Anda di halaman 1dari 7

Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)

Pembangkit listrik tenaga sampah atau Pembangkit listrik


sampah atau Pembangkit listrik tenaga biomasa sampah adalah pembangkit listrik
thermal dengan uap supercritical steam dan berbahan bakar sampah atau gas sampah methan.
Sampah atau gas methan sampah dibakar menghasilkan panas yang memanaskan uap pada
boiler steam supercritical. Uap kompresi tinggi kemudian menggerakkan turbin uap dan
flywheel yang tersambung pada generator dinamo dengan perantara gear transmisi atau
transmisi otomatis sehingga menghasilkan listrik. Daya yang dihasilkan pada pembangkit ini
bervariasi antara 500 KW sampai 10 MW. Bandingkan dengan PLTU berbahan bakar
batubara dengan daya 40 MW sampai 100 MW per unit atau PLT nuklir berdaya 300 MW
sampai 1200 MW per unit.1

Tujuan dari sebuah PLTSa ialah untuk mengkonversi sampah menjadi energi. Pada
dasarnya ada dua alternatif proses pengolahan sampah menjadi energi, yaitu proses biologis
yang menghasilkan gas-bio dan proses thermal yang menghasilkan panas. PLTSa yang
sedang diperdebatkan untuk dibangun di Bandung menggunakan proses thermal sebagai
proses konversinya. Pada kedua proses tersebut, hasil proses dapat langsung dimanfaatkan
untuk menggerakkan generator listrik. Perbedaan mendasar di antara keduanya ialah proses
biologis menghasilkan gas-bio yang kemudian dibarak untuk menghasilkan tenaga yang akan
menggerakkan motor yang dihubungkan dengan generator listrik sedangkan proses thermal
menghasilkan panas yang dapat digunakan untuk membangkitkan steam yang kemudian
digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang dihubungkan dengan generator listrik.2

Melalui Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2016, pemerintah menetapkan


percepatan pembangunan pembangkit listrik berbasis sampah menggunakan teknologi proses
thermal incinerator atau pembakaran.3

Sampah kota nantinya diharapkan menjadi sumber energi terbarukan untuk


menghasilkan listrik menggunakan cara gasifikasi, pyrolysis, dan incinerator.

Teknologi pengolahan sampah ini untuk menjadi energi listrik pada  prinsipnya sangat
sederhana sekali yaitu:

1
Wikipedia, Pembangkit Listrik Tenaga Sampah, diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Pembangkit_listrik_tenaga_sampah
2
Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), diakses dari http://www.alpensteel.com/article/121-107-energi-
bio-gas/5502-pltsa
3
Rakhmat Setiawan, Kontroversi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Indonesia, diakses dari
https://www.kompasiana.com/cakmat/59a35d4104ca2436677ec462/kontroversi-pembangkit-listrik-tenaga-
sampah-pltsa-di-indonesia pada tanggal 28 Agustus 2017 pukul 07.59
 Sampah dibakar sehingga menghasilkan panas (proses konversi therm
 Panas dari hasil pembakaran dimanfaatkan untuk mengubah airmenjadi uap dengan
bantuan boiler
 Uap bertekanan tinggi digunakan untuk memutar bilah turbin
 Turbin dihubungkan ke generator dengan bantuan poros
 Generator menghasilkan listrik dan listrik dialirkan ke rumah - rumah atau ke pabrik.

Sumber: https://sweden.se

Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi, pirolisa,
dan gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi bahan-bahan organik menjadi
bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan reaksi oksidasi cepat antara bahan organik
dengan oksigen. Apabila berlangsung secara sempurna, kandungan bahan organik (H dan C)
dalam sampah akan dikonversi menjadi gas karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O). Unsur-
unsur penyusun sampah lainnya seperti belerang (S) dan nitrogen (N) akan dioksidasi
menjadi oksida-oksida dalam fasa gas (SOx, NOx) yang terbawa di gas produk. Beberapa
contoh insinerator ialah open burning, single chamber, open pit, multiple chamber, starved air
unit, rotary kiln, dan fluidized bed incinerator.

Sumber : http://www.alpensteel.com
Pirolisa merupakan proses konversi bahan organik padat melalui pemanasan tanpa
kehadiran oksigen. Dengan adanya proses pemanasan dengan temperatur tinggi, molekul-
molekul organik yang berukuran besar akan terurai menjadi molekul organik yang kecil dan
lebih sederhana. Hasil pirolisa dapat berupa tar, larutan asam asetat, methanol, padatan char,
dan produk gas.

Gasifikasi merupakan proses konversi termokimia padatan organik menjadi gas.


Gasifikasi melibatkan proses perengkahan dan pembakaran tidak sempurna pada temperatur
yang relatif tinggi (sekitar 900-1100 C). Seperti halnya pirolisa, proses gasifikasi
menghasilkan gas yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 4000 kJ/Nm3.

Pembangkit listrik tenaga sampah yang banyak digunakan saat ini menggunakan proses
insenerasi. Sampah dibongkar dari truk pengakut sampah dan diumpankan ke inserator.
Didalam inserator sampah dibakar. Panas yang dihasilkan dari hasil pembakaran digunakan
untuk merubah air menjadi uap bertekanan tinggi. Uap dari boiler langsung ke turbin. Sisa
pembakaran seperti debu diproses lebih lanjut agar tidak mencemari lingkungan (truk
mengangkut sisa proses pembakaran). Teknologi pengolahan sampah ini memang lebih
menguntungkan dari pembangkit listrik lainnya. Sebagai ilustrasi : 100.000 ton sampah
sebanding dengan 10.000 ton batu bara. Selain mengatasi masalah polusi bisa juga untuk
menghasilkan energi berbahan bahan bakar gratis juga bisa menghemat devisa.

