Anda di halaman 1dari 32

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
LANDASAN TEORI

1. Tinjauan Pustaka
1. Sintesis Senyawa Kompleks
Senyawa kompleks merupakan senyawa yang terbentuk dari ion logam
yang berikatan dengan ligan secara kovalen koordinasi (Elmila dan Martak,
2010), dimana ligan tersebut terdiri atas ion- ion yang menyumbangkan pasangan
elektron bebasnya dan tersusun mengelilingi suatu ion logam. Sintesis kompleks
dilakukan dengan cara mencampurkan ion logam dalam pelarut tertentu ke dalam
ligan dalam pelarut tertentu pada suhu tertentu pula. Senyawa kompleks telah
banyak disintesis dengan berbagai macam metode. Kompleks [CoL3 ] {L=2-
allyliminomethyl-phenol} disintesis oleh Khorshidifard et al., (2014) dengan cara
mencampurkan larutan 2-allyliminomethyl-phenol dalam metanol dan logam
CoCl2 .6H2 O dalam metanol kemudian distirrer selama 12 jam pada temperatur
kamar.
Sintesis kompleks juga dapat dilakukan melalui proses refluks. Znovjyak
et al., (2015) telah mensintesis kompleks [Co(L1 )2 Phen] {L1 =sodium-dimethyl
phenylsulfonylphosphoramidate} dengan cara mereaksikan logam Co(NO 3 )2 .6H2O
dalam pelarut 2-propanol dengan larutan ligan dalam pelarut aseton. Campuran
tersebut kemudian direfluks selama 10 menit. Larutan didiamkan lalu terbentuk
endapan NaNO 3 yang kemudian disaring. Filtrat diberi penambahan larutan 1,10-
phenanthroline monohydrate dalam propanol yang selanjutnya distirrer dalam
temperatur kamar selama 10 menit. Beberapa senyawa kompleks juga dapat
disintesis dengan pelarut yang berbeda antara garam logam dan ligannya.
Kompleks Co(4’-Cltpy)Cl2 disintesis dengan cara mencampurkan larutan ligan 4’-
Cltpy dalam pelarut CH2 Cl2 yang diteteskan ke dalam larutan CoCl2 .6H2 O dalam
pelarut metanol. Campuran tersebut kemudian distirrer selama 10 menit pada
suhu kamar, sehingga dihasilkan larutan hijau yang kemudian disaring. Filtrat
commit
tersebut diuapkan perlahan pada suhu to user
kamar selama 3 hari dan terbentuk lapisan

7
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

hijau yang kemudian dicuci dengan metanol dan dikeringkan di udara ( Zhang et
al., 2015). Dijumpai pula suatu senyawa kompleks yang tidak stoikiometri.
Senyawa kompleks ini memiliki perbedaan antara mol ligan yang terkoordinasi
dengan mol ligan yang dicampurkan. Misalnya kompleks [Co(HL2 )2 (NO3 )2 ]
dengan L2 berupa ligan Schiff-base yaitu 4-pyridyl turunan hydrazone (Gambar 1).
Perbandingan mol Co2+ dan mol L2 saat dicampurkan adalah 1:1, namun kompleks
yang terbentuk adalah [Co(HL2 )2 (NO 3 )2 ] yang menunjukkan bahwa mol Co2+ dan
mol L2 yang terkoordinasi adalah 1:2 (Li et al., 2016).

Gambar 1. Struktur L2 (Li et al., 2016)

Mondelli et al., (2013) mensintesis kompleks [Co(sulfapyridine)2 ].H2 O


dilakukan dengan cara mencampurkan 0,8 mmol sulfapyridine dalam pelarut air
dan menambahakan NaOH 1 M hingga terlarut sempurna dan didapat larutan pada
pH 9-10. Kemudian ditambahkan 0,4 mmol logam CoSO4 .7H2O yang dilarutkan
dalam 20 ml air secara tetes demi tetes.

2. Teori Pe mbentukan Kompleks


2+
Pembentukan kompleks Co dijelaskan dengan teori ikatan valensi, teori
medan kristal dan teori orbital molekul. Berikut beberapa teori yang diperlukan
diantaranya:
a. Teori Ikatan Valensi
Berdasarkan teori ikatan valensi, pembentukan kompleks melibatkan reaksi
antara basa lewis (ligan, memiliki pasangan elektron bebas) dan asam lewis
(ion logam, memiliki orbital kosong) melalui ikatan kovalen koordinasi. Ion
2+
logam Co dapat membentuk kompleks dengan berbagai macam geometri,

misalnya kompleks commit


[Co(L3
)Cl(Hto2 O)]Cl
user .H2 O {L3 =N,N’-bis(pyridin-2-
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

ylmethylene)-2,2-dimethylpropane-1,3-diamine} yang bergeometri oktahedral


sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 2 (Panja, 2014). Kompleks
[Co(L3 )Cl(H2 O)]+ memiliki satu orbital 4s, tiga orbital 4p dan dua orbital 4d
mengalami hibridisasi sp3 d2 yang bergeometri oktahedral. Pada sisi lain,
empat atom N dan satu atom O dari ligan serta satu ion Cl- terkoordinasi pada
2+
ion Co . Empat pasang elektron empat atom N, satu pasang elektron atom O

dan satu pasang elektron atom Cl mengisi orbital hibrida sp3 d2 sebagaimana
diilustrasikan pada Gambar 3.

Gambar 2. Struktur Kompleks [Co(L3 )Cl(H2 O)]Cl. H2 O (Panja, 2014)

Gambar 3. Ilustrasi Pembentukan Ion Kompleks [Co(L3 )Cl(H2 O)]- yang


Bergeometri Oktahedral

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

2+
Selain itu, kompleks Co juga dapat membentuk geometri tetrahedral,

misalnya kompleks bis(2-(1H-benzimidazol-2-yl)benzenesulfonamidato)-


cobalt seperti ditunjukkan oleh Gambar 4 (Ashraf et al., 2015). Kompleks
bis(2-(1H-benzimidazol-2-yl)benzenesulfonamidato)-cobalt(II) mempunyai
satu orbital 4s dan tiga orbital 4p mengalami hibridisasi sp3 yang bergeometri
tetrahedral. Empat pasang elektron empat atom N mengisi orbital hibrida sp3
sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 5.

Gambar 4. Struktur Kompleks bis(2-(1H-benzimidazol-yl)benzenesulfonami-


dato)-cobalt(II) (Ashraf et al., 2015)

Gambar 5. Ilustrasi Hibridisasi Kompleks bis(2-(1H-benzimidazol2yl)benzene-


sulfonamidato)-Cobalt(II) dengan Geometri Tetrahedral

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

Bentuk geometri dan ikatan hibrida beberapa orbital telah diramalkan


oleh Pauling seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 1.

