Anda di halaman 1dari 45

KIMIA ANORGANIK III

ORBITAL MOLEKUL DAN HIBRIDISASI UNSUR


UTAMA TRANSISI (Cu DAN Zn)

Diajukan Untuk Salah Satu Syarat Memperoleh Nilai Pada Mata Kuliah Kimia
Anorganik III Pada Program Studi Kimia

DOSEN PENGAMPU :
Drs. NOFRIZAL JOHN, M.Si
NAMA KELOMPOK 5 :
1. BOBY LASMANA (F1C111014)
2. DESMON TUTU H (F1C111016)
3. MILLA YANI (F1C111020)
4. SRI FEBRIANI (F1C111021)
5. SUCI MUSTIKA W (F1C111038)
6. ARI LISTIANI (F1C111039)
7. OLIVIA STEPHANI (F1C111040)

PROGRAM STUDI KIMIA


JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI 2013

Page 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat
rahmat dan hidayah Nya lah penulis dapat menyelesaikan dan menyusun
Makalah Kimia Anorganik yang berjudul Orbital Molekul dan Hibridisasi Unsur
Transisi Utama (Cu dan Zn).
Makalah ini merupakan salah satu syarat memperoleh nilai pada mata
kuliah Kimia Anorganik, program studi Kimia Murni, Universitas Jambi. Makalah
ini penulis sadari masih jauh dari sempurna oleh sebab itu penulis
mengharapkan kritikan dan saran untuk kesempurnaan di masa yang akan
datang.
Tidak lupa pula penulis ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penyelesaian makalah ini baik itu secara materil maupun
spirituil. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu kimia
Organik yang telah memberikan pengarahan, dan kepada teman teman yang
telah membantu pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan ilmu
pengetahuan, terutama pada bidang studi kimia Anorganik.

Jambi, Desember 2013

Penulis

Page 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFRAT ISI 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Kata Pengantar 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.2 Tunujan Pustaka 5
1.3 Manfaat Makalah 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Ikiatan Senyaea Kompleks 6
2.2 Senyawa Kompleks 20
2.3 Orbital Molekul 20
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Orbital Molekul 24
3.2 Tumpang Tindih Orbital 25
3.3 Pembentukan Orbital dan 29
HIBRIDISASI UNSUR TRANSISI UTAMA (Cu Dan Zn) 39
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan 44
4.2 Saran 44
DAFTAR PUSTAKA 45

Page 3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fungsi gelombang elektron dalam suatu atom disebut orbital atom.
Karena kebolehjadian menemukan elektron dalam orbital molekul sebanding
dengan kuadrat fungsi gelombang, peta elektron nampak seperti fungsi
gelombang. Suatu fungsi gelombang mempunyai daerah beramplitudo positif
dan negatif yang disebut cuping (lobes). Tumpang tindih cuping
positif dengan positif atau negatif dengan negatif dalam molekul akan
memperkuat satu sama lain membentuk ikatan, tetapi cuping positif dengan
negatif akan meniadakan satu sama lain tidak membentuk ikatan. Besarnya
efek interferensi ini mempengaruhi besarnya integral tumpang tindih dalam
kimia kuantum.

Dalam pembentukan molekul, orbital atom bertumpang tindih


menghasilkan orbital molekul yakni fungsi gelombang elektron dalam
molekul. Jumlah orbital molekul adalah jumlah atom dan orbital molekul ini
diklasifikasikan menjadi orbital molekul ikatan, non-ikatan, atau antiikatan
sesuai dengan besarnya partisipasi orbital itu dalam ikatan antar atom.

Orbital orbital dari atom pusat akan saling berinteraksi dengan orbital
orbital dari ligan membentuk orbital orbital molekul kompleks, yang
mengakibatkan terjadinya ikatan kovalen. Orbital-orbital yang mempunyai
energi sama/hampir sama atau dapat mengadakan tumpang tindih yang lebih
luas, dapat bergabung dan membentuk orbital molekul bonding dan
antibonding.

Untuk mempelajari tumpang tindihnya atom pada suatu orbital maka


perlunya mempelajari orbital molekul, oleh sebab itu makalah ini dibuat
dengan judul Orbital Molekul.

Page 4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dari makalah ini
sebagai berikut.
1. Apakah yang dimaksud dengan orbital molekul ?
2. Bagaimana orbital molekul itu dapat terbentuk ?
3. Faktor faktor apa saja yang mempengaruhi terbentuknya orbital
molekul?

1.3 Tujuan Makalah


Adapun tujuan makalah ini dibuat sebagai berikut.
1. Memenuhi tugas pada mata kuliah kimia anorganik III.
2. Menjelaskan mengenai orbital molekul.
3. Mempelajari terbentuknya orbital molekul.
4. Mempelajari hibridisasi senyawa kompleks dengan atom pusat Cu dan Zn.

1.4 Manfaat Makalah


1. Memberikan suatu informasi pengetahuan bagi mahasiswa tentang
terbentuknya orbital molekul dan faktor faktor yang mempengaruhinya.
2. Dapat menjadi bahan acuan ataupun referensi bagi mahasiswa mengenai
orbital molekul.

Page 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Ikatan Senyawa Kompleks


Teori mengenai ikatan dalam senyawa kompleks mulai berkembang sekitar
tahun 1930. Sampai dengan saat ini ada 3 teori yang cukup menonjol :
Teori Ikatan Valensi (TIV)
Teori ini menyatakan bahwa dalam senyawa terbentuk ikatan kovalen
koordinasi antara ligan dengan atom, dimana pasangan elektron bebas
disumbangkan oleh ligan dan logam menyediakan orbital kosong untuk
ditempati oleh PEB yang disumbangkan oleh ligan
Teori Medan Kristal
Menurut teori ini, ikatan antara logam dan ligan dalam senyawa kompleks
murni merupakan interaksi elektrostatik.
Teori Orbital Molekul
Dalam teori orbital molekul, interaksi antara ligan dengan logam pusat dapat
berupa interaksi ionik maupun pembentukan ikatan kovalen, dengan
menggunakan pendekatan mekanika gelombang

a. Teori Ikatan Valensi (Valence Bond Theory)


Teori ini dikemukakan oleh Linus Pauling sekitar tahun 1931. Teori ini
menyatakan bahwa ikatan antara ligan dengan logam merupakan ikatan
kovalen koordinasi, dengan pasangan elektron bebas yang disumbangkan oleh
ligan. Logam pusat menyediakan orbital-orbital kosong yang telah mengalami
hibridisasi untuk ditempati oleh PEB dari ligan. Jenis hibridisasi orbital
menentukan bentuk geometris senyawa kompleks yang terbentuk.
Pembentukan ikatan dalam senyawa kompleks juga dapat ditinjau sebagai
reaksi Asam-Basa Lewis, dimana ligan merupakan Basa Lewis yang
memberikan PEB.

Page 6
Hibridisasi Geometris Contoh
sp2 Trigonal planar [HgI3]-
sp3 Tetrahedral [Zn(NH3)4]2+
d2sp3 Oktahedral [Fe(CN)6]3-
Bujur sangkar/ segi empat
dsp2 [Ni(CN)4]2-
planar
dsp3 Bipiramida trigonal [Fe(CO)5]2+
sp3d2 Oktahedral [FeF6]3-
Pembentukan ikatan melibatkan beberapa tahapan, meliputi promosi
elektron; pembentukan orbital hibrida; dan pembentukan ikatan antara logam
dengan ligan melalui overlap antara orbital hibrida logam yang kosong dengan
orbital ligan yang berisi pasangan elektron bebas.
Pada hibridisasi yang melibatkan orbital d, ada dua macam kemungkinan
hibridisasi. Jika dalam hibridisasi orbital d yang dilibatkan adalah orbital d
yang berada di luar kulit dari orbital s dan p yang berhibridisasi, maka
kompleks yang terbentuk disebut sebagai kompleks orbital luar, atau outer
orbital complex. Sebaliknya, jika dalam hibridisasi yang dilibatkan adalah
orbital d di dalam kulit orbital s dan p yang berhibridisasi, maka kompleks
tersebut dinamakan kompleks orbital dalam atau inner orbital complex.
Umumnya kompleks orbital dalam lebih stabil dibandingkan kompleks orbital
luar, karena energi yang dilibatkan dalam pembentukan kompleks orbital
dalam lebih kecil dibandingkan energi yang terlibat dalam pembentukan
kompleks orbital luar. Untuk menghibridisasi orbital d yang berada di dalam
orbital s dan p diperlukan energi yang lebih kecil, karena tingkat energinya
tidak terlalu jauh.
Contoh :
[Ni(CO)4]; memiliki struktur geometris tetrahedral
Ni28 : [Ar] 3d8 4s2

: [Ar]
3d8 4s2 4p0

Page 7
Elektron pada orbital 4s mengalami promosi ke orbital 3d, sehingga orbital 4s
kosong dan dapat mengalami hibridisasi dengan orbital 4p membentuk orbital
hibrida sp3.

