Anda di halaman 1dari 9

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Material Ferroelektrik


Fenomena ferroelektrik ditandai dengan adanya polarisasi spontan tanpa
adanya medan listrik dan juga kemampuan untuk membentuk kurva histerisis
(Iriani dkk., 2008). Kurva histerisis merupakan kurva yang menggambarkan
hubungan antara perpindahan dielektrik polarisasi P (C/m2) dan kuat medan listrik
E (V/m) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1, sementara polarisasi
merupakan jumlah seluruh momen dipole setiap sel satuan volume (Jona and
Shirane, 1993). Jika suatu material ferroelektrik dikenakan medan listrik, maka
atom-atom tertentu akan mengalami pergeseran dan menimbulkan momen dipol
listrik. Momen dipol ini yang menyebabkan polarisasi (Van Vlack, 1970).
𝜇 = 𝑞𝑖 𝑟𝑖 (2.1)
Dimana μ adalah momen dipol listrik (coulomb meter ), qi adalah muatan
(coulomb) dan ri adalah jarak antar muatan (meter ).
Nilai Polarisasi listrik spontan (Ps) dipengaruhi oleh volume unit sel (V)
dihitung berdasarkan persamaan sebagaiberikut :
𝛴𝑞 𝑖 𝑟 𝑖
𝑃𝑠 = (2.2)
𝑉

Material ferroelektrik dicirikan oleh kemampuan untuk membentuk kurva


histerisis yaitu kurva yang menghubungkan antara polarisasi dan medan listrik.
Kurva hubungan antara polarisasi listrik (P) dan kuat medan (E) ditunjukkan pada
Gambar 2.1.

commit to user
Gambar 2.1 Kurva Histerisis (How, 2007)

5
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

Ketika medan listrik ditambah (OA) maka polarisasinya akan meningkat


terus sampai material mencapai kondisi jenuh atau saturasi (BC). Ketika medan
listrik diturunkan kembali ternyata polarisasinyaa tidak kembali ke titik O,
melainkan berpola CD. Ketika medan listrik tereduksi sampai nol, material akan
memiliki polarisasi remanen (PR) seperti pola OD. Nilai polarisasi dari material
dapat dihilangkan dengan menggunakan sejumlah medan listrik pada arah yang
berlawanan (negatif). Harga dari medan listrik untuk mereduksi nilai polarisasi
menjadi nol disebut medan koersif (Ec) pola OE. Jika medan listrik kemudian
dinaikkan kembali, material akan kembali mengalami saturasi, hanya saja bernilai
negatif (FG). Putaran kurva akan lengkap jika medan listrik dinaikkan lagi dan
akhirnya akan didapatkan kurva hubungan polarisasi (P) dengan medan listrik (E)
yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 (How, 2007).

2.2 Struktur Perovskite


Perovskite terdiri dari beberapa titanat yang digunakan dalam berbagai
aplikasi elektrokeramik (Hsio-Lin and Wang, 2002). Struktur perovskite memiliki
rumus ABO3, dengan A merupakan logam monovalen atau divalent dan B adalah
tetravalent atau pentavalent seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Posisi
atom A berada pada sudut-sudut kubus, atom B berada di diagonal ruang kubus,
dan O menempati diagonal bidang pada kubus (Glass and Lines, 1977).

(a) (b)
Gambar 2.2 Struktur Perovskite BST
(a) Polarisasi ke bawah (b) Polarisasi ke atas (Sunandar, 2006)
commit to user

6
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

Atom A dan B memiliki ukuran yang berbeda, berdasarkan pada struktur


kubus FCC A memiliki ukuran jari-jari yang lebih besar jika dibandingkan dengan
atom B. Hal ini hanya berlaku ketika Oksigen bertetangga dengan atom B (Hsio-
Lin and Wang, 2002) seperti pada Gambar 1.1.
Kelebihan material oksida perovskite yaitu, sebagian dari ion-ion oksigen
penyusun strukturnya dapat dilepaskan (reduksi) tanpa mengalami perubahan
struktur yang signifikan pada material induknya. Terjadinya kekosongan ion
oksigen ini kemudian dapat diisi kembali oleh ion oksigen lain melalui reaksi
oksidasi lagi (reoksidasi). Dengan sifat seperti ini, oksida perovskite dapat
berperan sebagai oksidator atau sumber oksigen bagi suatu reaksi oksidasi yang
bersifat reversible karena dapat direoksidasi. Selain itu perovskite juga memiliki
tingkat kestabilan struktur yang relatif tinggi maka substitusi isomorfis
menggunakan kation-kation sejenis atau yang berukuran sama sangat mungkin
dilakukan (Adnan, 2012).