Tabel 1. Bentuk Geometri dan Ikatan Hibrida dari Beberapa Orbital (Sharpe,
2005)
Bilangan Koordinasi Ikatan Hibrida Bentuk Geometri
2 sp linier
3 sp2 trigonal planar
4 sp3 tetrahedral
4 sp2 d square planar
5 sp3 d trigonal bipiramida
6 sp3 d2 oktahedral

b. Teori Medan Kristal


Sejak awal dikembangkan pada tahun 1930, teori medan kristal
digunakan untuk mendeskripsikan struktur elektronik kristal ion logam,
dimana kristal tersebut dikelilingi oleh ion oksida maupun anion lain yang
membentuk medan elektrostatis (Miessler et al., 2004). Menurut teori ini,
ikatan logam dengan ligan adalah murni elektrostatik, dimana logam transisi
yang berperan sebagai atom pusat dianggap sebagai ion positif dan
dikelilingi oleh ligan yang bermuatan negatif atau molekul netral yang
memiliki pasangan elektron bebas (Lee, 1994). Sedangkan menurut Sharpe
et al., (2005) teori medan kristal adalah model elektrostatik yang
memprediksi bahwa orbital d dalam kompleks logam tidak terdegenerasi.
Elektron-elektron pada atom pusat yang paling dipengaruhi oleh med an
listrik yang ditimbulkan oleh ligan adalah pada orbital d bukan pada orbital
p, karena elektron pada orbital d tersebut yang berperan membentuk ikatan
dalam ion kompleks (Huheey et al., 1993).
Orbital d bersifat tidak identik dan terbagi menjadi dua kelompok
yaitu eg dan t 2g . Kelima orbital tersebut tersplit menjadi sub-orbital dx-y, dy-z,
commit to user
dx-z, dz2 dan dx2 -y2 . Orbital-orbital eg antara lain dz2 yang berada di sepanjang
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

sumbu z dan dx2 -y2 yang berada di sepanjang sumbu x dan y. Keduanya
memiliki orientasi arah tepat pada sumbu. Sedangkan orbital-orbital t 2g yaitu
dx-y, dy-z dan dx-z berada di antara sumbu x, y dan z. Bentuk orbital d
ditunjukkan oleh Gambar 6.

Gambar 6. Kelompok eg (a) dan Kelompok t 2g (b) (Huheey et al., 1993)

1) Pembelahan Orbital d pada Kompleks Oktahedral


Logam pada kompleks oktahedral berada pada pusat oktahedron
dan ligan berada di enam sudut oktahedron seperti yang ditunjukkan
Gambar 7.

Gambar 7. Arah Sumbu x, y dan z pada Kompleks Oktahedral

Orbital d z2 dan dx2 -y2 yang berada tepat pada sumbu oktahedral
mengalami tolakan lebih besar dibandingkan orbital dx-y, dy-z, dx-z yang
disebabkan tolakan dari ligan. Hal ini dikarenakan kenaikan tingkat energi
orbital eg (dz2 dan dx2 -y2 ) menjadi lebih besar daripada kenaikan energi pada
commiteto
orbital t 2g , sehingga pada orbital user mengalami kenaikan energi dan
g akan
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

orbital t 2g akan mengalami penurunan energy (Huheey et al., 1993).


Diagram pemisahan tingkat energi orbital d dalam medan oktahedral
ditunjukkan oleh Gambar 8, dimana perbedaan energi antara eg dan t 2g
adalah ∆0 atau sebesar 10 Dq. Orbital eg memiliki energi 0,6 ∆0 (6 Dq) di
atas tingkat energi rata-rata, sedangkan orbital t 2g memiliki energi 0,4 ∆0 (4
Dq) di bawah tingkat energi rata-rata (Lee, 1991). Kekuatan medan ligan
dapat digambarkan oleh ∆0, dimana medan ligan kuat memiliki ∆0 lebih
besar daripada medan lemah. Hal ini dapat menjelaskan adanya keadaan low
spin dan high spin.

Gambar 8. Diagram Pemisahan Tingkat Energi pada Medan Oktahedral


(Sharpe et al., 2005)

2) Pembelahan Orbital d pada Kompleks Tetrahedral


Empat ligan tidak secara langsung mendekati orbital-orbital d dari
logam, akan tetapi ligan- ligan ini lebih mendekat pada orbital-orbital yang
searah dengan sisi kubus (dx-y, dy-z dan dx-z (orbital t 2 )) daripada orbital yang
searah dengan pusat kubus (dz2 dan dx2 -y2 (orbital e)). Orbital t 2 akan berada
pada tingkat energi yang lebih tinggi, sedangkan orbital e akan stabil pada
tingkat energi di bawahnya, sehingga diagram tingkat energi yang
commit
dihasilkan berkebalikan dengan to user
medan oktahedral (Huheey et al., 1993).
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

Koordinasi oktahedral sering dianalogikan dengan koordinasi kubus. Atom


pusat kompleks tetrahedral terletak di tengah kubus dan empat dari
kedelapan sudutnya terisi ligan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Arah Sumbu x, y dan z pada Kompleks Tetrahedral

Diagram tingkat energi yang dihasilkan berkebalikan dengan


medan oktahedral sebagaimana ditunjukkan Gambar 10. Kompleks
tetrahedral mempunyai energi pemisahan lebih kecil daripada kompleks
oktahedral yaitu 4/9 ∆oktahedral (∆0) (Huheey et al., 1993).

Gambar 10. Diagram Pemisahan Tingkat Energi pada Medan Tetrahedral


(Huheey et al., 1993)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

c. Teori Orbital Molekul


Adanya energi yang dilepas oleh suatu senyawa kompleks
menunjukkan bahwa tidak hanya ikatan ionik yang terdapat dalam senyawa
kompleks (Huheey et al., 1993). Berdasarkan hal tersebut, teori orbital
molekul menjelaskan adanya ikatan kovalen dalam senyawa ko mpleks.
Orbital molekul terbentuk saat atom pusat dan ligan saling berinteraksi pada
pembentukan senyawa kompleks (Lee, 1991). Seperti halnya orbital
molekul pada molekul- molekul sederhana, pembentukan ikatan pada
senyawa kompleks pun melibatkan dua tipe o rbital molekul yaitu orbital
bonding (σ) dan antibonding (σ*). Selain itu, terdapat tipe orbital
nonbonding yang tidak terlibat langsung dalam ikatan. Orbital bonding
memiliki energi lebih rendah daripada orbital antibonding (Sharpe et al.,
2005). Pembentukan orbital molekul pada berbagai geometri :

1) Oktahedral
Pembentukan orbital molekul pada kompleks oktahedral
melibatkan enam orbital logam (orbital s, px, py,pz, dx2 y2 dan dz2 ) serta
enam orbital ligan (Sharpe et al., 2005). Orbital ligan yang memiliki
simetri sesuai dengan orbital logam akan saling tumpang tindih (overlap)
dan dapat membentuk orbital molekul bonding dan orbital molekul
antibonding. Sedangkan tiga orbital d logam t 2g (dxy, dxz, dyz) merupakan
orbital nonbonding yang tidak terlibat dalam pembentukan ikatan.
Ketiga orbital p membentuk orbital molekul bonding t 1u dan orbital
molekul antibonding t 1u *. Orbital dx2 y2 dan dz2 membentuk orbital
molekul bonding e1g dan orbital molekul antibonding e1g *. Orbital s
membentuk orbital molekul bonding a1g dan orbital molekul antibonding
a1g * (Huheey et al., 1993). Diagram tingkat energi orbital molekul pada
kompleks oktahedral ditunjukkan oleh Gambar 11.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

