Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peradilan berasal dari kata “adil” dari bahasa Arab yang sudah diserap menjadi
bahasa Indonesia yang artinya proses mengadili atau suatu upaya untuk mencari
keadilan atau penyelelesaian sengketa hokum di hadapan badan peradilan menurut
peraturan yang berlaku. Peradilan merupakan suatu pengertian umum.dalam bahasa
Arab disebut al Qadla’artinya proses mengadili dan proses mencari keadilan.1

Pada dasarnya hukum acara itu merupakan suatu proses penerimaan,


pemeriksaan, penyidangan, pemutusan, dan penyelesaian perkara yang diajukan
kepadanya. Maka Berkenaan dengan hal itu, maka acara peradilan agama merupakan
suatu cara untuk melaksanakan hukum islam di bidang perkawinan, kewarisan,
wasiat, hibah, wakaf, dan shadaqah pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Agama. 2

Peradilan Agama merupakan peradilan yang berwenang menangani perkara


perdata yang di adukan oleh masyarakat berkenaan dengan permasalahan yang dapat
diselesaikan oleh Pengadilan Agama. Peradilan Agama terbagi menjadi 2 (dua),
yaitu : Pengadilan Agama, dan Pengadilan Tinggi Agama. Pengadilan Agama atau
pengadilan tingkat pertama berada di wilayah Kabupaten dan Kotamadya, sedangkan
Pengadialan tinggi Agama atau Pengadilan tingkat banding/tingkat terakhir berada di
lingkupan wilayah provinsi daerah.

1
Musthofa, Kepaniteraan Peradilan Agama (Jakarta: Kencana, 2005)
2
Basri, Cik, Drs, Hasan, MS, Peradilan Agama, ( PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996) h.242

1
Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam
pasal 1 angka 1 UU No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama). Peradilan Agama melaksanakan kekuasaan
kehakiman bagi rakyat yang beragama Islam mengenai perkara tertentu. Menurut
pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama (“UU 3/2006”), yang menjadi kewenangan dari pengadilan agama
adalah perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: 
Perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi
syari'ah. Sesuai penjelasan pasal 49 UU 3/2006, yang dimaksud dengan "antara
orang-orang yang beragama Islam” dalam pasal 49 adalah termasuk orang atau
badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada
hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Susunan dan Struktur Organisasi Peradilan Agama ?


2. Apa Saja Tugas-Tugas Personal Struktur Organisasi Peradilan Agama ?
3. Apa Saja Asas-Asas Umum Peradilan Agama ?

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Susunan Organisasi Peradilan Agama
Susunan pengadilan diatur dalam bab II pasal 6 sampai dengan pasal 48 UU
NO.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama . pasal 6 menetapkan bahwa pengadilan 
terdiri dari Pengadilan Agama terdiri dari Pengadilan Agama sebagai pengadilan
tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi Agama sebagai pengadilan tingkat banding.
Secara vertikal, kekuasaan kehakiman  di lingkungan peradilan agama ini berpuncak
pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara tertinggi. Secara horizontal,
susunan Pengadilan Agama berkedudukan pada setiap kota madya atau kabupaten.
Sedang Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan pada setiap ibu Kota Provinsi.
Susunan organisasi Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama diatur
dalam pasal 9 UU No.7 Tahun 1989 dan seterusnya. Ayat (1) pasal ini menentukan
bahwa susunan Pengadilan Agama terdiri dari pimpinan, hakim anggota, penitera,
sekretaris, dan juru sita. Sedang ayat (1) menetapkan tentang susunan pengadilan
Tinggi Agama yang terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris.
A. Struktur Pengadilan Agama
Struktur organisasi Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota,
Panitera, sekretaris, dan juru Sita.3
1. Pimpinan Pengadilan
Pimpinan Pengadilan Agama terdiri dari seorang Ketua dan wakil ketua. Ketua
dan wakil ketua pengadilan diangkat dan diberhentikan Mahkamah Agung.
2. Hakim
Hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman. Hakim
pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas usul Ketua Mahkamah
Agung.
3. Panitera
Panitera adalah seorang pejabat yang memimpin kepaniteraan. Dalam
melaksanakan tugasnya. Panitera dibantu oleh seorang wakil panitera. Beberapa
panitera muda, beberapa panitera pengganti, dan juru sita. Panitera, wakil panitera,
panitera muda, dan panitera pengganti pengadilan diangkat dan diberhentikan dari
jabatannya oleh Mahkamah Agung.
4. Sekretaris
Sekretaris adalah seorang pejabat yang memimpin secretariat. Dalam
melaksanakan tugasnya sekretaris  dibantu oleh seorang wakil sekretaris. Panitera
pengadilan merangkap sekretaris pengadilan. Wakil sekretaris pengadilan diangkat
dan diberhentikan oleh Mahkamah Agung.
5. Juru Sita
3
Musthofa SY, Kepaniteraan Peradilan Agama, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hal.21

