Anda di halaman 1dari 28

Diktat Kimia Koordinasi 14

TEORI IKATAN DALAM KOMPLEKS


Teori mengenai ikatan dalam senyawa kompleks mulai berkembang sekitar
tahun 1930. Sampai dengan saat ini ada 3 teori yang cukup menonjol :
Teori Ikatan Valensi (TIV)
Teori ini menyatakan bahwa dalam senyawa terbentuk ikatan kovalen
koordinasi antara ligan dengan atom, dimana pasangan elektron bebas
disumbangkan oleh ligan dan logam menyediakan orbital kosong untuk
ditempati oleh PEB yang disumbangkan oleh ligan
Teori Medan Kristal
Menurut teori ini, ikatan antara logam dan ligan dalam senyawa
kompleks murni merupakan interaksi elektrostatik.
Teori Orbital Molekul
Dalam teori orbital molekul, interaksi antara ligan dengan logam pusat
dapat berupa interaksi ionik maupun pembentukan ikatan kovalen,
dengan menggunakan pendekatan mekanika gelombang

a. Teori Ikatan Valensi (Valence Bond Theory)


Teori ini dikemukakan oleh Linus Pauling sekitar tahun 1931. Teori ini
menyatakan bahwa ikatan antara ligan dengan logam merupakan ikatan
kovalen koordinasi, dengan pasangan elektron bebas yang disumbangkan
oleh ligan. Logam pusat menyediakan orbital-orbital kosong yang telah
mengalami hibridisasi untuk ditempati oleh PEB dari ligan. Jenis hibridisasi
orbital menentukan bentuk geometris senyawa kompleks yang terbentuk.
Pembentukan ikatan dalam senyawa kompleks juga dapat ditinjau sebagai
reaksi Asam-Basa Lewis, dimana ligan merupakan Basa Lewis yang
memberikan PEB.
Hibridisasi Geometris Contoh
sp2 Trigonal planar -
[HgI3]
sp3 Tetrahedral [Zn(NH3)4]2+
dsp2 Bujur sangkar/ segi empat planar [Ni(CN)4]2-
dsp3 Bipiramida trigonal [CuCl 5]3-
sp3d Bipiramida trigonal [Fe(CO)5]2+
d2sp3 Oktahedral [Fe(CN)6]3-
sp3d2 Oktahedral [FeF6]3-
Pembentukan ikatan melibatkan beberapa tahapan, meliputi promosi
elektron; pembentukan orbital hibrida; dan pembentukan ikatan antara logam

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks


Diktat Kimia Koordinasi 15

dengan ligan melalui overlap antara orbital hibrida logam yang kosong
dengan orbital ligan yang berisi pasangan elektron bebas.
Pada hibridisasi yang melibatkan orbital d, ada dua macam kemungkinan
hibridisasi. Jika dalam hibridisasi orbital d yang dilibatkan adalah orbital d
yang berada di luar kulit dari orbital s dan p yang berhibridisasi, maka
kompleks yang terbentuk disebut sebagai kompleks orbital luar, atau outer
orbital complex. Sebaliknya, jika dalam hibridisasi yang dilibatkan adalah
orbital d di dalam kulit orbital s dan p yang berhibridisasi, maka kompleks
tersebut dinamakan kompleks orbital dalam atau inner orbital complex.
Umumnya kompleks orbital dalam lebih stabil dibandingkan kompleks orbital
luar, karena energi yang dilibatkan dalam pembentukan kompleks orbital
dalam lebih kecil dibandingkan energi yang terlibat dalam pembentukan
kompleks orbital luar. Untuk menghibridisasi orbital d yang berada di dalam
orbital s dan p diperlukan energi yang lebih kecil, karena tingkat energinya
tidak terlalu jauh.
Contoh :
[Ni(CO)4], memiliki struktur geometris tetrahedral
28 Ni : [Ar] 3d8 4s2

: [Ar]
3d8 4s2 4p0

Elektron pada orbital 4s mengalami promosi ke orbital 3d, sehingga orbital 4s


kosong dan dapat mengalami hibridisasi dengan orbital 4p membentuk orbital
hibrida sp3.

28 Ni : [Ar]
3d8 4s 4p
hibridisasi sp3

Orbital hibrida sp3 yang telah terbentuk kemudian digunakan untuk berikatan
dengan 4 ligan CO yang masing-masing menyumbangkan pasangan elektron
bebas

[Ni(CO)4] : [Ar]
3d10 sp3
Karena semua elektron berpasangan, maka senyawa bersifat diamagnetik

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks


Diktat Kimia Koordinasi 16

[Fe(CN)6]3-; memiliki bentuk geometris oktahedral


26 Fe : [Ar] 3d6 4s2
Fe3+ : [Ar] 3d5 4s0

: [ Ar]
3d5 4s0 4p0
Dua buah elektron pada orbital d yang semula tidak berpasangan dipasangkan
dengan elektron lain yang ada pada orbital d tersebut, sehingga 2 orbital d yang
semula ditempati oleh kedua elektron tersebut kosong dan dapat digunakan
untuk membentuk orbital hibridal d2sp3

Fe3+ : [Ar]
hibridisasi d2sp3

Karena orbital d yang digunakan dalam hibridisasi ini berasal dari orbital d yang
berada disebelah dalam orbital s dan p, maka kompleks dengan orbital hibrida
semacam ini disebut sebagai kompleks orbital dalam (inner orbital complex)

[Fe(CN)6]3- : [Ar]
3d6 d2sp3
Orbital hibrida d2sp3 yang terbentuk diisi oleh pasangan elektron bebas dari ligan
CN-
Dalam kompleks terdapat satu elektron yang tidak berpasangan, sehingga
kompleks bersifat paramagnetik.