Gambar 11. Diagram Tingkat Energi Orbital Molekul Kompleks


Oktahedral (Huheey et al., 1993)

2) Tetrahedral
Lima orbital d pada ion logam terpisah menjadi dua kelompok
yaitu orbital e (dx2 y2 dan dz2 ) dan orbital t 2 (dxy, dxz, dyz). Orbital dx2 y2 dan
dz2 merupakan orbital nonbonding yang tidak terlibat dalam
pembentukan ikatan. Ketiga orbital p membentuk orbital molekul
bonding t 2 dan orbital molekul antibonding t 2 *. Orbital dxy, dxz, dyz
membentuk orbital molekul bonding t 2 dan orbital molekul antibonding
t 2 *. Orbital s membentuk orbital molekul bonding a1 dan orbital molekul
antibonding a1 * (Huheey et al., 1993). Sedangkan pada ligan terdapat
empat orbital yang memiliki simetri sama dengan orbital molekul
bonding dan orbital molekul antibonding. Diagram tingkat energi orbital
molekul pada kompleks tetrahedral ditunjukkan oleh Gambar 12.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

Gambar 12. Diagram Tingkat Energi Orbital Molekul Kompleks


Tetrahedral (Huheey et al., 1993)

3. Kompleks Kobalt
Kobalt merupakan suatu logam transisi yang masuk ke dalam golongan
VIII B dan periode ke-4 dalam tabel sistem periodik unsur. Unsur kobalt memiliki
nomor atom 27, massa atom 58,9332 g/mol, bersifat sedikit magnetis dan melebur
pada suhu 1490 ºC. Kobalt mudah larut dalam asam-asam mineral encer dan
memiliki bilangan oksidasi umumnya +2 dan +3, akan tetapi +2 relatif lebih stabil
(Cotton and Wilkinson, 1988). Konfigurasi elektron Co adalah [Ar] 3d7 4s2 ,
2+
sedangkan konfigurasi elektron Co adalah [Ar] 3d7 4s0 yang ditunjukkan oleh
Gambar 13.

2+
Gambar 13. Konfigurasi Elektron Co dan Co

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

Li et al., (2016) telah mensintesis kompleks Co(L4 )2 (NO 3 )2 dengan


Co(NO3 )2 ·6H2 O (29.1 mg, 0.100 mmol) dalam metanol dan ligan L4 (22.6 mg,
0.100 mmol) dalam CH2 Cl2 -MeOH. L4 merupakan Schiff base ligan yang dibuat
dengan mereaksikan isonicotinoyl hydrazide dan pyridine-2-carbaldehyde.
Kompleks tersebut bergeometri oktahedral dengan gugus N dan O terkoordinasi
2+
pada ion pusat Co seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 14.

Gambar 14. Struktur Kompleks Co(L4 )2 (NO3 )2 (Li et al., 2016)

Illiya et al., (2010) telah mensintesis kompleks [Co(II)-(2-


feniletilamin)2 (H2 O)4 ]Cl2 .4H2 O yang bergeometri oktahedral dengan
perbandingan mol logam dan mol ligan 1:1. Kompleks ini bersifat paramagnetik
dengan harga momen magnetik 5,13 BM. Spektrum IR menunjukkan serapan
khas vibrasi logam Co dengan ligan 2-feniletilamin yang muncul pada bilangan
2+
gelombang di bawah 500 cm-1 . Atom pusat Co berkoordinasi dengan N dan O
dari ligan seperti yang ditunjukkan Gambar 15.

Gambar 15. Struktur kompleks [Co(II)-(2-feniletilamin)2 (H2 O)4 ]Cl2 .4H2 O


(Illiya et al., 2016)

Kompleks [Co(C6 H4 (OH)COO)(dbdmp)]ClO 4 {dbdmp=N,N-diethyl-


N',N'-bis((3,5-dimethyl-1H-pyrazol-1-yl)methyl)ethane-1,2-diamine} bergeometri
trigonal bipiramida dengan guguscommit
N danto O
user
dari ligan terkoodinasi pada atom
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

2+
pusat Co (Solanki et al., 2015). Kompleks tersebut bersifat paramagnetik dan
memiliki harga momen magnet 4,32 BM yang mengindikasikan adanya tiga
2+
elektron tak berpasangan pada ion Co spin tinggi. Struktur kompleks ini
ditunjukkan oleh Gambar 16.

Gambar 16. Struktur Kompleks [Co(C6 H4 (OH)COO)(dbdmp)]ClO 4 (Solanki


et al., 2015)

4. Spektrum Elektronik Kompleks Kobalt


Suatu senyawa kompleks memiliki ciri khas yaitu warna yang bervariasi.
Warna ini disebabkan oleh eksitasi elektron dari tingkat energi yang lebih rendah
ke tingkat energi yang lebih tinggi (Huheey et al., 1993). Secara umum spektrum
elektronik diamati pada daerah Ultra Violet dan Visible (UV-Vis) yaitu pada
rentang antara 200-1000 nm. Spektra akan timbul saat elektron berpromosi dari
tingkat energi yang lebih rendah menuju tingkat energi di atasnya (Lee, 1991).
Transisi elektronik yang terjadi pada senyawa kompleks merupakan akibat dari
pembelahan tingkat energi pada orbital-orbital d oleh suatu medan ligan.
2+
Pemisahan (splitting) orbital d7 pada Co menghasilkan tingkat energi 4 P

dan 4 F ditunjukkan dalam diagram orgel seperti yang ditunjukkan oleh Gambar
17. Elektron yang terdapat pada satu tingkat energi membutuhkan sejumlah energi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

untuk mencapai tingkat energi yang lebih tinggi. Elektron yang terdapat pada satu
tingkat energi juga dapat melepaskan sejumlah energi untuk kembali ke tingkat
dasar.