3
Pada setiap pengadilan ditetapkan adanya juru sita dan juru sita pengganti yaitu
pejabat yang melaksanakan tugas-tugas kejurusitaan. Juru sita Pengadilan Agama
diangkat dan diberhentikan oleh Mahkamah Agung atas usul Ketua Pengadilan yang
bersangkutan. Juru sita pengganti diangkat dan diberhentikan oleh ketua pengadilan
yang bersangkutan.4

2.2 Pembagian Tugas Para Personal Struktur Pengadilan Agama

1. Ketua Pengadilan Agama Bertugas5


a. Mengatur pembagian tugas para Hakim.
b. Membagikan semua berkas atau surat-surat lain yang berhubungan dengan
perkara yang diajukan ke Pengadilan kepada majelis hakim untuk
diselesaikan.
c. Menetapkan perkara yang harus diadili berdasarkan nomor urut, tetapi apabila
terdapat perkara tertentu yang menyangkut kepentingan umum harus segera
diadili, maka perkara itu didahulukan.
d. Mengawasi kesempurnaan pelaksanaan penetapan atau putusan Pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
e. Mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku hakim,
panitera, sekretaris dan juru sita di daerah hukumnya.
f. Mengevaluasi atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku hakim, panitera,
sekretaris dan juru sita.

2. Hakim bertugas:
a. Membantu pencari keadilan (pasal 5 ayat (2) UU No.14 tahun 1970)
b. Mengatasi segala hambatan dan rintangan (pasal 5 ayat (2) UU No.14 tahun
1970)
c. Mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa (pasal 130 HIR/Pasal 154 Rbg)
d. Memimpin persidangan (pasal 15 ayat (2) UU No.14 tahun 1970)
e. Memeriksa dan mengadili perkara (pasal 2 ayat (1) UU No.14 tahun 1970)
f. Meminutir berkas perkara (184 (3), 186 (2) HIR)
g. Mengawasi pengayoman kepada pencari keadilan ((pasal 27 ayat (1) UU
No.14 tahun 1970).
h. Menggali nilai-nilai hukum yag hidup dalam masyarakat (pasal 27 ayat (1)
UU No.14 tahun 1970).
i. Mengawasi penasehat hokum

3. .Wakil Ketua bertugas6


4
Musthofa SY, Kepaniteraan Peradilan Agama,hal. 22
5
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),
cet. VI, hal.21
6
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, hal.21

4
a. Membantu ketua dalam tugas-tugasnya sehari-hari.
b. Melaksanakan tugas-tugas ketua dalam hal ketua berhalangan.
c. Melaksanakantugas-tugas lain yang diberikan kepadanya.