2.3. Material Barium Stronsium Titanat (BST)


Barium Stronsium Titanat (Ba1-xSrxTiO3) (BST) terdiri dari larutan BaTiO3
(BTO) dan SrTiO3 (STO), dengan sistem linier temperature curie BST menurun
ketika kenaikan stronsium (Sr) pada BaTiO3 (Gao et.al., 2009). BST merupakan
material ferroelektrik dengan struktur perovskite ABO3. Jari-jari pada sisi A dapat
diisi oleh ion Ba2+ yang memiliki jari-jari sebesar 1,34 Å dan Sr2+ sebesar 1,12 Å,
jari-jari kedua ion tersebut lebih besar jika dibandingkan Ti4+, yaitu sebesar 0,68
Å yang menempati sisi B pada struktur perovskite ABO3 (Xiao et.al., 2011).
BST merupakan polikristalin, dimana sifatnya tergantung dari komposisi,
stoikiometri dan mikrostrukturnya (grain size dan distribusinya), ketebalan
lapisan, karakterisasi dari material elektroda, dan homogenitas dari lapisan.
Berdasarkan teori, jika semakin besar komposisi Ba maka material tersebut akan
menjadi ferroelektrik dan struktur kristalnya berupa tetragoal (Ezhilvalavan and
Seng, 2000).
Ba1-xSrxTiO3 merupakan material ferroelektrik dan disebut sebagai material
commit yang
dielektrik dengan konstanta dielektrik to usertinggi. Ba Sr TiO dan BaTiO
1-x x 3 3

7
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

memiliki konstanta dielektrik yang tinggi, kebocoran arus rendah, dan tahan
terhadap tegangan breakdown yang tinggi pada temperature Curie (Challali et.al.,
2010).
Parameter kisi pada BST akan berubah seiring bertambahnya variasi mol Sr.
Struktur kristal yang dihasilkan juga mengalami perubahan untuk variasi Ba dan
Sr yang berbeda, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Perubahan Parameter Kisi dan Struktur Kristal pada BST
(Ezhilvalavan and Tseng, 2000)

2.4. Doping
Sifat-sifat suatu bahan dapat berubah dengan memberikan doping ke dalam
bahan (Khalil dkk., 2009). Fase temperatur transisi BaTiO3 dapat diubah dengan
cara mendoping atom A atau B (Rehrig et.al., 1999). Doping yang akan
dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan besi (Fe), Fe 2+ akan
menggantikan atom Ti4+ yang letaknya adalah B pada struktur BST. Hal ini
disebabkan karena jari-jari Fe mendekati jari-jari Ti (Lin and Shi, 2012).
Perlakuan doping ini dilakukan karena doping dapat menimbulkan
perubahan karakteristik seperti sifat dielektrik dan sifat ferroelektriknya
(Huriawati, 2009), selain itu menyebabkan semakin banyaknya elektron bebas dan
hole pada kristal. Dengan banyaknya elektron bebas pada film tipis, maka
menyebabkan film tipis menjadi konduktif (Arief dkk.,2010).
Bahan doping material dibedakan menjadi dua jenis, yaitu soft doping dan
hard doping. Soft doping disebut juga dengan istilah donor doping, karena
commit
menyumbang valensi yang berlebih to struktur
pada user kristal yang akan terbentuk.

