watson, M.S.A., C.P.P.S., Barbara Meyer-Lucas, M.D., M.H.S.A.,
Marie Masuga, R.N., M.S.N.,Kelly Faulkner, .S.P.A., Carolyn V.
Gould, M.D., M.S.C.R., James Battles, Ph.D.,and Mohamad G. Fakih,
M.D., M.P.H.
Tahun 2 Juni 2016
Menelliti bertujuan untuk mengetahui tingkatan ISK yang berhubungan
Tujuan
dengan kateter secara intensif di unit perawatan (ICU) dan non-ICU
Intervensi yang digunakan adalah melakukan daily assessment dari
adanya dan kebutuhan pemasangan kateter tetap; menghindari
pemasangan kateter tetap dengan metode pengumpulan urin alternative,
seperti pemasangan kateter tidak tetap; serta menekankan Teknik
Metode aseptic dalam praktik memasukan kateter dan monitoring yang baik
setelah insersi kateter.
Pendidikan dalam pencegahan ini dilakukan dengan pertemuan dan
pembinaan via call. Pendidikan ini dilakukan selama tiga kali; di awal
program, pertengahan program (sekitar 9 bulan), dan akhir program.
Sample 926 unit dari 603 rumah sakit 59.7% non-ICU 40.3% ICU
Secara keseluruhan, di seluruh unit yang berpartisipasi, angka CAUTI
menurun sebesar 22.3% dari 2.82 menjadi 2.19 per 1000 kateter per
hari.
Dalam analisis yang disesuaikan, angka CAUTI menrun dari 2.40
menjadi 2.05 per 1000 kateter per hari.
Hasil Di unit non-ICU, angka CAUTI menurun dari 2.28 menjadi 1.54 per
1000 kateter per hari
Di unit ICU tidak mengalami perubahan yang signifikan, CAUTI
menurun dari 2.84 menjadi 2.50 per 1000 kateter per hari.
Pengunaan kateter menurun di unit non-ICU dari 19.8% menjadi 18.2%
dan dari 61.1% menjadi 56.7% di unit ICU
Artikel 3
7
Infections in Intensive Care Unit: An Itegrative Review
Intervensi untuk Mencegah Infeksi Saluran Kemih Akibat Pemasangan
Kateter di ICU: An Itegrative Review
Jurnal Intensive & Critical Care Nursing
Peneliti Janet M. Galiczewski
Tahun 31 Agustus 2016
Menguji evidence yang sudah ada mengenai intervensi pencegahan dan
Tujuan protocol terbaru yang diimplementasikan di ICU dan dampaknya untuk
angka CAUTI dan outcome pasien.
Artikel ini merupakan hasil analisis dari 14 artikel penelitian yang
membahas mengenai intervensi dan protocol yang digunakan untuk
mengontrol atau mencegah CAUTI di ICU. Dari 14 artikel yang
Metode dan didapat, 8 di antaranya mengidentifikasi multiple intervensi yang
Sample dilakukan secara kolaborasi dalam satu paket, dan 5 artikel
menggunakan single intervensi untuk melawan CAUTI. Sedangkan 1
artikel tidak mendefinisikan intervensi yang digunakan secara
spesisfik.
Implementasi dari single intervensi
Fuches et al, (2011) melakukan studi di lima ICU di pusat akademik
tersier mengenai managemen retensi urin. Hal ini memerlukan
pengisian formulir ceklis harian untuk mengidentifikasi kateter.
Hasilnya menunjukan penurunan angka CAUTI dari 2.88 ke 1.46 per
1000 kateter per hari, namun hasilnya tidak significant secara statistic.
Jumlah gabungan dua ICU menunjukan penurunan angka UTI dari 402
Hasil ke 380 setelah dilakukannya intervensi dan signifikan secara klinis dan
statistic.
Lai and Fontecchio (2002) menguji jenis kateter yang spesifik untuk
menurunkan angka CAUTI. Penggunaan sylver-hydrogel urinary
catheter menurunkan angka CAUTI sebanyak 45% menjadi 2.7 per
1000 kateter per hari.
Chen et al (2013) mengevaluasi dengan menggunakan lembar
pengingat berdasarkan butuh tidaknya pasien menggunakan kateter
8
tetap, secara kebutuhan klinisnya. Hasilnya, durasi penggunaan kateter
tetap pada pasien menurun menjadi 7 hari, sedangkan kelompok
control 11 hari. Penurunan angka CAUTI terjadi sebanyak 48%.
Penggunaan kateter tetap selama lebih dari 7 hari meningkatkan risiko
CAUTI (Shapiro et al, 1984)
Huang et al (2004), mengidentifikasi adanya hubungan antara rata-rata
durasi pemakaian kateter tetap setiap bulan dengan angka CAUTI.
Menggunakan pengingat harian untuk melepaskan kateter urinary yang
sudah tidak diperlukan pada hari ke-5 setelah pemasangan, durasi
kateterisasi berkurang menjadi 4.6 hari dari 7 hari dan kejadian CAUTI
menurun menjadi 8.3 per 1000 kateter per hari.