4. Panitera bertugas:
a. Menyelenggarakan administrasi perkara dan mengatur tugas wakil panitera,
panitera muda dan panitera pengganti.
b. Membantu hakim dengan menghadiri dan mencatat jalannya sidang
pengadilan, membuat putusan/penetapan majelis.
c. Menyusun berita acara persidangan.
d. Melaksanakan penetapan dan putusan pengadilan.
e. Membuat semua daftar perkara yang diterima di kepaniteraan.
f. Membuat salinan atau turunan penetapan atau putusan pengadilan menurut
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
g. Bertanggungjawab atas penguraian berkas perkara, putusan, dokumen, akta
buku daftar biaya perkara uang titipan pihak ketiga, sura-surat bukti dan surat-
surat lainnya yang disimpan di Kepaniteraan.
h. Memberitahukan putusan verstek dan putusan di luar hadir.
i. Mebuat akta-akta.
j. Melegalisir surat-surat ytang akan dijadikan bukti dalam persidangan.
k. Pemungutan biaya-biaya pengadilan dan menyetorkannya ke kas Negara.
l. Mengirinkan berkas perkara yang di mohonkan banding, kasasi dan
peninjauann kembali.
m. Melaksanakan, melaporkan dan mempertanggungjawabkan eksekusi yang
diperintahkan oleh ketua pengadilan agama.
n. Melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan pelelangan yang
ditugaskan/diperintahkan oleh ketua pengadilan agama.
o. Menerima uang titipan pihak ketiga dan melaporkannya kepada ketua
pengadilan Agama.
p. Membuat akta cerai.

5. Wakil Panitera bertugas7


a. Membantu hakim dengan mengikuti dan mencatat jalannya siding pengadilan.
b. Membantu panitera untuk secara langsung membina, meneliti, dan membantu
mengawasi pelaksanaan tugas administrasi perkara, antara lain ketertiban
dalam mengisi buku register perkar, membuat laporan periodik dan lain-lain.
c. Melaksanakan tugas panitera apabila panitera berhalangan.
d. Melaksanakan tugas yang didelegasikan kepadanya.
7
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, hal.23

5
6. Panitera Muda Gugatan Bertugas:
a. Membantu hakim dengan mengikuti dan mencatat jalannya siding pengadilan.
b. Melaksanakan administrasi perkara, mempersiapkan persidangan perkar,
menyimpan berkas perkara yang masih berjalan dan urusan lain yang
berhubungan dengan masalah perkara gugatan.
c. Member nomor register pada setiap perkara yang diterima di kepaniteraan
gugatan.
d. Mencatat setiap perkara yang diterima ke dalam buku daftar disertai catatan
singkat tentang isinya.
e. Menyerahkan salinan putusan kepada para pihak yang berperkara apabila
dimintanya.
f. Menyiapkan perkara yang dimohonkan banding, kasasi atau peninjauan
kembali.
g. Menyerahkan arsipberkas perkara kepada panitera muda hukum.

7. Panitera Muda Permohonan Bertugas:


a. Melaksanakan tugas seperti panitera muda gugatan dalam bidang perkara
permohonan.
b. Termasuk dalam perkara permohonan adalah permohonan pertolongan
pembagian warisan di luar sengketa, permohonan legalisasi akta ahli waris di
bawah tangan, dan lain-lain.

8. Panitera Muda Hukum Bertugas:8


a. Membantu hakim yang mengikuti dan mencatat jelannya siding pengadilan.
b. Mengumpulkan, mengelolah dan mengkaji data, menyajikan statistic perkara,
menyusunn laporan perkar, menyimpan arsip berkas perkara.
c. Mengumpulkan mengelolah dan mengkaji serta menyajikan data hisab,
rukyat, sumpah jabatan/PNS, penelitian dan lain sebagainya serta
melaporkannya kepada pimpinan.
d. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan kepadanya.

9. Panitera Pengganti Bertugas:


a. Membantu hakim dengan melakukan persiapan, mengikuti dan mencatat
jalannya siding pengadilan.
b. Membantu hakim dalam hal:
 Membuat penetapan hari sidang.
 Membuat penetapan sita jaminan,
 Membuat berita acara persidangan yang harus selesai sebelum sidang
berikutnya,
 Membuat penetapan-penetapan lainnya.

8
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, hal.23

6
 Mengetik putusan/penetapan sidang.

c. Melaporkan kepada panitera Muda Gugatan/permohonan, pada petugas meja


kedua untuk dicatat dalam register perkara tentang adanya:
 Penundaan sidang serta alasan-alasannya.
 Amar putusan sela (kalau ada).
 Perkara yang sudah putus beserta amar putusannya, dan kepada kasir
untuk diselesaikan tentang biaya-biaya dalam proses perkara tersebut.

d. Menyerahkan berkas perkara kepada panitera muda gugatan/permohonan


(petugas meja ketiga) apabila telah selesai diminutasi.