Ni28 : [Ar]
3d8 4s 4p
hibridisasi sp3

Orbital hibrida sp3 yang telah terbentuk kemudian digunakan untuk berikatan
dengan 4 ligan CO yang masing-masing menyumbangkan pasangan elektron
bebas

[Ni(CO)4] : [Ar]
3d10 sp3
Karena semua elektron berpasangan, maka senyawa bersifat diamagnetik

Elektronetralitas dan Backbonding


Dalam TIV, reaksi pembentukan kompleks merupakan reaksi Asam
Basa Lewis. Atom logam sebagai asam Lewis mendapatkan elektron dari
ligan yang bertindak sebagai basa Lewis, sehingga mendapatkan tambahan
muatan negatif. Dengan demikian densitas elektron pada atom logam akan
menjadi semakin besar sehingga kompleks menjadi semakin tidak stabil. Pada
kenyataannya senyawa kompleks merupakan senyawa yang stabil, sehingga
diasumsikan walaupun mendapatkan tambahan muatan negatif dari PEB yang
didonorkan oleh ligan, atom pusat memiliki muatan yang mendekati nol atau
hampir netral. Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk menerangkan
hal ini :

(1) Elektronetralitas
Ligan donor umumnya merupakan atom dengan elektronegativitas yang
tinggi, sehingga atom ligan tidak memberikan keseluruhan muatan negatifnya,
sehingga elektron ikatan tidak terdistribusi secara merata antara logam dengan
ligan

Page 8
(2) Backbonding
Pada atom logam dengan tingkat oksidasi yang rendah, kerapatan elektron
diturunkan melalui pembentukan ikatan balik (backbonding) atau resonansi
ikatan partial. Ionpusat memberikan kembali pasangan elektron kepada ligan
melalui pembentukan ikatan phi ().

Teori Ikatan Valensi cukup mudah untuk dipahami, dapat meramalkan


bentuk geometris dari sebagian besar kompleks, dan berkesesuaian dengan
sifat kemagnetan dari sebagian besar kompleks. Meskipun demikian, ada
beberapa kelemahan dari Teori Ikatan Valensi ini. Sebagian besar senyawa
kompleks merupakan senyawa berwarna, TIV tidak dapat menjelaskan warna
dan spektra elektronik dari senyawa kompleks. Selain itu, meskipun
berkesesuaian dengan sifat kemagnetan senyawa, TIV tidak dapat
menjelaskan mengapa kemagnetan senyawa dapat berubah dengan kenaikan
suhu. Teori Ikatan Valensi tidak dapat memberikan penjelasan yang
memuaskan mengapa sejumlah kompleks berada dalam bentuk kompleks
orbital luar. Kelemahan-kelemahan dari TIV ini dapat dijelaskan dengan lebih
baik oleh Teori Medan Kristal (Crystal Field Theory).

b. Teori Medan Kristal (Crystal Field Theory)


Teori ini mula-mula diajukan oleh Bethe (1929) dan Vleck (1931 1935),
dan mulai berkembang sekitar tahun 1951. Teori ini merupakan usaha untuk
menjelaskan hal-hal yang menjadi kelemahan dari Teori Ikatan Valensi.
Dalam Teori Medan Kristal (TMK), interaksi yang terjadi antara logam
dengan ligan adalah murni interaksi elektrostatik. Logam yang menjadi pusat
dari kompleks dianggap sebagai suatu ion positif yang muatannya sama
dengan tingkat oksidasi dari logam tersebut. Logam pusat ini dikelilingi oleh
ligan-ligan bermuatan negatif atau ligan netral yang memiliki pasangan
elektron bebas (PEB). Jika ligan merupakan suatau spesi netral/tidak
bermuatan, maka sisi dipol negatif dari ligan terarah pada logam pusat. Medan
listrik pada logam akan saling mempengaruhi dengan medan listrik ligan.

Page 9
Dalam Teori Medan Kristal, berlaku beberapa anggapan berikut :
a. ligan dianggap sebagai suatu titik muatan
b. tidak ada interaksi antara orbital logam dengan orbital ligan
c. orbital d dari logam kesemuanya terdegenerasi dan memiliki energi yang
sama, akan tetapi, jika terbentuk kompleks, maka akan terjadi pemecahan
tingkat energi orbital d tersebut akibat adanya tolakan dari elektron pada ligan,
pemecahan tingkat energi orbital d ini tergantung orientasi arah orbital logam
dengan arah datangnya ligan

Bentuk Orbital-d
Karena orbital d seringkali digunakan pada pembentukan ikatan dalam
kompleks, terutama dalam teori TMK, maka adalah penting untuk
mempelajari bentuk dan orientasi ruang orbital d. Kelima orbital d tidak
identik, dan dapat dibagi menjadi dua kelompok; orbital t2g dan eg. Orbital-
orbital t2g dxy; dxz; dan dyz memiliki bentuk yang sama dan memiliki
orientasi arah di antara sumbu x, y, dan z. Orbital-orbital eg dx2-y2 dan dz2
memiliki bentuk yang berbeda dan terletak di sepanjang sumbu.

x x y

y z z

dxy x dxz x dyz

y y

dx2-y2 dz2

Page
10
Kompleks Oktahedral
Pada kompleks oktahedral, logam berada di pusat oktahedron dengan
ligan di setiap sudutnya. Arah mendekatnya ligan adalah sepanjang sumbu x,
y dan z. Karena orientasi arah orbital dx2-y2 dan dz2 adalah sepanjang sumbu
x; y; z, dan menghadap langsung ke arah mendekatnya ligan, maka kedua
orbital tersebut mengami tolakan yang lebih besar dari ligan dibandingkan
orbital dxy; dxz dan dyz yang berada di antara sumbu-sumbu x; y; dan z.
Dengan demikian orbital d pada kompleks oktahedral mengalami pemecahan
(splitting) tingkat energi dimana orbital-orbital eg memiliki tingkat energi
yang lebih besar dibandingkan orbital t2g.

dx2-y2 dz2
eg

0,6o

dxz dyz dx2-y2 dz2 o


dxy

0,4o
dxy dxz dyz

t2g

(a) (b)

Gambar a. kompleks oktahedral


Gambar b. pemecahan energi yang terjadi pada orbital d menjadi orbital eg
dan t2g

Jarak antara kedua tingkat energi ini diberi simbol 0 atau 10Dq.
Setiap orbital pada orbital t2g menurunkan energi kompleks sebesar 0,40, dan
sebaliknya setiap orbital pada orbital eg menaikkan energi kompleks sebesar
0,60. Tingkat energi rata-rata dari kedua tingkat energi orbital t2g dan eg
merupakan energi hipotetik dari orbital d yang terdegenerasi.
Besarnya harga o terutama ditentukan oleh kuat atau lemahnya suatu
ligan. Semakin kuat medan suatu ligan, makin besar pula pemecahan tingkat
energi yang disebabkan, sehingga harga 0 juga semakin besar. Harga 0

Page
11
dalam suatu kompleks dapat ditentukan melalui pengukuran spektra UV-Vis
dari kompleks. Kompleks akan menyerap energi pada panjang gelombang
yang sesuai untuk mempromosikan elektron dari tingkat energi t2g ke tingkat
eg. Panjang gelombang yang diserap dapat ditentukan berdasarkan puncak
serapan dari spektrum serapan UV-Vis. Karena setiap orbital t2g menurunkan
energi sebesar 0,40 dari tingkat energi hipotetis, setiap elektron yang
menempati orbital t2g akan meningkatkan kestabilan kompleks dengan
menurunkan energi kompleks sebesar 0,40. Besarnya penurunan energi ini
disebut sebagai Energi Stabilisasi Medan Kristal (CFSE, Crystal Field
Stabilization Energy). Sebaliknya, setiap elektron di orbital eg akan
menurunkan kestabilan kompleks dengan menaikkan energi kompleks sebesar
0,60. Tabel berikut menunjukkan besarnya CFSE untuk kompleks dengan
konfigurasi d0 d10.

