BerlanggananMasuk
›
CERPEN›NYENTANA
BEBAS AKSES CERPEN DIGITAL
Nyentana
Ratih tetap mematung, sebenarnya dia rindu sekali pulang ke desa. Rindu
bertemu bapak yang telah menua, yang telah pensiun lima tahun lalu. Akan
Gerimis kecil sudah reda sejam yang lalu, tapi di Sabtu pagi itu Ratih tetap
Ratih tetap mematung, sebenarnya dia rindu sekali pulang ke desa. Rindu
bertemu bapak yang telah menua, yang telah pensiun lima tahun lalu. Akan
Sudah berkali-kali dia menolak ajakan bapak untuk pergi ke Pura Tirta
Empul. Pura dengan mata airnya yang sejuk, dikelilingi lembah dengan sungai
suci Pakerisan mengalir di bawahnya. Sudah berkali-kali pula dia menolak
untuk pulang. Namun, kali ini terdengar jelas suara bapak memohon.
beberapa helai pakaian untuk pulang. Jarak mes yang disediakan kantornya
dengan desa tempat tinggal bapak hanya ditempuh sekitar satu jam
mengendarai motor, memang tidak terlalu jauh. Namun, dia lebih baik
Lagi pula dia tidak betah tinggal di rumah semenjak kepergian ibu. Rumah
terasa kosong bagai neraka yang sunyi, hanya menyisakan pertengkaran demi
”Tapi aku tidak mau putus dengan Widi, Pak. Aku tidak suka laki-laki yang
”Tapi pacar kamu itu, tidak bisa nyentana! Siapa yang nanti melanjutkan garis
keturunan bapak?! Ke mana nanti atma bapak harus bergantung?! Tidak juga
kamu pikirkan mendiang ibumu hanya demi cintamu pada dia?” bapak
setengah berteriak.
”Ratih kira Bapak akan ikut bahagia jika Ratih bahagia!” Nada Ratih
Tapi pacar kamu itu, tidak bisa nyentana! Siapa yang nanti melanjutkan
garis keturunan bapak? Ke mana nanti atma bapak harus bergantung?
Tidak juga kamu pikirkan mendiang ibumu hanya demi cintamu pada dia!
”Kamu tidak akan bahagia jika kamu tinggalkan laluhurmu. Ingat tanggung
jawabmu adalah untuk mengabdi kepada leluhur di keluarga ini, tidak bisa
kamu tinggalkan begitu saja! Ratih, bapak hanya punya kamu…,” sahut bapak.
”Bukan mau Ratih dilahirkan. Bukan mau Ratih dilahirkan menjadi anak
bapak dan menanggung semua ini! Ratih hanya ingin bahagia dengan pilihan
Ratih…. Seumur hidup terlalu lama bagi Ratih untuk hidup dengan laki-laki
yang tidak Ratih cintai…. Ratih mohon Pak….” Mata Ratih berkaca-kaca,
”Cinta itu bisa tumbuh seiring berjalannya waktu, kepada siapa saja…,” ujar
Ratih menggigit bibir, percuma dia teruskan pertengkaran ini, tidak akan
rumah, kasta, ataupun warisan mereka demi masuk ke rumah keluarga laki-
laki dan ikut kasta keluarga laki-laki sehingga akan menjadi sangat berat, jika
suatu saat sebuah keluarga hanya mempunyai anak perempuan karena itu
artinya anak-anak perempuan itu harus menikah keluar. Jika hal itu terjadi,
gagal jika hanya mampu melahirkan anak perempuan. Termasuk apa yang
terjadi pada mendiang ibu Ratih dulu, yang hanya bisa memberi seorang anak
yaitu laki-laki masuk ke rumah sang istri, melanjutkan garis keturunan dari
Tidak banyak dari para perempuan Bali terlahir tanpa saudara laki-laki, yang
Para perempuan yang tidak beruntung ini biasanya harus dihadapkan pada
dua pilihan: putus dengan kekasih yang mereka cintai dan menerima
miliki.
Apa pun di antara kedua pilihan tersebut bagi mereka yang diharuskan
memilih, terasa seperti menggenggam mata pisau belati dengan erat di kedua
perempuan.
Denting genta berirama dengan lantunan doa dalam kepulan asap dupa yang
syahdu di pura Tirta Empul, tak dapat meredakan kebimbangan yang Ratih
Dia begitu mencintai Widi, kekasih yang dia kenal semenjak menginjak
menginjak usia tujuh tahun dan masing-masing dari mereka sudah bekerja.