[Ni(CN)4]2-, memiliki bentuk geometris segiempat planar


28 Ni : [Ar] 3d8 4s2

: [Ar]
3d8 4s2 4p0

Ni2+ : [Ar]
membentuk orbital hibrida dsp2

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks


Diktat Kimia Koordinasi 17

Salah satu elektron pada orbital d yang tidak berpasangan dipasangkan dengan
elektron lain, sehingga salah satu orbital d kosong dan dapat digunakan untuk
membentuk orbital hibrida dsp3

[Ni(CN4)]2- : [Ar]
3d8 dsp2
Semua elektron dalam kompleks ini berpasangan sehingga kompleks bersifat
diamagnetik

Sebagian besar kompleks lebih memilih konfigurasi kompleks orbital


dalam, karena energi yang diperlukan saat hibridisasi untuk melibatkan
orbital d sebelah dalam lebih kecil dibandingkan energi yang
diperlukan untuk melibatkan orbital d sebelah luar. Meskipun demikian,
jika dilihat dari pengukuran momen magnetnya, beberapa kompleks
ternyata berada dalam bentuk kompleks orbital luar.

Contoh :
Ion [FeF6]3-, memiliki bentuk geometris oktahedral. Jika
diasumsikan kompleks ini merupakan kompleks orbital dalam
dengan hanya satu elektron yang tidak berpasangan, maka
seharusnya momen magnet senyawa adalah sebesar 1,73 BM.
Menurut hasil pengukuran, momen magnet ion [FeF 6]3- adalah
sebesar 6,0 BM, yang akan sesuai jika terdapat lima elektron tidak
berpasangan. Berarti ion Fe3+ dalam kompleks mengalami
hibridisasi sp3d2 dengan melibatkan orbital d sebelah luar, dan
disebut sebagai kompleks orbital luar (outer orbital complex).
Fe26: [Ar] 3d6 4s2
Fe3+: [Ar] 3d5 4s0
: [Ar]
3d5 4s1 4p0 4d0
membentuk orbital hibrida sp3d2

Elektronetralitas dan Backbonding


Dalam TIV, reaksi pembentukan kompleks merupakan reaksi Asam Basa
Lewis. Atom logam sebagai asam Lewis mendapatkan elektron dari ligan

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks


Diktat Kimia Koordinasi 18

yang bertindak sebagai basa Lewis, sehingga mendapatkan tambahan


muatan negatif. Dengan demikian densitas elektron pada atom logam akan
menjadi semakin besar sehingga kompleks menjadi semakin tidak stabil.
Pada kenyataannya senyawa kompleks merupakan senyawa yang stabil,
sehingga diasumsikan walaupun mendapatkan tambahan muatan negatif dari
PEB yang didonorkan oleh ligan, atom pusat memiliki muatan yang mendekati
nol atau hampir netral. Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk
menerangkan hal ini :

(1) Elektronetralitas
Ligan donor umumnya merupakan atom dengan
elektronegativitas yang tinggi, sehingga atom ligan tidak
memberikan keseluruhan muatan negatifnya, sehingga elektron
ikatan tidak terdistribusi secara merata antara logam dengan ligan

(2) Backbonding
Pada atom logam dengan tingkat oksidasi yang rendah,
kerapatan elektron diturunkan melalui pembentukan ikatan balik
(backbonding) atau resonansi ikatan partial. Ion pusat
memberikan kembali pasangan elektron kepada ligan melalui
pembentukan ikatan phi ().

Teori Ikatan Valensi cukup mudah untuk dipahami, dapat meramalkan


bentuk geometris dari sebagian besar kompleks, dan berkesesuaian dengan
sifat kemagnetan dari sebagian besar kompleks.
Meskipun demikian, ada beberapa kelemahan dari Teori Ikatan Valensi ini.
Sebagian besar senyawa kompleks merupakan senyawa berwarna, TIV tidak
dapat menjelaskan warna dan spektra elektronik dari senyawa kompleks.
Selain itu, meskipun berkesesuaian dengan sifat kemagnetan senyawa, TIV
tidak dapat menjelaskan mengapa kemagnetan senyawa dapat berubah
dengan kenaikan suhu. Teori Ikatan Valensi tidak dapat memberikan
penjelasan yang memuaskan mengapa sejumlah kompleks berada dalam
bentuk kompleks orbital luar. Kelemahan-kelemahan dari TIV ini dapat
dijelaskan dengan lebih baik oleh Teori Medan Kristal (Crystal Field Theory).

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks


Diktat Kimia Koordinasi 19

b. Teori Medan Kristal (Crystal Field Theory)


Teori ini mula-mula diajukan oleh Bethe (1929) dan
Vleck (1931 1935), dan mulai berkembang sekitar tahun
1951. Teori ini merupakan usaha untuk menjelaskan hal-
hal yang menjadi kelemahan dari Teori Ikatan Valensi.
Dalam Teori Medan Kristal (TMK), interaksi yang terjadi
antara logam dengan ligan adalah murni interaksi
elektrostatik. Logam yang menjadi pusat dari kompleks
dianggap sebagai suatu ion positif yang muatannya sama
dengan tingkat oksidasi dari logam tersebut. Logam pusat
ini dikelilingi oleh ligan-ligan bermuatan negatif atau ligan
netral yang memiliki pasangan elektron bebas (PEB). Jika
ligan merupakan suatu spesi netral/tidak bermuatan,
maka sisi dipol negatif dari ligan terarah pada logam
pusat. Medan listrik pada logam akan saling
mempengaruhi dengan medan listrik ligan.
Dalam Teori Medan Kristal, berlaku beberapa anggapan
berikut :
a. ligan dianggap sebagai suatu titik muatan

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks


Diktat Kimia Koordinasi 20

b. tidak ada interaksi antara orbital logam dengan


orbital ligan
c. orbital d dari logam kesemuanya memiliki energi
yang sama, akan tetapi, jika terbentuk kompleks,
maka akan terjadi pemecahan tingkat energi orbital d
tersebut akibat adanya tolakan dari elektron pada
ligan, pemecahan tingkat energi orbital d ini
tergantung orientasi arah orbital logam dengan arah
datangnya ligan

Bentuk Orbital-d
Karena orbital d seringkali digunakan pada
pembentukan ikatan dalam kompleks, terutama dalam
teori TMK, maka adalah penting untuk mempelajari bentuk
dan orientasi ruang orbital d. Kelima orbital d tidak identik,
dan dapat dibagi menjadi dua kelompok; orbital t 2g dan eg.
Orbital-orbital t2g dxy; dxz; dan dyz memiliki bentuk yang
sama dan memiliki orientasi arah di antara sumbu x, y,
dan z. Orbital-orbital eg dx2-y2 dan dz2 memiliki bentuk
yang berbeda dan terletak di sepanjang sumbu

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks


Diktat Kimia Koordinasi 21

x x y

y z z

dxy dxz dyz

x z

y y

dz2
dx2-y2

Kompleks Oktahedral
Pada kompleks oktahedral, logam berada di pusat
oktahedron dengan ligan di setiap sudutnya. Arah
mendekatnya ligan adalah sepanjang sumbu x, y dan z.
Karena orientasi arah orbital dx2-y2 dan dz2 adalah
sepanjang sumbu x; y; z, dan menghadap langsung ke
arah mendekatnya ligan, maka kedua orbital tersebut
mengami tolakan yang lebih besar dari ligan dibandingkan
orbital dxy; dxz dan dyz yang berada di antara sumbu-
sumbu x; y; dan z. Dengan demikian orbital d pada

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks


Diktat Kimia Koordinasi 22

kompleks oktahedral mengalami pemecahan (splitting)


tingkat energi dimana orbital-orbital eg memiliki tingkat
energi yang lebih besar dibandingkan orbital t2g
Z dx2-y2 dz2
L eg

Y
0,6o
L
o
L M+ L X
dxy dxz dyz dx2-y2 dz2
L
0,4o

L dxy dxz dyz

t2g

(a) (b)
Gambar a. kompleks oktahedral
Gambar b. pemecahan energi yang terjadi pada orbital d
menjadi orbital eg dan t2g

Jarak antara kedua tingkat energi ini diberi simbol 0


atau 10Dq. Setiap orbital pada orbital t2g menurunkan
energi kompleks sebesar 0,40, dan sebaliknya setiap
orbital pada orbital eg menaikkan energi kompleks sebesar
0,60. Tingkat energi rata-rata dari kedua tingkat energi
orbital t2g dan eg merupakan energi hipotetik dari orbital d
yang terdegenerasi.
Besarnya harga o terutama ditentukan oleh kuat
atau lemahnya suatu ligan. Semakin kuat medan suatu
ligan, makin besar pula pemecahan tingkat energi yang
disebabkan, sehingga harga 0 juga semakin besar. Harga

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks


Diktat Kimia Koordinasi 23

0 dalam suatu kompleks dapat ditentukan melalui


pengukuran spektra UV-Vis dari kompleks. Kompleks
akan menyerap energi pada panjang gelombang yang
sesuai untuk mempromosikan elektron dari tingkat energi
t2g ke tingkat eg. Panjang gelombang yang diserap dapat
ditentukan berdasarkan puncak serapan dari spektrum
serapan UV-Vis.
Karena setiap orbital t2g menurunkan energi sebesar
0,40 dari tingkat energi hipotetis, setiap elektron yang
menempati orbital t2g akan meningkatkan kestabilan
kompleks dengan menurunkan energi kompleks sebesar
0,40. Besarnya penurunan energi ini disebut sebagai
Energi Stabilisasi Medan Kristal (CFSE, Crystal Field
Stabilization Energy). Sebaliknya, setiap elektron di orbital
eg akan menurunkan kestabilan kompleks dengan
menaikkan energi kompleks sebesar 0,60.
Tabel berikut menunjukkan besarnya CFSE untuk
kompleks dengan konfigurasi d1 d10.
Konfigurasi
Jumlah elektron d CFSE
t2g eg
1 -0,40
2 -0,80
3 -1,20
4 (kompleks high spin) -0,60

