MAKALAH
KIMIA KOORDINASI B
OLEH
KELOMPOK 3:
Amaliah Ulfach Zully 1803112317
Asyh Rasidu Ramagani 1803110582
M. Oemar Zidane 1803123883
Nanda Nabila Friska 1803112388
Retna Gian Widati 1803124071
Wiwit Nur Rahayu 1803110375
DOSEN PENGAMPU:
HALIDA SOPHIA, M. Si
Halaman
DAFTAR ISI 1
BAB I PENDAHULUAN 2
1.1 Latar Belakang 2
BAB II PEMBAHASAN 4
2.1 Teori Medan Kristal 4
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kimia koordinasi adalah bagian ilmu kimia yang mempelajari senyawa-
senyawa koordinasi atau senyawa kompleks. Senyawa kompleks adalah senyawa
yang tersusun atas atom pusat atau ion pusat dan ligan-ligan yang mengelilingi
dalam bentuk geometri tertentu. Di dalam semua senyawa kompleks, kation
dikelilingi oleh anion, molekul netral, atau radikal. Senyawa-senyawa kompleks
dapat berupa kompleks netral atau komplek ionic. Senyawa kompleks netral
tersusun atas molekul seperti [Ni(CO)4]. Senyawa kompleks ionic yang tersusun
atas kation kompleks-anion sederhana misalnya [Ag(NH3)2]Cl, dan contoh
senyawa kompleks ionic yang tersusun atas ion-ion kompleks adalah [Co(NH3)6]
[Cr(NH3)6] dan [Pt(NH3)4][PtCl4].
Awal perkembangan kimia koordinasi itu sejak ditemukaannya senyawa
heksaamminakobal (III) klorida, dimana terbentuk nya kristal-kristal berwarna
oranye yang mengandung enam molekul ammonia. Senyawa tersebut dirumuskan
sebagai CoCl3.6NH3. Teori-teori tentang senyawa kompleks harus dapat
dijelaskan. Sebelum adanya teori-teori modern tentang senyawa kompleks telah
ada teori-teori klasik diantaranya teori rantai oleh Blomstrad-Jorgensen, teori
koordinasi oleh Alfred Werner. Sebelum ditemukan sinar X, para ahli kimia
menentukan struktur geometri dari molekul-molekul dengan cara membandingkan
isomer-isomer yang telah dikenal dengan struktur yang mungkin di peroleh secara
teoritis. Adapun teori-teori yang dapat menjelaskan bentuk-bentuk geometri
senyawa-senyawa kompleks anatara lain valence bond theory (VBT), crystal field
theory (CFT), dan molecular orbital theory (MOT). Teori medan kristal (CFT)
dikembangkan karena teori ikatan valensi tidak dapat menjelaskan berbagai sifat
ion kompleks.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka diperoleh rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana uraian teori medan kristal?
2
2. Bagaimana ikatan antara ion kompleks yaitu kompleks octahedral berdasarkan
teori medan kristal?
3. Bagaimana sifat kemagnetan kompleks berdasarkan teori medan kristal?
4. Apa saja kelebihan dan kelemahan teori medan kristal?
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan:
1. Untuk memahami teori medan kristal.
2. Untuk mempelajari diagram tingkat energy pada ion kompleks octahedral.
3. Untuk mempelajari sifat kemagnetan kompleks berdasarkan teori medan
kristal.
4. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan teori medan kristal.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Medan Kristal
Teori medan kristal dikemukan oleh Hans Bethe, seorang pakar fisika yang
telah dikemukan tahun 1929. Teori medan kristal yang dikemukan Bethe dilandasi
oleh tiga asumsi yaitu:
1. Ligan-ligan di perlakukan sebagai titik-titik bermuatan.
2. Interaksi antara ion logam dengan ligan-ligan dianggap sepenunya sebagai
interaksi elektrostatik (ionik). Apabila ligan yang ada merupakan ligan
netral seperti NH3, dan H2O, maka dalam interaksi tersebut ujung negatif
dari dipol dalam molekul-molekul netral diarahkan terhadap ion logam.
3. Tidak terjadi interaksi antara orbital-orbital dari ion logam dengan orbital-
orbital dari ligan.
Awal perkembangan Teori Medan Kristal menganggap interaksi antara ion
logam dengan ligan-ligan sepenuhnya interaksi elektrostatika. Modifikasi ini
dilakukan pada tahun 1935 oleh J.H.Van Vleck dengan memasukkan interaksi
kovalen. Secara umum teori medan kristal yang telah dimodifikasi dengan
memasukkan interaksi kovalen disebut Teori Medan Ligan (Ligan Field Theory).
Teori Medan Kristal hanya digunakan dalam bidang fisika zat padat. Teori Medan
Kristal digunakan dan dikembangkan sekitar tahun 1951 serta dapat dipakai untuk
mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada Teori Ikatan Valensi, seperti
bentuk geometris dan sifat magnet.
Menurut medan kristal atau crystal field theory (CFT), ikatan antara atom
pusat dan ligan dalam kompleks berupa ikatan ion, hingga gaya-gaya yang ada
hanya berupa gaya elektrostatik. Ion kompleks tersusun dari ion pusat yang
dikelilingi oleh ion-ion lawan atau molekul-molekul yang mempunyai momen
dipole permanen.
Medan listrik dari ion pusat akan mempengaruhi ligand-ligand sekelilingnya,
sedang medan gabungan dari ligand-ligand akan mempengaruhi elektron-elektron
dari ion pusat. Pengaruh ligan ini terutama mengenai elektron d dari ion pusat dan
ion kompleks dari logam logam transisi. Pengaruh ligand tergantung dari jenisnya,
terutama pada kekuatan medan listrik dan kedudukan geometri ligand-ligand
4
dalam kompleks. Ikatan antara ion pusat degan logam bersifat ionic. Ligan
berpengaruh terhadap tingkat energi orbital d.
2.2 Spliting Pada Kompleks Oktahedral
Didalam ion bebas kelima orbital d bersifat degenerate artinya mempunyai
energi yang sama dan elektron dalam orbital ini selalu memenuhi hukum
multiplicity yang maksimal. Orbital d dapat dibedakan menjadi 2 yaitu orbital
yang terdapat pada sumbu atom, yaitu dx2-y2 dan dz2 disebut orbital eg ; dan
orbital yang berada di antara sumbu atom, yaitu dxy, dxz dan dyz disebut orbital
t2g. Perbedaan energi antara kedua tingkat ini dapat dinyatakan dalam hal gaya
medan ligan atau pemisahan medan kristal menjadi 10 Dq.
5
Gambar 3. Kompleks Tetrahedral dalam Sistem Koordinat.
Dengan adanya ligand disekitar ion pusat orbital d tidak lagi degenerate, orbital d
ini terbagi menjad beberapa orbital dengan energi berbeda. Dikatakan juga orbital
d ini mengalami spilitting.
6
kontribusi lain yang berkaitan dengan penurunan simetri yang mengarah ke
pemisahan parsial degenerasi. Besarnya pembelahan energi (10 Dq) tergantung
pada kuat medan ligan relatif terhadap energi pemasangan elektron. Bila 10 Dq
lebih besar daripada energi yang diperlukan untuk memasangkan elektron maka
ligan tersebut menghasilkan medan kuat. Sebaliknya bila 10 Dq lebih kecil
daripada energi pemasangan elektron maka ligan tersebut menghasilkan medan
lemah.
2.3 Pengukuran Harga 10Dq
Pengukuran harga 10Dq suatu kompleks adalah cukup rumit terutama bila
orbiyal d terisi lebih dari satu electron. Pengukuran yang paling mudah adalah bila
orbital d hanya terisi sebuah electron seperti yang terdapat pada ion kompleks
[Ti(H2O)6]3+ dengan konfigurasi electron pada keadaan dasar atom pusat Ti3+ =
[Ar]3d14s0. Pada medan octahedral sebuah electron pada orbital 3d akan
menempatkan orbital dengan tingkat energy yang terendah, yaitu pada salah satu
dari tiga orbital t2g degenerate.
Sebuah electron pada orbital t2g tersebut dapat melakukan transisi ke orbital
eg. t2g1eg 0 → . t2g0eg 1
Pada ion [Ti(H2O)6]3+ harga 10Dq dapat diperoleh dengan mensubtitusikan
harga absorpsi maksimum ke dalam persamaan:
7
2.4 Energy Stabilisasi Medan Kristal
Energi stabilisasi medan kristal (Bahasa Inggris: crystal field stabilization
energy), disingkat CFSE, adalah stabilitas yang dihasilkan dari penempatan ion
logam pada medan kristal yang dibentuk oleh sekelompok ligan-ligan. Ia muncul
karena ketika orbital d terpisah pada medan ligan, beberapa dari orbital itu akan
memiliki energi yang lebih rendah.
8
disebut spin tinggi. Untuk sifat kemagnetan nya adalah paramagnetic (jika ada
electron yang tak berpasangan): ditarik oleh medan magnet.
Apabila harga 10 Dq > P maka kompleksnya merupakan kompleks dengan
medan kuat dan elektron keempat akan berpasangan dengan salah satu electron
yang terdapat pada orbital t2g. Keadaan ini lebih stabil dibandingkan apabila
electron keempat tersebut di tempatkan pada orbital eg dan keadaan ini disebut
spin rendah. Untuk sifat kemagnetan nya adalah diamagnetic (jika ada electron
yang berpasangan): ditolak (amat lemah) oleh medan magnet.
9
Gambar 8. Diagram Medan Kristal [Fe(NO2)6]3-
Ligan-ligan (seperti I− dan Br−) yang menghasilkan Δo yang kecil disebut
ligan medan lemah. Dalam kasus ini, adalah lebih mudah menempatkan elektron
di atas energi orbital yang lebih tinggi daripada menempatkan dua elektron pada
orbital yang sama. Ini dikarenakan gaya tolak antar dua elektron lebih besar
daripada Δ. Oleh karena itu, masing-masing elektron akan ditempatkan pada
setiap orbital-d terlebih dahulu sebelum dipasangkan. Hal ini sesuai
dengan kaidah Hund dan menghasilan kompleks "spin-tinggi". Sebagai contoh,
Br− adalah ligan medan lemah dan menghasilkan Δo yang lebih kecil. Maka, ion
[FeBr6]3−, yang juga memiliki 5 elektron-d, akan memiliki diagaram pemisahan
elektron yang kelima orbitalnya dipenuhi secara tunggal.
10
menempati t2g . harga 10 Dq < P dengan diagram energy orbital d seperti dibawah
ini:
Sifat paramagnetic ion [CoF6]3- disebabkan karena adanya empat buah electron
yang tidak berpasangan pada orbital d ion pusat.
Ion kompleks [Co(NH3)6]3+
Ion pusat = Co3+
Konfiguraasi electron ion Co3+ = [Ar] 3d6
Dalam medan octahedral orbital-orbital 3d terpisah menjadi t2g dan eg . karena ion
tersebut bersifat diamagnetic maka 6 elektron pada orbital d semuanya menempati
t2g . harga 10 Dq > P dengan diagram energy orbital d seperti dibawah ini:
Sifat diamagnetic ion [Co(NH3)6]3+ maka semua electron pada orbital d akan
berpasangan dengan diagram energy orbital d.
11
2.7 Kelebihan Dan Kelemahan Dari Teori Medan Kristal
Kelebihan Teori Medan Kristal
Pengaruh medan ligan pada warna. Hal ini dikarenakan energi sinar
didaerah tampak cocok untuk promosi elektron yang ada di orbital d, dari
energi rendah ke energi tinggi. Misalnya untuk kompleks oktahedral dari
orbital t2g keorbital eg. Besarnya energi untuk promosi, yaitu ∆ tergantung
dari jenis ligan. Karena itu senyawa kompleks mempunyai warna
berbeda-beda, misalnya [Ti(OH2)6]3+ berwarna ungu sedangkan
[Cu(OH2)6] berwarna biru muda.
Harga CFSE untuk kompleks oktahedral, tetrahedral dan planar segiempat
CFSE berubah –ubah sesuai dengan struktur dan jenis ion kompleks.
Kelemahan Teori Medan Kristal
Medan yang ditimbulkan oleh ligan negatif seharusnya lebih kuat
dibandingkan medan yang dihasilkan oleh ligan netral. Misalnya untuk
ligan OH- dan H2O. Seharusnya medan yang ditimbulkan oleh OH- adalah
lebih kuat dibandingkan medan yang ditimbulkan oleh H2O. Dalam
kenyataan terjadi pada keadaan yang sebaliknya.
Ligan yang memiliki momen dipol lebih besar seharusnya menimbulkan
medan yang lebih kuat dibandingkan ligan yang momen dipolnya lebih
kecil. Misalnya untuk ligan NH3 dengan μ = 4,90.10-30 cm dan ligan H2O
μ = 6,17.10-30 cm seharusnya medan yang ditimbulkan oleh H2O adalah
lebih kuat dibandingkan medan yang ditimbulkan oleh NH 3 . dalam
kenyataannya terjadi keadaan sebaliknya.
Senyawa kompleks dengan atom pusat memiliki bilangan oksidasi nol dan
ligan yang netral seperti [Ni(CO)4] seharusnya tidak mungkin terbentuk
karena tidak terdapat gaya elektrostatik antara atom pusat dengan ligan-
ligan pada kenyataannya senyawa tersebut dapat terbentuk dan stabil.
12
BAB III
KESIMPULAN
Pada teori medan kristal, interaksi antara ion pusat dengan ligan-ligan
merupakan interaksi elektrostatik. Adanya interaksi ini menimbulkan medan
listrik dan menyebabkan bertambahnya tingkat energy orbital-orbital d dari ion
pusat. Hal ini dikarena interaksi ligan-ligan dengan orbital-orbital d ion pusat
tidak sama kuat maka orbital-orbital d tersebut mengalami splitting dengan tingkat
energy yang berbeda. Pada kompleks octahedral tingkat energy orbital dxy = dxz
= dyz < dx2-y2 = dz2 . Medan kristal pada kompleks octahedral dapat berupa
medan kuat dan medan lemah. Kekuatan medan kristal atau harga 10Dq di
pengaruhi oleh banyak factor yaitu ion pusat, jumlah ligan, dan geometri
kompleks, jenis ligan dan jenis ion pusat. Energy yang terlibat pada penstabilan
suatu kompleks disebut energy penstabilan medan kristal (CFSE). Pada kompleks
octahedral dengan medan lemah harga 10Dq adalah lebih kecil daripada energy
yang diperlukan untuk memasangkan spin (P). Elektron keempat lebih
menguntungkan apabila mengisi orbital eg daripada dipasangkan dengan electron
yang terdapat pada orbital t2g begitu juga sebaliknya yang terjadi pada medan kuat.
13
DAFTAR PUSTAKA
14