10. Juru Sita/Juru Sita Pengganti Bertugas:9


a. Melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh ketua pengadilan, ketua
sidang dan panitera.
b. Menyampaikan pengumuman-pengumuman, tegoraan-tegoran, protes-protes
dan memberitahukan putusan pengadilan menurut cara-cara berdasarkan
ketentuan undang-undang.
c. Melakukan penyitaan atas perintah Ketua pengadilan dan dengan teliti melihat
lokasi batas-batas tanah yanhg disita berserta surat-suratnya yag sah apabila
menyita tanah.
d. Membuat berita acara penyitaan, yang salinan resminya diserahkan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan, antara lainh Badan Pertanahan Nasional
setempat bila terjadi penyitaan sebidang tanah (PP. 10/1961 jo. 198-199 HIR).
e. Melakukan tugas pelaksanaan putusan dan membuat berita acaranya yang
salinan resminya disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
f. Melakukan penawaran pembayaran uang titipan pihak ketiga serta membuat
berita acaranya.
g. Melaksanakan tugas di wilayah Pengadilan Agama yang bersangkutan.
h. Panitera karena jabatannya adalah juga pelaksanaan tugas kejurusitaan. Tugas
dan tanggung jawab serta kerja jurtu sita di atur dalam Kep. MA
NO.KMA/055/SK/X/1996 tanggal 30-10-1996

11. Sekretaris bertugas:


a. Menyelenggarakan administrasi umum pengadilan.10
b. Membuat program jangka panjang dan pendek pelaksanaan dan
pengorganisasiannya.11

9
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, hal.25
10
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Depatemen Agaman Republik Indonesia, Himpunan
Peraturaan Perundang-undangan Perkawinan, (Jakarta: Depag RI, 2009) ,hal. 125
11
Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan pengawasan di Lingkungan
Lembaga Peradilan, (Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2007), hal.8

7
c. Membina dan mengawasi pelaksanaan tugas-tugas administrasi umum.

12. Wakil Sekretaris bertugas12


a. Membantu Panitera dalam menyelenggarakan administrasi umum yaitu yang
berhubungan dengan bidang umum, keuangan dan kepegawaian
b. Mengawasi/ mengontrol bidang Kaur Umum, Kaur Keuangan, Kaur
Kepegawaian
c. Membuat rencana kerja dan jadwal pelaksanaan kegiatan pada tahun
bersangkutan /tahun berjalan
d. Membuat dan menandatangani kontrak / Surat Perintah Kerja (SPK) Berita
Acara Penelitian Penawaran, Berita Acara serah terima barang dan surat-surat
lain yang berhubungan dengan pengadaan barang dan jasa
e. Membuat dan menandatangani Surat Permintaan Pembayaran (SSP) yang
dikirim kepada kuasa pengguna Anggaran/ Pengguna Barang Kemudia
diteruskan kepada pejabat pengisi Surat Permintaan Pembayaran (SSP) dan
penandatangan Surat Perintah Membayar

13. Kepala Urusan Kepegawaian


a. Membuat buku Induk Pegawai
b. Membuat buku kendali kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala
c. Membuat kartu data pegawai
d. Membuat Daftar Pelaksanaan Pekerjaan DP3 apakah penilaian bagi bawahan
apakah sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1979
e. Membuat Daftar Urut Kepangkatan (DUK)
f. Membuat Kenaikan Gaji Berkala (KGB) bagi pegawai yang telah memenuhi
syarat pemberian kenaikan gaji berkala dalam tahun berjalan sesuai dengan
Keputusan Presiden No.42 tahun 2002