Konfigurasi
Jumlah elektron d CFSE
t2g eg

1 -0,40

2 -0,80

3 -1,20

4 (kompleks high spin) -0,60

4 (kompleks low spin) -1,60

5 (kompleks high spin) 0

5 (kompleks low spin) -2,00

6 (kompleks high spin) -0,40

6 (kompleks low spin) -2,40

7 (kompleks high spin) -0,80

7 (kompleks low spin) -1,80

Page
12
8 -1,20

9 -0,60

10 0

Besarnya harga 0 ditentukan oleh jenis ligan yang terikat dengan


logam pusat. Untuk ligan medan lemah (weak field ligand), perbedaan selisih
energi antara orbital t2g dan eg yang terjadi dalam splitting sangat kecil,
dengan demikian elektron-elektron akan mengisi kelima orbital tanpa
berpasangan terlebih dahulu. Kompleks dengan ligan medan lemah semacam
ini disebut sebagai kompleks spin tinggi (high spin complex).
Ligan medan kuat (strong field ligand) menyebabkan perbedaan energi
yang besar antara orbital t2g dengan orbital eg. Karena energi yang diperlukan
untuk menempatkan elektron ke orbital eg yang tingkat energinya lebih tinggi
lebih besar dibandingkan energi yang diperlukan untuk memasangkan
elektron, elektron akan mengisi orbital t2g terlebih dahulu hingga penuh
sebelum mengisi orbital eg.
Besrnya harga o dapat ditentukan secara Spektrofotometri UV-Vis.
Kompleks akan menyerap cahaya dengan frekuensi yang berkesesuaian
dengan energi yang diperlukan untuk mengeksitasikan elektron dari orbital t2g
ke orbital eg (v = 0/h, h= konstanta Planck). Dari pita serapan ini dapat dilihat
intensitas maksimum dari serapan oleh kompleks terletak pada frekuensi
berapa.
Menurut hasil studi eksperimen dari spektra sejumlah kompleks dengan
berbagai macam jenis logam pusat dan ligan, ternyata ligan-ligan dapat
diurutkan sesuai kemampuannya untuk menyebabkan pemecahan tingkat
energi pada orbital d. Deretan ligan ini disebut Deret Spektrokimia.
- - - - - 2- -
I < Br < Cl < F < OH < C2O4 < H2O < NCS < py < NH3 < en < bipy <
- -
o-phen < NO2 < CN

Page
13
Distorsi Tetragonal dalam Kompleks Oktahedral (Distorsi Jahn Taller)
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tolakan oleh elektron dari
keenam ligan dalam suatu kompleks oktahedral memecah orbital d menjadi
orbital t2g dan eg. Jika elektron-elektron d dari logam tersusun/terdistribusi
secara sistematis, maka elektron-elektron tersebut akan memberikan tolakan
yang setara pada keenam ligan, sehingga kompleks merupakan suatu
oktahedral sempurna. Akan tetapi jika elektron d terdistribusi secara tidak
merata dalam orbital (memiliki penataan yang asimetris), maka ada ligan yang
mengalami gaya tolak yang lebih besar dibandingkan ligan yang lainnya.
Dengan demikian struktur kompleks menjadi terdistorsi.
Orbital-orbital eg berhadapan langsung dengan ligan, sehingga
penataan elektron yang asimetris dalam orbital eg akan menyebabkan ligan
mengalami tolakan yang lebih besar dibandingkan ligan lainnya dan
menghasilkan distorsi yang signifikan. Sebaliknya orbital-orbital t2g tidak
berhadapan langsung dengan ligan, sehingga penataan elektron yang asimetris
dalam orbital t2g tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap struktur
kompleks, distorsi yang terjadi biasanya sangat lemah sehingga tidak terukur.
Penataan simetris
Jumlah Medan
t2g eg Contoh
elektron d ligan
kuat TiIVO2;
d0
atau [TiIVF6]2-;
lemah [TiIVCl6]2-
kuat
d3 [CrIII(oksalat)3]3-
atau
; CrIII(H2O)6]3+
lemah
d5 [MnIIF6]4-;
lemah
[FeIIIF6]3-
d6 [FeII(CN)6]4-;
kuat
[CoIII(NH3)6]3+
d8 [NiIIF6]4-;
lemah
[Ni(H2O)6]2+
kuat
d10 [ZnII(NH3)6]2+;
atau
[ZnII(H2O)6]2+
lemah

Penataan asimetris

Page
14
Jumlah Medan
t2g eg Contoh
elektron d ligan
d4 Cr(+II);
lemah
Mn(III+)
d7 Co(+II);
kuat
Ni(+III)
kuat
d9
dan Cu(+II)
lemah

Jika orbital dz2 berisi lebih banyak elektron dibandingkan orbital dx2-y2, maka
ligan yang berada pada sumbu z akan mengalami gaya tolak yang lebih besar
dibandingkan keempat ligan lainnya (yang berada pada sumbu x dan y). Gaya
tolak yang tidak seimbang tersebut akan menghasilkan distorsi berupa
perpanjangan oktahedron di sepanjang sumbu z, dan disebut sebagai distorsi
tetragonal. Lebih tegasnya, distorsi berupa pemanjangan sumbu x semacam
ini disebut sebagai elongasi (perpanjangan) tetragonal.
Sebaliknya, jika orbital yang berisi lebih banyak elektron adalah
orbital dx2-y2, elongasi akan terjadi sepanjang sumbu x dan sumbu y, sehingga
ligan dapat lebih mendekat ke arah logam pusat melalui sumbu z. Berarti
akan ada empat ikatan yang panjang dan dua ikatan yang lebih pendek, dan
struktur yang terbentuk mirip dengan oktahedron yang ditekan sepanjang
sumbu z. Distorsi semacam ini disebut kompresi tetragonal.
Distorsi berupa elongasi tetragonal lebih sering terjadi dibandingkan kompresi
tetragonal

perpanjangan pada sumbu z

Gambar (c)

Page
15
perpanjangan pada sumbu x dan y

Gambar (d)

Gambar (c) Elongasi tetragonal yang terjadi pada suatu kompleks oktahedral. Elektron-
elektron pada orbital dz2 menimbulkan gaya tolak yang meneybabkan ligan
pada sumbu z menjauh dari logam pusat
Gambar (d) Kompresi tetragonal. Elektron-elektron pada orbital dx2-y2 menimbulkan
gaya tolak yang cukup kuat sehingga ligan-ligan yang terikat pada sumbu x
dan y menjauh dari logam pusat.

Dapat disimpulkan bahwa jika pengisian orbital dx2-y2 dan dz2 tidak
sama, maka akan terjadi distorsi. Hal ini disebut sebagai Distorsi Jahn Taller.

Teorema Jahn-Taller menyatakan bahwa : sistem molekuler yang


tidak linear dalam suatu keadaan elektron yang terdegenerasi tidaklah stabil;
dan akan mengalami distorsi untuk menurunkan simetrinya dan
menghilangkan degenerasi yang terjadi.

