net/publication/335713810
CITATIONS READS
0 8,572
1 author:
Muhammad Taqiyuddin
University of Darussalam Gontor
22 PUBLICATIONS 2 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Muhammad Taqiyuddin on 10 September 2019.
Pendahuluan
Lebih dari itu, antara masing-masing hasil penelitian dari semua cendekiawan
tersebut, kesemuanya hampir memiliki kesamaan dan juga perbedaan antara satu
dengan yang lainnya. Namun kajian yang lebih dalam menunjukkan bahwa perbedaan
pendefinisian – meski hanya sedikit – sangat didasari dengan landasan pemikiran
filosofis dan ideologis masing-masing cendekiawan. Makalah ini berusaha
memaparkan kemudian menyimpulkan pengertian worldview berdasarkan tiga aliran
para cendekiawan tersebut. Lain daripada itu, penulis juga akan memaparkan elemen
dan karakteristik masing-masing worldview tersebut, dan pada akhirnya membuat
perbandingan dari semua pengertian dan element worldview masing-masing.
Pembahasan
1
tugas ditulis oleh Muhammad Taqiyuddin, untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah worldview
bersama Dr Hamid Fahmy Zarkasyi, M.Ed, M.Phil
2
James W. Sire, Naming the Elephant : Worldview as a Concept, (Downer Grove :
InterVarsity Press Academic, 2009) p. 24
1
tersebut. Namun kajian dari beberapa makalah menunjukkan bahwa saat ini,
worldview didefinisikan oleh tiga aliran besar, yakni Barat Sekuler, Kristen, dan
Islam.
3
disarikan dari pengertian James H Olthuis : “a worldview (or vision of life) is a framework
or set of fundamental beliefs through which we view the world and our calling and future in it. This
vision need not be fully articulated ; it may be so internalizad that it goes largely unquestioned, it may
not explicitelly developed into systematic concception of life, it may not to be theoritically deepended
into a philosophy, it may not even be codified into creedal form, it may be greatly refined through
cultural-historical developmen. nvertheless, this vision is a channel for the ultimate beliefs which give
direction and to life. it is the integrative and interpretative framework by which order and disosterare
judged, it is standard by which reality is managed and pursued, it is the set of hinges on which all our
everyday thinking and doing turns.” “On Worldviews” dalam Stained Glass : Worldviews and Social
Science. Pengertian ini dikutip dari buku James W. Sire, The Universe Next Door, (Downer Grove :
InterVarsity Press Academic, 2009) p. 18
4 pendapat Immanuel Kant mengenai worldview : “a set of beliefs that underlie and shape
all human thought and action” dikutip dari buku James W. Sire, Naming the Elephant : Worldview as a
Concept, (Downer Grove : InterVarsity Press Academic, 2009) p. 23
5 James W. Sire, Naming the Elephant…, p. 27
2
Nietzsche meyakini bahwa worldview adalah suatu entitas kultural yang
tercipta dalam diri manusia berdasarkan (tunduk terhadap) konteks situasi geografis -
historis, dan kepentingannya. Hal tersebut berkemungkinan akan membatasi struktur
pemikiran, keyakinan, dan tingkah laku dari manusia tersebut. Kesemuanya adalah
merupakan kreasi subyektif dari pengetahuan manusia yang berdasarkan konteks
sosial mereka dalam memandang alam.6
Dari beberapa definisi para ilmuan Barat Sekuler di atas, kita dapat
menyimpulkan pengertian worldview menurut ilmuan tersebut. Kita melihat adanya
kesamaan dari definisi mereka, bahwa Barat Sekuler mengartikan worldview sebagai
“pandangan hidup dan sistem keyakinan manusia terhadap dunia, baik historis
maupun futuristik dan terpengaruh dari aspek sosio-historis yang mana berperan
sebagai dasar dari perbuatan, perkataan dan pikiran manusia tersebut”.
6
disarikan dari pengertian worldview menurut Friedrich Nietzsche “worldview are cultural
entities which people in a given geographical location and historical contexts are dependent upon,
subordinate to, and products of,.... a weltanschauung provides this necessary well defined boundary
that structures the thoughts, beliefs, and behavior of a people. They are the subjective creations of
human knowers in formative social contexts who ascribe their outlook to nature.” Pengertian ini
dikutip dari buku James W. Sire, Naming the Elephant…, p. 28
7 James W. Sire, Naming the Elephant…, p. 30
something like a worldview, a slice of history common to all branches of knowledge, which imposes on
each one that same norms and postulates, a general stage of reason, a certain struggle of throught that
all men of a particular period cannot escape-a great body of legislation written once and for all by
some autonomous hand” dikutip dari buku James W. Sire, Naming the Elephant…, p. 30
3
Sebelum mengambil kesimpulan dari definisi worldview menurut para teolog
Kristen, kami akan memaparkan beberapa pendapat tokoh tersebut mengenai
pengertian worldview.