Sumber: https://hendratetro.blogspot.co.id

Sumber : http://www.alpensteel.com
Perlu dipikirkan tentang dampak negatif pengelolaan sampah ini pada generasi masa
datang dan generasi sekarang. Peningkatan emisi CO2, lepasan senyawa berbahaya, ancaman
krisis sumberdaya alam, dan krisis energi. Perlu juga ada perhatian tentang peningkatan
kualitas hidup yang sesuai dengan asas keberlanjutan sebagaimana tertuang pada UU No.18
tahun 2008. Pada UU tersebut dikatakan bahwa pengelolaan sampah dilakukan dengan
menggunakan metode dan teknik yang ramah lingkungan sehingga tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan, baik pada generasi masa
kini maupun pada generasi yang akan datang. Pengelolaan sampah menggunakan teknologi
thermal akan meningkatkan emisi karbon, konsumsi bahan mentah, serta pemborosan energi
yang tidak sesuai dengan amanat UU No.18 tahun 2008.4

Konversi sampah sebagai sumber daya energi ada pada tingkat terakhir dalam hirarki
pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah yang didorong di seluruh dunia saat ini, adalah
adalah pengurangan (waste prevention), desain ramah lingkungan (green design), dan daur
ulang atau konversi materi dalam kerangka pendekatan zero waste yang mengintegrasikan
konsep keberlanjutan produksi dan konsumsi (sustainability). Pemerintah seharusnya
membuat kebijakan yang jelas terkait dengan pengelolaan sampah nasional, termasuk
prioritas daur ulang sampah menjadi sumberdaya material lainnya, sebelum membuat
kebijakan konversi energi di tempat pembuangan akhir.

Pemerintah daerah perlu didorong untuk membuat kebijakan pengurangan timbunan


sampah, meningkatkan daur ulang, pengomposan, meningkatkan efektifitas maupun efisiensi
pengangkutan sampah, dan memperbaiki pengolahan sampah di TPA. Idealnya harus ada
pemilahan sampah, pengolahan sampah organik, dan proses daur ulang sedekat mungkin
dengan kawasan sampah. Persentase sampah yang diangkut dan dikelola di TPA, juga harus
ditargetkan menurun. Upaya-upaya di atas sejalan dengan pendekatan zero waste yang dianut
di seluruh dunia dan lebih ramah iklim, karena menghasilkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
lebih rendah dari praktik yang ada selama ini.
Proses konversi biologis dapat dicapai dengan cara digestion secara anaerobik
(biogas) atau tanah urug (landfill). Biogas adalah teknologi konversi biomassa (sampah)
menjadi gas dengan bantuan mikroba anaerob. Proses biogas menghasilkan gas yang kaya
akan methane dan slurry. Gas methane dapat digunakan untuk berbagai sistem pembangkitan
energi sedangkan slurry dapat digunakan sebagai kompos. Produk dari digester tersebut
berupa gas methane yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 6500 kJ/Nm3.

Sumber : http://www.alpensteel.com

Pemenuhan energi dari sumber daya baru yang ‘terbarukan’ dari sampah dan
biomassa untuk mengatasi krisis energi, berlawanan dengan konsep UU No.18 tahun 2008.
UU Pengelolaan Sampah tersebut telah mengatur tentang persoalan sampah dari hulu sampai
ke hilir. Sampah atau limbah tidak dapat digolongkan sebagai sumber daya terbarukan.
Pemusnahan material yang terjadi di akhir rantai (end of pipe) akan meningkatkan kecepatan
aliran arus sampah, peningkatan intensitas eksploitasi bahan tambang serta industri terkait
untuk memproduksi material atau barang, yang nantinya akan mengkonsumsi lebih banyak
energi daripada yang diproduksi dari the end of pipe.

Alasannya karena dianggap bertentangan dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun


2008 tentang Pengelolaan Sampah di Indonesia.5
 Membayar listrik dan pulsa dengan sampah lewat Bank Sampah
 Lima hal yang perlu Anda ketahui soal krisis sampah Indonesia

Ditinjau dari segi ekonomi, investasi negara untuk membangun pembangkit listrik
tenaga sampah paling tinggi dibandingkan dengan investasi pembangkitan energi dari sumber
daya lainnya. Harga listrik yang berasal dari pembangkit energi dari sampah yang diproses
dengan teknologi kotor ini, bahkan mengalahkan sumber energi lain yang lebih ramah
lingkungan.

Tadinya, Presiden sempat mengeluarkan Perpres No.18/2016 tentang Percepatan


Pembangunan PLTSa di 7 kota. Namun, Perpres ini telah digugat oleh 15 individu serta 6
LSM ke Mahkamah Agung dan pada tanggal 2 November 2016, Perpres ini telah dibatalkan.
Gugatan ini dikabulkan MA karena dianggap bertentangan dengan peraturan yang lebih
tinggi yaitu UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan.

Pembatalan Perpres No.18/2016 seharusnya memberi pelajaran pada pembuat kebijakan agar
mempersiapkan perangkat pengendalian potensi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
dari pengelolaan sampah di Indonesia agar berwawasan lingkungan, mendorong pemilahan
sampah di sumber, minimisasi sampah, daur ulang dan circular economy serta mengadopsi
pendekatan zero waste. Harapannya, pemerintah segera menyusun Strategi Nasional
Pengelolaan Sampah yang terintegrasi dan menyeluruh.

5
Isyana Artharini, Risiko pencemaran dari pembangkit listrik sampah diakses dari
http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/06/160610_majalah_sampah

Anda mungkin juga menyukai