KOMPLEKS SEGI EMPAT PLANAR


Jika logam pusat dalam kompleks memiliki konfigurasi d8, maka enam
elektron akan mengisi orbital t2g dan dua elektron akan mengisi orbital eg.
Penataan elektronnya ditunjukkan dalam Gambar (a). Orbital-orbital terisi
oleh eletron secara simetris, dan suatu kompleks oktahedral terbentuk.

Page
16
eg E

t2g

Gambar (e) Gambar (f)

Gambar (e) Penataan elektron yang simetris di orbital t2g dan eg pada logam dengan
konfigurasi elektron d8
Gambar (f) Pemecahan tingkat energi orbital eg, untuk mencapai kestabilan, kedua
elektron mengisi orbital dz2 yang tingkat energinya lebih rendah

Elektron yang berada pada orbital dx2-y2 mengalami tolakan dari empat
ligan yang berada pada sumbu x dan y; sementara elektron yang ada pada
orbital dz2 hanya mengalami tolakan dari dua ligan yang berada pada sumbu
z. Jika medan ligan cukup kuat, maka perbedaan energi di antara dua orbital
ini (orbital dx2-y2 dan dz2) menjadi lebih besar dibandingkan energi yang
diperlukan untuk memasangkan elektron. Pemecahan orbital eg ini
ditunjukkan pada Gambar(f).
Dalam kondisi demikian, kompleks akan menjadi lebih stabil jika
orbital dx2-y2 kosong dan kedua elektron yang seharusnya menempati orbital eg
ditata secara berpasangan pada orbital dz2 . Dengan demikian, empat buah
ligan dapat terikat dalam kompleks pada sumbu x dan y dengan lebih mudah
karena tidak mengalami tolakan dari orbital dx2-y2 yang telah kosong.
Sebaliknya ligan tidak dapat mendekati logam pusat melalui sumbu z, karena
mengalami tolakan yang sangat kuat dari orbital dz2 yang terisi dua elektron.
Oleh karena itu hanya terbentuk empat ikatan antara logam pusat dengan
ligan, dan struktur geometris kompleks menjadi segiempat planar.

Page
17
Kompleks segiempat planar terbentuk pada ion logam dengan konfigurasi
elektron d8 dan ligan yang memiliki medan yang sangat kuat, misalnya
[NiII(CN)4]2-. Semua kompleks Pt(II) dan Au(II) merupakan kompleks segi
empat planar, meskipun dengan ligan medan lemah.
Besarnya pemecahan energi orbital eg tergantung pada jenis ligan dan logam
yang menjadi ion pusat. Pada kompleks segiempat planar dari Co II; NiII dan
CuII, orbital dz2 memiliki tingkat energi yang hampir sama dengan orbital dxz
dan dyz. Sedangkan dalam kompleks [PtCl4]2-, orbital dz2 memiliki tingkat
energi yang lebih rendah dibandingkan orbital dxz dan dyz.

KOMPLEKS TETRAHEDRAL
Orientasi ruang dari suatu kompleks dengan geometris tetrahedral dapat
dihubungkan sebagai suatu kubus, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar
(g).

X Logam pusat
Y Y

Ligan

(g)
Gambar g. Struktur kompleks tetrahedral sebagai suatu kubus

Berdasarkan gambar tersebut, ligan berada di antara sumbu-sumbu x, y


dan z. Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, orbital-orbital t2g (dxy,
dxz, dan dyz) berada di antara sumbu x, y dan z, sementara orbital-orbital eg
(dx2-y2 dan dz2) berada dalam posisi yang berimpit dengan sumbu x, y dan z.
Oleh karena itu, pada kompleks tetrahedron, ligan berada lebih dekat dengan
orbital-orbital t2g, meskipun posisi ligan tidak tepat berimpit dengan orbital-
orbital tersebut. Oleh karena itu, pada kompleks tetrahedron terjadi

Page
18
pemecahan energi yang berkebalikan dengan pemecahan energi pada
kompleks oktahedron.
Pada kompleks tetrahedron, terjadi pemecahan tingkat energi dimana
orbital t2g mengalami kenaikan tingkat energi (karena berada dalam posisi
yang lebih berdekatan dengan ligan) sementara orbital eg mengalami
penurunan tingkat energi. Pemecahan tingkat energi dalam kompleks
tetrahedron ditunjukkan dalam Gambar (h).

E (t)

(h)
Gambar (h) Pemecahan tingkat energi yang terjadi dalam kompleks
tetrahedron

Untuk membedakannya dengan kompleks oktahedron, selisih energi antara


orbital eg dan t2g dalam kompleks tetrahedron diberi notasi t
Setiap elektron yang menempati orbital eg maupun t2g dalam kompleks
tetrahedron memberikan kontribusi terhadap harga CFSE dari kompleks
tetrahedron. Setiap elektron pada orbital eg akan menurunkan energi sebesar
0,6t, sementara setiap elektron yang menempati orbital t2g akan menaikkan
energi sebesar 0,4 t. Secara sederhana, harga CFSE dari suatu kompleks
tetrahedral dapat dirumuskan sebagai berikut :
CFSE tetrahedron = -0,6t + 0,4t

Besarnya CFSE dari suatu kompleks tetrahedron diramalkan lebih


kecil dibandingkan CFSE kompleks oktahedron. Hal ini dikarenakan jumlah
ligan yang terikat dalam kompleks tetrahedron juga lebih sedikit, hanya ada
empat ligan, sementara pada kompleks oktahedron ada 6 ligan yang terikat
pada logam pusat. Selain itu, berbeda dengan kompleks oktahedron dimana

Page
19
arah orbital tepat berimpit dengan arah datangnya ligan, ligan yang terikat
pada kompleks tetrahedron tidak tepat berimpit dengan orbital
(kyoshiro67.files.wordpress.com).

2.2 Senyawa Kompleks


Senyawa kompleks merupakan senyawa yang terbentuk dari ion logam
dan ligan. Dalam proses pembentukannya ion logam merupakan penerima
pasangan elektron (asam lewis) yang memberikan ligan yang berperan sebagai
donor pasangan elektron (basa lewis). Ion logam yang terlibat dalam
pembentukan senyawa kompleks umumnya merupakan logam transisi,
sedangkan ligannya bisa merupakan iontunggal diantaranya Cl- dan F-; ion
poliatomik seperti NO3-, NH4+, serta dapat berupa senyawa netral seperti NH3
dan H2O. Seperti yang telah dikemukaan sebelumnya bahwa ligan berperan
untuk memberikan pasangan elektron kepada atom pusat, ikatan yang
terbentuk adalah ikatan kovalen koordinasi (Cotton & Wilkinson, 1989).

2.3 Orbital Molekul


Teori orbital molekul dapat digunakan untuk menghitung kemungkinan
letak elektron dan energi. Energi ini dikaitkan dengan fungsi gelombang dari
orbital molekul dengan persamaan schordinger. Tingkat energi semuanya
bernilai negatif, hal ini menyatakan bahwa elektron tidak memiliki energi
yang cukup untuk melarikan diri dari inti. Energi positif untuk kombinasi inti
elektron berarti bahwa elektronnya tidak terikat pada inti dan tidak ada syarat
kuantum yang harus dipenuhinya kombinasi seperti itu tidak membentuk atom
(Beiser, 1978).

Metode Orbital Molekul Huckel, Metode ini dikembangkan pada tahun


1931 oleh Erich Hckel, seorang ahli fisika Jerman. Pada awalnya Hckel
ingin mencoba memahami konsep aromatisitas pada molekul benzena, tetapi
kemudian metode ini dikembangkan untuk mempelajari sifat-sifat molekul
molekul hidrokarbon linier yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi.