2+
Gambar 17. Diagram Orgel Co dalam Medan Tetrahedral (Kiri) dan Medan
Oktahedral (Kanan) (Sharpe et al., 2005)
2+
Kompleks Co pada [Co(H2 O)6 ]2+ dengan sistem d7 oktahedral

menghasilkan tiga pita transisi yaitu 4 T1g(F) Ѝ 4 T2g(F) yang terletak di dekat

daerah inframerah (v 1 = 8100 cm-1 ), transisi 4 T1g(F) Ѝ 4 A2g(F) dan 4 T1g(F) Ѝ


4 T1g(P) terletak di dekat daerah tampak (v 2 = 20000 cm-1 ). Pada sistem oktahedral
tingkat energi 4 A2g(F) hampir sama dengan 4 T1g(P) karena kedua letak transisi ini
saling berdekatan. Hal ini menyebabkan seringnya dijumpai satu pita serapan
pada daerah tampak saja. Transisi oktahedral lebih didominasi oleh transisi

4 T1g(F) Ѝ 4 T1g(P) dengan energi transisi paling tinggi (Cotton and Wilkinson,
1988). Adapun transisi dan panjang gelombang maksimum serapan yang terjadi
disajikan oleh Tabel 2.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

Tabel 2. Transisi dan Panjang Gelombang Maksimum [Co(H2 O)6 ]2+ (Lee, 1991)
Transisi Simbol Frekuensi (cm-1 ) Panjang Gelombang (nm)

4 T1g(F) Ѝ 4 T2g(F) v1 8100 cm-1 1250


4 T1g(F) Ѝ 4 A2g(F) v2 16000 cm-1 625
4 T1g(F) Ѝ 4 T1g(P) v3 19400 cm-1 515

Kompleks tetrahedral misalnya [CoCl4 ]2- memiliki tiga kemungkinan transisi,


namun hanya terdapat satu serapan pada daerah tampak yaitu pada 15000 cm-1
dan ditandai sebagai v 3 seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 18. Transisi dan
panjang gelombang maksimum serapan yang terjadi pada kompleks [CoCl4 ]2-
ditunjukkan oleh Tabel 3.

Gambar 18. Spektra Elektronik [CoCl4 ]2-

Tabel 3. Transisi dan Panjang Gelombang Maksimum [CoCl4 ]2- (Lee, 1991)
Transisi Simbol Frekuensi (cm-1 ) Panjang Gelombang (nm)
4
A2g(F) Ѝ 4 T2g(F) v1 3000-5000 cm-1 3030,30
4
A2g(F) Ѝ 4 T1g(F) v2 7780 cm-1 1724,14
4
T1g(F) Ѝ 4 T1g(P) v3 16250 cm-1 666,67

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

5. Spektroskopi Serapan Atom


Spektroskopi serapan atom (SSA) digunakan sebagai salah satu metode
analisis untuk menghitung kadar logam dalam kompleks. Prinsip kerja SSA
adalah adanya interaksi antara energi (sinar) dan materi (atom). Hal ini dilakukan
dengan menghisap cuplikan melalui selang kapiler dan menyemprotkan ke dalam
nyala api yang memenuhi syarat tertentu sebagai kabut yang halus (aerosol).
Jumlah radiasi yang diserap tergantung pada jumlah atom-atom bebas yang
terlibat dan kemampuan atom itu untuk menyerap radiasi.
Analisis kuantitatif dilakukan dengan menyiapkan cuplikan dalam bentuk
larutan dan dianalisis dengan menggunakan nyala. Cuplikan ini memerlukan
perlakuan pendahuluan untuk memperoleh bentuk larutan dengan prosedur yang
disesuaikan pada sifat dan jenis cuplikan yang dianalisis. Ada beberapa cara untuk
melarutkan cuplikan, anatara lain : (1) cuplikan langsung dilarutkan dalam pelarut
yang sesuai, (2) cuplikan direaksikan dengan asam, (3) cuplikan dilebur dahulu
dengan basa kemudian hasil leburan dilarutkan dengan asam. Secara umum
prosedur yang paling banyak digunakan adalah dengan melarutkan sampel
menggunakan asam murni seperti H2 SO4 , HNO 3 dan HCl karena tidak menambah
kadar zat padat pada larutan. Penentuan suatu kadar logam dalam sampel dengan
metode SSA dapat dilakukan dengan cara kurva kalibrasi atau penambahan
standar (Skoog et al., 1998).
Perhitungan kadar logam menggunakan SSA didasarkan pada hukum
Lambert-Beer seperti dalam Persamaan 1:
A = Ȝ.b.C .......................................................................... (1)
Keterangan : A = absorbansi
Ȝ= koefisien absorpsi molar
b = tebal kuvet
C = konsentrasi
Secara umum, perhitungan kadar logam secara eksperimen tidak jauh
berbeda dengan perhitungan secara teori, sehingga dapat diabaikan seperti pada
2+
beberapa kompleks Co yang ditunjukkan oleh Tabel 4.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

2+
Tabel 4. Kadar Kobalt dalam Kompleks Co
Kompleks % Co Teori % Co Eksperimen
[Co(II)-(2- feniletilamin)2 11,42 % 11,29 %
(H2 O)4 ]Cl2 .4H2 O (Illiya et al., 2010)
[CoL6 (NO 3 )2 ] {L=3,4,12,13- 7,44 % 7,52 %
tetraphenyl-1,2,5,6,10,11,14,15-
octaazacyclooctadecane - 7,9,16,18 –
tetraone - 2,4,11,13-tetraene}
(Kumar and Chandra, 2011)
[Co2 L1 ].3H2O {L1 =1,2,4,5-tetra-amino 17,45 % 16,97 %
benzene with 2-hydroxy benzaldehyde}
(Ayad, 2012)

6. Analisis Termal
Analisis termal merupakan suatu pengukuran sifat fisika dan kimia dari
material sebagai fungsi temperatur (Skoog et al., 1998). Teknik dalam analisis
termal meliputi Thermogravimetric Analyzer (TGA) dan Differential Thermal
Analyzer (DTA). Analisis Thermogravimetric Analyzer (TGA) didasarkan pada
perubahan berat sampel sebagai fungsi temperatur atau waktu, sedangkan analisis
Differential Thermal Analyzer (DTA) didasarkan pada perubahan kandungan
panas antara sampel dan material pembanding inert (alumina, alumunium, silikon,
karbida, gelas) sebagai fungsi temperatur, jika temperatur keduanya dinaikkan
dengan kecepetan sama dan konstan (Skoog et al., 1998).
Peristiwa yang terjadi pada sampel yaitu eksotermis dan endotermis.
Kedua peristiwa ini ditampilkan dalam bentuk termogram diferensial sebagai
puncak minimum dan maksimum. Puncak minimum menunjukkan peristiwa
endotermis dimana terjadi penyerapan panas oleh sampel. Sedangkan puncak
maksimum menunjukkan peristiwa eksotermis dimana terjadi pelepasan panas
oleh sampel.
Secara umum TG dan DTA digunakan bersamaan dalam analisis
2+ 2+
kompleks Co yang disebut TG/DTA kompleks Co . TG/DTA ini digunakan
untuk mengetahui keberadaan commit
molekulto air
userdalam senyawa kompleks dan
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

dekomposisi ligan. Kantouri et al., (2012) telah mensintesis kompleks


[Co(dpamH)2 (3-OCH3-salo)]Cl dan menganalisis sifat termal pada kompleks
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 19. Termogram tersebut menunjukkan
adanya dua puncak endoterm. Puncak endoterm pertama terdapat pada suhu 200
0
C dan 236 0 C yang ditandai dengan penurunan masa. Puncak kedua tedapat pada
suhu 545-1400 0 C yang merupakan penghilangan bagian-bagian organik sisa
dipiridilamin dari residu logam kobalt.