14. Kepala Urusan Keuangan bertugas:13


a. Setelah menerima SPP menerima kelengkapan berkas SPP, mengisi check list
kelengkapan berkas SPP dan membuat/menandatangani tanda terima SPP
berkenan, selanjutnya penerima SPP menyampaikan SPP dimaksud kepada
Pejabat Penerbit SPM
b. Memeriksa secara rinci dokumen pendukung SPP sesuai dengan ketentuan
yang berlaku
c. Memeriksa ketersediaan pagu Anggaran dalam DIPA untuk memperoleh
keyakinan bahwa tagihan tidak melampaui batas pagu anggaran

12
Di akses di alamat, http://www.pt-nad.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=40&Itemid=115, pada tanggal 15/09/2017
13
Di akses di alamat, http://www.pt-nad.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=40&Itemid=115, pada tanggal 15/09/2017

8
d. Memeriksa kesesuaian rencana kerja dan atau kelayakan hasil kerja yang
dicapai dengan indicator keluaran
e. Memeriksa kebenaran atas hak tagih yang menyangkut antara lain:
1) Pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran
2) Nilai tagihan yang harus dibayar
3) Jadwal waktu pembayaran

15. Kepala Urusan Umum bertugas14


a. Membuat buku Inventaris Intrakomptabel
b. Membuat buku Inventaris Ekstrakomptabel
c. Membuat buku persediaan
d. Membuat Kartu Inventaris Barang (KIB) tanah
e. Membuat Kartu Inventaris Barang (KIB) gedung dan bangunan
f. Membuat Kartu Inventaris Barang (KIB) alat angkutan bermotor
g. Membuat Laporan Barang milik Negara triwulan
h. Laporan barang milik Negara Tahunan
i. Daftar Inventaris Ruangan (DIR)
j. Daftar Inventaris Lainnya (DIL)
k. Laporan Kondisi Barang (LKB)
l. Membuat Buku Register, buku-buku Perpustakaan
m. Membuat Kartu Katalog
n. Membuat Buku Register peminjaman buku
o. Mengagendakan surat masuk dan surat keluar
p. Menjaga kebersihan di lingkungan kantor

2.3 Asas umum Peradilan Agama


A. Asas Kebebasan
Asas kemerdekaan kekuasaan kehakiman, merupakan asas yang paling sentral
dalam kehidupan peradilan. Dalam UU No. 14 Tahun 1970 dicantumkan dalam Bab
I, Ketentuan Umum sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 yang berbunyi :
“Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasan Negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hokum dan keadilan berdasarkan
Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”.
Salah satu prinsip penting Negara hokum adalah adanya jaminan
penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasan
lainnya, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hokum dan keadilan.
Dalam hal ini agar hokum dapat ditegakkan berdasarkan pancasila, akan tetapi

14
Di akses di alamat, http://www.pt-nad.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=40&Itemid=115, pada tanggal 15/09/2017

9
kebebasan kehakiman bukanlah kebebasan yang membabi buta akan tetapi terbatas
dan relative.diantaranya:
1. Bebas dari campur tangan pihak kekuasaan Negara lainnya.
2. Peradilan dan hakim dalam melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman tidak
boleh dicampuri oleh badan kekuasaan pemerintahan yang lain. Pihak eksekutif,
legislative atau badan kekuasaan yang lain yang manapun tidak boleh
mencampuri jalannya peradilan.
3. Bebas dari paksaan, direktiva atau rekomendasi yang datang dari pihak extra
judicial.
4. Maksudnya, hakim dalam melaksanakan fungsi peradilan tidak boleh dipaksa
mengambil keputusan yang dikehendaki pihak yang memaksa.
5. Kebebasan melaksanakan wewenang judicial (peradilan).