Page
20
Pada metode Hckel, asumsi-asumsi yang dibuat adalah bagian ikatan-s
dan ikatan-p dalam molekul dapat dipisahkan karena ikatan-p berada pada
bidang yang tegak lurus terhadap bidang molekul, jarak antara elektron-p dan
elektron-s cukup besar sehingga interaksi antara mereka relative lebih kecil
daripada interaksi antara elektron-elektron sejenis. Juga, overlap orbital-
orbital atom yang tidak berdekatan dianggap berharga nol. Selain itu, energi
interaksi antar atom yang tidak berdekatan dianggap nol. Bila interaksi ini
dapat diabaikan, maka orbital molekul dari suatu molekul terkonjugasi dapat
dinyatakan sebagai kombinasi linier dari orbital-orbital 2p saja. Pandangan
inilah yang mendasari teori elektron-p (Rustaman, 2008).

Teori orbital molekul dapat menentukan orde ikatan dan sifat magnetik suatu
molekul dan keunggulan pada teori ini semua elektron pada orbital atom terlihat
jelas pada orbital molekul. Jadi dapat disimpulkan semua elektron pada masing-
masing atom pembentuk molekul terdapat pada orbital molekul (Oxtoby, dkk. 2003).

secara kualitatif membangun orbital molekul dan tingkat energi molekul


jenis A2 dan mempelajari konfigurasi elektron serta orde ikatannya. Molekul

diatomik A2 terdiri dari dua jenis atom A disebut molekul diatomik

homonuklir. Karena tumpang tindih yang lebih besar dan perbedaan energi
yang lebih kecil menghasilkan interaksi orbital yang lebih kuat, pembentukan
orbital molekul A2 dapat dimulai dengan interaksi sederhana antara pasangan

orbital sejenis untuk menghasilkan Gambar 1. Kombinasi sefasa menghasilkan


orbital ikatan s, p, p, dan kombinasi berlawanan fasa menghasilkan orbital

anti ikatan s*, p*, p*, p dan p* yang tersusun dari tumpang tindih jenis

dengan arah vertikal pada sumbu ikatan z. Jadi, dua jenis orbital p dengan arah
x dan y menghasilkan orbital yang terdegenerasi dua p dan p*. (Koichi

Ohno, 2004)

Page
21
Gambar 1. Konfigurasi elektron Li2-Ne2

Dalam atom berelektron banyak (Z 8), urutan tingkat energi orbital ns < np,
dan tumpang tindih antar orbital adalah p < p. Akibatnya bila perbedaan energi
antara tingkat ns dan np (perbedaan energi ns-np) sangat besar, tingkat energi untuk
molekul jenis A2 dapat diungkapkan dengan Gambar 2.a, p menjadi lebih stabil dan
lebih rendah daripada p. Di pihak lain, p* menjadi lebih tinggi dari p* (Oxtoby,
dkk. 2003).
Sementara untuk atom (Z7), urutan tingkat energi orbital ns < np, dan
tumpang tindih antar orbital adalah p > p. Akibatnya tingkat energi untuk molekul

jenis A2 dapat diungkapkan dengan Gambar 2.b, p menjadi lebih stabil dan lebih

rendah daripada p. Di pihak lain, p* tetap lebih tinggi dari p*. (Oxtoby, dkk. 2003)

Page
22
Page
23
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Orbital Molekul


Teori Medan Kristal didasarkan atas asumsi bahwa interaksi yang terjadi
antara ligan dan logam pusat murni merupakan interaksi elektrostatik. Teori ini
dapat menjelsakan bentuk geometris; spektra; dan kemagnetan dari senyawa
kompleks dengan memuaskan. Meskipun demikian, teori ini mengabaikan
kemungkinan terbentuknya ikatan kovalen dalam kompleks, hal ini ternyat
bertentangan dengan fakta yang diperoleh sdari sejumlah eksperimen. Beberapa
kelemahan dari Teori Medan Kristal adalah sebagai berikut :

1. Sejumlah senyawa dengan tingkat oksidasi nol (misalnya pada kompleks


[Ni(CO)4] tidak mengalami gaya tarik-menarik elektrostatik antara logam
dengan ligan, sehingga dapat dipastikan bahwa ikatan yang terbentuk dalam
kompleks merupakan suatu ikatan kovalen
2. Urutan ligan dalam spektrokimia tidak dapat dijelaskan hanya dengan
berdasarkan pada keadaan elektrostatik
3. Bukti dari spektrum resonansi magnetik inti dan resonansi spin elektron
menunjukkan keberadaan densitas elektron tidak berpasangan pada ligan, hal
ini mengindikasikan adanya pembagian elektron bersama, sehingga dapat
diasumsikan terjadi kovalensi dalam kompleks

Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory) melibatkan pembentukan


ikatan kovalen. Dalam Teori Orbital Molekul (TOM), ikatan dalam kompleks
terjadi melalui pembentukan orbital molekul. Orbital molekul merupakan orbital
yang terbentuk sebagai kombinasi antara orbital atom yang dimiliki logam dengan
orbital atom yang dimiliki oleh ligan. Oleh karena itu orbital molekul dapat
dipelajari dengan menggunakan pendekatan Linear Combination Atomic Orbital
(LCAO).

Page
24
Setiap penggabungan orbital atom menjadi orbital molekul akan
menghasilkan orbital bonding (orbital ikatan) dan orbital antibonding (orbital anti
ikatan). Bagaimana orbital molekul ini terbentuk akan dibahas lebih terperinci
dalam Ikatan Kimia.

3.2 Tumpang Tindih Orbital

Orbital molekul terbentuk dari hasil interaksi antara dua atau orbital orbital
at o m . D i s t r i b u s i e l e k t r o n d a l a m m o l e k u l t i d a k l a g i b e r a d a p a d a
o r b i t a l a t o m masing-masing pembentuk, melainkan ditempatkan atau dilokalisir
pada daerah tumpang tindih yang dikenal sebagai orbital molekul (OM). Sifat dasar
secara terinci dari ikatan-ikatan kimia merupakan masalah yang rumit. Untuk tujuan
praktis, para kimiawan harus menggunakan pemerian ikatan yang walaupun
disederhanakan tetapi berguna. Salah satu pemerian yang paling sederhana tetapi
memang benar dan diterapkan secara luas, adalah gagasan dan yang terlihat dalam
pemerian tersebut, yaitu bahwa ikatan kimia dapat terjadi bila orbital-orbital luar
pada atom-atom yang berlainan tumpang tindih sedemikian, sehingga memekatkan
rapat-rapat elektron antara teras-teras atom. Sebagai panduan dasar yang
berkualitatif untuk menilai ada tidaknya ikatan, kriteria mengenai tumpang-tindih
orbital-orbital atom netto yang positif merupakan manfaat yang tidak sejalan.
Akibatnya, pertama-tama akan ditinjau pengujian terhadap tumpang tindih tersebut.

Bila dua atom saling menghampiri cukup dekat sampai satu orbital dari setiap
atom memiliki amplitudo yang besar dalam daerah ruang yang dipunyai bersama,
dikatakan bahwa orbital-orbital tumpang tindih. Besarnya amplitudo bisa positif,
negatif, atau nol, bergantung kepada sifat-sifat orbital orbital yang terlibat.

Tumpang tindih bertanda positif bila pertindihan kedua orbital mempunyai


tanda sama, keduanya +, -. Tumpang tindih bertanda Negatif bila daerah pertindihan

Page
25
kedua orbital mempunyai tanda berlawanan. Tumpang tindih yang tepat nol terjadi
bila terdapat daerah pertindihan yang tepat sama dengan tanda berlawanan.

Bila tumpang tindih netto adalah nol, tidak terjadi kenaikan ataupun
penurunan rapatan electron bersama, karena itu tidak terjadi interaksi-interaksi
ataupun tarikan. Keadaan ini diperikan sebagai interaksi non-ikatan.

Dalam pembentukan molekul, orbital atom bertumpang tindih menghasilkan


orbital molekul yakni fungsi gelombang elektron dalam molekul. Jumlah orbital
molekul adalah jumlah atom dan orbital molekul ini diklasifikasikan menjadi orbital
molekul ikatan, non-ikatan, atau anti ikatan sesuai dengan besarnya partisipasi
orbital itu dalam ikatan antar atom. Kondisi pembentukan orbital molekul ikatan
adalah sebagai berikut.