4 (kompleks low spin) -1,60

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks


Diktat Kimia Koordinasi 24

Konfigurasi
Jumlah elektron d CFSE
t2g eg
5 (kompleks high spin) 0
5 (kompleks low spin) -2,00
6 (kompleks high spin) -0,40
6 (kompleks low spin) -2,40
7 (kompleks high spin) -0,80
7 (kompleks low spin) -1,80
8 -1,20
9 -0,60
10 0
Besarnya harga 0 ditentukan oleh jenis ligan yang
terikat dengan logam pusat. Untuk ligan medan lemah
(weak field ligand), perbedaan selisih energi antara orbital
t2g dan eg yang terjadi dalam splitting sangat kecil, dengan
demikian elektron-elektron akan mengisi kelima orbital
tanpa berpasangan terlebih dahulu. Kompleks dengan
ligan medan lemah semacam ini disebut sebagai
kompleks spin tinggi (high spin complex).
Ligan medan kuat (strong field ligand) menyebabkan
perbedaan energi yang besar antara orbital t2g dengan
orbital eg. Karena energi yang diperlukan untuk
menempatkan elektron ke orbital eg yang tingkat
energinya lebih tinggi lebih besar dibandingkan energi
yang diperlukan untuk memasangkan elektron, elektron
akan mengisi orbital t2g terlebih dahulu hingga penuh
sebelum mengisi orbital eg.
Besarnya harga o dapat ditentukan secara
Spektrofotometri UV-Vis. Kompleks akan menyerap

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks


Diktat Kimia Koordinasi 25

cahaya dengan frekuensi yang berkesesuaian dengan


energi yang diperlukan untuk mengeksitasikan elektron
dari orbital t2g ke orbital eg (v = 0/h, h= konstanta Planck).
Dari pita serapan ini dapat dilihat intensitas maksimum
dari serapan oleh kompleks terletak pada frekuensi
berapa.
Menurut hasil studi eksperimen dari spektra sejumlah
kompleks dengan berbagai macam jenis logam pusat dan
ligan, ternyata ligan-ligan dapat diurutkan sesuai
kemampuannya untuk menyebabkan pemecahan tingkat
energi pada orbital d. Deretan ligan ini disebut Deret Spe
ktrokimia.
I-< Br- < S2- < SCN- < Cl- < NO3- < F- < urea ~ OH- <
C2O42- ~ O2- < H2O < NCS- < CH3CN < NH3 ~ py < en <

bipy ~ phen < NO2- < fosfina < C6H5- < CN- < CO

KOMPLEKS SEGI EMPAT PLANAR


Kompleks segiempat planar (bujur sangkar) dapat
dianggap sebagai turunan dari kompleks oktahedral. Jika
logam pusat dalam kompleks memiliki konfigurasi d8,
maka enam elektron akan mengisi orbital t2g dan dua
elektron akan mengisi orbital eg. Penataan elektronnya
ditunjukkan dalam Gambar (a). Orbital-orbital terisi oleh
elektron secara simetris, dan suatu kompleks oktahedral
terbentuk.

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks


Diktat Kimia Koordinasi 26

eg
E

t2g

Gambar (e) Gambar (f)

Gambar (e) Penataan elektron yang simetris di orbital t2g


dan eg pada logam dengan konfigurasi elektron
d8
Gambar (f) Pemecahan tingkat energi orbital eg, untuk
mencapai kestabilan, kedua elektron mengisi
orbital dz2 yang tingkat energinya lebih rendah

Elektron yang berada pada orbital dx2-y2 mengalami


tolakan dari empat ligan yang berada pada sumbu x dan
y; sementara elektron yang ada pada orbital dz2 hanya
mengalami tolakan dari dua ligan yang berada pada
sumbu z. Jika medan ligan cukup kuat, maka perbedaan
energi di antara dua orbital ini (orbital dx2-y2 dan dz2)
menjadi lebih besar dibandingkan energi yang diperlukan
untuk memasangkan elektron. Pemecahan orbital eg ini
ditunjukkan pada Gambar(f).

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks


Diktat Kimia Koordinasi 27

Dalam kondisi demikian, kompleks akan menjadi


lebih stabil jika orbital dx2-y2 kosong dan kedua elektron
yang seharusnya menempati orbital eg ditata secara
berpasangan pada orbital dz2 . Dengan demikian, empat
buah ligan dapat terikat dalam kompleks pada sumbu x
dan y dengan lebih mudah karena tidak mengalami
tolakan dari orbital dx2-y2 yang telah kosong. Sebaliknya
ligan tidak dapat mendekati logam pusat melalui sumbu z,
karena mengalami tolakan yang sangat kuat dari orbital
dz 2 yang terisi dua elektron. Oleh karena itu hanya
terbentuk empat ikatan antara logam pusat dengan ligan,
dan struktur geometris kompleks menjadi segiempat
planar.
Kompleks segiempat planar terbentuk pada ion
logam dengan konfigurasi elektron d8 dan ligan yang
memiliki medan yang sangat kuat, misalnya [Ni II(CN)4]2-.
Semua kompleks Pt(II) dan Au(II) merupakan kompleks
segi empat planar, meskipun dengan ligan medan lemah.
Besarnya pemecahan energi orbital eg tergantung pada
jenis ligan dan logam yang menjadi ion pusat. Pada
kompleks segiempat planar dari CoII; NiII dan CuII, orbital
dz 2 memiliki tingkat energi yang hampir sama dengan
orbital dxz dan dyz. Sedangkan dalam kompleks [PtCl4]2-,
orbital dz2 memiliki tingkat energi yang lebih rendah
dibandingkan orbital dxz dan dyz.