Gambar 19. Termogram DTA (kanan) dan TG (kiri) Kompleks


[Co(dpamH)2 (3-OCH3-salo)]Cl (Kantouri et al., 2012)

7. Daya Hantar Listrik


Daya hantar listrik merupakan ukuran kekuatan suatu larutan untuk
menghantarkan arus listrik (Rivai, 1995). Senyawa yang dapat menghantarkan
arus listrik hanyalah senyawa elektrolit yang mengandung ion- ion di dalamnya.
Pengukuran daya hantar listrik digunakan untuk mengetahui sifat senyawa
kompleks apakah bersifat netral atau ionik. Anion dalam kompleks dapat
berkedudukan sebagai ligan atau counter ion. Dengan membandingkan nilai daya
hantar kompleks dengan daya hantar larutan senyawa ionik yang sudah diketahui
molarrnya maka dapat diperkirakan jumlah ionnya (kation atau anion).
Berdasarkan perbandingan tersebut kedudukan anion dalam kompleks dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

diperkirakan apakah terkoordinasi pada atom pusat sebagai ligan atau hanya
sebagai counter ion.
Daya hantar listrik larutan elektrolit pada tiap temperatur tergantung pada
ion- ion yang terkandung di dalamnya. Larutan dengan jumlah ion yang banyak
akan menghantarkan arus lebih besar daripada larutan dengan jumlah ion sedikit.
Selain jumlah ion, daya hantar listrik juga dipengaruhi oleh ukuran ion,
konsentrasi larutan dan viskositas larutan (Szafran et al., 1991).
Daya hantar listrik yang ditimbulkan oleh satu mol zat disebut sebagai
daya hantar listrik molar (konduktivitas molar), yang dirumuskan oleh Persamaan
(2).

Λm = K ......................................................................................... (2)
C
Keterangan :
Λm = daya hantar molar (S.cm2 .mol-1 )
K = daya hantar listrik spesifik larutan elektrolit (S.cm-1 )
C = konsentrasi larutan elektrolit (mol.cm-3 )

Jika satuan Λm adalah S.cm2 .mol-1 dan satuan konsentrasi adalah mol.L-1
maka Persamaan (3) menjadi :

1000 K
Λm = ......................................................................................... (3)
C
Keterangan :

Λm = daya hantar molar (S.cm2 .mol-1 )


K = daya hantar listrik spesifik larutan elektrolit (S.cm-1 )
C = konsentrasi larutan elektrolit (mol.L-1 )

Jika daya hantar spesifik larutan merupakan daya hantar yang sudah
terkoreksi (K*) dalam satuan μ s cm-1 maka daya hantar molar larutan elektronik
dapat ditulis seperti Persamaan (4).

K
Λm = ......................................................................................... (4)
1000C
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

Keterangan :

Λm = daya hantar molar (S.cm2 .mol-1 )


K * = daya hantar listrik spesifik terkoreksi (μ.S.cm-1 )
= K larutan kompleks - K pelarut
C = konsentrasi larutan elektrolit (mol.L-1 )

Pengukuran daya hantar listrik memberikan informasi jumlah ion (kation


dan anion) yang terdapat dalam kompleks, sehingga pengukuran daya hantar
listrik dapat digunakan untuk merumuskan senyawa kompleks yang terbentuk
2+
(Szafran et al., 1991). Beberapa contoh senyawa kompleks Co dan harga
konduktivitas molarnya ditunjukkan oleh Tabel 5.
2+
Tabel 5. Konduktivitas Molar Beberapa Kompleks Co
Λm
Kompleks Perbandingan kation:anion
(S.cm2 .mol-1 )

[Co(L5 )2 (NCS)2 ] 6 Nonelektrolit


(L5 = 2-{[pyridin-2-
ylmethylidene] amino}
benzenethiol) 2ൈ10-3 M dalam
pelarut metanol
(Ghosh et al., 2015)
[CoHL. EtOH] 1ൈ10-3 M dalam 0,5 Non elektrolit
pelarut DMF
(El-wakiel et al., 2015)

8. Spektroskopi Infra Merah


Atom-atom dalam molekul tidak hanya diam di tempat, melainkan
mengalami getaran (vibrasi) relatif satu sama lain. Apabila getaran atom-atom
tersebut menghasilkan perubahan momen dwikutub, akan terjadi penyerapan
radiasi infra merah pada frekuensi yang sama dengan frekuensi vibrasi alamiah
molekul tersebut (Fessenden and Fessenden, 1986).
Pembentukan kompleks dapat ditandai oleh beberapa hal yaitu terjadinya
commit to
pergeseran serapan panjang gelombang user
maksimum (λ maks) spektra UV-Vis dan
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

terjadinya pergeseran serapan gugus fungsi spektra IR yang disebabkan karena


adanya ikatan koordinasi (Sonmez, 2003). Gugus fungsi tertentu yang dapat
menyerap sinar infra merah antara lain:
a. Gugus - gugus pada cincin aromatis
Vibrasi gugus C=C cincin aromatis terkonjugasi menunjukkan serapan
pada daerah 1650-1600 cm-1 . Serapan untuk gugus C-H cincin aromatis
berada pada daerah 3100-3000 cm-1 (Silverstein, 2005).
b. Oksigen - Hidrogen
Gugus O-H fenol atau alkohol bebas mempunyai serapan kuat pada
daerah 3700-3584 cm-1 , sedangkan gugus O-H yang berikatan hidrogen
menunjukkan serapan pada daerah 3550-3200 cm-1 (Silverstein, 2005).
c. Nitrogen-Hidrogen
Vibrasi ulur gugus N-H primer dengan cuplikan padatan terlihat dua
pita serapan yang sedang di daerah dekat 3288 (as) dan 3396 (s) (Min et al.,
2013). N-H sekunder menunjukkan serapan lemah di daerah 3330-3060 cm-1 .
Vibrasi tekuk NH2 dalam keadaan padat terletak di dekat 1655-1620 cm-1
(Silverstein, 2005).
d. Sulfur - Oksigen
Gugus SO 2 asimetris menunjukkan serapan pada daerah 1390-1290 cm-
1
, sedangkan gugus SO 2 simetris pada daerah 1190-1120 cm-1 (Stuart, 2004).
Serapan gugus S=O berada pada daerah 1050-1000 cm-1 (Silverstein, 2005).
e. Karbon - Nitrogen
Gugus C-N primer, sekunder dan tersier tak terkonjugasi mempunyai
serapan medium pada daerah 1250-1020 cm-1 . Untuk gugus C-N terkonjugasi
mempunyai serapan kuat pada daerah 1342-1266 cm-1 (Silverstein et al.,
2005).
f. Karbon – Sulfur
Gugus C-S ulur mempunyai serapan pada daerah 600–700 cm-1
(Silverstein et al., 2005).

Gugus fungsi pada ligan yang terkoordinasi dengan atom pusat akan
commit to user
mengalami pergeseran bilangan gelombang. Hal ini terjadi pada kompleks
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

[CoL6 (H2 O)2 ][PF6 ] {L6 =cephalexin 2,6-diacetylpyridine bis(hydrazone)} yang


mengalami pergeseran serapan gugus -NH ke arah yang lebih kecil yaitu dari
3346 cm-1 menjadi 3341 cm-1 (Anacona et al., 2015).