Dalam hal ini kebebasan hakim tidak bersifat absolut, tetapi terbatas pada:
a) Menerapkan hokum yang bersumber dari peraturan perundang-undangan secara
benar dalam menyelesaikan perkara
b) Menafsirkan hokum yang tepat melalui cara-cara pendekatan penafsiran yang
dibenarkan (interpretasi, bahasa, analogi, dan sosiologi sistematik)
c) Kebebasan untuk mencari dan menemukan hokum, baik melalui yurisprudensi,
doktrin hokum, hokum tidak tertulis (adat) maupun melalui pendekatan realisme,
yaitu mencari dan menemukan hokum yang terdapat pada nilai ekonomi, moral,
agama, dan kepatutan. 15

B. Asas Pelaksana Kekuasaan Kehakiman


Kekuasaan kehakiman semula diatur dalam UU N0.14 tahun 1970 tentang
pokok-pokok kekuasaan kehakiman yang kini dinyatakan tidak berlaku. Selanjutnya
kekuasaan kehakiman diatur dalam UU No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman. Dalam Pasal 1 dinyatakan Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan
Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hokum
dan keadilan berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya Negara hokum Republik
Indonesia.
Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah
agung dan badan-badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.16

C. Asas Ketuhanan
15
Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama UU No. 7 Tahun 1989
(Jakarta: Sinar Grafika, 2007), 59-61
16
Afandi Mansur, Peradilan Agama Strategi dan Taktik Membela Perkara di Pengadilan Agama
(Malang: Setara Press, 2009), 28.

10
Peradilan Agama dalam menerapkan hukumnya selalu berpedoman pada
sumber hokum agama Islam, sehingga pembuatan putusan ataupun penetapan harus
dimulai dengan kalimat Basmalah yang diikuti dengan kalimat “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

D. Asas Legalitas dan Persamaan (Equality)


Asas ini diatur dalam pasal 58 ayat (1) UU No.7 tahun 1989 dan pasal 5 ayat
(1) UU No. 4 tahun 2004, yaitu pengadilan mengadili menurut hokum dan tidak
membeda-bedakan orang.
Asas legalitas yang terdapat dalam rumusan pasal ini mengandung pengertian
rule of law, yaitu pengadilan berfungsi dan berwenang menegakkan hokum harus
berlandaskan hokum, tidak bertindak di luar hokum.  Sedangkan asas persamaan
(equality) yang dimaksud adalah persamaan hak yang meliputi :
a)      Persamaan hak dan derajat dalam proses pemeriksaan persidangan pengadilan.
b)      Hak perlindungan yang sama oleh hokum.
c)      Mendapat hak perlakuan yang sama di bawah hokum.17

E. Asas Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan


Asas ini diatur dalam pasal 57 ayat (3) UU No. 7 tahun 1989 yang berbunyi
“Prinsip-prinsip pokok peradilan yang telah ditetapkan dalam UU No. 14 tahun
1970, antara lain sidang terbuka untuk umum, setiap keputusan dimuali dengan demi
keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, peradilan dilakukan dengan
sederhana, cepat dan biaya ringan dan ketentuan-ketentuan lain, dalam undang-
undang ini ditegaskan dan dicantumkan kembali.” Dan pasal 4 ayat (2) UU No. 4
tahun 2004 yang berbunyi “Ketentuan ini dimaksudkan untuk memenuhi harapan
pencari keadilan.”
  Sudikno Martokusumo berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
“sederhana” yang jelas mudah dipahami dan tidak berbelit-belit. Kata “cepat”
menunjukkan jalannya peradilan, terlalu banyak formalitas merupakan hambatan bagi
jalannya persidangan. Sedangkan “biaya ringan” maksudnya adalah biaya perkara
diusahakan seringan mungkin dapat dipikul oleh rakyat pencari keadilan.
Tujuan asas ini adalah agar suatu proses pemeriksaan dipengadilan, relatif tidak
memakan waktu lama sampai bertahun-tahun sesuai kedederhanaan hokum acara itu
sendiri, hakim tidak mempersulit proses persidangan yang berbelit-belit dan sering
mundur dalam jadwal persidangan.
Jadi, yang dituntut dari hakim dalam mengimplemetasikan asas ini adalah;
1) Sikap moderat artinya dalam pemeriksaan tidak cenderung tergesa-gesa dan tidak
pula sengaja dilambat-lambatkan.
17
Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama UU No. 7 Tahun 1989 , 85-
86.