Menggunakan metode yang sama dengan Huang et al (2004), Elpern et
al (2009) penggunaan kateter berkurang menjadi 238.6 per bulan, dan
311.7 per hari, serta penurunan kejadian CAUTI yang signifikan.
Conway et al (2012), analisis data sekunder dari data National
Healthcare Safety Network (NHSN), menunjukan 42.2% melakukan
pencegahan CAUTI; (1) bladder ultrasound 26%, (2) Penggunaan
kondom kateter 20%, (3) catheter removal reminders 12%, dan (4)
nurse initialated discontinuitas 10%.
Implementasi Paket Pencegahan
Marra et al (2011), paket pencegahan meliputi: (1) hand hygiene, (2)
sentralisasi item yang diperlukan untuk memasang kateter urin, (3)
Teknik steril, (4) pembersihan meatus uretra menggunakan
chlorhexidine, (5) menggunakan satu kateter urin untuk satu kali
percobaan, (6) fiksasi balon yang adekuat, (7) review harian untuk
mengangkat kateter yang sudah tidak diperlukan. Penurunan angka
kejadian CAUTI menurun secara signifikan di ICU menjadi 5 dari 7.6
per 1000 kateter per hari, dan 12.9 dari 15.3 per 1000 kateter per hari
di step down units.
Rosenthal et al (2012), melakukan studi di salah satu rumah sakit
member International Nosocomial Infection Control Consortium
(INICC), dengan intervensi: (1) hand hygiene yang baik dan benar, (2)
9
memperhatikan posisi urine bag agar lebih rendah dari bladder, (3)
memperhatikan adanya obstruksi urin flow, (4) mengosongkan urine
bag secara rutin dan menghindari lubang pembuangan pada urine bag
menyentuh tempat pembuangan urin, (5) monitoring tanda-tanda
CAUTI. Kejadian CAUTI menurun menjadi 4.95 dari 7.68 per 1000
kateter per hari.
Kriteria memasang kateter urin dan review kebutuhan pasien
menggunakan kateter.
Titsworth et al (2012) menemukan hubungan yang berbading lurus
antara penurunan angka kateterisasi (100- 73.3%) dengan penurunan
angka CAUTI (13.3 menjadi 4 per 1000 kateter per hari).
Alexaitis and Broome (2014) menemukan bahwa setelah implementasi
protocol pemasangan kateter urin, angka CAUTI menurun hingga 3.06
dari 3.85 per 1000 kateter per hari.
Dumigan et al (1998) mengamati protocol di mana Nurse Registered
(NR) dapat melepas kateter tanpa instruksi dokter jika hal tersebut
sudah tidak diindikasikan, menurunkan angka CAUTI di 3 ruang ICU
( 17% surgical ICU, 29% medical ICU, dan 45% coronary ICU).
10
BAB III
PEMBAHASAN
Selain itu hand hygiene, juga menjadi salah satu intervensi untuk
mencegah CAUTI. Menurut McGuckin et al (2008, dalam Burns & Day, 2012),
perawat masih kurang bertanggung jawab dalam menghadapi hal tersebut.
Padahal, hand hygiene merupakan hal dasar dalam praktik keperawatan.
11
Selain edukasi dan prinsip steril dalam pemasangan kateter, durasi
penggunaan kateter juga menjadi satu hal yang paling sering disebutkan oleh
Galiczweski (2016) dan Saint et al (2016). Penggunaan kateter urin yang lebih
dari tujuh hari dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi saluran kemih
(Shapiro et al, 1984 dalam Galiczweski, 2016), karena dapat menjadi tempat
pembiakan bakteri. Pemeriksaan kateter juga perlu dilakukan, kebersihan meatus
uretradan kebersihan kateter perlu dipantau secara berkala. Agar dapat
penanganan yang tepat jika terjadi tanda-tanda infeksi.
Selain itu, pembuatan formulir ceklis harian juga menjadi intervensi yang
disebutkan oleh Galiczweski (2016) dan Saint et al (2016). Formulir ceklis ini
dapat berupa pengingat untuk melakukan pemantauan kondisi kateter yang dapat
dijadikan sebagai acuan kebutuhan pasien menggunakan kateter. Kriteria yang
paling sering, disebut dalam formulir ceklis harian ini adalah butuh tidaknya
pasien menggunakan kateter urin. Apabila pasien sudah tidak memiliki indikasi
pemasangan kateter urin, kateter urin dapat dilepaskan, agar tidak memperlama
durasi penggunaannya dan meningkatkan risiko infeksi saluran kemih.
12
apabila pasien masih memiliki indikasi penggunaan kateter namun durasi sudah
lebih dari tujuh hari.
Menjadi perawat, sudah seharusnya kita bekerja dengan cerdas agar tidak
merugikan pasien, baik dalam sisi klinis maupun ekonomi pasien.
13
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
14
DAFTAR PUSTAKA
Burns, S. M., & Day, T. (2012). A return to the basics: "interventional patient
hygiene" (A call for papers). Intensive & Critical Care Nursing, 28(4), 193-
6. doi:http://dx.doi.org/10.1016/j.iccn.2012.05.004
15