James Orr mendefinisikan worldview sebagai “the widest view which the mind
can take of things in an effort to grasp them together as a whole from the standpoint
of some particular philosophy or theology”9 yaitu suatu pandangan terluas dari fikiran
yang mengusahakan untuk menangkap semua pandangan tersebut, dengan
berdasarkan filsafat maupun teologi. Kemudian ia berelaborasi dengan Edward Caird
dalam mendefinisikan worldview sebagai “beneath or beyond all the detail in our
ideas of things, there is a certain espirit d ensemble, a general conception of the
world without and the world within, in which these details (of experience) gather to a
head” yaitu “keseluruhan atau sebagian detail dari ide berfikir, yang terdapat di
dalamnya konsepsi umum tentang hal yang berada di dunia atau di luar dunia, yang
semuanya dapat ditangkap oleh kepala manusia.10
Ronald Nash menyatakan bahwa worldview adalah “... a set of beliefs about
the most important issues in life, (It) is a conceptual scheme by which we consciously
or unconsciously place or fit everything we believe and by which we interpreted and
judge reality”14 maknanya bahwa worldview adalah seperangkat keyakinan mengenai
berbagai isu-isu penting dalam kehidupan, hal tersebut merupakan skema konseptual
yang terbentuk dari kesadaran maupun ketidaksadaran yang kita posisikan kepasa
12 Ibid, p. 34
13
Ibid, p. 37
14 Ibid, p. 37-38
4
sesuatu yang kita percayai, lantas kemudian kita gunakan untuk menafsirkan dan
menghukumi suatu realitas.
Melihat berbagai definisi di atas, kita dapat sedikit menyimpulkan bahwa para
ilmuan serta teolog Kristen mendefinisikan worldview sebagai “komitmen hati dan
sistem keyakinan serta orientasinya dalam memandang dan menafsirkan hubungannya
15 adalah ringkasan dari definisi Naugle mengenai worldview : “is a semiotic system of
narrative signs that creates the definitive symbolic universe which is responsible in the main for the
shape of a variety of life – determining, human practices. It creates the channels in which the waters of
reason flow. It is establishes the horison of an interpreter’s point of view by which texts of all types are
understood. It is that mental medium by which the world is known.” dalam buku James W. Sire,
Naming the Elephant…, p. 38
16
Katherine G. Schultz dan James A. Swezey, “A Three-Dimensional Concept of
Worldview”, dalam Journal of Research on Christian Education, vol. 22, No. 3, 2013, p. 230
17 sebagaimana dikutip dari James W. Sire mengenai worldview : “a commitment, a
fundamental orientation of the heart, that can be expressed as a story or in a set of presupposition
(asumptions which may be true, partially true, or entirely false) which we hold (consciously or
subconsciously, consistenly or inconsistently) about the basic constitution of reality, and that provides
the foundation on which we live and move and have our being”. dalam kesimpulan bukunya : James W.
Sire, Naming the Elephant : Worldview as a Concept, (Downer Grove : InterVarsity Press Academic,
2009) dikutip dari Katherine G. Schultz dan James A. Swezey, “A Three-Dimensional Concept of
Worldview”, dalam Journal of Research on Christian Education, vol. 22, No. 3, 2013, p. 231
18
Katherine G. Schultz dan James A. Swezey, “A Three-Dimensional ..., p. 231
5
dengan Tuhan, manusia dan dunia.” Meski definisi ini terlihat hampir serupa dengan
para ilmuan Barat Sekuler, namun kita akan dapat membahas perbedaannya dalam
karakterisittik dan elemen worldview pada sub bab selanjutnya.
Jika kita membaca karya Sayyid Quthb dalam karyanya “Khashaish al-
Tashawwur al-Islamiy”, nampaknya beliau memiliki suatu kesimpulan bahwa
manusia – seorang muslim khususnya – harus memiliki cara pandang yang benar
mengenai Allah, manusia, dunia dan akhirat; hal ini nampak seperti “worldview”
dalam definisi para ilmuan di atas. Sayyid Quthb memiliki istilah “Tashawwur
Islamiy” sebagai yang disimpulkan sebagai “Penafsiran komprehensif manusia
terhadap semua eksistensi (wujud) yang kemudian menjadi dasar yang mendekatkan
dia untuk mengetahui hakekat dari hubungan dan keterikatannya dengan hakekat
ketuhanan, ibadah, kehidupan, dan hal lain yang terkait dengannya”.19
19 disimpulkan dari pendahuluan bukunya : “ ﻳﺘﻌﺎﻣﻞ ﻋﻠﻰ، ﻻﺑﺪ ﻟﻠﻤﺴﻠﻢ ﻣﻦ ﺗﻔﺴﲑ ﺷﺎﻣﻞ ﻟﻠﻮﺟﻮﺩ
ﻭﻃﺒﻴﻌﺔ ﺍﻟﻌﻼﻗﺎﺕ، ﻻﺑﺪ ﻣﻦ ﺗﻔﺴﲑ ﻳﻘﺮﺏ ﻹﺩﺭﺍﻛﻪ ﻃﺒﻴﻌﺔ ﺍﳊﻘﺎﺋﻖ ﺍﻟﻜﱪﻯ ﺍﻟﱴ ﻳﺘﻌﺎﻣﻞ ﻣﻌﻬﺎ..ﺃﺳﺎﺳﻪ ﻣﻊ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻮﺟﻮﺩ
ﻭﺣﻘﻴﻘﺔ.. ﻭﺣﻘﻴﻘﺔ ﺍﻟﻌﺒﻮﺩﻳﺔ )ﻭﻫﺬﻩ ﺗﺸﺘﻤﻞ ﻋﻠﻰ ﺣﻘﻴﻘﺔ ﺍﻟﻜﻮﻥ، ﺣﻘﻴﻘﺔ ﺍﻷﻟﻮﻫﻴﺔ: ﻭﺍﻻﺭﺗﺒﺎﻃﺎﺕ ﺑﲔ ﻫﺬﻩ ﺍﳊﻘﺎﺋﻖ
ﻭﻣﺎ ﺑﻴﻨﻬﺎ ﲨﻴﻌﺎ" ﻣﻦ ﺗﻌﺎﻣﻞ ﻭﺍﺭﺗﺒﺎﻁ.. ( ﻭﺣﻘﻴﻘﺔ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ، ”ﺍﳊﻴﺎﺓdikutip dari buku Sayyid Quthb, Khashaish
al-Tashawwur al-Islamiy wa Muqawwimatuhu, (Beitur : Daar al-Masyriq, 1983), p. 5
20 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Petaphysics of Islam : an
Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview, (Kuala Lumpur : International of Islamic
Thought and Civilization, 2001), p. 5-6
6
mengenai sebuah eksistensi (wujud). Untuk itulah (visi diperlukan secara) totalitas
karena merupakan eksistensi dunia yang diproyeksikan oleh Islam. 21
Secara definitif, baik para ilmuan Barat Sekuler, para teolog Kristen, bahkan
juga cendekiawan muslim sama-sama menyepakati bahwa manusia memiliki pijakan
dalam “memandang” realitas yang ada di dunia ini. Meski demikian, perbedaan itu
selalu ada dan bisa dicari. Ketika kita melihat perbedaan istilah bahkan juga fakta
empiris mengenai perbedaan semua aliran tersebut dalam aktivitasnya di dunia, tentu
kita segera simpulkan adanya beberapa perbedaan mendasar. Tentunya perbedaan
tersebut dapat kita kaji secara filosofis dari sisi elemen dan karakteristiknya. Dalam
sub-bab ini, akan dipaparkan dan disimpulkan.