8
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

Sedangkan hard doping disebut juga dengan istilah acceptor doping karena
menerima valensi yang berlebih di dalam struktur kristal (Indro dkk., 2010).
Ion soft doping dapat menghasilkan material ferroelektrik menjadi soften,
seperti koefisien elastis lebih tinggi, sifat medan koersif yang lebih rendah, faktor
kualitas mekanik yang lebih rendah dan kualitas listrik yang lebih rendah.
Sedangkan ion hard doping dapat menghasilkan material ferrolektrik menjadi
lebih hardness, seperti loss dielectric yang rendah, bulk resistivity lebih rendah,
sifat medan koersif lebih tinggi, faktor kualitas mekanik lebih tinggi dan faktor
kualitas listrik lebih tinggi (Adnan, 2012). Jenis material yang tergolong hard
doping dan soft doping ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jari-jari Ion Pendadah (Doping) sebagai Donor Doping


(Xu, 1991)

Ion Kecil r (Å) Ion Besar r (Å)


Zr4+ 0,79 Pb2+ 1,32
Nb5+ 0,69 La3+ 1,22
Ta5+ 0,68 Nd3+ 1,15
Sb5+ 0,63 Sb3+ 0,90
W6+ 0,65 Bi3+ 1,14
Th4+ 1,10

Tabel 2.2 Jari-jari ion pendadah (Doping) sebagai Acceptor Doping


(Xu, 1991)

Ion Kecil r (Å) Ion Besar r (Å)


Fe2+ 0,78 Pb2+ 1,32
Zr4+ 0,79 K+ 1,33
Fe3+ 0,67 Na+ 0,94
Al3+ 0,57
Sc3+ 0,83
3+
In 0,85
commit to user
Cr3+ 0,64

9
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

2.5 Metode Chemical Solution Deposition


Metode Chemical Solution Deposition (CSD) merupakan teknik pembuatan
lapisan dengan pendeposisian larutan bahan kimia di atas substrat, kemudian
dipreparasi menggunakan teknik spin coating. Metode ini memiliki nama lain sol-
gel (Adem, 2003). Tahapan yang dilakukan pada CSD (Chemical Solution
Deposition) yaitu : persiapan larutan (proses kimia), pelapisan substrat (proses
deposisi), pemberian panas (proses termalisasi atau hidrolisis) dengan suhu 300°C
- 400°C proses terakhir dilakukan annealing dengan suhu 600°C - 1100°C
(Schwartz, 1997).
Keuntungan penggunaan teknik ini adalah bahwa elemen yang akan
terbentuk berdasarkan pencampuran, yang artinya bahwa jarak difusi pada lapisan
anorganik setelah proses termalisasi mencapai fase kestabilan termodinamika
sangatlah pendek. Pencampuran terakhir dengan reaktivitas yang tinggi akan
menghasilkan homogenitas dan kepadatan suatu lapisan (Brian et.al., 1993).
Selain itu kelebihan yang paling mendasar adalah bahwa metode CSD bisa
digunakan untuk mendapatkan film tipis dengan biaya yang rendah (Irzaman dkk.,
2009), stoikiometrinya mudah dikontrol dengan baik, mudah dibuat dan dilakukan
pada temperatur rendah (Hikam dkk., 2004).
Pada proses pembuatan larutan, merupakan tahap mempersiapkan dan
membuat larutan yang akan digunakan. Pada tahap spin coating, lapisan diberi
beberapa tetes larutan precursor di atas substrat, kemudian dirotasi dengan spin
coater agar distribusi cairannya homogen (Irzaman dkk., 2009). Proses spin
coating terdiri dari 4 tahapan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4.

commit to user
Gambar 2.4 Skema Tahap Proses Spin Coating (Taqiyah, 2012)

10
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

Variabel yang dapat diatur dalam proses spin coating adalah waktu dan
kecepatan putar sehingga ketebalan dari lapisan tipis dapat diatur. Selain itu
parameter yang terlibat dalam proses spin coating adalah viskositas larutan,
kandungan padatan, kecepatan angular dan waktu putar (Taqiyah, 2012).

