2.Pirolisis
Pirolisis adalah sebuah proses dekomposisi material dengan jalan menaikkan temperatur
secara bertahap pada kondisi atmosfer bebas oksigen (inert). Umumnya proses pirolisis diawali
pada temperatur 350°C–550°C dan terus naik hingga 700°C–800°C dalam kondisi bebas
udara/oksigen.
Setiap proses pirolisis sampah harus diawali dengan tahap persiapan yakni pemisahan
bahan-bahan logam, kaca, dan proses inerting untuk menghilangkan kandungan oksigen di
atmosfer sekitar sampah. Selanjutnya material sampah yang sudah bersih tadi dimasukkan ke
reaktor pirolisis untuk kemudian dipanaskan secara bertahap dalam kondisi bebas oksigen.Proses
pirolisis sampah menghasilkan tiga produk utama yaitu gas dengan nilai kalor tinggi (syngas),
biofuel, dan endapan padat (char).
Hasil proses pirolisis akan cenderung lebih banyak endapan padat ketika akhir proses
pirolisis hanya mencapai temperatur di bawah angka 450°C, dengan laju kenaikan temperatur
rendah. Sedangkan akan banyak menghasilkan syngas ketika temperatur akhir proses di atas
800°C dan laju kenaikan temperatur cepat. Namun rata-rata proses pirolisis dibuat di temperatur
intermediate dengan laju kenaikan temperatur tinggi agar dapat menghasilkan bahan jadi minyak
alami (biofuel).
3.Depolimerisasi Termal
Depolimerisasi termal pada sampah adalah proses pirolisis hidro untuk memecah polimer
kompleks organik sampah menjadi minyak mentah ringan. Proses ini mampu memecah sampah-
sampah biomas hingga plastik yang tersusun atas polimer rantai panjang karbon, hidrogen, dan
oksigen, menjadi minyak mentah hidrokarbon rantai-pendek dengan jumlah maksimum 18
rangkaian atom karbon.
Proses depolimerisasi termal diawali dengan pencacahan sampah menjadi potongan-
potongan kecil, dan mencampurnya dengan air jika sampah tersebut kering. Kemudian bahan
baku ini dimasukkan ke sebuah tungku bertekanan untuk kemudian dipanaskan pada suhu 250°C
dengan volume konstan. Proses yang mirip dengan panci presto ini akan mendidihkan campuran
sehingga uap di dalamnya bertekanan 4 MPa. Proses ini ditahan selama 15 menit hingga semua
uap air terbuang dan menghasilkan sebuah campuran hidrokarbon mentah dan mineral
padat.Setelah menyingkirkan mineral-mineral padat dari campuran tadi, proses selanjutnya
adalah memanaskan kembali hidrokarbon mentah di temperatur 500°C. Proses ini bertujuan
untuk memecah rantai-rantai hidrokarbon yang masih panjang. Hasil akhir dari proses ini mirip
dengan struktur minyak mentah, sehingga proses distilisasi yang sama dapat digunakan untuk
memecah kembali campuran ke komponen-komponen penyusunnya.Changin World
Technologies, sebuah perusahaan energi swasta, mengklaim mampu melakukan poses
depolimerisasi termal ini dengan tingkat efisiensi mencapai 80 hingga 85%. Itu artinya hanya
dibutuhkan sekitar 15 hingga 20% sejumlah minyak mentah hasil pemrosesan depolimerisasi
termal ini, untuk menjalankan keseluruhan proses.Keunggulan dari proses depolimerisasi termal
ini adalah kemampuan prosesnya untuk memecah bahan-bahan beracun pada sampah, untuk ikut
berubah menjadi minyak mentah. Selain itu, proses depolimerisasi termal yang justru
membutuhkan sampah dengan kondisi basah, maka sampah yang cenderung lembab tidak akan
mengurangi angka efisiensi proses.
Hal ini berbeda dengan proses insinerasi yang justru kelembaban sampah akan
menurunkan efisiensi proses insinerasi, karena kelembaban akan menyerap panas pembakaran
sampah dan mengurangi jumlah energi panas yang dihasilkan.Satu kelemahan dari proses
depolimerisasi termal adalah ketidakmampuannya untuk memroses molekul-molekul
hidrokarbon rantai pendek seperti metana yang banyak terkandung di sampah. Namun gas
metana ini akan ikut terbakar untuk ikut memanaskan air pada proses depolimerisasi termal.
4.Gasifikasi
Gasifikasi adalah proses pemanasan material-material organik berbasis karbon, menjadi
karbon monoksida, hidrogen, dan karbon dioksida. Proses ini menggunakan panas tinggi di atas
700°C, tanpa terjadi proses pembakaran, dan mereaksikan material-material organik dengan
sejumlah oksigen dan/atau uap air terkontrol. Produk dari proses gasifikasi biasa disebut dengan
syngas (synthetic gas) yang merupakan bahan bakar daur ulang ramah lingkungan.
Kelebihan dari proses gasifikasi ini adalah produk syngas yang dihasilkan memiliki nilai
kalor yang lebih tinggi daripada jika sampah langsung digunakan sebagai bahan bakar. Hal ini
karena syngas yang tersusun atas gas hidrogen (H2) dan karbon monoksida (CO) terbakar di
temperatur yang lebih tinggi daripada sampah.Namun satu sisi negatif dari proses gasifikasi
adalah produk sampingan yang bersifat korosif yakni abu klorida dan potasium. Sehingga
dibutuhkan perlakuan khusus agar limbah tersebut tidak mencemari lingkungan.
