BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Pengertian/Batasan
a. Definisi
Berikut ini ada beberapa pengertian gagal ginjal kronik menurut
beberapa literatur yang penulis gunakan, yaitu :
Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur
atau fungsi ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan, dengan atau tanpa disertai
penurunan glomerular filtration rate (GFR). Selain itu, CKD dapat pula
didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana GFR < 60 mL/menit/1,73 m2
selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa disertai kerusakan ginjal (National
Kidney Foundation, 2002).
Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
adalah kerusakan ginjal atau penurunan fungsi ginjal kurang dari 60% ginjal
normal bersifat progresif dan irreversibel, menyebabkan ketidakmampuan
ginjal untuk membuang toksin dan produk sisa dari darah serta tidak dapat
berfungsi secara maksimal, dimana kerusakan ginjal tersebut ditandai
dengan albuminuria (>30 mg albumin urin per garam dari kreatinin urin),
Glomerular Filtration Rate (GFR)/Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) (Black
& Hawks,2005; Smeltzer & Bare,2001; Mansjoer, A.,2001).
b. Epidemiologi
Prevalensi CKD atau Chronic Kidney Disease mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Dalam kurung waktu tahun 1999 sampai
dengan 2004 terdapat 16,8% dari populasi penduduk dengan usia diatas 20
tahun mengalami CKD. Persentase ini mengalami kenaikan dibandingkan 6
tahun sebelumnya, yakni 14,5% (Chelliah, 2011). Hipertensi juga sering
menyertai dan menjadi sebab dari keparahan CKD. Bahkan banyak pasien
5
6
b. Hipertensi
Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dapat menjadi penyebab
penurunan fungsi ginjal dan tekanan darah sering menjadi penyebab
utama terjadinya CKD (WebMD, 2015).
Kondisi lain yang dapat merusak ginjal dan menjadi penyebab CKD
antara lain:
a. Penyakit ginjal dan infeksi, seperti penyakit ginjal yang disebabkan
oleh kista
b. Memiliki arteri renal yang sempit.
c. Penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama dapat merusak
ginjal. Seperti obat Non Steroid Anti Inflamation Drugs (NSAID),
seperti Celecoxib dan Ibuprofen dan juga penggunaan antibiotik
(WebMD, 2015).
d. Klasifikasi
Pengklasifikasian CKD berdasarkan derajat (Stage) (Suwitra, 2006),
seperti berikut ini :
8
e. Manifestasi Klinis
Pada pasien dengan CKD terdapat manifestasi klinis yang bervariasi
dan pasien juga memiliki beberapa keluhan, berikut ini :
f. Patofisiologi
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif
GFR. Stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR(Glomerular
Filtration Rate) yang tersisa dan mencakup :
1. Penurunan cadangan ginjal
Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal),
tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat
mengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan
mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan
CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsi
2. Insufisiensi ginjal
Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-
nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena
beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic
dalam darah karena nefron yang sehat tidak mampu lagi
mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic, menyebabkan
oliguri, edema. Derajat 8 insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang dan
berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medis
3. Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
10
4. Penyakit gagal ginjal stadium akhir; Terjadi bila GFR menjadi kurang
dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di
seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus. Akumulasi
sisa metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin dalam
darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan homeostatis dan
pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal. (Brunner &
Suddarth, 2011).
g. Faktor Resiko
h. Penatalaksanaan
b. Obat-obatan
Anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium,
furosemid
c. Dialysis
- Peritoneal Dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis)
12
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka
dilakukan :
- AV fistula : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke
jantung )
d. Operasi
- Pengambilan batu
- transplantasi ginjal
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya paling tepat diberikan
sebelum terjadinya penurunan GFR sehingga tidak terjadi perburukan
fungsi ginjal. Selain itu, perlu juga dilakukan pencegahan dan terapi
terhadap kondisi komorbid dengan mengikuti dan mencatat penurunan GFR
yang terjadi. Perburukan fungsi ginjal dapat dicegah dengan mengurangi
hiperfiltrasi glomerulus, yaitu melalui pembatasan asupan protein dan terapi
farmakologis guna mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pencegahan dan
terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting
mengingat 40-45 % kematian pada CKD disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular ini. Pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular dapat
dilakukan dengan pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi,
pengendalian dislipidemia dan sebagainya. Selain itu, perlu dilakukan 16
pencegahan dan terapi terhadap komplikasi yang mungkin muncul seperti
anemia dan osteodistrofi renal (Suwitra, 2009).
