Disusun oleh :
Elis Harnanti
NIM : M0301004
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tembaga(II)
Tembaga (Cu) merupakan unsur transisi yang banyak digunakan dalam
pembentukan kompleks, bernomor atom 29 dan masa atom 63,54 g mol -1. Logam
tembaga berwarna coklat kemerahan, mempunyai titik leleh 1083oC dan titik didih
mencapai 2566oC (Considine and Considine, 1984: 289). Pada umumnya tembaga
mempunyai bilangan oksidasi +1, +2 dan +3. Dalam pembentukan kompleks, tembaga
banyak dijumpai dalam bentuk tembaga(II) (Lee, 1991: 827).
Tembaga mempunyai konfigurasi 3d9 dengan satu elektron tidak berpasangan
menjadikan Cu(II) mengalami distorsi Jahn Teller. Jahn Teller terjadi karena adanya
distribusi elektron yang tidak simetris terutama elektron yang tidak berpasangan
menyebabkan tolakkan yang tidak seimbang pada keadaan splitting. Koordinat 6
oktahedral yang terdistorsi akan mengalami perpanjangan salah satu jarak ikatan dari 4
poros. Sedangkan bila berbentuk planar, maka 4 ikatan pendek Cu-L dan 2 ikatan
panjang pada posisi trans.
2. Ligan
Ligan adalah anion atau molekul netral yang merupakan donor elektron. Ligan
yang memiliki satu pasang elektron bebas yang terkoordinasi disebut ligan monodentat,
contohnya seperti pada ligan saccharin (Szafran, Pie and Singh, 1991: 334). Ligan yang
memiliki dua pasang elektron bebas yang terkoordinasi disebut ligan bidentat, contohnya
ligan N-(2-diethylmethylidene)-1-propanamine (Spinu and Kriza, 2000: 180), sedangkan
ligan yang memiliki lebih dari dua pasang elektron bebas yang terkoordinasi disebut ligan
polidentat, contohnya ligan 2-hydroxy naphthaldehyde (Sonmez, 2003: 399).
a. Isonikotinamida
6 3, Hal 3) mempunyai nama lain pyridine-
Isonikotinamida (C6H6N2O) (Gambar
4-carboxamide. Berat molekulnya sebesar 122,12 g mol -1, titik didihnya 146°C –
150°C. Isonikotinamida berupa kristal yang berwarna putih tidak berbau dan
mempunyai tiga atom yang mengandung pasangan elektron bebas yaitu O, N primer
dan N piridin. Isonikotinamida dapat digunakan sebagai antibakteri dan antilipemik
yang bertujuan untuk menurunkan terjadinya asteroskleorosis dan mencegah
penyempitan pembuluh arteri.
b. Asam Isonikotinat
Asam isonikotinat (C6H5NO2) (Gambar 3, Hal 3) mempunyai nama lain yaitu
pyridine-4-carboxylic acid, 4-pyridinecarboxylic acid dan tolfenamic acid. Asam
isonikotinat mempunyai struktur lingkar enam yang terdiri dari lima atom karbon dan
satu nitrogen. Asam isonikotinat berupa padatan kristal putih yang tidak berbau
dengan berat molekul 123,11 g mol-1, titik leburnya 310°C - 315C dan titik didihnya
260° C. Senyawa ini larut dalam metanol dan etanol panas. Asam isonikotinat
mempunyai tiga atom yang mengandung pasangan elektron bebas yaitu dua O dan N
piridin.
3. Kompleks Tembaga(II)
Senyawa kompleks terbentuk antara atom pusat dengan suatu ligan. Atom pusat
pada umumnya merupakan ion-ion logam transisi yang memiliki orbital d yang terisi
sebagian dan dapat berfungsi sebagai penerima pasangan elektron bebas, misalnya Cu2+
(Cotton and Wilkinson, 1988: 625).
Tembaga(II) dengan ligan yang mengandung atom donor elektron seperti N, S dan
O dapat membentuk kompleks dengan berbagai kemungkinan geometri. Pada umumnya
tembaga(II) membentuk kompleks dengan bilangan koordinasi empat, lima atau enam
dengan geometri square planar, square pyramid atau oktahedral terdistorsi (Cotton and
Wilkinson, 1988: 542).