2.6 X-Ray Diffraction (XRD)


Karakterisasi menggunakan metode difraksi merupakan metode analisa
yang penting untuk menganalisa suatu kristal. Karakterisasi XRD dapat digunakan
untuk menentukan struktur kristal menggunakan sinar-X. Metode ini dapat
digunakan untuk menentukan jenis struktur, ukuran butir, konstanta kisi, dan
FWHM. Sinar X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang antara 10-4 – 10-1 nm (Smallman and Bishop, 1999).
Sinar X terbentuk ketika elektroda ditembak dengan elektron-elektron
dipercepat pada tabung vakum. Suatu kristal dapat digunakan untuk
mendifraksikan berkas sinar X karena panjang gelombang sinar X seorde dengan
jarak atom suatu kristal (Grant and Suryanarayana, 1998). Suatu kristal yang
dikenai oleh sinar X tersebut berupa material (sampel), sehingga intensitas sinar
yang ditransmisikan akan lebih rendah dari intensitas sinar datang. Berkas sinar X
yang dihamburkan ada yang saling menghilangkan (interferensi destruktif) dan
ada juga yang saling menguatkan (interferensi konstrktif). Interferensi konstruktif
ini merupakan peristiwa difraksi seperti pada Gambar 2.5.

commit to user
Gambar 2.5 Difraksi Sinar-X (Cullity, 1956)

11
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

Berdasarkan Gambar 2.5 dapat dituliskan suatu persamaan yang disebut


dengan hukum Bragg. Persamaan tersebut adalah :

𝑛 𝜆 = 2𝑑 sin 𝜃 (2.2)

dengan λ merupakan panjang gelombang (nm), d adalah jarak antar bidang (nm),
n adalah bilangan bulat (1,2,3, …) yang menyatakan orde berkas yang dihambur,
dan θ adalah sudut difraksi.

2.7 Scanning Electron Microscopy (SEM)


SEM merupakan alat yang digunakan untuk menganalisa topografi
permukaan suatu material (Smallman and Bishop, 1999). Informasi lain yang
dapat diperoleh dari pengujian SEM adalah morfologi, komposisi dan
kristalografi. Morfologi yang didapat dari SEM berupa bentuk, ukuran dan
susunan partikel.
Prinsip kerja SEM yaitu suatu elektron yang dipancarkan meuju sampel,
kemudian elektron tersebut akan dipantulkan, ditransmisikan dan dihamburkan
oleh sampel. Elektron sekunder dan elektron pantul dari sampel kemudian
ditangkap oleh detektor sehingga diperoleh bayangan topografi (Smallman and
Bishop, 1999).

2.8 General Structure Analysis System (GSAS)


GSAS merupakan sebuah software yang digunakan untuk pengolahan data
XRD. Metode yang digunakan software GSAS mengacu pada metode
penghalusan (refinement) berdasarkan analisis Rietveld (Satriawan, 2004).
Analisis Rietveld adalah metode penghalusan (refinement) struktur kristal dengan
memanfaatkan pola intensitas yang diperoleh dari pengukuran difraksi sampel
(Hill and Howard, 1986). Metode ini dilakukan untuk mendapatkan kecocokan
antara kurva kalkulasi dengan kurva observasi. Kurva kalkulasi merupakan kurva
yang didapat dari metode Rietveld, sedangkan kurva observasi merupakan kurva
commit orientasi
dari pola intensitas difraksi x-ray dengan to user sudut 2θ.

12
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

Indikator keberhasilan untuk mendapatkan kurva kesesuaian tersebut terdiri


dari konvergenitas, Rp, wRp dan Chi2. Rp dan wRp merupakan indikator nilai
residu kesalahan dari hasil penghalusan parameter yang digunakan. Chi2
merupakan nilai kesesuaian antara kurva kalkulasi dan kurva observasi. Nilai Chi2
yang ideal adalah antara 1,2 sampai 2 (Satriawan, 2004).

2.9 Metode Sawyer Tower


Metode Sawyer Tower merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mengetahui karakteristik suatu bahan pada sifat kelistrikannya, yang ditunjukkan
dengan munculnya kurva histerisis. Kurva histerisis ini menandakan sifat material
berupa material ferroelektrik, jika material tersebut diberi medan dari luar (Iriani,
2008). Metode ini dilakukan dengan memanfaatkan rangkaian elektronik yang
terdiri dari osiloskop, function generator, junction katoda. Osiloskop berfungsi
sebagai output hasil kurva yang terbentuk (kurva histerisis), function generator
sebagai sumber input frekuensi. Hasil yang dapat diperoleh dari metode ini yaitu
perubahan yang terjadi pada nilai polarisasi remanen (titik sumbu Y) dan medan
koersif yang terbentuk (sumbu X).

commit to user

13

Anda mungkin juga menyukai