Di matanya, Widi adalah sosok laki-laki sempurna. Dia baik, pekerja keras,
mereka berjalan dengan sangat indah, hingga suatu hari Widi berkata ”Maaf…
Ratih tercekat tidak bisa berkata apa-apa, hanya saja air matanya yang
hatinya. Widi hanya bisa memeluknya erat dalam tangis diam. ”Aku sayang
kamu…,” hanya itu yang keluar dari bibir Ratih kala itu.
mudah, berhenti mencintai orang yang tiyang sayangi pun demikian sulitnya…
Sungguh tiyang tidak bisa memilih. Kedua-duanya berat bagi tiyang, tanpa
Sang Sunyi.
”Tidakkah semua cukup sampai di sini? Maafkan jika tiyang harus melangkah
seperti ini… Jika seandainya benar ada kesempatan hidup sekali lagi,
alangkah senang jika tiyang dapat bahagia. Seperti kupu-kupu yang meski
Air mata Ratih jatuh. Kali ini dia tidak sendirian, gemericik sungai Pakerisan
Bagaimanapun yang dia pilih, sungai tetap akan bermuara ke samudra yang
pengampunan.
Dari kejauhan tampak kepulan asap dupa, menangkap lantun suara doa
akhirnya semua berakhir dalam riak sungai Pakerisan yang bertemu batu
Tiyang: saya
***
Penulis
Menulis cerpen adalah hobinya sejak masih anak-anak. Saat ini aktif sebagai
Online Sales and Marketing disalah satu penginapan yang berlokasi di wilayah
Ubud-Bali.
Editor: MARIA SUSY BERINDRA
Bagikan
sastraminatcerita pendekcerpencerpen digitalcerpen kompas
KOMENTAR PEMBACA
Belum ada komentar.
ARTIKEL TERKAIT
Sejenak Mencecap Sensasi Liburan ”Sultan” di Pulau Bintan
1 November 2021
Daerah Diharapkan Memperkuat Aspek Mitigasi Bencana
1 November 2021
Pesawat Pengebom Supersonik AS Gertak Iran, Unjuk Kekuatan di Teluk Persia
1 November 2021
PRT Penyangga Kehidupan Modern
1 November 2021
Keuskupan Timika Serukan Gencatan Senjata di Intan Jaya
31 Oktober 2021
Pandemi Melandai, Sentra Wisata Kuliner Surabaya Diyakini Bangkit
31 Oktober 2021
Terpopuler
1 November 2021
BEBAS AKSES
31 Oktober 2021
BEBAS AKSES
Indonesia Lepas dari Pandemi Menuju Endemi
1 November 2021
BEBAS AKSES
1 November 2021
1 November 2021
BEBAS AKSES
Menghapus Jejak Timbal di RPTRA Jakarta
1 November 2021
BEBAS AKSES
1 November 2021
1 November 2021
1 November 2021
1 November 2021
LAYANANPELANGGAN
KOMPAS KRING
+6221 2567 6000
EMAIL
hotline@kompas.id
WHATSAPP
+62812 900 50 800
JAM KERJA
06.00 - 16.00 WIB
Harian Kompas adalah surat kabar Indonesia yang berkantor pusat di Jakarta.
Kompas diterbitkan oleh PT Kompas Media Nusantara yang merupakan
bagian dari kelompok usaha Kompas Gramedia (KG), yang didirikan oleh P.K.
Ojong (almarhum) dan Jakob Oetama sejak 28 Juni 1965.
@hariankompas
@hariankompas
@hariankompas
Harian Kompas
KANTOR REDAKSI
Gedung Kompas Gramedia
Jalan Palmerah Selatan 26-28,
DKI Jakarta, Indonesia
10270
+6221 5347 710+6221 5347 720+6221 5347 730+6221 530 2200
KANTOR IKLAN
Menara Kompas Lantai 2
Jalan Palmerah Selatan 21
Jakarta Pusat, DKI Jakarta,
Indonesia 10270
+6221 8062 6699
PRODUK
ePaperKompas.IdInteraktifKompas Data
BISNIS
AdvertorialGeraiEventKlasikaTarifKlasiloka
TENTANG
Profil PerusahaanSejarahOrganisasi
LAINNYA
Bantuan