Proses ini menggantikan sebagian faal eksresi ginjal yang ditujukan untuk
mempertahankan hidup pasien (Rahardjo, Susalit, & Suhardjono, 2009).
Hemodialisis merupakan salah satu metode RRT yang paling umum
digunakan dalam penanganan pasien ESRD (National Institute of Diabetes
and Digestive and Kidney Disease, 2006). 2.2.2 Prosedur Hal penting yang
perlu diperhatikan sebelum memulai hemodialisis adalah mempersiapkan
akses vaskular, yaitu suatu tempat pada tubuh dimana darah diambil dan
dikembalikan. Persiapan ini dibutuhkan untuk lebih memudahkan prosedur
hemodialisis sehingga komplikasi yang timbul dapat diminimalisir (National
Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2006). 17 Akses
vaskular dapat berupa fistula, graft, atau kateter. Fistula dibuat dengan
menyatukan sebuah arteri dengan vena terdekat yang terletak di bawah kulit
untuk menjadikan pembuluh darah lebih besar. Graft merupakan akses lain
yang dapat digunakan apabila pembuluh darah tidak cocok untuk fistula.
Pembuatan graft ini dilakukan dengan cara menyatukan arteri dan vena
terdekat dengan tabung sintetis kecil yang diletakkan di bawah kulit. Akses
ketiga yang dapat digunakan adalah pemasangan kateter. Kateter dipasang
pada vena besar di leher atau dada sebagai akses permanen ketika fistula dan
graft tidak dapat dipasang. Kateter ini kemudian akan secara langsung
dihubungkan dengan tabung dialisis dan tidak lagi menggunakan jarum
(National Kidney Foundation, 2007).
Hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu
tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen terpisah
(Rahardjo et al., 2009). Salah satu kompartemen berisikan darah pasien dan
kompartemen lainnya berisikan cairan dialisat (National Kidney
Foundation, 2007). Dialisat merupakan suatu cairan yang terdapat dalam
dialiser yang membantu membuang zat sisa dan kelebihan cairan pada tubuh
(National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2006).
Cairan ini berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan
tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen (Rahardjo et al., 2009). 18
Kedua kompartemen ini dipisahkan oleh suatu membran. Dialisat dan darah
14
1) Proses Difusi
Proses difusi adalah proses pergerakan spontan dan pasif zat terlarut.
Molekul zat terlarut dari kompartemen darah akan berpindah
kedalam kompartemen dialisat setiap saat bila molekul zat terlarut
dapat melewati membran semipermiabel demikian juga sebaliknya.
2) Proses Ultrafiltrasi
Proses ultrafiltrasi adalah proses pergeseran zat terlarut dan pelarut
secara simultan dari kompartemen darah kedalam kompartemen
dialisat melalui membran semipermiabel. Proses ultrafiltrasi ini
terdiri dari ultrafiltrasi hidrostatik dan osmotik.
3) Ultrafiltrasi hidrostatik
- Transmembrane pressure (TMP)
TMP adalah perbedaan tekanan antara kompartemen darah dan
kompartemen dialisat melalui membran. Air dan zat terlarut
didalamnya berpindah dari darah ke dialisat melalui membran
18
4) Ultrafiltrasi osmotik
Dimisalkan ada 2 larutan “A” dan “B” dipisahkan oleh membran
semipermiabel, bila larutan “B” mengandung lebih banyak jumlah
partikel dibanding “A” maka konsentrasi air dilarutan “B” lebih
kecil dibanding konsentrasi larutan “A”. Dengan demikian air akan
berpindah dari “A” ke “B” melalui membran dan sekaligus akan
membawa zat -zat terlarut didalamnya yang berukuran kecil dan
permiabel terhadap membran, akhirnya konsentrasi zat terlarut pada
kedua bagian menjadi sama.
a) Dializer
Dializer adalah tempat dimana proses HD berlangsung
sehingga terjadi pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan
dialisat. Material membran dializer dapat terbuat dari Sellulose,
Sellulose yang disubstitusi, Cellulosynthetic, Synthetic.