[Syarat pembentukan orbital molekul ikatan]


(1) Cuping orbital atom penyusunnya cocok untuk tumpang tindih.
(2) Tanda positif atau negatif cuping yang bertumpang tindih sama.
(3) Tingkat energi orbital-orbital atomnya dekat.

Kasus paling sederhana adalah orbital molekul yang dibentuk dari orbital
atom A dan B dan akan dijelaskan di sini. Orbital molekul ikatan dibentuk antara A
dan B bila syarat-syarat di atas dipenuhi, tetapi bila tanda salah satu orbital atom
dibalik, syarat ke-2 tidak dipenuhi dan orbital molekul anti ikatan yang memiliki
cuping yang bertumpang tindih dengan tanda berlawanan yang akan dihasilkan (
Gambar 1). Tingkat energi orbital molekul ikatan lebih rendah, sementara tingkat
energi orbital molekul anti ikatan lebih tinggi dari tingkat energi orbital atom
penyusunnya. Semakin besar selisih energi orbital ikatan dan anti ikatan, semakin
kuat ikatan. Bila tidak ada interaksi ikatan dan anti ikatan antara A dan B, orbital
molekul yang dihasilkan adalah orbital non ikatan. Elektron menempati orbital
molekul dari energi terendah ke energi yang tertinggi. Orbital molekul terisi dan

Page
26
berenergi tertinggi disebut HOMO (highest occupied molecular orbital) dan orbital
molekul kosong berenergi terendah disebut LUMO (lowest unoccupied molecular
orbital). Ken'ichi Fukui (pemenang Nobel 1981) menamakan orbital-orbital ini
orbital-orbital terdepan (frontier). Dua atau lebih orbital molekul yang berenergi
sama disebut orbital terdegenerasi (degenerate).

Simbol orbital yang tidak terdegenerasi adalah a atau b, yang terdegenerasi


ganda e, dan yang terdegenerasi rangkap tiga t. Simbol g (gerade) ditambahkan
sebagai akhiran pada orbital yang sentrosimetrik dan u (ungerade) pada orbital yang
berubah tanda dengan inversi di titik pusat inversi. Bilangan sebelum simbol
simetri digunakan dalam urutan energi untuk membedakanorbital yang sama
degenarasinya. Selain itu, orbital-orbital itu dinamakan sigma (s) atau pi(p) sesuai
dengan karakter orbitalnya. Suatu orbital sigma mempunyai simetri rotasi sekeliling
sumbu ikatan, dan orbital pi memiliki bidang simpul. Oleh karena itu, ikatan sigma
dibentuk oleh tumpang tindih orbital s-s, p-p, s-d, p-d, dan d-d ( Gambar 2) dan
ikatan pi dibentuk oleh tumpang tindih orbital p-p, p-d, dan d-d ( Gambar 3).

Gambar 1. Pembentukan Orbital Molekul

Page
27
Gambar 2. Orbital molekul sigma

Gambar 3. Pembentukan Orbital phi

Page
28
3.3 Pembentukan Orbital dan

1. PEMBENTUKAN ORBITAL
Pembentukan ikatan melalui orbital yang paling sederhana dapat
dicontohkan dalam pembentukan ikatan antar atom hidrogen dalam molekul H2.

orbital * (orbital molekul antibonding)

1s 1s

H
H
H2
orbital (orbital molekul bonding)

Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa tiap atom H memiliki masing-masing satu
buah elektron pada orbital 1s. kedua orbital atom H tersebut kemudian bergabung
membentuk orbital molekul , sehingga terbentuk dua macam orbital, orbital yang
merupakan orbital bonding, dan orbital * yang merupakan orbital antibonding.
Sesuai dengan aturan Hund, maka mula-mula elektron dari salah satu atom H
mengisi orbital molekul yang terbentuk, kemudian elektron dari atom H yang lain
juga mengisi orbital tersebut. Dengan terbentuknya orbital molekul yang diisi
oleh elektron dari kedua atom H, maka terbentuklah ikatan antar atom H tersebut
menjadi molekul H2. Molekul H2 ini merupakan molekul yang stabil, karena
elektron-elektronnya berada pada orbital molekul yang tingkat energinya lebih
rendah dibandingkan tingkat energi orbital atom pembentuknya.

Page
29
Pembentukan orbital molekul ini dapat digunakan untuk menjelaskan
ketidakstabilan dari molekul He2. Perhatikan diagram berikut :

orbital * (orbital molekul antibonding)

1s 1s
He He

He2

orbital (orbital molekul bonding)

Setiap atom Helium memiliki dua elektron pada setiap orbital 1s. saat orbital-orbital
atom 1s dari kedua atom Helium tersebut membentuk orbital molekul, terbentuk 2
macam orbital molekul pula, orbital dan *. Elektron-elektron mula-mula mengisi
orbital bonding yang tingkat energinya lebih rendah, kemudian mengisi orbital
antibonding *. Karena baik orbital bonding maupun orbital antibonding sama-sama
terisi elektron, maka keduanya akan saling meniadakan, sehingga molekul He2
menjadi sangat tidak stabil.

Kedua contoh diatas menunjukkan pembentukan orbital molekul untuk


molekul diatomik yang heterogen, sehingga orbital atom yang digunakan dalam
pembentukan orbital molekul memiliki tingkat energi yang sama. Pada molekul
diatomik yang heterogen, atom yang lebih elektronegatif orbital atomnya memiliki
tingkat energi yang lebih rendah. Perbedaan tingkat energi antar orbital atom dari
dua atom berbeda yang saling berikatan merupakan ukuran dari sifat ionik ikatan

Page
30
yang terbentuk antara kedua atom tersebut. Sedangkan perbedaan tingkat energi
antara orbital bonding molekul yang terbentuk dengan orbital atom (dari atom yang
tingkat energinya lebih rendah) merupakan ukuran sifat kovalen ikatan yang
terbentuk. Untuk lebih jelasnya, perhatikan ilustrasi yang diberikan dalam diagram
berikut :

orbital *

a
1s
A
1s b
B

orbital
AB
Pada diagram tersebut, atom B memiliki tingkat energi yang lebih rendah
dibandingkan orbital atom A. Oleh karena itu, orbital molekul (OM) yang
terbentuk memiliki karakteristik yang lebih mirip dengan orbital atom B. Selisih
energi antara orbital atom A dan orbital atom B, dinotasikan dengan a,
menunjukkan ukuran sifat ionik ikatan yang terbentuk antara A dan B. Sedangkan
selisih energi antara OM dengan orbital atom B, dinotasikan dengan b,
menunjukkan sifat kovalen ikatan AB.

PEMBENTUKAN ORBITAL MOLEKUL DALAM SENYAWA KOMPLEKS


Pada senyawa kompleks, orbital molekul terbentuk sebagai
gabungan/kombinasi dari orbital atom logam dengan orbital atom dari ligan. Orbital

Page
31
atom logam dapat bergabung dengan orbital atom ligan jika orbital-orbital atom
tersebut memiliki simetri yang sama.

Untuk logam transisi pertama, orbital yang dapat membentuk orbital


molekul adalah orbital-orbital eg (dx2-y2 dan dz2), 4s, 4p, 4px, 4py dan 4pz. Orbital-
orbital t2g (dxy, dxz dan dyz) dari logam tidak dapat membentuk orbital karena
orientasi arahnya yang berada di antara sumbu x, y dan z. Oleh karena itu ketiga
orbital tersebut disebut sebagai orbital nonbonding. Meskipun tidak dapat
membentuk oribtal , orbital-orbital t2g tersebut dapat membentuk orbital molekul
dengan orbital atom dari ligan yang tidak searah dengan orbital atom logam.

Ligan dapat membentuk orbital molekul dengan orbital logam jika


posisinya segaris dengan logam, atau berada tepat pada sumbu/garis penghubung
ion pusat dan ligan. Adapun orbital atom dari ligan yang dapat bergabung dengan
orbital atom dari logam adalah orbital s atau orbital hasil hibridisasi antara orbital s
dan p.

Karena jauh lebih banyak orbital dan elektron yang terlibat, maka diagram
pembentukan orbital molekul dalam senyawa kompleks lebih rumit dibandingkan
diagram pembentukan orbital molekul untuk molekul diatomik sederhana.
Umumnya orbital atom dari ligan tingkat energinya lebih rendah dibandingkan
orbital atom dari logam pusat, sehingga karakteristik dari orbital molekul yang
terbentuk lebih mirip dengan karakteristik orbital atom ligan dibandingkan orbital
atom logam. Berikut ini contoh diagram pembentukan orbital molekul untuk
kompleks [Co(NH3)6]3+

Page
32
*s

*p

4p

*d
4s
0
3d

x2-y2 z2 xy xz yz orbital non bonding

6 orbital px dari 6 ligan


d NH3,masing-masing berisi
2 elektron

Pada kompleks [Co(NH3)6], orbital-orbital 4s, 4px, 4py, 4pz, 3dx2-y2, dan 3dz2
dari logam Co bergabung dengan keenam orbital px dari atom ligan NH3
membentuk orbital molekul. Orbital molekul yang terbentuk masing-masing diisi
dengan sepasang elektron dari ligan NH3. Orbital 3dxy, 3dxz, dan 3dyz dari Co3+ tidak
bergabung membentuk orbital molekul, ketiga orbital tersebut merupakan orbital
nonbonding (non ikatan) dalam kompleks ini. Selisih antara tingkat energi
nonbonding dengan orbital * (orbital antibonding) merupakan harga 0 dari
kompleks tersebut. Dalam TOM, splitting/pemecahan tingkat energi yang terjadi
merupakan akibat dari kovalensi. Makin besar kovalensi,makin besarpula harga 0.
Dalam kompleks [Co(NH3)6]3+ tersebut, harga 0 cukup besar, sehingga semua

Page
33
elektron lebih memilih untuk mengisi orbital nonbonding, kompleks merupakan
kompleks low spin. Karena semua elektron dalam kompleks berpasangan, maka
dapat diramalkan bahwa kompleks tersebut bersifat diamagnetik.

Pada kompleks [CoF6]3-, selisih tingkat energi antara orbital nonbonding


dengan orbital antibonding /orbital * yang terbentuk relatif cukup kecil, sehingga
elektron dapat mengisi orbital * terlebih dahulu. Kompleks ini merupakan
kompleks high spin. Diagram pembentukan orbital molekul pada kompleks [CoF6]3-
dapat dilihat berikut ini :

*s

*p

4p

4s
0 *d
3d

x2-y2 z2 xy xz yz orbital non bonding

6 orbital px dari 6 ligan F-,


d masing-masing berisi 2
elektron

Orbital-orbital 3dx2-y2; 3dz2; 4s; 4px; 4py; dan 4pz dari logam bergabung
dengan 6 buah orbital px dari keenam ligan F- yang mengelilingi logam pusat

Page
34
tersebut. Orbital-orbital t2g dari logam membentuk orbital nonbonding atau non-
ikatan. Selisih tingkat energi antara orbital nonbonding ini dengan orbital
antibonding * yang terbentuk dinotasikan dengan 0. Pada kompleks [CoF6]3-,
karena harga 0 relatif cukup kecil, maka sebelum mengisi orbital nonbonding
secara berpasangan, elektron dari ligan mengisi orbital * terlebih dahulu.
Akibatnya setiap orbital * yang merupakan orbital antibonding masing-masing
terisi satu buah elektron. Terisinya orbital antibonding ini mengakibatkan ikatan
antara logam Co dengan ligan NH3 tersebut menjadi lebih lemah. Karena dalam
kompleks terdapat sejumlah elektron yang tidak berpasangan, maka dapat
diramalkan bahwa kompleks [CoF6]3- merupakan kompleks yang bersifat
paramagnetik.

2. PEMBENTUKAN ORBITAL

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, orbital dapat terbentuk antar


orbital atom dengan simetri yang sama. Adapun orbital dapat terbentuk antara
orbital px, py, pz, dxy, dxz, dan dyz dari logam dengan orbital atom dari ligan yang
tidak searah dengan orbital logam. Salah satu contoh bagaimana orbital dapat
terbentuk antara orbital atom dari logam dengan orbital atom yang dimiliki ligan
ditunjukkan dalam gambar berikut :

- +

- - + +

+ + - -
+ -

Gambar (4) Kombinasi orbital dxz dari logam dengan orbital py dan pz dari ligan

Page
35
Dari Gambar (4) di atas dapat dilihat bahwa orbital dxz berada sejajar dengan
orbital py dan pz dari ligan, sehingga kombinasi dari orbital atom logam dan orbital
atom ligan tersebut dapat menghasilkan orbital molekul .
Selain dari penggabungan orbital dxz dari logam dengan orbital py dan pz, orbital
molekul juga dapat terbentuk dari penggabungan antara orbital pz dari logam
dengan orbital pz dari ligan. Ilustrasi kedua orbital atom tersebut dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.

+
+ + +
+ -
- - -
-
Gambar 5. Posisi orbital atom pz dari logam dan orbital pz ligan berada dalam
posisi yang sejajar, sehingga juga dapat bergabung dan menghasilkan orbital
molekul .

Jika pada pembentukan ikatan ligan berperan sebagai Basa Lewis yang
menyumbangkan pasangan elektron, maka dalam pembentukan ikatan ini, ligan
dapat bertindak sebagai asam Lewis yang menerima pasangan elektron yang
didonorkan oleh logam.

Adanya ikatan akan memperkuat ikatan antara logam dengan ligan,


sehingga meningkatkan kestabilan kompleks. Selain itu, konsep mengenai
pembentukan ikatan juga dapat menjelaskan urutan kekuatan ligan dalam Deret

Page
36
Spektrokimia. Ligan dapat berperan sebagai akseptor atau donor , tergantung
keterisian orbital yang dimiliki oleh ligan tersebut.

(a) Ligan akseptor


Ligan ini karena orbital nya kosong disebut ligan akseptor. Orbital ligan yang
kosong, mempunyai energi tinggi, elektron dari orbital t2g akan mengisi orbital
molekul bonding dengan energi rendah. Akibatnya 0 akan bertambah besar atau
Sejumlah ligan seperti CO, CN- dan NO+ memiliki orbital kosong yang dapat
bertumpang tindih dengan orbital t2g dari logam, membentuk ikatan . Interaksi
semacam ini seringkali disebut sebagai pembentukan ikatan balik (backbonding).
Tingkat energi dari orbital yang dimiliki ligan ini seringkali lebih tinggi
dibandingkan tingkat energi dari logam, sehingga dapat menaikkan harga 0. Ligan-
ligan semacam ini merupakan ligan medan kuat dan pada Deret Spektrokimia
berada di sebelah kanan.

Page
37
(b) Ligan Donor
Sejumlah ligan tertentu memiliki orbital yang telah terisi elektron dan mengalami
overlap dengan orbital t2g dari logam, menghasilkan ikatan . Rapatan elektron akan
ditransfer dari ligan menuju logam melalui ikatan ini. Selain dari ikatan yang
terbentuk tadi, transfer elektron dari ligan ke logam juga terjadi melalui ikatan .
Interaksi semacam ini lebih sering terjadi pada kompleks dari logam dengan
bilangan oksidasi yang tinggi, sehingga logam tersebut kekurangan elektron.
Orbital dari ligan biasanya memiliki tingkat energi yang lebih rendah
dibandingkan orbital t2g logam, sehingga delokalisasi elektron dari ligan melalui
cara ini akan memperkecil harga 0. Ligan yang merupakan donor terletak di
sebelah kiri dari Deret Spektrokimia.

Page
38
HIBRIDISASI UNSUR TRANSISI UTAMA (Cu Dan Zn)
1. DENGAN ATOM PUSAT Cu DAN LIGAN LEMAH
[CuCl5]3-
Cu = -1 x 5 = -3
Cu = -5 = -3
Cu = 5-3 = +2
Cu = +2
29Cu = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d9 4s2
2+
29Cu = [Ar] 3d9 4s0

3d 4s 4p
Elektron pada orbital 4s melepas dua elektronnya yang semula 4s2 dikarenakan
atom Cu2+.

3d 4s 4p 4d
Dikarenakan lingan Cl merupakan ligan lemah yang mengikat atom pusat Cu
sehingga elektron pada orbital 3d tidak dapat disusun ulang maka orbital 4s, 4p, 4d
yang kosong akan diisi oleh ligan Cl sebanyak 5 buah untuk berikatan yang
membentuk struktur geometri sp3d (trigonal bipiramidal).

[Cu(H2O)4]2+
Cu = 0 x 4 = +2
Cu = +2
Hibridisasi Cu
29Cu = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d9 4s2
2+
29Cu = [Ar] 3d9 4s0

3d 4s 4p

Page
39
Elektron pada orbital 4s melepas dua elektronnya yang semula 4s2 dikarenakan
atom Cu2+.

3d 4s 4p
Dikarenakan lingan H2O merupakan ligan lemah yang mengikat atom pusat Cu
sehingga elektron pada orbital 3d tidak dapat disusun ulang maka orbital 4s dan 4p
yang kosong akan diisi oleh ligan H2O sebanyak 4 buah untuk berikatan yang
membentuk struktur geometri sp3 (tetrahedral).

2. DENGAN ATOM PUSAT Cu DAN LIGAN KUAT


[Cu(CN)2]-
Cu = -1 x 2 = -1
Cu = -2 = -1
Cu = 2 1 = +1
Cu = +1
29Cu = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d9 4s2
+
29Cu = [Ar] 3d9 4s1

3d 4s 4p
Elektron pada orbital 4s akan mengalami promisi (tereksitasi) ke orbital 3d,
sehingga orbital 4s kosong dan dapatmengalami hibridisasi dengan orbital 4p
membentuk orbidal hibrida sp.

3d 4s 4p

Dikarenakan lingan CN merupakan ligan kuat yang mengikat atom pusat Cu


sehingga elektron pada orbital 3d dapat disusun ulang maka orbital 4s dan 4p yang
kosong akan diisi oleh ligan CN sebanyak 2 buah untuk berikatan yang membentuk
struktur geometri sp (linier).

Page
40
[Cu(NH3)4]2+
Cu = 0 x 4 = +2
Cu = +2
29Cu = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d9 4s2
+2
29Cu = [Ar] 3d9 4s0

3d 4s 4p
Elektron pada orbital 4s melepas dua elektronnya yang semula 4s2 dikarenakan
atom Cu2+.

3d 4s 4p
Dikarenakan lingan NH3 merupakan ligan kuat yang mengikat atom pusat Cu
sehingga elektron pada orbital 3d dapat disusun ulang maka orbital 4s dan 4p yang
kosong akan diisi oleh ligan NH3 sebanyak 4 buah untuk berikatan yang
membentuk struktur geometri sp3 (tetrahedral).

3. DENGAN ATOM PUSAT Zn DAN LIGAN LEMAH

[Zn(H2O)6]2+
Zn = 0 x 6 = +2
Zn = +2
30Zn = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d10 4s2
+2
30Zn = [Ar] 3d10 4s0

3d 4s 4p
Elektron pada orbital 4s melepas dua elektronnya yang semula 4s2 dikarenakan
atom Zn+.

3d 4s 4p 4d
Dikarenakan lingan H2O merupakan ligan lemah yang mengikat atom pusat Zn
sehingga elektron pada orbital 3d tidak dapat disusun ulang maka orbital 4s, 4p, 4d
yang kosong akan diisi oleh ligan H2O sebanyak 6 buah untuk berikatan yang
membentuk struktur geometri sp3d2 orbital outer (oktahedral).

Page
41
[Zn(OH)4]2-
Zn = -1 x 4 = -2
Zn = -4 = -2
Zn = 4 2 = +2
Zn = +2
30Zn = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d10 4s2
+2
30Zn = [Ar] 3d10 4s0

3d 4s 4p
Elektron pada orbital 4s melepas dua elektronnya yang semula 4s2 dikarenakan
atom Zn2+.

3d 4s 4p
Dikarenakan lingan OH merupakan ligan lemah yang mengikat atom pusat Zn
sehingga elektron pada orbital 3d tidak dapat disusun ulang maka orbital 4s dan 4p
yang kosong akan diisi oleh ligan OH sebanyak 4 buah untuk berikatan yang
membentuk struktur geometri sp3 (tertrahedral).

4. DENGAN ATOM PUSAT Zn DAN LIGAN KUAT


[Zn(NH3)4]2+
Zn = 0 x 4 = +2
Zn = +2
Zn = +2
30Zn = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d10 4s2
+2
30Zn = [Ar] 3d10 4s0

3d 4s 4p
Elektron pada orbital 4s melepas dua elektronnya yang semula 4s2 dikarenakan
atom Zn2+.

3d 4s 4p
Dikarenakan lingan NH3 merupakan ligan kuat yang mengikat atom pusat Zn
sehingga elektron pada orbital 3d dapat disusun ulang maka orbital 4s dan 4p yang

Page
42
kosong akan diisi oleh ligan NH3 sebanyak 4 buah untuk berikatan yang
membentuk struktur geometri sp3 (tertrahedral).

[Zn(NO2)6]4-
Zn = -1 x 6 = -4
Zn = -6 = -4
Zn = 6 4 = +2
Zn = +2
30Zn = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d10 4s2
+2
30Zn = [Ar] 3d10 4s0

3d 4s 4p
Elektron pada orbital 4s melepas dua elektronnya yang semula 4s2 dikarenakan
atom Zn2+.

3d 4s 4p 4d
Dikarenakan lingan NH3 merupakan ligan kuat yang mengikat atom pusat Zn
sehingga elektron pada orbital 3d dapat disusun ulang maka orbital 4s dan 4p yang
kosong akan diisi oleh ligan NH3 sebanyak 4 buah untuk berikatan yang
membentuk struktur geometri sp3d2(trigonal bipiramidal).

Page
43
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Teori orbital molekul dapat menentukan orde ikatan dan sifat magnetik suatu
molekul. Keunggulan teori orbital molekul semua elektron pada orbital atom
terlihat jelas pada orbital molekul. orbital molekul yakni fungsi gelombang elektron
dalam molekul. Jumlah orbital molekul adalah jumlah atom dan orbital molekul ini
diklasifikasikan menjadi orbital molekul ikatan, non-ikatan, atau anti ikatan sesuai
dengan besarnya partisipasi orbital itu dalam ikatan antar atom.

4.2 Saran
Setelah mempelajari materi orbital molekul ini mahasiswa mampu
menjelaskan mengenai orbital molekul, dan diharapkan mahasiswa semakin
mengerti mengenai orbital molekul.

Page
44
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Isomeri Dalam Senyawa Kompleks, Bab V.kyoshiro67.files.wordpress.com


diakses tanggal 15 Desember 2013.

Beiser. 1978. Konsep Fisika Modern. Jakarta : Erlangga

Cotton dan Wilkinson, (1989), Kimia Anorganik Dasar. Jakarta : UI Press.

Ohno, Koichi. 2004. Buku Teks Online Kimia Kuantum, diterjemahkan dari versi Bahasa
Inggrisnya oleh Bambang Prijamboedi, Tokyo.

Oxtoby, W.David,. Gillis, H., Norman. 2003. Kimia Modern. Edisi keempat. Jilid II.
Jakarta : Erlangga.

Rustaman. 2008. Keadaan-Keadaan Transisi Molekul 1,3,5-Heksatriena Menggunakan


Komputasi Semiempirik Huckel, Karya Tulis Ilmiah. Bandung : Universitas
Padjajaran.

Saito, Taro. 1996. Buku Teks Kimia Anorganik Online. Tokyo : Iwanami Sothen.

Page
45

Anda mungkin juga menyukai