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks


Diktat Kimia Koordinasi 28

KOMPLEKS TETRAHEDRAL
Orientasi ruang dari suatu kompleks dengan
geometris tetrahedral dapat dihubungkan sebagai suatu
kubus, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar (g).

X
Y Y

Logam pusat

Ligan

(g)
Gambar g. Struktur kompleks tetrahedral sebagai suatu
kubus

Berdasarkan gambar tersebut, ligan berada di antara


sumbu-sumbu x, y dan z. Sebagaimana yang telah
dipaparkan sebelumnya, orbital-orbital t2g (dxy, dxz, dan dyz)
berada di antara sumbu x, y dan z, sementara orbital-
orbital eg (dx2-y2 dan dz2) berada dalam posisi yang berimpit
dengan sumbu x, y dan z. Oleh karena itu, pada kompleks
tetrahedron, ligan berada lebih dekat dengan orbital-

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks


Diktat Kimia Koordinasi 29

orbital t2g, meskipun posisi ligan tidak tepat berimpit


dengan orbital-orbital tersebut. Oleh karena itu, pada
kompleks tetrahedron terjadi pemecahan energi yang
berkebalikan dengan pemecahan energi pada kompleks
oktahedron.
Pada kompleks tetrahedron, terjadi pemecahan
tingkat energi dimana orbital t2g mengalami kenaikan
tingkat energi (karena berada dalam posisi yang lebih
berdekatan dengan ligan) sementara orbital eg mengalami
penurunan tingkat energi. Pemecahan tingkat energi
dalam kompleks tetrahedron ditunjukkan dalam Gambar
(h).

E (t)

(h)
Gambar (h) Pemecahan tingkat energi yang terjadi dalam
kompleks tetrahedron

Untuk membedakannya dengan kompleks


oktahedron, selisih energi antara orbital e g dan t2g dalam
kompleks tetrahedron diberi notasi t

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks


Diktat Kimia Koordinasi 30

Setiap elektron yang menempati orbital eg maupun t2g


dalam kompleks tetrahedron memberikan kontribusi
terhadap harga CFSE dari kompleks tetrahedron. Setiap
elektron pada orbital eg akan menurunkan energi sebesar
0,6t, sementara setiap elektron yang menempati orbital
t2g akan menaikkan energi sebesar 0,4 t. Secara
sederhana, harga CFSE dari suatu kompleks tetrahedral
dapat dirumuskan sebagai berikut :
CFSE tetrahedron = -0,6t + 0,4t

Besarnya CFSE dari suatu kompleks tetrahedron


diramalkan lebih kecil dibandingkan CFSE kompleks
oktahedron. Hal ini dikarenakan jumlah ligan yang terikat
dalam kompleks tetrahedron juga lebih sedikit, hanya ada
empat ligan, sementara pada kompleks oktahedron ada 6
ligan yang terikat pada logam pusat. Selain itu, berbeda
dengan kompleks oktahedron dimana arah orbital tepat
berimpit dengan arah datangnya ligan, ligan yang terikat
pada kompleks tetrahedron tidak tepat berimpit dengan
orbital.

c. Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory)


Teori Medan Kristal didasarkan atas asumsi bahwa interaksi yang
terjadi antara ligan dan logam pusat murni merupakan interaksi elektrostatik.
Teori ini dapat menjelaskan bentuk geometris; spektra; dan kemagnetan dari
senyawa kompleks dengan memuaskan. Meskipun demikian, teori ini

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks


Diktat Kimia Koordinasi 31

mengabaikan kemungkinan terbentuknya ikatan kovalen dalam kompleks, hal


ini ternyata bertentangan dengan fakta yang diperoleh dari sejumlah
eksperimen. Beberapa kelemahan dari Teori Medan Kristal adalah sebagai
berikut :
1. Sejumlah senyawa dengan tingkat oksidasi nol (misalnya pada
kompleks [Ni(CO)4] tidak mengalami gaya tarik-menarik
elektrostatik antara logam dengan ligan, sehingga dapat dipastikan
bahwa ikatan yang terbentuk dalam kompleks merupakan suatu
ikatan kovalen
2. Urutan ligan dalam spektrokimia tidak dapat dijelaskan hanya
dengan berdasarkan pada keadaan elektrostatik
3. Bukti dari spektrum resonansi magnetik inti dan resonansi spin
elektron menunjukkan keberadaan densitas elektron tidak
berpasangan pada ligan, hal ini mengindikasikan adanya
pembagian elektron bersama, sehingga dapat diasumsikan terjadi
kovalensi dalam kompleks
Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory) melibatkan
pembentukan ikatan kovalen. Dalam Teori Orbital Molekul (TOM), ikatan
dalam kompleks terjadi melalui pembentukan orbital molekul. Orbital molekul
merupakan orbital yang terbentuk sebagai kombinasi antara orbital atom yang
dimiliki logam dengan orbital atom yang dimiliki oleh ligan. Oleh karena itu
orbital molekul dapat dipelajari dengan menggunakan pendekatan Linear
Combination Atomic Orbital (LCAO).
Setiap penggabungan orbital atom menjadi orbital molekul akan
menghasilkan orbital bonding (orbital ikatan) dan orbital antibonding (orbital
anti ikatan). Bagaimana orbital molekul ini terbentuk akan dibahas lebih
terperinci dalam Ikatan Kimia.

