Pembentukan Awal
Pada awalnya, Syekh Syarif Hidayatullah atau dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati
didampingi oleh Pangeran Walangsungsang datang ke Cirebon dan melakukan syiar Islam di
sana. Dalam syiar yang dijalankan, Syarief Hidayatullah menjelaskan bahwa jihad (perang)
bukan hanya semata-mata berarti perang melawan musuh, tetapi juga berperang dalam
melawan hawa nafsu. Masyarakat Wahaten saat itu tertatik dengan syiar yang disampaikan
Syarief Hidayatullah. Tidak hanya masyarakatnya, tetapi juga para penguasanya.
Tahun 1512, Jaya Dewata mengutus putra mahkota Surawisesa untuk berkomunikasi
dengan Portugis Afonso de Albuquwrgue di Malaka
Tahun 1513, Tome Pires (pelaut dari Portugis), melaporkan sudah banyak ditemui orang
Islam di Pelabuhan Bnten.
Tahun 1521, Jaya Dewata membatasi pedagang muslim yang singgah di Pelabuhan
wilayah Kerajaan Sunda. Untuk mengurangi pengaruh islam kepada pribumi. Namun, upaya
tersebut tidaklah berpengaruh optimal. Sehingga, Jaya Dewata mencari koalisi, yaitu menjalin
persahabatan dengan Portugis sebagai upaya untuk menyeimbangkan diri dengan kekuatan
Kesultanan Demak dan Kesultanan Cirebon.
Tahun 1522, Dibangun benteng keamanan di Sunda Kelapa untuk melawan orang-orang
Cirebon.
21 Agustus 1522, terbitlah perjanjian yang menyebutkan bahwa orang Portugis akan
membuat loji atau perkantoran serta perumahan berbenteng di Sunda Kelapa dan Banten.
Penguasaan Banten
Tahun 1524, Sunan Gunung Jati dengan pasukan Kesultanan Banten dan Kesultanan
Demak, memutuskan untuk merebut Wahaten Girang karena dianggap menghalangi kedatangan
pasukan gabungan tersebut.
Pasukan gabungan tersebut merupakan Kekuasaan Kerajaan Banten Pra Islam. Banten
Girang diberikan banyak dakwah Maulana Hasanuddin, sehingga tertarik dengan pengaruh
dakwah tersebut. Namun, Arya Suraggana sebagai pucuk umum, mengultimatum Maulana
Hasanuddin untuk menghentikan aktivitas dakwahnya dengan pertarungan sabung ayam
sebagai syarat. Jika Arya memenangkan sabung ayam, maka Maulana Hasanuddin harus
menghentikan dakwahnya. Namun, sabung ayam dimenangkan oleh Maulana Hasanuddin,
sehingga dakwahnya tidak berhenti.
Arya Suranggana dan masyarakat menolak untuk masuk Islam kemudian memilih masuk
hutan di wilayah Selatan.
Kompleks Banteng Girang, peninggalan Arya Suranggana menjadi tempat bagi para
penguasa Islam, paling tidak sampai di penghujung abad ke-17.
Puncak Kejayaan