11
2) Tidak boleh mengurangi ketepatan pemeriksaan dan penilaian menurut hokum
dan keadilan.18

F. Asas Aktif Memberi Bantuan


Rumusan pasal 58 ayat (2) Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 jo. Pasal 5 ayat
(2) undang-undang No. 14 Tahun 1970 yang berbunyi : “Pengadilan membantu para
pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan
rintangan untuk tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Berdasarkan pasal tersebut, dalam pemeriksaan perkara dipengadilan hakim aktif
dalam memberikan bantuan kepada para pihak yang berperkara. Pemberian bantuan
tersebut terbatas pada bantuan atau memberi nasehat mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan masalah “formil” atau mengenai tata cara beracara di Pengadilan. Hakim
tidak dapat memberikan bantuan atau nasehat kepada para pihak sepanjang mengenai
masalah materil atau pokok perkara.
Tujuan asas ini adalah supaya pemeriksaan perkara dipersidangan berjalan lancar,
terarah dan tidak menyimpang dari tata tertib beracara dipersidangan yang telah
diatur dalam undang-undang. Sangat disayangkan apabila karena ada kesalahan
dalam masalah formil akhirnya perkara yang diperiksa akhirnya tertunda.19

18
Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah (Jakarta: Sinar
GRafika, 2009), 44.
19
Abdullah Tri Wahyudi, Peradilan Agama di Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 32-33.

12
BAB III

KESIMPULAN
Dari penjelasan tentang struktur dan pembagian tugas personal struktur
organisasi dapat di simpulkan bahwa Untuk struktur organisasi pengadilan
Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama di atur dalam UU Nomor 7 Tahun
1989. Ketentuan tersebut terdapat pada pasal 9 UU Nomor 7 Tahun 1989 yang
menyebutkan bahwa: struktur organisasi Pengadilan Agama terdiri dari pimpipinan,
hakim anggota, panitera, sekretaris, dan juru sita dan untuk struktur organisasi
Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari pimpipinan, hakim anggota, panitera,
sekretaris.

Peradilan Agama merupakan wadah pencari keadilan bagi rakyat yang


beragama Islam mengenai perkara – perkara tertentu diantaranya seperti, Perkawinan,
Kewarisan, Wakaf, Hibah, Shodaqoh, dan dalam perkembangannya ditambah dengan
Ekonomi Syariah untuk itu diantara asas di dalam Peradilan Agama yakni Asas
Personalita Keislaman dimana yang dapat tanduk dalam kekuasaan lingkungan
Peradilan Agama yakni hanya mereka yang mengakui pemeluk agama Islam

13
DAFTAR PUSTAKA

Musthofa, Kepaniteraan Peradilan Agama (Jakarta: Kencana, 2005)

Basri, Cik, Drs, Hasan, MS, Peradilan Agama, ( PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996) h.242

Musthofa SY, Kepaniteraan Peradilan Agama, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hal.21

Musthofa SY, Kepaniteraan Peradilan Agama,hal. 22

Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),
cet. VI, hal.21

Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, hal.21

Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, hal.23

Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, hal.23

Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, hal.25

Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Depatemen Agaman Republik Indonesia, Himpunan


Peraturaan Perundang-undangan Perkawinan, (Jakarta: Depag RI, 2009) ,hal. 125

Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan pengawasan di Lingkungan


Lembaga Peradilan, (Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2007), hal.8

Di akses di alamat, http://www.pt-nad.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=40&Itemid=115, pada tanggal 15/09/2017

Di akses di alamat, http://www.pt-nad.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=40&Itemid=115, pada tanggal 15/09/2017

Di akses di alamat, http://www.pt-nad.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=40&Itemid=115, pada tanggal 15/09/2017

Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama UU No. 7 Tahun 1989
(Jakarta: Sinar Grafika, 2007), 59-61

Afandi Mansur, Peradilan Agama Strategi dan Taktik Membela Perkara di Pengadilan Agama
(Malang: Setara Press, 2009), 28

Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama UU No. 7 Tahun 1989 , 85-86.
Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah (Jakarta: Sinar GRafika,
2009), 44.
bdullah Tri Wahyudi, Peradilan Agama di Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 32-33.

14

Anda mungkin juga menyukai