Tembaga(II) merupakan logam transisi yang berperan sebagai atom pusat dalam
suatu kompleks, sehingga tembaga(II) harus menyediakan orbital kosong untuk ditempati
pasangan elektron bebas dari ligan, yang jumlahnya sesuai dengan banyaknya ligan yang
terkoordinasi pada tembaga(II). Ilustrasi konfigurasi elektron Cu ([Ar] 3d 10 4s1) dan Cu2+
([Ar] 3d9 4s0) ditunjukkan oleh Gambar 7.
Cu Cu2+
E
4p 4p
4s 4s
3d 3d
Gambar 7. Ilustrasi konfigurasi elektron Cu dan Cu2+ (Huheey, 1993: 391)
p
4p 4p
E
dsp2
4s 4s
3d
3d 3d
1 orbital d, 1 orbital s dan 2 orbital
p dari Cu2+ mengalami hibridisasi
membentuk orbital hibrid dsp2
Gambar 8. Ilustrasi Pembentukan Hibridisasi pada Kompleks [Cu(1-myct)4]2+
(Huheey, 1993: 390)
Kompleks [{L(-OH))Cu2}(-bpeta)2{Cu2(-OH)L}](ClO4)4.CH3OH. 1.5H2O (Hal.
8) yang bergeometri square pyramid dapat terbentuk karena ada lima orbital kosong yang
disediakan oleh tembaga(II) untuk ditempati pasangan elektron bebas dari L, -bpeta
maupun jembatan OH-. Orbital tersebut adalah satu orbital 4s, tiga orbital 4p dan satu
orbital 3d, yang membentuk hibridisasi dsp3 seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 9.
4d 4d
E 4d
4p 4p
dsp3
4s 4s
3d 3d
Pauling meramalkan bentuk geometri dari berbagai senyawa atau ion kompleks
berdasarkan ikatan hibrida yang terbentuk. Orbital hibrida untuk beberapa konfigurasi
geometri ditunjukkan oleh Tabel 1 (Sharpe, 1992: 463).
Orbital d pada ion pusat (dxy, dxz, dyz, dx2-y2 dan dz2) mempunyai energi yang sama
(terdegenerasi) jika ion pusat dalam keadaan bebas, tanpa pengaruh ligan. Jika disekitar
ion pusat terdapat ligan, muatan negatif ligan menyebabkan energi orbital meningkat
namun tetap terdegenerasi, saat kompleks terbentuk, orbital terpisah (split) menjadi dua
bagian. Hal ini terjadi karena adanya tolak menolak antara medan negatif dari ligan
dengan elektron pada ion pusat (Lee, 1991: 205).
Energi
z2 x2-y2 eg
+ 6 Dq
xy xz yz z2 x2-y2 10 Dq
x2-y2
sp
2 2 2
z x -y
eg
+ 6 Dq z2 xy
b2g
xy xz yz z2 x -y 2 2
10 Dq
orbital d dalam kedaan - 4 Dq xy
terdegenerasi t2g z2
xy xz yz a1g
pembelahan orbital d
pada kompleks oktahedral
xz yz
pembelahan orbital d
pada kompleks oktahedral xz yz
yang terdistorsi secara tetragonal eg
pembelahan orbital d
pada kompleks square planar
Gambar 11. Ilustrasi pembelahan orbital d karena pengaruh distorsi Jahn Teller
(Huheey, 1993: 404)
L
L
L L
L L
Cu Cu
L L L L
L L
L
L
Cu
L L
Gambar 12. Distorsi kompleks oktahedral yang kemudian menjadi kompleks square
planar (Day dan Selbin, 1962 : 292)
Adanya ikatan kovalen dalam kompleks dapat diterangkan dengan teori orbital
molekul. Dalam kompleks oktahedral, orbital-orbital yang mempunyai energi sama atau
hampir sama atau dapat mengadakan tumpang tindih, dapat bergabung dan membentuk
orbital molekul bonding dan antibonding. Pada ion kompleks oktahedral 2 di antara 5
orbital d, yaitu dx2-y2 dan dz2 mengarah langsung kepada ligan. Kedua orbital tersebut dan
orbital yang berisi pasangan elektron pada ligan, dapat membentuk orbital molekul
bonding dan anti bonding. Orbital-orbital dxy, dxz dan dyz berada di antara arah ligan
menuju ion pusat, tidak terlibat dalam membentuk ikatan (orbital nonbonding). Orbital
yang terlibat dalam pembentukan ikatan adalah orbital 4s, dan 3 orbital 4p, seperti yang
ditunjukkan oleh Gambar 13 (Huheey, 1993: 413).
t1u*
Px * Py* Pz *
a1g* orbital
anti bonding
4p
Px Py Pz t1u
4s eg *
a1g dx 2-y2* dz 2*
10 Dq
orbital
3d non bonding
eg t2g t2g
dx 2 -y2 dz 2 dxy dxz dyz dxy dxz dyz enam donor orbital
4p
Px Py Pz dx 2-y2 dz 2
eg
2 2 2
dx -y dz
orbital
t1u bonding
Pz Py Px
a1g
orbital atom orbital molekul orbital atom
pada ion logam kompleks pada L
eu*
px* py*
a*1g
*
4s dx2-y2 b1g
a1g
a1g
d z2 empat donor orbital
3d orbital a1g , b1g , eu
eg,a1g,b1g,b2g b2g non bonding
dx -y2
2 dz2 dxy dxz dyz dxy dxz dyz eg
dx2-y2 px py
eu
px py
orbital bonding
2 2
b1g
dx - y
orbital atom orbital atom
pada ion logam pada L
a1g
orbital molekul
kompleks
Gambar 14. Orbital Molekul Kompleks Square Planar (Huheey, 1993: 419)
5. Sifat Magnetik
Suatu kompleks logam transisi dapat bersifat paramagnetik dan diamagnetik. Sifat
paramagnetik terjadi pada orbital d yang terisi elektron secara tidak berpasangan, pada
umumnya terjadi pada kompleks dengan medan ligan yang lemah. Jika ligan memiliki
medan ligan lemah, pemisahaan orbital d yang dihasilkan tidak terlalu besar sehingga
orbital d memiliki energi yang rendah. Masing–masing orbital d akan terisi oleh satu
elektron dan elektron berikutnya cenderung mengisi orbital dengan tingkat energi yang
lebih tinggi, keadaan ini disebut dengan spin tinggi. Sedangkan sifat diamagnetik terjadi
pada orbital d yang terisi elektron secara berpasangan dan pada umumnya terjadi pada
kompleks dengan medan ligan yang kuat. Apabila medan ligan memiliki medan ligan
yang kuat akan menghasilkan pemisahan orbital d yang besar, sehingga orbital d
memiliki energi tinggi dan elektron cenderung berpasangan daripada mengisi orbital
dengan tingkat energi yang lebih tinggi, keadaan ini disebut dengan spin rendah (Lee,
1991: 675).
Spin elektron yang tidak berpasangan pada orbital d terus bergerak, sehingga
menimbulkan momen magnet permanen yang searah dengan medan magnet luar dan
menghasilkan nilai kerentanan magnet (Jolly, 1991: 455). Nilai kerentanan magnet dapat
diukur dengan neraca kerentanan magnetik atau Magnetic Susceptibility Balance. Nilai
kerentanan magnetik molar (χM) untuk satu mol zat dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (1).
χM=χg x Mr ………………………………………….…………………..(1)
Keterangan :
Keterangan :
Tabel 2. Faktor Koreksi Diamagnetik Beberapa Ion dan Molekul (Porterfield, 1984: 456)
No. Kation/Anion/Atom Faktor Koreksi (10-6 cgs)
Netral/Molekul
1. Cu2+ -15,00
2. SO42- -40,10
3. H2O -13,00
4. C -6,00
5. H -2,93
6. N -4,61
7. O -4,61
Nilai momen magnetik efektif (μeff) dengan kerentanan magnetik terkoreksi (χA)
dihubungkan melalui persamaan (3) dan (4) (Szafran et.al., 1991: 53).
1/ 2
3k
μeff= A .T BM .….……………...…….…….…….……………..(3)
N
2
Keterangan :
μeff = nilai momen magnetik efektif
N = tetapan Avogadro (6,022 x 1023 mol-1)
k = tetapan Boltzman (1,381 x 10-16 erg.s-1)
β = konversi Bohr Magneton (9,273 x 10-21 erg.gauss-1)
T = suhu (oK)
A = nilai kerentanan magnetik terkoreksi
Subtitusi nilai N, dan k akan diperoleh pada persamaan (4).
μeff=2,828 A .T 1 / 2 BM ……………………….………………...…..……(4)
Momen magnet logam transisi adalah perpaduan antara momen spin dengan momen
orbital, tetapi momen magnet dapat juga dihitung dari momen spin saja karena pada
umumnya kontribusi momen orbital kompleks hampir dapat diabaikan. Hubungan nilai
momen magnetik spin (μs) suatu senyawa dengan banyaknya elektron yang tidak
berpasangan dinyatakan dalam persamaan (5) (Jolly, 1991: 454).
μs= n n 2 1 / 2 BM ………………...………….……………………...…(5)
Keterangan :
μs = momen magnetik yang ditimbulkan oleh spin elektron
n = jumlah elektron yang tidak berpasangan
Persamaan (5) menunjukkan bahwa nilai momen magnetik kompleks tergantung
pada jumlah elektron yang tidak berpasangan. Nilai momen magnetik kompleks
tembaga(II) yang teramati (μobs) dengan satu elektron tidak berpasangan berkisar antara
1,7-2,2 BM, sedangkan momen magnetik yang hanya melibatkan spin elektron (μs)
adalah 1,73 BM (Day and Selbin, 1962: 305).
ΛM= ………………………………….……………………...……..…(6)
C
Keterangan :
Jika diketahui konsentrasi larutan elektrolit adalah mol.L-1, sedangkan satuan daya
hantar molarnya tetap maka persamaan (6) menjadi :
1000
ΛM= ………………………………..……………………...…......(7)
C
Keterangan :
Apabila daya hantar spesifik larutan adalah daya hantar yang sudah terkoreksi (κ*)
dalam satuan μS.cm-1, maka daya hantar molar larutan elektrolit dapat ditulis:
*
ΛM= ………………………………….………….……….….…...(8)
1000C
Keterangan :
Vibrasi ulur terdiri dari vibrasi simetris dan anti simetris, sedangkan vibrasi tekuk
terdiri dari vibrasi goyang (rocking), gunting (scissoring), putar (twisting) dan kibas
(wagging) seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 15 (Hendayana, Kadaromah, Sumarna
dan Supriatna, 1994: 192).
R R
C C
H H H H
(a) (b)
R R
H H
C C
C C
H H H H
R R R R
(c) (d) (e) (f)
Gambar 15. Vibrasi ulur : (a) simetri, (b) asimetri dan vibrasi tekuk :
(c) scisoring, (d) rocking, (e) wagging, (f) twisting.
(Hendayana, dkk., 1994: 192)
Kerumitan struktur suatu molekul mempengaruhi banyaknya pita absorpsi yang
muncul karena makin rumit struktur makin banyak bentuk-bentuk vibrasi yang mungkin
terjadi. Meskipun spektrum infra merah molekul poliatomik sangat sulit untuk dianalisis,
tetapi absorpsi setiap gugus fungsional dalam molekul tampak pada daerah yang agak
spesifik (Hendayana, dkk., 1994: 191-194). Frekuensi vibrasi pada ikatan antara dua
atom dapat ditentukan dengan menggunakan hukum Hooke seperti yang ditunjukkan
pada persamaan (9) (Kemp, 1987: 18).
1/ 2
1 k
…...………………….………….....……..(9)
2 (m1.m2 ) /(m1 m2 )
Keterangan :
π = konstanta (3,14)
= ………………………………………………………………… (10)
c
E=h.υ …………..……………….………………….…………………...(11)
Keterangan :
E= h.c. ………………………………………….……………………..(12)
Serapan infra merah dari beberapa gugus fungsi adalah sebagai berikut:
1. Oksigen–Hidrogen
Gugus O-H pada asam karboksilat memperlihatkan pita yang lebar di daerah
2500–3500 cm-1 disebabkan oleh vibrasi ulur O-H berikatan hidrogen. Pita ulur O-
H ini mempunyai struktur dimer. Untuk vibrasi tekuk O-H muncul di dekat 1395-
1440 cm-1 (Sudjadi, 1985: 224).
2. Anion Karboksilat
3. Nitrogen-Hidrogen
Vibrasi ulur gugus N-H primer dengan cuplikan padatan memperlihatkan dua
pita serapan yang sedang, di daerah dekat 3180 cm -1 dan 3350 cm-1. Pita-pita ini
menyatakan jenis vibrasi ulur N-H simetrik dan taksimetrik. N-H sekunder
menunjukkan serapan lemah di daerah 3350-3310 cm-1. Vibrasi tekuk NH2 dalam
keadaan padat terletak di dekat 1655-1620 cm-1 (Silverstein, et.al., 1986: 126).
4. Karbon–Oksigen
Gugus karbonil pada amida primer memiliki sebuah pita amida I yang kuat di
dekat 1650 cm-1 bila diperiksa dalam keadaan padat. Bila dalam bentuk larutan
encer di dekat 1690 cm-1(Silverstein, et.al., 1986: 126).
5. Karbon-Nitrogen
Pita ulur C-N amida primer terletak di daerah 1400 cm -1. Pita lebar
berkekuatan menengah di sekitar daerah 800–600 cm-1 dalam spectrum amida
primer dan sekunder dihasilkan oleh kibasan N-H (Silverstein, et.al., 1986: 127).
Pita ulur C=N cicin piridin terletak di daerah 1600-1430 cm-1 (Silverstein, et.al.,
1986: 185).
hcNo
∆o = = …………………………….…………………………..(13)
Keterangan:
2
T2g
4 Dq
2
D
6 Dq
2
Eg
Bertambahnya kekuatan medan ligan
Gambar 16. Diagram Orgel Medan Oktahedral Ion d9 (Lee, 1991: 956).
[Cu(H2O)6]2+ merupakan kompleks oktahedral dengan konfigurasi d9 yang
mempunyai satu spektra elektronik pada daerah 800 nm atau 12.500 cm-1. Apabila
larutan [Cu(H2O)6]2+ ditambahkan suatu ligan seperti NH3, maka H2O yang terkoordinasi
pada ion tembaga(II) akan digantikan oleh NH3 sehingga akan terbentuk kompleks
[Cu(NH3)(H2O)5]2+,…, [Cu(NH3)5(H2O)]2+, puncak serapannya (maks) akan bergeser
kearah bilangan gelombang lebih besar (pada daerah 600 nm atau 16.666,67 cm-1), seperti
ditunjukkan oleh Gambar 17 (Cotton dan Wilkinson, 1988: 369).
80 F
60 E
D
40
ε C
20 B
A
0
10.000 15.000 20.000
frekuensi (cm-1)
Apabila ke dalam suatu larutan [Cu(H2O)5]2+ ditambahkan suatu ligan yang lebih
kuat daripada H2O maka akan terbentuk berbagai kompleks tergantung kekuatan ligan
dan konsentrasi ligan.