9. Sifat Magnetik
Suatu kompleks logam transisi dapat bersifat paramagnetik dan
diamagnetik. Sistem ion atau atom yang mempunyai satu atau lebih elektron pada
orbitalnya yang tidak berpasangan menimbulkan sifat paramagnetik. Jika senyawa
paramagnetik ditempatkan dalam medan magnet luar maka magnet permanen
dalam masing- masing atom akan bergerak dan tertarik ke arah yang sama seperti
medan magnet luar. Selain bersifat paramagnetik suatu kompleks juga bersifat
diamagnetik dengan elektron pada orbitalnya dalam keadaan berpasangan semua.
Sifat ini timbul akibat interaksi medan magnet luar dengan medan magnet induksi
dalam orbital elektron yang penuh, medan magnet induksi menolak medan
magnet luar. Oleh karena itu, kerentanan diamagnetik bertanda negatif (Canham
and Overton, 2010).
Senyawa kompleks dengan orbital d dan f yang belum terisi penuh, dapat
diketahui rentang sifat kemagnetannya, yang tergantung pada tingkat oksidasi,
konfigurasi elektron dan bilangan koordinasi atom logamnya. Perkalian
kerentanan spesifik (Xg) dari suatu senyawa dengan berat molekulnya akan
diperoleh harga kerentanan molar (XM) yang dapat dihubungkan dengan momen
paramagnetik permanen (μ) suatu molekul dengan Persamaan (5) (Huheey, 1993).

X M = N P ......................................................................................... (5)
2 2

3RT

N adalah bilangan Avogadro, R adalah tetapan gas ideal, T adalah suhu (dalam K)
dan μ dalam satuan BM (1 BM = eh/4mπ). Dari Persamaan (5) dapat diketahui
besarnya harga μ, yaitu dengan :
1 2
ª 3RTXM º
μ= « 2 »¼ ................................................................................. (6)
¬ N
μ = 2,84 (XM T) ½ ................................................................................. (7)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

Harga μ dapat diubah ke dalam jumlah spin elektron tak berpasangan, dengan
menyertakan kontribusi paramagnetik dan diamagnetik. Kontribusi diamagnetik
dari suatu senyawa dapat diperoleh dari jumlah kerentanan diamagnetik setiap
komponennya. Dengan demikian diperoleh kerentanan molar terkoreksi, seperti
ditunjukkan oleh persamaan 8.
X A = XM - Xl........................................................................................... (8)
Keterangan :
XA = kerentanan molar terkoreksi
XM = kerentanan molar
Xl = faktor koreksi diamagnetik
Harga faktor koreksi diamagnetik dari beberapa ion dan molekul
ditunjukkan oleh Tabel 6.
Tabel 6. Faktor Koreksi Diamagnetik Beberapa Kation, Anion, Atom Netral dan
Molekul (cgs 10-6 ) (Huheey et al., 1993)
No Kation/Anion/Atom Netral/Molekul Faktor Koreksi (10-6 cgs)
1. Co2+ -13,00
2. O -4,61
3. H -2,93
4. C aromatik -6,24
5. N alifatik -5,57
6. H2 O -13,00
Sehingga persamaan (9) dapat ditulis menjadi :

μ = 2,84 (X A T) 1/2 ...................................................................... (9)


Senyawa kompleks dengan spin tinggi mempunyai rumus momen paramagnet
permanen (μs) secara teoritis :

μs = 2 [S (S+1)]1/2 ...............................................................................(10)

Persamaan (10) dikenal dengan formula spin-only, dimana S adalah bilangan


kuantum momentum anggular spin, S berhubungan dengan jumlah elektron tak
berpasangan (n) = S/2, sehingga didapatkan Persamaan 11 (Lee, 1991).

μs = [n(n+2)] ½ ................................................................................... (11)

Keterangan :
commit to user
μs = momen magnetik yang ditimbulkan oleh spin elektron (BM)
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

n = jumlah elektron yang tidak berpasangan


2+
Ion Co mempunyai konfigurasi elektron d7 dan bersifat paramagnetik.
2+
Harga momen magnet efektif kompleks Co spin tinggi dengan tiga elektron
tidak berpasangan adalah 3,87 BM sedangkan secara eksperimen berkisar antara
4,3-5,2 BM seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6 (Lee, 1991). Sedangkan untuk
kompleks kobalt spin rendah mempunyai momen magnetik 2,0 – 2,7 BM (Sharpe,
2005).

Tabel 7. Harga Momen Magnet pada Kompleks Spin Tinggi (Lee, 1991)
Momen magnet secara
Jumlah elektron teori Momen magnet
Ion
tak berpasangan
P eff 2 >s( s  1)@1 / 2 secara eksperimen

Mn2+, Fe3+ 5 5,92 5,7-6,0


Fe2+ 4 4,90 5,0-5,6
2+
Co 3 3,87 4,3-5,2
Ni2+ 2 2,83 2,9-3,9
Cu2+ 1 1,73 1,9-2,1
2+
Beberapa contoh kompleks Co dengan harga momen magnet efektif
ditunjukkan oleh Tabel 8.

Tabel 8. Harga Momen Magnet Efektif dan Bentuk Geometri Beberapa Kompleks

μeff
No. Senyawa kompleks Geometri
(BM)
1 [CoL7 (NO 3 )2 ] {L7 =(3,4,12,13-tetraphenyl- 4,72 Oktahedral
1,2,5,6,10,11,14,15-octaazacyclooctadecane-
7,9,16,18-tetraone-2,4,11,13-tetraene}
(Kumar and Chandra, 2011)

2 [Co(isn)2 (py)2 ] (isn= deprotonated hydrazone, 4,5 Oktahedral


py= pyridyl) (Roztocki et al., 2016)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

10. Dapson
Dapson (4,4’-diaminodiphenylsulfone) merupakan turunan anilin yang
termasuk dalam gugus sulfon sintetis (Wozel, 2014) yang memiliki aktivitas
antibakteri terutama terhadap Mycobacterium leprae (Grebogi, 2011). Dapson
memiliki atom donor N pada gugus NH2 , serta O dan S pada gugus SO2 seperti
yang ditunjukkan oleh Gambar 20.

Gambar 20. Struktur Molekul Dapson

Lima kompleks Cu(II)-Dapson telah disintesis oleh Tella and Obaleye (2009)
dengan menggunakan berbagai counter ion dari garam tembaga (sulfat, nitrat,
klorida) dan berbagai macam pelarut. Atom N pada gugus –NH2 dapson
terkoordinasi dengan atom pusat Cu(II) sehingga terjadi koordinasi monodentat
(Gambar 21).