5.Gasifikasi Plasma
Gasifikasi Plasma adalah sebuah perlakuan panas ekstrim gasifikasi yang menggunakan
plasma untuk mengonversikan material organik menjadi syngas berupa hidrogen dan karbon
monoksida.Proses ini menggunakan alat las plasma dengan sumber energi listrik, serta elektroda
yang dapat berupa tembaga, tungsten, hafnium, atau juga zirconium. Selain itu dibutuhkan pula
gas inert yang dapat berupa argon jika ukuran plasma kecil hingga gas nitrogen jika plasma
berukuran besar.
Gas inert bertekanan dilewatkan ke plasma las yang dapat mencapai temperatur 2.200
hingga 13.900°C, sehingga terionisasi. Gas panas terionisasi tersebut selanjutnya digunakan
untuk memanaskan material-material sampah, sehingga material-material tersebut meleleh dan
menguap. Uap inilah yang menjadi hasil proses gasifikasi plasma, dengan hasil sampingan
berupa bahan-bahan yang tidak menguap namun meleleh menjadi semacam jelaga yang dapat
berupa kaca, keramik, atau material logam.Proses WtE tipe ini memiliki kelebihan utama yakni
mampu mendegradasi berbagai material sampah berbahaya seperti sampah medis, racun, dan lain
sebagainya, dengan sangat ramah lingkungan. Namun demikian sistem ini tidak terlalu banyak
digunakan karena prosesnya yang kadang hanya menghasilkan energi nett sedikit, atau bahkan
negatif.
7.Fermentasi
Proses fermentasi tentu tidak lagi asing bagi kita. Proses ini dapat kita manfaatkan juga
untuk mengonversikan sampah menjadi sumber energi.Sebuah jurnal hasil penelitian
Muhammad Waqas dan rekan-rekannya (Research Gate, 2018), menyebutkan bahwa sampah
makanan dapat diolah agar menjadi asam laktat, etanol, biogas, biohidrogen, dan asam lemak
volatil. Sampah makanan sangat kaya akan kandungan protein, karbohidrat, minyak, mineral,
serta lemak yang sangat potensial untuk diolah menjadi sumber-sumber energi terbarukan di
atas.Namun demikian proses WtE ini masih belum banyak digunakan. Masih menurut penelitian
yang sama, hal ini dikarenakan masih banyak tantangan dan penelitian yang intens untuk
mengembangkan konsep WtE ini. Campur tangan pemerintah untuk mendukung teknologi ini
juga sangat diperlukan.
Gas metana yang secara alami terbentuk tersebut tentu sangat bermanfaat jika bisa
dikelola dengan baik. Maka dari itu dibuatlah sebuah teknologi untuk menangkap gas-gas alami
dari tumpukan sampah di TPA tersebut, sehingga gas metana dapat dimanfaatkan secara
maksimal.Kelebihan dari metode ini adalah nilai investasi yang tidak terlalu mahal jika
dibandingkan dengan metode WtE lainnya. Namun tentu saja karena metode ini tidak
menghilangkan wujud sampah itu sendiri, maka timbunan sampah yang ada masih akan ada
ditempatnya jika tidak diolah lebih lanjut seperti pada proses WtE lainnya.Selain itu, dibutuhkan
waktu tunggu satu hingga dua tahun sejak sampah baru ditumpuk, agar menghasilkan gas metana
yang bisa ditangkap.
10.Esterifikasi
Esterifikasi adalah proses reaksi kimia antara zat trigliserida (lemak/minyak yang banyak
terkandung pada sampah makanan) dengan alkohol serta bantuan katalisator alkalin, untuk
membentuk mono-alkil ester, atau biasa kita kenal dengan sebutan biodiesel. Proses ini biasanya
menggunakan alkohol jenis metanol, sehingga hasil akhir proses esterifikasi nantinya adalah
metil ester, atau yang kita kenal sebagai etanol, serta etil ester. Hasil akhir inilah yang dapat
digunakan sebagai bahan bakar alternatif ramah lingkungan.
11.Hydrothermal Carbonisation (HTC)
Karbonisasi Hidrotermal adalah sebuah proses akselerasi kimia dari geotermal alami
dengan menggunakan bantuan katalisator asam. Proses ini mereplikasi proses alami
pembentukan bahan bakar fosil terutama batubara, dengan mengombinasikan tekanan dan
temperatur kerja untuk mentransformasi sampah alam (biomas) menjadi material berkonsentrasi
karbon tinggi dengan nilai kalori yang sama atau bahkan lebih baik daripada bahan bakar fosil
Proses ini diawali dengan pemisahan material-material logam dan kaca dari sampah biomas.
Kemudian jika sampah dalam kondisi kering, maka ia harus dibasahi terlebih dahulu
karena bahan baku sampah metode WtE ini harus memiliki kandungan air di atas 70%. Sebelum
berlanjut ke tahapan selanjutnya, bahan baku biomas tersebut harus dicampur dengan katalis
asam seperti asam sitrus.Proses selanjutnya adalah memanaskan bahan biomas tadi di dalam
sebuah wadah yang cara kerjanya mirip dengan panci presto. Bahan biomas tadi dipanaskan
perlahan selama 4 hingga 24 jam pada temperatur rendah sekitar 200°C. Hasil akhir dari proses
ini adalah sebuah material yang biasa kita kenal dengan nama hydrochar. Dikarenakan hydrochar
ini memiliki karakteristik yang mirip dengan batubara, maka proses pengolahan Karbonisasi
Hidrotermal ini juga kita kenal dengan istilah Coalification.