21 Disimpulkan dari pengertian al-Attas mengenai worldview : “the vision of reality and
truth tahat appears before our mind’s eye revealing what existence in its totality that Islam is
projecting”. dalam buku Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Petaphysics of Islam :
an Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview, (Kuala Lumpur : International of Islamic
Thought and Civilization, 2001), p. 32
22 dikutip dari analisa James W. Sire mengenai elemen worldview : “Few people have
anything approaching an articulate philosophy – at least epotemized by the great philosophers. Even
fewer, I suspect, have a carefully constructed theology. But everyone has a worldview. Whenever any
of us think about anything – from casual thought (where did I leave my watch?) to a profound question
(who am i?) – we are operating within such a framework. In fact it is only the assumption of a
worldview – however basic or simple – that allows us to think at all. If a worldview can be expressed
in propositions, what might they be? Essentially, they are our basic, rock bottom answer to the
following questions : (1) what is prime reality ? what is the really real? (2) what is the nature of
external reality, that is, the world around us? (3) what is the human beings? (4) what happpens to a
person at death? (5) why is it possible to know anything at all? (6) how do we know what is right and
wrong? (7) what is the meaning of human history? (8) what personal life-orienting core commitment
7
Sedangkan karakteristiknya, James W. Sire mengungkapkan bahwa
karakteristik worldview yang didefinisikan secara filosofis tersebut sangat
berhubungan dengan “keraguan” berfikir. Bahkan jawaban dari pertanyaan itu juga
merupakan suatu hal yang berdasarkan “worldview” tertentu. Bentuknya karakter
dasarnya adalah skeptisisme dan bentuk yang ekstrim adalah nihilisme.23
are consistent with this worldview?” dalam bukunya, James W. Sire, The Universe Next Door,
(Downer Grove : InterVarsity Press Academic, 2009) p. 22-23
23
dikutip dari pendapatnya : “when stated in such a sequence, these question boggle the
mind. Either the answers are obvious to us…. if we feel the answers are too obvious to consider, then
we have a worldview,… The fact is that we cannot avoid assuming some answers to such questions. We
will adopt either one stance or another. Refusing to adopt an explicit worldview woll turn out to be
itself a worldview, or at least a philosophic position. Alternatively, if we feel that none of the questions
can be answered without cheating or commiting intellectual suicide, we have already adopted a sort of
worldview. The latter is a form of skepticism which in its extreme form leads to nihilism.” dalam
bukunya, James W. Sire, The Universe Next Door, (Downer Grove : InterVarsity Press Academic,
2009) p. 22-23
24 sebagaimana dikutip dari pendapatnya “The moral structure of worldview is derived from
contituents of the human psyche – intellect, emotion, and will respectively. Macrocosmic visions in
their composition and content, are intristically reflective of the inner constitution of macrocosmic
human beings as they seek to illuminate the darkness of the cosmos. There are three basic kinds of
worldview : religious, poetic, and metaphysiscal.” dalam buku James W. Sire, Naming the Elephant :
Worldview as a Concept, (Downer Grove : InterVarsity Press Academic, 2009) p. 25
25 sebagaimana dia tegaskan : “weltanschauung provides this necessary well defined
boundary that structures the thoughts, beliefs, and behavior of a people. They are the subjective
creations of human knowers in formative social contexts who ascribe their outlook to nature”.dalam
buku James W. Sire, Naming the Elephant…p. 28
26 lihat pada James W. Sire, Naming the Elephant : Worldview as a Concept, (Downer Grove
8
Michel Foucault menyatakan bahwa elemen worldview adalah pemikiran
manusia serta norma-norma yang berlaku yang telah disepakati secara historis.28
Sedangkan karakternya, bahwa worldview adalah sistem konstruksi linguistik yang
memiliki kekuatan dalam mempengaruhi tingkah laku manusia serta pandangannya
terhadap realitas dan alam.29
James Orr (1844-1913) adalah seorang teolog Kristen yang pertama kali
mengenalkan istilah worldview ke dalam pemikiran teologi Kristen. Ia menyatakan
bahwa elemen sumber worldview adalah asas kemanusiaan yang terdalam yang
digunakan sebagai dasar berfikir dan berbuat. Segala elemen tersebut selalu terkait
dengan Tuhan, manusia, dosa, penebusan, dan tujuan akhir manusia. Namun dalam
hal ini Orr lebih fokus kepada inkarnasi Tuhan ke dalam Kristus.30 Ia lebih