Gambar 21. Struktur Kompleks [Cu(L8 )2 Cl2 ](CH3 OH)2 {L8 =dapson} (Tella
and Obaleye, 2009)

11. Bakteri

Bakteri adalah salah satu golongan organisme prokariotik (tidak memiliki


selubung inti). Bakteri sebagai makhluk hidup
commit to user tentu memiliki informasi genetik
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

berupa DNA, tapi tidak terlokalisasi dalam tempat khusus (nukleus) dan tidak ada
membran inti. Bentuk DNA bakteri adalah sirkuler, panjang dan biasa disebut
nukleoid. Pada DNA bakteri tidak mempunyai intron dan hanya tersusun atas ekson
saja. Bakteri juga memiliki DNA ekstrakromosomal yang tergabung menjadi plasmid
yang berbentuk kecil dan sirkuler (Jawetz et al., 2008).
Berdasarkan klasifikasi komponen pada dinding sel, bakteri dibedakan
menjadi bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Bakteri gram positif
memiliki satu lapisan dinding sel yang berupa peptidoglikan. Kandungan lipid
bakteri gram positif lebih rendah (1-4%). Lembar peptidoglikan bersifat rentan
terhadap lisosom sehingga dinding sel pada bakteri gram positif mudah rusak oleh
senyawa bakterisidal, salah satu bakteri gram positif adalah Staphylococcus
aureus. Sedangkan bakteri gram negatif memiliki tiga lapisan pada dinding sel
yaitu lipoprotein, membran luar dan lipopolisakarida. Kandungan lipid bakteri
gram negatif cukup tinggi, yaitu 11-22%. Bakteri gram negatif umumnya kurang
rentan terhadap lisosom dan kurang resisten terhadap gangguan fisik sehingga
tidak mudah dirusak oleh senyawa bakterisidal (Jawetz et al., 2008).
Beberapa bakteri diantaranya merupakan b akteri patogen yang sifatnya
lebih berbahaya dan dapat menyebabkan infeksi baik secara sporadik maupun
endemik, misalnya Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas
aeruginosa (Mpila et al., 2012).

a. Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri anaerob fakultatif gram negatif
berbentuk batang, biasanya dapat bergerak dan tidak membentuk spora
seperti ditunjukkan pada Gambar 22. Bakteri ini merupakan penghuni normal
usus (Arisman, 2009), namun demikian serotipe tertentu dapat menyebabkan
sakit pada manusia (Djoepri, 2006).
Escherichia coli umumnya hidup pada rentang 20-40 o C, optimum
o
pada 37 C (Dwidjoseputro, 1988). Nilai pH optimum pertumbuhan
Escherichia coli adalah 6,0-8,0; dengan pH minimum 4,3-4,4 dan pH
maksimum 9,0-10; sedangkan suhu optimum untuk pertumbuhan Escherichia
commit to user
coli 37-41 °C, dengan suhu minimum 3-10 °C dan suhu maksimum 48-50 °C.
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

Gambar 22. Bakteri Escherichia coli (Robert, 2009)

Dinding sel bakteri tersusun atas membran luar dan peptidoglikan.


Peptidoglikan yang terkandung dalam dinding sel bakteri memiliki struktur
lebih kompleks dibanding gram positif. Peptidoglikan berfungsi mencegah
lisis sel di dalam media hipotonis, menyebabkan sel kaku dan memberi
bentuk kepada sel. Membran luar mengandung protein, terutama protein porin
yang berperan sebagai jalur pengangkutan dan sekaligus sebagai sawar bagi
molekul- molekul yang mampu melewati membran bagian luar. Membran luar
menutupi lapisan peptidoglikan. Membran luar terdiri dari fosfolipid (lapisan
dalam) dan lipopolisakarida (lapisan luar) (Jawetz et al., 2008).

b. Staphylococcus aureus
Sel bakteri Staphylococcus aureus berbentuk bulat atau kokus,
diameternya 0,5 sampai 1,5 μm, tidak menghasilkan spora dan pada sel-
selnya terdapat dalam kelompok seperti buah anggur atau membentuk tetrad
(Supardi dan Sukamto, 1999). Staphylococcus aureus bersifat non- motil,
nonspora, anaerob fakultatif, katalase positif dan oksidase negatif seperti
ditunjukkan Gambar 23. Staphylococcus aureus tumbuh pada suhu 6,5-46º C
dan pada pH 4,2-9,3. Koloni tumbuh dalam waktu 24 jam dengan diameter
mencapai 4 mm.
Staphylococcus mengandung polisakarida dan protein yang bersifat
antigenik dan merupakan substansi penting di dalam struktur dinding sel.
Peptidoglikan merupakan suatu polimer polisakarida yang mengandung
subunit-subunit yang tergabung dan merupakan eksoskeleton yang kaku pada
commit to user
dinding sel (Dewi, 2013).
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

Gambar 23. Bakteri Staphylococcus aureus (Todar ,2011)

12. Antibakte ri
Antibakteri adalah senyawa yang digunakan untuk mengendalikan
pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan. Pengendalian pertumbuhan
mikroorganisme bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit dan infeksi,
membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi dan mencegah
pembusukan serta perusakan bahan oleh mikroorganisme (Sulistyo, 1971).
Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh senyawa
antibakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk, perubahan
permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya bahan
makanan dari dalam sel, perubahan molekul protein dan asam nukleat,
penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat dan protein.
Senyawa antibakteri dapat bekerja secara bakteriostatik, bakteriosidal, dan
bakteriolitik (Pelczar dan Chan, 1988).
Menurut Madigan et al., (2000), berdasarkan sifat toksisitas selektifnya,
senyawa antibakteri mempunyai tiga macam efek terhadap pertumbuhan bakteri
yaitu:
a. Bakteriostatik memberikan efek dengan cara menghambat pertumbuhan tetapi
tidak membunuh. Senyawa bakterostatik seringkali menghambat sintesis
protein atau mengikat ribosom. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan
antibakteri pada kultur mikroba yang berada pada fase logaritmik. Setelah

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

penambahan zat antibakteri pada fase logaritmik didapatkan jumlah sel total
maupun jumlah sel hidup adalah tetap.
b. Bakteriosidal memberikan efek dengan cara membunuh sel tetapi tidak terjadi
lisis sel atau pecah sel. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan antibakteri
pada kultur mikroba yang berada pada fase logaritmik. Setelah penambahan
zat antimikrobia pada fase logaritmik didapatkan jumlah sel total tetap
sedangkan jumlah sel hidup menurun.
c. Bakteriolitik menyebabkan sel menjadi lisis atau pecah sel sehingga jumlah
sel berkurang atau terjadi kekeruhan setelah penambahan antibakteri. Hal ini
ditunjukkan dengan penambahan antibakteri pada kultur mikrobia yang
berada pada fase logaritmik. Setelah penambahan zat antimikrobia pada fase
logaritmik, jumlah sel total maupun jumlah sel hidup menurun.