Spesifikasi dializer yang dinyatakan dengan Koeffisient
ultrafiltrasi (Kuf) disebut juga dengan permiabilitas air. Besarnya
permeabilitas membran dializer terhadap air bervariasi
tergantung besarnya pori dan ukuran membran. KUf adalah
jumlah cairan (ml/jam) yang berpindah melewati membran per
mmHg perbedaan tekanan (pressure gradient) atau perbedaan
TMP yang melewati membran. Dializer ada yang memiliki high
efficiency atau high flux. Dializer high efificiency adalah dializer
yang mempunyai luas permukaan membran yang besar. Dializer
high flux adalah dializer yang mempunyai pori-pori besar yang
dapat melewatkan. Molekul yang lebih besar, dan mempunyai
permiabilitas terhadap air yang tinggi. Ada 3 tipe dializer yang
siap pakai, steril dan bersifat disposibel yaitu bentuk hollow-fiber
(capillary) dializer, parallel flat dializer dan coil dializer. Setiap
dializer mempunyai karakteristik tersendiri untuk menjamin
efektifitas proses eliminasi dan menjaga keselamatan penderita.
Yang banyak beredar dipasaran adalah bentuk hollowfiber
dengan membran selulosa.
b) Water Treatment
Air yang dipergunakan untuk persiapan larutan dialisat
haruslah air yang telah mengalami pengolahan. Air keran tidak
boleh digunakan langsung untuk persiapan larutan dialisat,
karena masih banyak mengandung zat organik dan mineral. Air
keran ini akan diolah oleh water treatment sistim bertahap.
20
c) Larutan Dialisat
Dialisat Asetat
Dialisat asetat telah dipakai secara luas sebagai dialisat
standard untuk mengoreksi asidosis uremikum dan untuk
mengimbangi kehilangan bikarbonat secara difusi selama HD.
Dialisat asetat tersedia dalam bentuk konsentrat yang cair dan
relatif stabil. Dibandingkan dengan dialisat bikarbonat, maka
dialisat asetat harganya lebih murah tetapi efek sampingnya
lebih banyak. Efek samping yang sering seperti mual, muntah,
kepala sakit, otot kejang, hipotensi, gangguan hemodinamik,
hipoksemia, koreksi asidosis menjadi terganggu, intoleransi
glukosa, meningkatkan pelepasan sitokin. Adapun komposisi
dialisat asetat dan bikarbonat adalah sebagai berikut:
Dialisat Bikarbonat
Dialisat bikarbonat terdiri dari 2 komponen konsentrat yaitu
larutan asam dan larutan bikarbonat. Kalsium dan magnesium
tidak termasuk dalam konsentrat bikarbonat oleh karena
konsentrasi yang tinggi dari kalsium, magnesium dan
bikarbonat dapat membentuk kalsium dan magnesium
karbonat. Larutan bikarbonat sangat mudah terkontaminasi
mikroba karena konsentratnya merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan bakteri. Kontaminasi ini dapat
diminimalisir dengan waktu penyimpanan yang singkat.
Konsentrasi bikarbonat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya hipoksemia dan alkalosis metabolik yang akut.
Namun dialisat bikarbonat bersifat lebih fisiologis walaupun
relatif tidak stabil. Biaya untuk sekali HD bila menggunakan
dialisat bikarbonat relatif lebih mahal dibanding dengan
dialisat asetat.
21
d) Mesin hemodialisis
Mesin HD terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan
dialisat dan sistem monitor. Pompa darah berfungsi untuk
mengalirkan darah dari tempat tusukan vaskuler kepada
dializer. Kecepatan dapat diatur biasanya antara 200-300 ml
per,33 - 8,33 menit. Untuk pengendalian ultrafiltrasi
diperlukan tekanan negatif. Lokasi pompa darah biasanya
terletak antara monitor tekanan arteri dan monitor larutan
dialisat. Larutan dialisat harus dipanaskan antara 34-390 C
sebelum dialirkan kepada dializer. Suhu larutan dialisat yang
terlalu rendah ataupun melebihi suhu tubuh dapat
menimbulkan komplikasi. Sistem monitoring setiap mesin HD
sangat penting untuk menjamin efektifitas proses dialisis dan
keselamatan penderita.
e) Tusukan Vaskuler
Tusukan vaskuler (blood access) merupakan salah satu aspek
teknik untuk program HD akut maupun kronik. Tusukan
vaskuler merupakan tempat keluarnya darah dari tubuh
penderita menuju dializer dan selanjutnya kembali lagi
ketubuh penderita. Untuk melakukan dialisis intermiten
jangka panjang, maka perlu ada jalan masuk ke sistem
vaskular penderita yang dapat di andalkan. Darah harus dapat
keluar dan masuk tubuh penderita dengan kecepatan 200-400
ml/menit. Teknik-teknik akses vaskuler utama untuk
hemodialisis dibedakan menjadi akses eksternal dan akses
internal (Price, 1995).
ini adalah tidak dapat digunakan pada penyakit lain dan biasanya
pertanyaannya lebih sulit dimengerti. Contoh dari alat ukur ini adalah
Kidney Disease Quality of Life – Short Form (KDQOL-SF).
3) Alat ukur utility
Alat ukur utility merupakan pengembangan dari suatu alat ukur,
biasanya dari alat ukur generik. Pengembangannya dari penilaian
kualitas hidup menjadi parameter lainnya, sehingga mempunyai
manfaat yang berbeda. Contohnya adalah European Quality of life – 5
Dimensions (EQ-5) yang dikonversi menjadi Time Trade-Off (TTO)
yang berguna untuk bidang ekonomi, yaitu dapat digunakan untuk
menganalisis biaya kesehatan dan perencanaan keuangan kesehatan
negara.
Kuesioner KDQOL SF merupakan kuesioner spesifik yang digunakan
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. KDQOL SF versi 1.3 mencakup
19 domain kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis, 19 domain tersebut adalah: Gejala/masalah yang menyertai,
efek penyakit ginjal, beban akibat penyakit ginjal, status pekerjaan, fungsi
kognitif, kualitas interaksi sosial, fungsi seksual, tidur, dukungan yang
diperoleh, dorongan dari staf dialisis, kepuasan pasien, funsi fisik,
keterbatasan akibat masalah fisik, rasa nyeri yang dirasakan, persepsi
kondisi kesehatan secara umum, kesejahteraan emosional, keterbatasan
akibat masalah emosional, fungsi sosial, energi/kelelahan (Hays et al.,
1997).
Kuesioner ini memiliki rentang nilai per-item 0-100. Dimana semakin
tinggi nilai berhubungan dengan kualitas hidup yang lebih baik (Fructuoso
et al., 2011)
menyembuhkan pasien dari penyakit ginjal kronik, karena seperti yang telah
diterangkan sebelumnya, penyakit ini bersifat irreversible. Tujuan utamanya
sebagai pengganti fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh
manusia. semakin lama seorang pasien menjalani terapi hemodialisis
berbanding terbalik dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal terminal. Hal
ini diikarenakan tingkat kekhawatiran serta stress pasien yang semakin
meningkat karena berpikir seharusnya hemodialisis dapat menyembuhkan
pasiennya (Anees et al., 2011).
Terapi HD juga akan mempengaruhi keadaan psikologis pasien. Pasien
akan mengalami gangguan proses berpikir dan konsentrasi serta gangguan
dalam berhubungan sosial. Semua kondisi tersebut akan menyebabkan
menurunnya kualitas hidup pasien PGK yang menjalani terapi HD (Atimiati,
2012).
Pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis
mengalami banyak perubahan fisik, psiologis, dan social yang dikaitkan
dengan proses penyakit dan kemampuan pasien untuk beradaptasi dengan
perubahan. Penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis berhubungan dengan
gejala fisik dan komplikasi. Misalnya penyakit jantung, anemia, gangguan
tidur yang dapat disebabkan oleh uremia, durasi terapi dialisis, dan sakit kronis.
Selain itu, juga menyebabkan ganggun neurologis dan gangguan
gastrointestinal yang memberikan dampak bagi kualitas hidup penderita.
Masing-masing perubahan fisik memiliki potensial untuk menurunkan kualitas
hidup (Utami, 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Liu (2006) menyatakan bahwa pasien
yang memulai terapi dialisis pada tahun 2000-2001 memiliki skor kualitas
hidup yang lebih tinggi dibandingkan pasien yang memulai terapi dialisis pada
tahun 1997-1998 (Liu et al., 2006).
Penelitian pada tahun 2014 di semarang menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan kualitas hidup pasien,
dengan p value < alpha (0,024 < 0,05) (Utami, 2014).
27
B. Kerangka Teori
PGK
Peritonial Transplantasi
Dialisis
Ginjal
Hemodialisis
Jangka Panjang
Komplikasi
Stressor Psikologis
Pembatasan cairan
Stressor fisik Pembatasan
konsumsi makanan
Hipotensi
Gangguan tidur
Kram otot
Pembatasan waktu
Gatal
dan tempat bekerja
Anemia
Faktor ekonomi
Lama menjalani
hemodialisis
Kualitas hidup
PGK
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat
dikomunikasikan sehingga membentuk suatu teori yang menjelaskan
keterkaitan antar variable (variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti)
(Nursalam, 2011).
PGK