menekankan bahwa karakter worldview Kristen adalah kepercayaan terhadap Tuhan
yang menciptakan dunia. Tuhan memiliki dimensi imanensi yang dapat dimengerti,
namun ia memiliki dimensi transendensi yang tidak dapat dipahami. 31
28 dikutip dari pendapatnya : “a slice of history common to all branches of knowledge, which
imposes on each one that same norms and postulates, a general stage of reason, a certain struggle of
throught that all men of a particular period cannot escape-a great body of legislation written once and
for all by some autonomous hand” dalam buku James W. Sire, Naming the Elephant : Worldview as a
Concept, (Downer Grove : InterVarsity Press Academic, 2009) p. 31
29
James W. Sire, Naming the Elephant…p. 31 dan p. 40
30
Ibid, p. 33
31
Ibid, p. 41
32 Ibid, p. 33
9
orientasi keyakinan dari hati. Sedangkan karakter agama merupakan gerakan dari Roh
Kudus yang membawa manusia untuk berhubungan dengan Tuhan Bapa. Sedangkan
dasarnya adalah Firman Tuhan yang berupa wahyu untuk memahami Kitab Suci yang
berisi tujuan penciptaan, kejatuhan (dari surga) dan penebusan dosa oleh Kristus yang
merupakan sebagian dari Roh Kudus.33
33
sebagaimana dikutip : “Dooyeweerd identities two religiousground motives that gove
contents to the central mainspiring of the entire attitude of life and thought. The first is the dynamis of
the Holy Ghost. This brings man into the relationship of sonship to the Divine Father. Its religious
ground motive is that of the Divine Word-Revelation, which is the key to the understanding of the Holy
Srcripture : the motive of creation, fall, and redemption by Jesus Christ in the communion of the Holy
Ghost” dari dalam buku James W. Sire, Naming the Elephant…p. 35
34 James W. Sire, Naming the Elephant…p. 43
35 Ibid, p. 49
36 Ibid, p. 47
al-Masyriq, 1983), p. 5
38 Ibid, p. 7-8
10
Sedangkan karakteristiknya adalah (1) Rabbaniy (berasal dari Tuhan), karena
adanya hukum syariat sebagai standar baku rujukan peraturan dan pertimbangan bagi
kehidupan manusia. 39 (2) Konsistensi menjalankan hidup merujuk kepada poros
syariat dari Wahyu Allah tersebut.40 (3) Komprehensif mencakup aspek Tuhan,
manusia, alam semesta, dan akhirat.41 (4) Seimbang dalam memahami nilai-nilai
ketuhanan dan aspek kemanusiaan. (tidak berlebihan pada salah satunya) 42 (5) Positif
(afirmatif dan konstruktif) dalam mewujudkan hubungan yang baik antara Tuhan,
manusia, alam semesta, serta akhirat sebagai tujuan akhir manusia.43 (6) Nyata
(aktual) dalam mengakui realitas Tuhan serta hakekat ketuhanan di balik realitas
eksistensi yang bisa diyakini dalam kehidupan. Bukan hanya sekedar menggambarkan
Tuhan dengan akal, dan bukan juga menggambarkan Tuhan sebagai wujud yang
transenden yang tidak hadir di alam ini. 44 (7) Tauhid adalah sumber keyakinan
mengenai keberadaan Allah yang dimengerti dari Wahyu-Nya kepada Rasulullah.45
39
Ibid, p. 42-43
40 Sayyid Quthb, Khashaish al-Tashawwur al-Islamiy…, p. 72-73
41 Ibid, p. 90-91
42 Ibid, p. 114-115
43 Ibid, p. 146-147
44 Ibid, p. 163
45 Ibid, p. 182-183
47 Ibid, p. 41
48 Ibid, p. 42
49
Ibid, p. 40
50 Ibid, p. 39 lihat juga p. 43
11
boleh digambarkan melalui wahyu Tuhan itu sendiri serta diafirmasi oleh utusanNya
yaitu Rasulullah dan para Nabi sebelumnya. 51
Islam juga memiliki konsep ilmu pengetahuan serta konsep kebenaran yang
berbeda dengan worldview lainnya. Ilmu pengetahuan dan kebenaran didapat dari
sarana internal dan eksternal manusia. Sarana internal berupa indra, rasio, dan intuisi.
Sarana eksternalnya berupa Wahyu, ajaran keagamaan yang ditransmisikan melalui
sumber otentik lantas merujuk kepada otoritas Wahyu, juga informasi terpercaya
mengenai suatu hal ilmiah yang merujuk kepada orang yang memiliki otoritas ilmu
tersebut. Bukan sekedar pengakuan terhadap kekuatan rasio manusia, apalagi
menjadikan manusia sebagai ukuran bagi segala ilmu pengetahuan dan kebenaran.52
51
Ibid, p. 43
52 Ibid, p. 45
12
rasio manusia sebagai standar kebenarannya. Hal tersebut juga masih kontradiktif, dan
diperdebatkan oleh mereka sendiri karena semuanya mutlak relatif, atau semuanya
mutlak absolut. Kesemua dari aspek manusia, dunia dan alam saling menegasikan
peran satu dengan lainnya sehingga terjadi ketidak-beraturan etika dan pertentangan
terhadap lainnya. Hingga tepatlah jika dikatakan bahwa Barat Sekular mengalami
“dead lock” atau mengarungi “ketiadaan” yang tak berujung.
Daftar Pustaka
Sire, James W, The Universe Next Door, (Downer Grove : InterVarsity Press Academic,
2009)
13
Quthb, Sayyid, Khashaish al-Tashawwur al-Islamiy wa Muqawwimatuhu, (Beitur : Daar al-
Masyriq, 1983)
14