Eksoterm
2CaC2O4 + O2 2CaCO3 + 2CO2
ΔT
0
Endoterm
B. Kerangka Pemikiran
Senyawa kompleks dapat terbentuk jika berikatan kovalen koordinasi antara orbital
kosong atom pusat dengan molekul netral atau anion yang mempunyai atom donor
elektron. Tembaga(II) merupakan atom pusat dengan konfigurasi d9 mempunyai orbital
kosong. Isonikotinamida mengandung atom donor elektron N primer pada gugus amida
(-CONH2), N tersier pada rantai siklisnya dan O pada gugus C=O amida. Sedang asam
isonikotinat mengandung atom donor elektron O pada gugus C=O dan C-O asam
karboksilat (COOH) dan N tersier pada rantai siklisnya. Atom-atom donor tersebut
dimungkinkan mampu berikatan dengan atom pusat membentuk kompleks Cu(II) baik
berupa ikatan monodentat, bidentat ataupun tridentat.
Dari deret spektrokimia, atom N primer (dalam NH 2), N piridin dan C=O
merupakan ligan yang kuat, sehingga mempunyai kemungkinan besar untuk berikatan
dengan atom pusat. Disamping dipengaruhi oleh kekuatan ligan, kemampuan atom pusat
berikatan dengan ligan juga dipengaruhi oleh keruahan (efek sterik) dan gugus pengarah.
Gugus N piridin mempunyai kemungkinan besar terkoordinasi pada atom pusat Cu(II)
karena keruahan atom N piridin kecil dan adanya elektron bebas bersama-sama pada
atom pusat. Sedang pada asam isonikotinat, gugus C=O mempunyai kemungkinan paling
besar terkoordinasi pada atom pusat Cu(II). Tiga atom donor pada isonikotinamida dan
asam isonikotinat yang pontensial untuk berikatan dengan atom pusat ditunjukkan oleh
Gambar 19.
Cu 2+
Cu2+
O Cu2+
Cu 2+
=
O
N C OH
N C NH2
Cu2+
isonikotinamida Cu 2+ asam isonikotinat
(a) (b)
Gambar 19. Atom yang mempunyai pasangan elektron bebas (a) Isonikotinamida dan
(b) Asam Isonikotinat
Adanya perbedaan kekuatan medan ligan, mengakibatkan panjang gelombang
maksimum spektra elektronik dari masing-masing senyawa kompleks yang dihasilkan
berbeda. Spektra elektronik kompleks tembaga(II) dengan konfigurasi d9 menunjukkan
satu puncak serapan.
Ion SO42- dari kompleks CuSO4.5H2O merupakan ligan yang sangat lemah, hal ini
disebabkan pasangan elektron O tertarik pada atom S yang bermuatan positif, akibatnya
O cenderung tidak mendonorkan pasangan elektron bebasnya pada ion pusat Cu(II),
apabila anion SO42- tidak masuk sebagai ligan perbandingan kation-anion pada senyawa
kompleks adalah 1:1. Harga momen magnetik kompleks tembaga(II) berkisar antara
1,70-2,20 BM. Struktur kompleks Cu(II) pada umumnya square planar, namun tidak
menutup kemungkinan terbentuk struktur lain seperti oktahedral atau tetrahedral.
C. Hipotesis
Dari uraian diatas, dapat diambil suatu hipotesis yaitu :
1. Kompleks tembaga(II)-isonikotinamida dan tembaga(II)-asam isonikotinat
dapat disintesis dari tembaga(II) dengan isonikotinamida dan tembaga(II)
dengan asam isonikotinat.
2. Kemungkinan formula kompleks yang terbentuk adalah Cu(L) x(H2O)ySO4, x =
1, 2, 3 dan 4 dengan y = 0, 1, 2, 3, 4 atau 5.
3. Karakteristik kompleks tembaga(II)-isonikotinamida dan tembaga(II)-asam
isonikotinat yang terbentuk antara lain :
a. Spektra elektronik kompleks menunjukkan satu puncak serapan.
b. Kompleks bersifat paramagnetik dengan harga momen magnet efektif
berkisar antara 1,70-2,20 BM.
c. Perbandingan kation dan anionnya adalah 1:1 dengan kedudukan SO 42-
sebagai anion.
d. Gugus-gugus yang mungkin terkoordinasi dengan atom pusat adalah
gugus N piridin pada isonikotinamida dan gugus C=O pada asam
isonikotinat.
e. Struktur yang terbentuk dimungkinkan square planar.