PEMBENTUKAN ORBITAL
Pembentukan ikatan melalui orbital yang paling sederhana dapat
dicontohkan dalam pembentukan ikatan antar atom hidrogen dalam molekul
H2.
orbital * (orbital molekul antibonding)

1s 1s Dalam Kompleks
Bab III Teori Ikatan
Diktat Kimia Koordinasi 32

H H

orbital (orbital molekul bonding)

H2

Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa tiap atom H memiliki masing-masing
satu buah elektron pada orbital 1s. kedua orbital atom H tersebut kemudian
bergabung membentuk orbital molekul , sehingga terbentuk dua macam
orbital, orbital yang merupakan orbital bonding, dan orbital * yang
merupakan orbital antibonding. Sesuai dengan aturan Hund, maka mula-
mula elektron dari salah satu atom H mengisi orbital molekul yang
terbentuk, kemudian elektron dari atom H yang lain juga mengisi orbital
tersebut. Dengan terbentuknya orbital molekul yang diisi oleh elektron dari
kedua atom H, maka terbentuklah ikatan antar atom H tersebut menjadi
molekul H2. Molekul H2 ini merupakan molekul yang stabil, karena elektron-
elektronnya berada pada orbital molekul yang tingkat energinya lebih
rendah dibandingkan tingkat energi orbital atom pembentuknya.
Pembentukan orbital molekul ini dapat digunakan untuk menjelaskan
ketidakstabilan dari molekul He2. Perhatikan diagram berikut :

orbital * (orbital molekul antibonding)

1s 1s
Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks
Diktat Kimia Koordinasi 33

He He

orbital (orbital molekul bonding)

He2

Setiap atom Helium memiliki dua elektron pada setiap orbital 1s. saat
orbital-orbital atom 1s dari kedua atom Helium tersebut membentuk orbital
molekul, terbentuk 2 macam orbital molekul pula, orbital dan *. Elektron-
elektron mula-mula mengisi orbital bonding yang tingkat energinya lebih
rendah, kemudian mengisi orbital antibonding *. Karena baik orbital bonding
maupun orbital antibonding sama-sama terisi elektron, maka keduanya akan
saling meniadakan, sehingga molekul He2 menjadi sangat tidak stabil.
Kedua contoh diatas menunjukkan pembentukan orbital molekul untuk
molekul diatomik yang homogen, sehingga orbital atom yang digunakan
dalam pembentukan orbital molekul memiliki tingkat energi yang sama. Pada
molekul diatomik yang heterogen, atom yang lebih elektronegatif orbital
atomnya memiliki tingkat energi yang lebih rendah. Perbedaan tingkat energi
antar orbital atom dari dua atom berbeda yang saling berikatan merupakan
ukuran dari sifat ionik ikatan yang terbentuk antara kedua atom tersebut.
Sedangkan perbedaan tingkat energi antara orbital bonding molekul yang
terbentuk dengan orbital atom (dari atom yang tingkat energinya lebih rendah)
merupakan ukuran sifat kovalen ikatan yang terbentuk. Untuk lebih jelasnya,
perhatikan ilustrasi yang diberikan dalam diagram berikut :

orbital *

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks


Diktat Kimia Koordinasi 34

1s
A
1s b
B

orbital
AB

Pada diagram tersebut, atom B memiliki tingkat energi yang lebih


rendah dibandingkan orbital atom A. Oleh karena itu, orbital molekul (OM)
yang terbentuk memiliki karakteristik yang lebih mirip dengan orbital atom B.
Selisih energi antara orbital atom A dan orbital atom B, dinotasikan dengan a,
menunjukkan ukuran sifat ionik ikatan yang terbentuk antara A dan B.
Sedangkan selisih energi antara OM dengan orbital atom B, dinotasikan
dengan b, menunjukkan sifat kovalen ikatan AB.

PEMBENTUKAN ORBITAL MOLEKUL DALAM SENYAWA KOMPLEKS


Pada senyawa kompleks, orbital molekul terbentuk sebagai
gabungan/kombinasi dari orbital atom logam dengan orbital atom dari ligan.
Orbital atom logam dapat bergabung dengan orbital atom ligan jika orbital-
orbital atom tersebut memiliki simetri yang sama.
Untuk logam transisi pertama, orbital yang dapat membentuk orbital
molekul adalah orbital-orbital e g (dx2-y2 dan dz2), 4s, 4px, 4py dan 4pz. Orbital-
orbital t2g (dxy, dxz dan dyz) dari logam tidak dapat membentuk orbital karena
orientasi arahnya yang berada di antara sumbu x, y dan z. Oleh karena itu
ketiga orbital tersebut disebut sebagai orbital nonbonding. Meskipun tidak
dapat membentuk oribtal , orbital-orbital t 2g tersebut dapat membentuk
orbital molekul dengan orbital atom dari ligan yang tidak searah dengan
orbital atom logam.
Ligan dapat membentuk orbital molekul dengan orbital logam jika
posisinya segaris dengan logam, atau berada tepat pada sumbu/garis
penghubung ion pusat dan ligan. Adapun orbital atom dari ligan yang dapat
bergabung dengan orbital atom dari logam adalah orbital s atau orbital hasil
hibridisasi antara orbital s dan p.

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks


Diktat Kimia Koordinasi 35

Karena jauh lebih banyak orbital dan elektron yang terlibat, maka
diagram pembentukan orbital molekul dalam senyawa kompleks lebih rumit
dibandingkan diagram pembentukan orbital molekul untuk molekul diatomik
sederhana. Umumnya orbital atom dari ligan tingkat energinya lebih rendah
dibandingkan orbital atom dari logam pusat, sehingga karakteristik dari orbital
molekul yang terbentuk lebih mirip dengan karakteristik orbital atom ligan
dibandingkan orbital atom logam. Berikut ini contoh diagram pembentukan
orbital molekul untuk kompleks [Co(NH3)6]3+

*s

*p

4p

*d
4s
0
Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks
Diktat Kimia Koordinasi 36

3d

x2-y2 z2 xy xz yz orbital non bonding

6 orbital px dari 6 ligan


d NH3,masing-masing berisi 2
elektron

Pada kompleks [Co(NH3)6], orbital-orbital 4s, 4px, 4py, 4pz, 3dx2-y2, dan
3dz2 dari logam Co bergabung dengan keenam orbital p x dari atom ligan NH3
membentuk orbital molekul. Orbital molekul yang terbentuk masing-masing
diisi dengan sepasang elektron dari ligan NH 3. Orbital 3dxy, 3dxz, dan 3dyz dari
Co3+ tidak bergabung membentuk orbital molekul, ketiga orbital tersebut
merupakan orbital nonbonding (non ikatan) dalam kompleks ini. Selisih antara
tingkat energi nonbonding dengan orbital * (orbital antibonding) merupakan
harga 0 dari kompleks tersebut. Dalam TOM, splitting/pemecahan tingkat
energi yang terjadi merupakan akibat dari kovalensi. Makin besar
kovalensi,makin besarpula harga 0. Dalam kompleks [Co(NH3)6]3+ tersebut,
harga 0 cukup besar, sehingga semua elektron lebih memilih untuk mengisi
orbital nonbonding, kompleks merupakan kompleks low spin. Karena semua
elektron dalam kompleks berpasangan, maka dapat diramalkan bahwa
kompleks tersebut bersifat diamagnetik.
Pada kompleks [CoF6]3-, selisih tingkat energi antara orbital
nonbonding dengan orbital antibonding /orbital * yang terbentuk relatif cukup
kecil, sehingga elektron dapat mengisi orbital * terlebih dahulu. Kompleks ini
merupakan kompleks high spin. Diagram pembentukan orbital molekul pada
kompleks [CoF6]3- dapat dilihat berikut ini :

*s

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks


Diktat Kimia Koordinasi 37

*p

4p

4s
0 *d
3d

x2-y2 z2 xy xz yz orbital non bonding

6 orbital px dari 6 ligan F-,


d masing-masing berisi 2 elektron

Orbital-orbital 3dx2-y2; 3dz2; 4s; 4px; 4py; dan 4pz dari logam bergabung
dengan 6 buah orbital px dari keenam ligan F- yang mengelilingi logam pusat
tersebut. Orbital-orbital t2g dari logam membentuk orbital nonbonding atau
non-ikatan. Selisih tingkat energi antara orbital nonbonding ini dengan orbital
antibonding * yang terbentuk dinotasikan dengan 0. Pada kompleks
[CoF6]3-, karena harga 0 relatif cukup kecil, maka sebelum mengisi orbital
nonbonding secara berpasangan, elektron dari ligan mengisi orbital *
terlebih dahulu. Akibatnya setiap orbital * yang merupakan orbital
antibonding masing-masing terisi satu buah elektron. Terisinya orbital
antibonding ini mengakibatkan ikatan antara logam Co dengan ligan F
tersebut menjadi lebih lemah. Karena dalam kompleks terdapat sejumlah
elektron yang tidak berpasangan, maka dapat diramalkan bahwa kompleks
[CoF6]3- merupakan kompleks yang bersifat paramagnetik.

PEMBENTUKAN ORBITAL
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, orbital dapat terbentuk
antar orbital atom dengan simetri yang sama. Adapun orbital dapat
terbentuk antara orbital px, py, pz, dxy, dxz, dan dyz dari logam dengan orbital

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks


Diktat Kimia Koordinasi 38

atom dari ligan yang tidak searah dengan orbital logam. Salah satu contoh
bagaimana orbital dapat terbentuk antara orbital atom dari logam dengan
orbital atom yang dimiliki ligan ditunjukkan dalam gambar berikut :

- +

- - + +

+ + - -
+ -

Gambar (i)

Gambar (i) Kombinasi orbital dxz dari logam dengan orbital py dan pz dari ligan

Dari Gambar (i) di atas dapat dilihat bahwa orbital d xz berada sejajar
dengan orbital py dan pz dari ligan, sehingga kombinasi dari orbital atom
logam dan orbital atom ligan tersebut dapat menghasilkan orbital molekul .
Selain dari penggabungan orbital dxz dari logam dengan orbital py dan pz,
orbital molekul juga dapat terbentuk dari penggabungan antara orbital p z
dari logam dengan orbital p z dari ligan. Ilustrasi kedua orbital atom tersebut
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

+
+ + +
+ -
- - -
-
Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks
Diktat Kimia Koordinasi 39

(j)

Gambar (j) Posisi orbital atom pz dari logam dan orbital pz ligan berada dalam posisi yang
sejajar, sehingga juga dapat bergabung dan menghasilkan orbital molekul .

Jika pada pembentukan ikatan ligan berperan sebagai Basa Lewis


yang menyumbangkan pasangan elektron, maka dalam pembentukan ikatan
ini, ligan dapat bertindak sebagai asam Lewis yang menerima pasangan
elektron yang didonorkan oleh logam.
Adanya ikatan akan memperkuat ikatan antara logam dengan ligan,
sehingga meningkatkan kestabilan kompleks. Selain itu, konsep mengenai
pembentukan ikatan juga dapat menjelaskan urutan kekuatan ligan dalam
Deret Spektrokimia.
Ligan dapat berperan sebagai akseptor atau donor , tergantung
keterisian orbital yang dimiliki oleh ligan tersebut.
(a) Ligan akseptor
Sejumlah ligan seperti CO, CN- dan NO+ memiliki orbital kosong yang
dapat bertumpang tindih dengan orbital t 2g dari logam, membentuk
ikatan . Interaksi semacam ini seringkali disebut sebagai
pembentukan ikatan balik (backbonding). Tingkat energi dari orbital
yang dimiliki ligan ini seringkali lebih tinggi dibandingkan tingkat energi
dari logam, sehingga dapat menaikkan harga 0. Ligan-ligan semacam
ini merupakan ligan medan kuat dan pada Deret Spektrokimia berada
di sebelah kanan.

(b) Ligan Donor


Sejumlah ligan tertentu memiliki orbital yang telah terisi elektron dan
mengalami overlap dengan orbital t 2g dari logam, menghasilkan ikatan
. Rapatan elektron akan ditransfer dari ligan menuju logam melalui
ikatan ini. Selain dari ikatan yang terbentuk tadi, transfer elektron
dari ligan ke logam juga terjadi melalui ikatan . Interaksi semacam ini
lebih sering terjadi pada kompleks dari logam dengan bilangan

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks


Diktat Kimia Koordinasi 40

oksidasi yang tinggi, sehingga logam tersebut kekurangan elektron.


Orbital dari ligan biasanya memiliki tingkat energi yang lebih rendah
dibandingkan orbital t2g logam, sehingga delokalisasi elektron dari
ligan melalui cara ini akan memperkecil harga 0. Ligan yang
merupakan donor terletak di sebelah kiri dari Deret Spektrokimia.

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks


Diktat Kimia Koordinasi 41

LATIHAN
1. Berdasarkan Teori Ikatan Valensi, jelaskan bentuk geometris dari ion
kompleks [HgI3]- !
2. Berdasarkan Teori Ikatan Valensi, ramalkan jumlah elektron tidak
berpasangan dalam kompleks [NiCl4]2-; [Ni(CN)4]2-; dan [Cu(NH3)4]2+!
3. Jelaskan dengan menggunakan Teori Ikatan Valensi, mengapa kompleks
[NiCl4]2- dan [Ni(CO)4] sama-sama memiliki bentuk geometris tetrahedral,
tetapi momen magnetiknya berbeda!
4. Untuk masing-masing kompleks [Fe(CN)6]4- dan [Fe(CN)6]3-, dengan
menggunakan Teori Ikatan Valensi, jelaskan :
a. hibridisasi yang terjadi!
b. Apakah kompleks yang terbentuk kompleks orbital dalam atau
kompleks orbital luar!?
c. Ramalkan sifat kemagnetan kompleks-kompleks tersebut!
d. Hitung momen magnetik dari setiap kompleks tersebut!
5. Jika diketahui momen magnetik dari [Fe(H 2O)5(NO)]2+ adalah sebesar 3,89
BM, tentukan tingkat oksidasi dan jenis hibridisasi yang terjadi!
6. Ion Fe3+ dalam larutan berair tidak berwarna, akan tetapi penambahan ion
NCS- ke dalam larutan akan mengubah warna larutan menjadi merah.
Jelaskan mengapa!
7. Hitunglah jumlah elektron tidak berpasangan dan harga CFSE dari
kompleks :
a. [Fe(H2O)6]3+ b. [Cr(NH3)6]3+ c. [CoCl4]2-
8. Berikan alasan mengapa semua kompleks oktahedral dari ion Co 3+
merupakan kompleks spin rendah yang bersifat diamagnetik!
9. Kompleks Co(II) stabil dalam geometris tetrahedral, akan tetapi Ni(II) lebih
stabil dalam geometris segi empatplanar. Jelaskan!
10. Ion Co3+ membentuk kompleks oktahedral amonia yang lebih stabil
dibandingkan kompleks amonia oktahedral dari ion Co 2+. Akan tetapi
kompleks Co3+ dengan ligan H2O dalam geometris oktahedral kurang
stabil dibandingkan ion Co2+ yang membentuk kompleks dengan ligan
dan geometris yang sama. Jelaskan mengapa!

Bab III Teori Ikatan Dalam Kompleks

Anda mungkin juga menyukai