13. Pengujian Antibakteri


Pengujian antibakteri adalah teknik untuk mengukur seberapa besar
potensi atau konsentrasi suatu senyawa dapat memberikan efek bagi suatu
mikroorganisme. Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan beberapa
metode, diantaranya :
a. Metode difusi
1) Kirby-Bauer
Metode ini merupakan metode yang paling banyak digunakan dan
dikenal juga sebagai Kirby-Bauer test. Koloni bakteri dibuat dalam bentuk
suspensi dengan menambahkan akuabides steril hingga kekeruhan tertentu
sesuai standar konsentrasi bakteri. Kertas cakram yang mengandung
konsentrasi tertentu obat atau bahan simplisia ditempatkan di atas
permukaan medium padat yang telah diinokulasi dengan bakteri uji. Media
tersebut kemudian diinkubasi 37°C selama 24 jam. Selanjutnya diamati
adanya zona inhibisi (zona jernih) di sekitar kertas cakram yang
menunjukkan tidak adanya pertumbuhan bakteri (Jawetz et al., 2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

2) Cara Sumuran
Suspensi bakteri diratakan pada medium agar, kemudian agar
tersebut dibuat sumuran dengan garis tengah tertentu menurut kebutuhan.
Larutan antibiotik yang digunakan diteteskan ke dalam sumuran.
Diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Dibaca hasilnya seperti
pada cara Kirby-Bauer (Jawetz et al., 2008).

3) Cara Pour Plate


Setelah dibuat suspensi kuman dengan larutan Perbenihan cair
Brain Heart Infusion Broth (BHI) sampai konsentrasi standar, lalu diambil
satu mata ose dan dimasukkan ke dalam 4 ml agar base 1,5% dengan suhu
50 o C (Jawetz et al., 2008). Suspensi kuman tersebut dibuat homogen dan
dituang pada medium agar Mueller Hinton. Setelah bek u, kemudian
dipasang disk antibakteri (diinkubasi 15-20 jam pada suhu 37 o C) dibaca
dan disesuaikan dengan standar masing- masing antibakteri (Jawetz et al.,
2008).
b. Metode dilusi
Metode ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun
secara bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media
diinokulasi bakteri uji dan dieramkan. Tahap akhir antimikroba dilarutkan
dengan kadar yang menghambat atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi
agar memakan waktu dan penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu saja.
Uji kepekaan cara dilusi cair dengan menggunakan tabung reaksi, tidak
praktis dan jarang dipakai, namun kini ada cara yang lebih sederhana dan
banyak dipakai, yakni menggunakan microdilution plate. Keuntungan uji
mikrodilusi cair adalah bahwa uji ini memberi hasil kuantitatif yang
menunjukkan jumlah antimikroba yang dibutuhkan untuk mematikan bakteri
(Jawetz et al., 2008).
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth dilution)
dan dilusi padat (solid dilution).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

1) Metode dilusi cair/broth dilution


Metode ini bertujuan mengukur Minimum Inhibitory Concentration
(MIC). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran
agen antibakteri pada medium cair yang ditambahkan dengan bakteri uji.
Larutan uji agen antibakteri pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa
adanya pertumbuhan bakteri uji ditetapkan sebagai Kadar Hambat
Minimum (KHM), selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa
penambahan bakteri uji ataupun agen antibakteri dan diinkubasi selama
18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi
ditetapkan sebagai Kadar Bunuh Minimal (KBM).
2) Metode dilusi padat
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid).

2. Kerangka Pe mikiran
Senyawa kompleks terbentuk jika terjadi ikatan kovalen koordinasi
antara ion logam yang mempunyai orbital kosong dengan ligan yang merupakan
2+
pendonor elektron. Co merupakan salah satu logam transisi dengan konfigurasi
d7 yang mempunyai orbital kosong sedangkan ion dapson berperan sebagai ligan
yang mempunyai beberapa gugus fungsi donor pasangan elektron bebas yaitu
gugus -NH2 dan –SO2 yang terikat pada benzena yang mempunyai kemungkinan
2+
terkoordinasi pada ion pusat Co .
2+
Pada senyawa kompleks Co -dapson ada beberapa kemungkinan atom
2+
donor N terikat pada atom pusat Co , antara lain ikatan atom N primer pada ligan
2+
dengan pusat Co karena N primer memiliki efek sterik yang lebih kecil sehingga
2+ 2+
lebih leluasa untuk berkoordinasi dengan Co . Pada umumnya Co lebih tertarik
untuk berikatan dengan atom N daripada O (Zhu et al., 2014; Solanki et al.,
2015; Mechria et al., 2015; Jing et al., 2016; Li et al, 2016). Hal ini dikarenakan
medan ligan N primer lebih kuat dari pada atom O pada gugus SO 2 . Kemungkinan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

seperti ini sama halnya seperti kompleks [Cu(L8 )2 Cl2 ](CH3 OH)2 , dimana atom N
primer pada dapson terkoordinasi pada logam Cu(II) (Tella and Obaleye, 2009).
2+
Kompleks Co pada umumnya membentuk kompleks dengan bilangan
koordinasi 6 dengan struktur oktahedral. Kompleks dapson dengan Cu(II) dan
Ni(II) (Tyagi dan Kumar, 2014) dan Co(II) (Vijayalakshmi et al, 2015) bersifat
2+
paramagnetik, ini berarti dapson merupakan ligan lemah. Kompleks Co yang
mempunyai konfigurasi d7 dengan pengaruh medan ligan lemah berada dalam
keadaan spin tinggi dengan tiga elektron tidak berpasangan memiliki harga
2+
momen efektifnya (μeff) berkisar antara 4,3-5,2 BM (Lee, 1991). Co pada
medan oktahedral akan muncul tiga transisi yaitu 4T1g(F)→4T2g(F),
4T1g(F)→4A2g(F) dan 4T1g(F) →4T1g(P), namun biasanya transisi yang muncul
hanya dua atau bahkan satu.
Menurut Asemave et al., (2015) serta Tella and Obaleye (2009), suatu
ligan yang dikoordinasikan pada ion logam mampu meningkatkan aktivitas
antibakteri dibandingkan ligan bebas dan ion logamnya. Oleh karena itu ligan
2+
dapson yang dikomplekskan dengan Co diharapkan dapat meningkatkan sifat
2+ 2+
lipofilik Co sehingga memudahkan kompleks Co -dapson menembus dinding
sel bakteri. Gugus- gugus fungsi pada protein dan DNA bakteri seperti –SH dan –
2+
PO 3- dapat terkoordinasi pada atom pusat Co sehingga mengganggu
pembentukan dinding sel dan menghambat pertumbuhan bakteri.

3. Hipotesis
2+
1. Kompleks Co dengan dapson dapat disintesis dengan mereaksikan larutan
Co(NO3 )2 .6H2 O dan larutan dapson dalam metanol.
2+
2. Kompleks Co dengan dapson bersifat paramagnetik. Gugus fungsi yang
2+
terkoordinasi pada ion pusat Co adalah N-H dari gugus dapson dan
diperkirakan bergeometri oktahedral.
2+
3. Kompleks Co -dapson memiliki efektivitas antibakteri yang lebih tinggi
daripada dapson dan Co(NOcommit
3 )2 .6H2O.
to user

Anda mungkin juga menyukai