Anda di halaman 1dari 5

Contempt of court dan upaya menjaga marwah

peradilan dimata masyarakat


Pada hakikatnya pengadilan adalah rumah sekaligus benteng terakhir bagi para
pencari keadilan. Dipengadilan para pihak yang bersengketa berlomba-lomba
mengungkapkan fakta-fakta kebenaran dalam suatu proses peradilan. Dalam
mengungkapkan fakta-fakta kebenaran tersebut, para pihak wajib mematuhi kode etik
sebuah peradilan. Hal ini bertujuan untuk menjaga marwah dan kesakralan sebuah
proses peradilan.

Secara harfiah contempt of court dapat diartikan penghinaan terhadap persidangan.


Contempt of court menurut Black’s Law Dictionary adalah setiap perbuatan yang
dapat dianggap mempermalukan, menghalangi, atau merintangi tugas peradilan dari
badan-badan pengadilan ataupun segala tindakan yang dapat mengurangi
1
kewibawaan ataupun martabatnya. Contempt of court sebenarnya lahir dari sistem
hukum common law, sehingga di Indonesia yang menganut sistem hukum civil law
tidak mengenal adanya contempt of court.2 Pada awalnya contempt of court
merupakan sarana bagi raja untuk menjaga marwahnya didalam menjatuhkan
hukuman terhadap seseorang, serta untuk mencegah upaya-upaya yang dapat
mendelegitimasi putusan yang dijatuhkan oleh raja.

Di Indonesia sendiri istilah contempt of court pertama kali dimunculkan didalam


penjelasan umum butir 4 alinea keempat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
Tentang Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa “ Selanjutnya untuk dapat lebih
menjamin terciptanya suasana yang sebaik-baiknya bagi penyelenggaraan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan yang mengatur penindakan terhadap
perbuatan, tingkah laku, sikap dan/atau ucapan yang dapat merendahkan dan
merongrong kewibawaan, martabat, dan kehormatan badan peradilan yang dikenal
sebagai Contempt of Court. “

Profesor Barda Nawawi Arief membagi contempt Of Court menjadi 7 kelompok yang
terdiri atas:3

1. Gangguan di muka atau di dalam ruang sidang pengadilan

1
Wahyu W, 2005, Contempt Of Court Dalam Rancangan KUHP, Jakarta: Elsam, hlm 5
2
Ruby Hardiati Johny, 2009, contempt of court (kajian tentang ide dasar dan implementasinya dalam
hukum pidana), purwokerto : fakultas hukum Universitas Jenderal Soedirman, hlm.1
3
Jimly Asshiddiqie, 2015, Upaya perencangan Undang-Undang Tentang Larangan Merendahkan
Martabat Pengadilan (Contempt of Court), Jakarta: Jurnal Hukum dan Peradilan, hlm. 215
2. Perbuatan-perbuatan untuk mempengaruhi proses peradilan yang tidak
memihak
3. Perbuatan yamg memalukan atau menimbulkan kandal bagi pengadilan
4. Mengganggu pejabat pengadilan
5. Pembalasan terhadap perbuatan-perbuatan yang dilakukan selama proses
peradilan berjalan
6. Pelanggaran kewajiban oleh pejabat pengadilan
7. Pelanggaran oleh pengacara.

Apabila dikelompokkan secara khusus maka bentuk-bentuk perbuatan yang termasuk


dalam pengertian penghinaan terhadap pengadilan (contemp of court):4

a. Berperilaku tercela dan tidak pantas di Pengadilan (Misbehaving in Court)


b. Tidak mentaati perintah-perintah pengadilan (Disobeying Court Orders)
c. Menyerang integritas dan impartialitas pengadilan ( Scandalising the Court)
d. Menghalangi jalannya penyelenggaraan peradilan (Obstructing Justice)
e. Perbuatan-perbuatan penghinaan terhadap pengadilan (Contempt of Court)
dilakukan dengan cara pemberitahuan/publikasi (sub- Judice Rule)

Didalam Kitab Umum Hukum Pidana sendiri telah diatur mengenai ketentuan
kejahatan yang termasuk kedalam kejahatan penghinaan terhadap pengadilan.
Kejahatan tersebut meliputi:

a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat dengan maksud


menggerakkan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabataannya
yang bertentangan dengan kewajibannya ( pasal 209 KUHP)
b. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang hakim, penasehat, atau
adviser. (pasal 210 KUHP)
c. Memaksa seorang pejabat untuk melakukan perbuatan jabatan atau untuk
tidak melakukan perbuatan jabatan yang sah. (pasal 211)
d. Melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah. (pasal
212 KUHP)
e. Tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-
undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu. (pasal 216 KUHP)
f. Menimbulkan kegaduhan dalam siding pengadilan ( pasal 217 KUHP)

