net/publication/346474381
CITATIONS READS
0 646
1 author:
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Indayana Ratna Sari on 30 November 2020.
TERMOKROMIS
Oleh:
NIM: 19728251019
Pendidikan Kimia C
2019
PERCOBAAN II
TERMOKROMIS
I. Tujuan
2.1 Kobalt(II)
Co2+ : [18Ar] ↑↓ ↑↓ ↑ ↑ ↑ ... ... ... ... ... ... ... ... ...
2.2 Ligan
Ligan adalah ion yang dapat berupa anion atau molekul netral yang memiliki
sepasang atau lebih elektron yang dapat disumbangkan. Ligan merupakan basa
Lewis yang dapat terkoordinasi pada ion logam sebagai asam Lewis membentuk
senyawa kompleks (Cotton & Wilkinson, 1984 ).
Teori ikatan valensi membahas orbital atom logam dan ligan yang digunakan
untuk berikatan. Berdasarkan teori ikatan valensi, ikatan pada ion kompleks terjadi
karena ligan mempunyai pasangan elektron bebas dan atom logam mempunyai
orbital yang masih kosong (Lee, 1994). Sidgwick mempertimbangkan bahwa
proses pembentukan ikatan kovalen koordinat sebagai suatu kesempatan bagi ion
pusat untuk mencapai konfigurasi inert gas mulia yang kemudian dikenal sebagai
nomor atom efektif. Dalam pembentukan kompleks, Co(II) harus menyediakan
orbital kosong sebanyak ligan yang terkoordinasi pada ion pusat untuk ditempati
pasangan elektron bebas dari ligan. Lebih lanjut Linus Pauling (1931)
mengembangkan ikatan valensi modern untuk senyawa koordinasi yang kemudian
dikenal sebagai VBT dengan mengenalkan konsep hibridisasi.
2. Teori Medan Kristal
Teori medan kristal pada mulanya dikembangkan oleh J. Bethe dan Van Vleck
pada tahun 1932. Teori ini mengasumsikan bahwa dalam senyawa kompleks, atom
pusat dan ligan-ligan dipandang sebagai titik-titik yang bermuatan listrik. Oleh
karena itu prinsip interaksi elektrostatik yaitu tolak-menolak antara elektron-
elektron orbital d atom pusat dengan elektron-elektron atom donor dalam ligan
menjadi peran utama. Dalam senyawa kompleks, pasangan elektron atom-atom
donor ligan diarahkan kepada atom pusat untuk membentuk ikatan kovalen
koordinat. Dengan demikian, ligan memberikan medan ligan listrik negatif di
seputar atom pusat sehingga menghasilkan interaksi tolakan dengan elektron-
elektron xd terluar dari atom pusat ini. Akibatnya, energi elektron-elektron dx
mengalami kenaikan. (Catatan: sesungguhnya ligan tidak hanya berperan
sebagai titik bermuatan, melainkan juga berperan dalam pembentukan ikatan
kovalen; oleh karena itu kemudian teori medan kristal lebih tepat disebut
teori medan ligan) (Sugiyarto, 2012).
1. Kompleks Oktahedral
Pada kompleks tetrahedral atom pusat terletak ditengah kubus dan empat dari
kedelapan sudutnya terisi oleh ligan, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.
Teori ini dipelopori oleh Hund dan Mulliken. Seperti halnya pada senyawa-
senyawa sederhana, konsep orbital molekular juga dapat diterapkan pada senyawa
kompleks sekalipun lebih rumit. Namun demikian dapat disederhanakan dengan
hanya mempertimbangkan orbital-orbital atomik yang benar-benar berperan dalam
pembentukan orbital molekular (OM) yaitu orbital 3d, 4s, dan 4p bagi atom pusat
dari logam transisi seri pertama dan orbital s-p atau bentuk hibridisasinya bagi atom
donor dari ligan yang bersangkutan. Khususnya bagi ligan-ligan yang sama, orbital-
orbital atomik (OA) ini tentu mempunyai tingkat energi yang sama dan oleh karena
itu dapat dikelompokkan menjadi satu tingkatan energi orbital atomik kelompok
ligan (Ligand Group Orbital Atomic-LGOA). Umumnya tingkatan energi ligan
lebih rendah (karena lebih elektronegatif) dibandingkan dengan energi orbital atom
pusat kompleks, sehingga ikatan memiliki sejumlah kandungan sifat ionik
(Sugiyarto, 2012).
𝐿𝑜𝑔 𝐼𝑜
A= = ɛ. b.c = a. b. c
𝐿𝑜𝑔 𝐼𝑡
Dimana : A= serapan; a = daya serap; b = tebal lapisan zat yang menyerap sinar
(kuvet) (cm); c = kadar (g/L); ɛ = absorbsivitas molekuler (mol.cm.L-1); Io =
intensitas sinar datang; It = intensitas sinar yang diteruskan.
Jenis spektrofotometer UV-Vis ada dua yaitu single beam dan double beam.
Pada single beam celah keluar sinar monokromatis hanya satu, wadah kuvet yang
dapat dilalui sinar hanya satu dan setiap perubahan panjang gelombang alat harus
dinolkan. Pada double beam celah keluar sinar monokromais ada dua, wadah
melalui dua kuvet sekaligus dan cukup satu kali dinolkan dengan cara mengisi
kedua kuvet dengan larutan blanko dan sampel (Harmita, 2006 dalam Mely
Mailandari, 2012).
III. Metode Penelitian
Perubahan
Warna
Larutan Tabung Suhu A
Absorbansi (400-800 nm)
Awal Akhir
V. Pembahasan
Gambar 6. Warna larutan pada suhu dingin (a) dan suhu panas (b)
Berdasarkan hasil pengukuran dan dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar
7. bahwa absorbansi tertinggi terjadi ketika senyawa kompleks berada pada suhu
tinggi atau panas suhu 70oC dengan puncak dominan λ sekitar 670 nm dan puncak
2λ sekitar 518 nm, kemudian diikuti pada suhu kamar dengan puncak dominan λ
sekitar 515 nm dan puncak 2λ sekitar 670 nm serta absorbansi terendah ketika
senyawa kompleks berada pada suhu dingin dengan puncak dominan λ sekitar 510
nm dan puncak 2λ sekitar 675 nm.
Gambar 7. Spektra hasil pengukuran Kobalt(II) menggunakan Spektrofotometer
UV-Vis
Pertanyaan:
1. Pada temperatur rendah, bentuk yang manakah dari senyawa kompleks di atas
yang dominan? Demikian juga pada temperatur kamar dan temperatur tinggi?
Jawaban: Pada suhu dingin atau temperatur rendah, senyawa kompleks yang
dominan adalah senyawa oktahedral. Sedangkan pada suhu panas atau temperatur
tinggi 70oC, senyawa kompleks yang dominan adalah senyawa tetrahedral. Adapun
pada suhu kamar senyawa kompleks yang dominan adalah senyawa tetrahedral dan
oktahedral. Karena pada suhu kamar terjadi kesetimbangan.
Jawaban: Berdasarkan teori, kekuatan ligan H2O lebih besar daripada ligan Cl-.
Namun ligan Cl− memiliki energi yang lebih tinggi dibandingkan H2O, sehingga
spin elektronnya juga lebih tinggi dibandingkan dengan ligan H2O. Maka, pada saat
suhu rendah ligan H2O yang telah diikat akan membentuk sruktur molekul geometri
oktahedral [Co(H2O)]6+ sedangkan pada saat suhu panas ligan H2O terlepas
sehingga yang terikat hanyalah ligan Cl− yang kemudian membentuk struktur
molekul geometri tetrahedral [CoCl4]2−.
Daftar Pustaka
Cotton, F.A dan Wilkinson, G. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: UI Press.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan republik
Indonesia. 9-12.
Effendy. 2007. Prespektif Baru Kimia Koordinasi. Malang: Bayumedia
Publishing.
Harmita, Hayun, Hariyant,, Herman S., Nelly D.L., Sabarijah W., Umar M., 2006.
Analisis Kuantitatif Bahan Baku dan Sediaan Farmasi. Depok: Departemen
Farmasi FMIPA UI. 134-153.
Hendayana, Sumar. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Semarang: Semarang Press.
Huheey, J. E, & Keither, R. L. 1993. Kimia Organik Edisi 4. New York: Hamper
Collins College Publisher.
Lee, J. D. 1994. Ringkasan Kimia Anorganik Edisi 4. London: Chapman and Hall.
Meilandari, Mely, 2012, Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Garcinia kydia
Roxb. Dengan Metode DPPH dan Identifikasi Senyawa Kimia Fraksi yang
Aktif, Skripsi, Program Studi Ekstensi Farmasi, Fakultas MIPA,
Universitas, Depok.
Saito, Taro. 1996. Buku Teks Kimia Anorganik (Alih bahasa: Ismunandar). Tokyo:
Kanagawa University.
Sugiyarto, Kristian H. 2012. Dasar-Dasar Kimia Anorganik Transisi. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Sukardjo. 1999. Kimia Koordinasi. Jakarta: Rineka Cipta
Lampiran – lampiran
Lampiran 5. Larutan yang telah dibagi rata menjadi 3 bagian beserta blanko
Lampiran 6. Larutan setelah diperlakukan pada suhu yang berbeda