4
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Naskah Akademis Penelitian Contempt of Court, Jakarta:
Mahkamah Agung Republik Indonesia, hlm.16
g. Sebagai saksi ahli, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan
sengaja tidak memenuhi kewajiban. (pasal 224 KUHP)
h. Merusak atau menghilangkan barang bukti. ( pasal 233 KUHP)
i. Lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umum yang ada di
Indonesia (pasal 207)
j. Menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan dimuka umum suatu
tulisan atau lukisan yang memuat penghinaan terhadap penguasa atau badan
umum ( pasal 208 KUHP)

Didalam Kitab Umum Hukum Pidana (KUHP) juga diatur perbuatan contempt of
Court yang dilakukan oleh pers. Ketentuan itu antara lain adalah:

a. Lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umum yang ada di
Indonesia (pasal 207)
b. Menyirkan, mempertunjukkan atau menempelkan dimuka umum suatu tulisan
atau lukisan yang memuat penghinaan terhadap suatu penguasa atau badan
umum

Selanjutnya didalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) juga


diatur ketentuan mengenai contempt of court. Ketentuan itu antara lain adalah

1. Pasal 174
(1) Apabila keterangan saksi disidang disangka palsu, hakim ketua sidang
memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya
memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman
pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan
keterangan palsu
(2) Apabila saksi tetap pada keterangan itu, hakim ketua sidang karena
jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat
memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut
perkara dengan dakwaan sumpah palsu.
2. Pasal 159 ayat (2)
Dalam hal saksi tidak hadir, meskipun telah dipanggil dengan sah dan hakim
ketua sidang mempunyai cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi itu
tidak akan mau hadir, maka hakim ketua sidang dapat memerintahkan supaya
saksi tersebut dihadapkan ke persidangan.
3. Pasal 159
Dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah
atau berjanji sebagaimana dimaksud dalam pasal 160 ayat (3) dan (4), maka
pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan
hakim ketua sidang dapat dikenakan sandera ditempat rumah tahanan Negara
paling lama empat belas hari.
4. Pasal 176
(1) Jika terdakwa bertingkah laku yang tidak patut sehingga mengganggu
ketertiban sidang, hakim ketua sidang menegurnya dan jika teguran itu
tidak diindahkan ia memerintahkan supaya terdakwa dikeluarkan dari
ruang sidang, kemudian pemeriksaan perkara pada waktu itu dilanjutkan
tanpa hadirnya terdakwa.
(2) Dalam hal terdakwa secara terus menerus bertingkah laku tidak patut
sehingga mengganggu ketertiban sidang, hakim ketua sidang
mengusahakan uapaya sedemikian rupa sehingga putusan tetap dapat
dijatuhkan dengan hadirnya terdakwa.
5. Pasal 217
(1) Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan dan memelihara tata tertib
persidangan.
(2) Segala sesuatu yang diperintahkan oleh hakim ketua sidang untuk
memelihara tata tertib dipersidangan wajib dilaksanakan dengan segera
dan cermat.
6. Pasal 218
(1) Dalam ruang sidang siapapun wajib menunjukkan sikap hormat kepada
pengadilan.
(2) Siapapun yang disidang pengadilan bersikap tidak sesuai dengan martabat
pengadilan dan tidak menaati tata tertib setelah mendapat peringatan dari
hakim ketua sidang, atas perintahnya yang bersangkutan dikeluarkan dari
ruang sidang.
(3) Dalam hal pelanggaran tata tertib sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
bersifat suatu tindak pidana, tidak mengurangi kemungkinan dilakukan
penuntutan terhadap pelakunya.
7. Pasal 219
(1) Siapapun dilarang membawa senjata api, senjata tajam, bahan peledak
atau alat maupun benda yang dapat membahayakan keamanan sidang dan
siapa yang membawanya wajib menitipkan ditempat khusus yang
disediakan untuk itu.
(2) Tanpa surat perintah, tugas keamanan pengadilan karena tugas jabatannya
dapat mengadakan penggeledahan badan untuk menjamin bahwa
kehadiran seorang diruang sidang tidak membawa senjata, bahan atau alat
maupun benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan apabila terdapat
maka petugas mempersilahkan yang bersangkutan untuk menitipkannya.
(3) Apabila yang bersangkutan bermaksud meninggalkan ruangan sidang,
maka petugas wajib menyerahkan kembali benda titipannya.
(4) Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) tidak mengurangi kemungkinan untuk
dilakukan penuntutan bila ternyata bahwa penguasaan atas benda tersebut
bersifat tindak pidana.

Semua ketentuan diatas merupakan upaya pembuat Undang-Undang dalam menjaga


marwah dan sakralnya suatu proses peradilan. Namun ketentuan mengenai contempt
of court ini menurut penulis perlu disatukan dan dituangkan dalam suatu bentuk
peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur khusus mengenai contempt of
court. Jika ditinjau dari penjelasan umum butir 4 alinea keempat Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, mengisyaratkan
adanya pembentukan peraturan perundanga-undangan yang khusus mengatur
mengenai contempt of court. Namun sampai saat ini belum ada wacana pembuat
undang-undang untuk membuat aturan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai