Anda di halaman 1dari 21

Pertemuan 6

SUSUNAN BADAN PERADILAN AGAMA

Dasar susunan badan peradilan agama yaitu Pasal 9 undang-undang republik


indonesia nomor 7 tahun 1989
1. Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera,
Sekretaris, dan Juru Sita
2. Susunan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota,
Panitera, dan Sekretaris.

1. Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Agama)


Bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara-
perkara di tingkat pertama di bidang
1. perkawinan,
2. kewarisan,
3. wasiat,
4. hibah yang dilakukan berdasarkan hukum islam
5. waqaf,
6. zakat,
7. infaq dan shadaqah serta
8. ekonomi Syari’ah (Pasal 49 UU Nomor 50 Tahun 2009)
Tugas pokok pengadilan agama :
1. Menerima, memeriksa, mengadili, menyelesaikan/memutus setiap
perkara yang diajukan
2. menyelenggarakan Peradilan guna menegakkan Hukum dan
Keadilan berdasarkan Pancasila, demi tersenggaranya Negara Hukum
Republik Indonesia.
3. Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus
dan menyelesaikan Perkara di tingkat Pertama antara orang-orang
yang beragama Islam
4.Pengadilan Agama memberikan Itsbat Kesaksian Rukyatul Hilal
dan Penentuan Awal bulan pada tahun Hijriyah.

2. Pengadilan Tingkat Banding (Pengadilan Tinggi Agama)


Pengadilan Tinggi Agama bertugas dan berwenang mengadili di tingkat
pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan
Agama di daerah hukumnya.

Fungsi Pengadilan Tinggi Agama


1. Memberikan pelayanan teknis yustisial bagi perkara banding.
2. Memberikan pelayanan di bidang administrasi perkara banding dan
administrasi peradilan lainnya.
3.Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang Hukum
Islam pada instansi pemerintah di daerah hukumnya

Syarat menjadi hakim Pengadilan Agama :


1. warga negara Indonesia;
2. beragama Islam;
3. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
4. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
5. sarjana syari’ah, sarjana hukum Islam atau sarjana
hukum yang menguasai hukum Islam;
6. lulus pendidikan hakim;
7. mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan
tugas dan kewajiban;
8. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
9. berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling tinggi
40 (empat puluh) tahun; dan
10. tidak pernah dijatuhi pidana penjara karena melakukan kejahatan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.

Syarat menjadi hakim Pengadilan Tinggi Agama :


a. syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat huruf a, huruf b,
huruf c, huruf d, huruf g, dan huruf j;
b. berumur paling rendah 40 (empat puluh) tahun;
c. berpengalaman paling singkat 5 (lima) tahun sebagai ketua, wakil
ketua, pengadilan agama, atau 15 (lima belas) tahun sebagai hakim
pengadilan agama;
d. lulus eksaminasi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung; dan
e. tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat
melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Tugas Pokok Hakim


1. Menerima dan meneliti berkas perkara yang akan disidangkan dan
memasukkan dalam buku kalender persidangan,
2. Memimpin/mengikuti sidang-sidang sebagai ketua majelis/anggota
3. Menetapkan Sita Jaminan atas perkara yang ditangani,
4. Mengonsep Putusan/Penetapan dan memarafnya,
5.Meneliti ketikan Putusan/Penetapan dan memarafnya, dll

Pemberhentian hakim
Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan dengan
hormat dari jabatannya karena (pasal 18),
a. atas permintaan sendiri secara tertulis;
b. sakit jasmani atau rohani secara terus- menerus;
c. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun bagi ketua, wakil ketua,
dan hakim pengadilan agama, dan 67 (enam puluh tujuh) tahun bagi
ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan tinggi agama; atau
d. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.

Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan tidak


dengan hormat dari jabatannya dengan alasan antara lain :
a. dipidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b. melakukan perbuatan tercela;
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya
terus-menerus selama 3 (tiga) bulan;
d. melanggar sumpah atau janji jabatan;

PANITERA
Panitera dalah seorang yang membantu hakim dalam memeriksa,
mengadili dan memutuskan perkara.
Tugas Panitera adalah melaksanakan segala hal yang berkaitan
dengan administrasi perkara pengadilan.

JURUSITA
Jurusita adalah salah satu pejabat yang bertugas di Pengadilan Agama,
selain hakim, panitera, dan sekretaris pengadilan. Pekerjaan
Jurusita/Jurusita Pengganti banyak di lapangan, sehingga hasil
kerjanya sangat berpengaruh terhadap administrasi pengadilan,
terutama dalam proses persidangan.
Tugas jurusita antara lain adalah menyampaikan panggilan kepada
para pihak untuk menghadiri persidangan.

SEKRETARIS
Merencanakan dan melaksanakan pemberian pelayanan teknis
dibidang administrasi umum di lingkungan Pengadilan Agama serta
mengawasi, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas sesuai
dengan kebijaksanaan teknis Ketua Pengadilan Agama berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

TUGAS POKOK DAN FUNGSI SEKRETARIS:


1. Membantu pimpinan dalam penyelenggarakan administrasi umum.
2. Memimpin pelaksanaan tugas kesekretariatan
3. Menetapkan sasaran kegiatan kesekretariatan setiap tahun kegiatan
4. Menyusun dan menjadwalkan rencana kegiatan
5. Membagi tugas pada kasubag

Pertemuan 7

SUSUNAN BADAN PERADILAN MILITER

Peradilan Militer meliputi :


Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama,
Pengadilan Militer Pertempuran
1. PENGADILAN MILITER
Pengadilan tingkat pertama bagi prajurit berpangkat Kapten ke bawah
sampai dengan bintara dan tamtama.

PENGADILAN MILITER TINGGI


Pada tingkat Pertama:
Memeriksa dan memutus perkara pidana yang terdakwanya adalah :
Prajurit atau salah satu prajuritnya berpangkat Mayor ke atas . Tingkat
pertama dan terakhir yaitu memutus sengketa kewenangan mengadili
antara Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya. Tingkat banding
yaitu memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana
yang telah diputus oleh Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya
yang dimintakan banding.

PENGADILAN MILITER UTAMA


Pengadilan Militer Utama memutus pada tingkat banding perkara
pidana dan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang telah
diputus pada tingkat pertama oleh Pengadilan Militer Tinggi yang
dimintakan banding. Mempunyai fungsi pengawasan yang diatur
Pasal 44 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan
Militer, pada pokoknya :
“1. Penyelenggaraan peradilan :
a. Pengadilan Militer;
b. Pengadilan Militer Tinggi; dan
c. Pengadilan Militer Pertempuran

PENGADILAN MILITER PERTEMPURAN


Tugasnya antara lain : Pasal 45: Pengadilan Militer Pertempuran
memeriksa dan memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara
pidana yang dilakukan oleh mereka sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 angka 1 di daerah pertempuran.

2. HAKIM MILITER
Syarat Hakim Militer antara lain :
a). Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b). Setia dan taat kepada Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.
c). Tidak terlibat partai atau organisasi terlarang ;
d). Paling rendah berpangkat Kapten dan berijazah Sarjana Hukum.
e). Berpengalaman di bidang peradilan dan/atau hukum, dan
f). Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela.

Tugas Hakim antara lain :


Memastikan bahwa tindakan hukum yang diberlakukan pada personel
militer dan kasus-kasus pidana yang melibatkan anggota militer
dilaksanakan secara adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku

Pengangkatan Hakim
Hakim di lingkungan Peradilan Militer diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden selaku Kepala Negara atas usul Panglima TNI berdasar
persetujuan Ketua Mahkamah Agung.

Pemberhentian Hakim
Dengan hormat :
Alih Jabatan, Permintaan sendiri, Sakit, Menjalani masa pensiun,
Tidak cakap
Dengan tidak hormat :
Dipidana, Melakukan perbuatan tercela, Lalai kewajiban, Melanggar
sumpah jabatannya

Penugasan Hakim
1) Hakim Ketua dalam persidangan Pengadilan Militer paling rendah
berpangkat Mayor, sedang Hakim Anggota dan Oditur Militer paling
rendah berpangkat Kapten.
2) Hakim Ketua dalam persidangan Pengadilan Militer Tinggi paling
rendah berpangkat Kolonel, sedangkan Hakim Anggota dan Oditur
Militer Tinggi paling rendah berpangkat Letnan Kolonel.
3) Hakim Ketua dalam persidangan Pengadilan Militer Utama paling
rendah berpangkat Brigadir Jenderal/Laksamana Pertama/Marsekal
Pertama, sedangkan Hakim Anggota paling rendah berpangkat
Kolonel

Panitera
Petugas administrasi pengadilan yang bertugas untuk mengurus
berbagai tugas administratif
dan pemeliharaan dokumen yang terkait dengan proses hukum dalam
pengadilan.

Jurusita
juru sita kepaniteraan memiliki peran yang sama dengan pengadilan
lainnya, yaitu untuk menjalankan perintah-perintah hakim terkait
barang bukti atau dokumen yang menjadi bagian dari proses hukum.
Mereka juga bertanggung jawab untuk menjaga keamanan barang
sitaan yang dipegangnya.

Kesekertariatan
Kesekretariatan di pengadilan militer adalah bagian penting dari
sistem peradilan militer. Tugas utama kesekretariatan di pengadilan
militer
-Menerima dan mengirim surat, berkas, dan dokumen hukum yang
terkait dengan kasus yang sedang diproses di pengadilan militer.
Pertemuan 8
PERADILAN TATA USAHA NEGARA
Pengertian
Peradilan Tata Usaha Negara merupakan sarana control of the
administration. Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaksana
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha
Negara.
Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Pasal 47. Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.

• Pengadilan tingkat Pertama : Pengadilan Tata Usaha Negara, Wilayah


Hukum di tingkat Kabupaten/Kota

• Pengadilan tingkat Banding : Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara,


Wilayah Hukum di tingkat Provinsi

• Pengadilan tingkat Khusus : Wilayah khusus berkedudukan di Ibu Kota


Negara

Hakim diangkat dan diberhentikan oleh PRESIDEN atas usul Ketua Pengadilan
Tinggi.

Syarat-Syarat menjadi Hakim


1. WNI
2. Bertaqwa
3. Setia pada Pancasila dan UUD
4. Sarjana Hukum
5. Lulus Pendidikan Hakim
6. Berwibawa, Jujur dan Adil
7. Usia min 25 dan max 40
8. Mampu Rohani dan Jasmani menjalankan tugas dan Kewajiban
9. Bersih dari pidana penjara

Tugas Hakim
1. Menerima, Memeriksa, Memutus dan Menyelesaikan Sengketa (TUN)
2. Meneruskan Sengketa-Sengketa Tata Usaha Negara (TUN) ke
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan (PT.TUN) yang berwenang
3. Peningkatan Kualitas dan Profesionalisme Hakim pada (PTUN Jakarta)
4. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Lembaga Peradilan
5. Memantapkan pemahaman dan pelaksanaan tentang organisasi dan tata
kerja kepaniteraan
6. Membina calon Hakim dengan memberikan bekal pengetahuan

Panitera
Petugas Administrasi
1. Menandatangani dan mengirim surat panggilan
2. Menyiapkan, mengecek dan melaporkan kehadiran kepada Hakim
3. Menyerahkan berkas
4. Mendampingi dan mencatat pemeriksaan
5. Membuat dan menandatangani pemeriksaan

Juru Sita
Yang menjalankan perintah-perintah Hakim terkait barang bukti dan
dokumen yang menjadi bagian dari proses hukum.

Kesekretariatan
1. Merencanakan dan melaksanakan pemberian
2. Pelayanan teknis di bidang Administrasi Umum
3. Mengawasi, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan
Pertemuan 9

KEKUASAAN BADAN PERADILAN HUKUM

1. Kewenangan Absolute Competentie (Mutlak)

Kewenangan Absolute atau Kewenangan mutlak adalah kewenangan


dalam memeriksa suatu 4 jenis perkara tertentu yang secara mutlak
dimana tidak dapat diperiksa oleh pengadilan lain sebagaimana dalam
Pasal 2 jo. Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
kekuasaan kehakiman (Judicial Power) yang berada dibawah Mahkamah
Agung meliputi:

a. Peradilan Umum, bahwasannya dalam Pasal 50 dan Pasal 51 Undang-


Undang Nomor 2 Tahun 1986 mengenai Peradilan Umum hanya
berwenang dalam mengadili perkara pidana (pidana umum dan khusus)
dan perdata (perdata umum dan niaga).

b. Peradilan Agama, dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989


mengenai Peradilan Agama hanya berwenang mengadili perkara bagi
rakyat yang beragama islam tentang perkawinan, kewarisan, wakaf dan
shadaqah.

c. Peradilan Militer, dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 31 Tahun


1997 Peradilan Militer hanya berwenang untuk mengadili perkara pidana
yang terdakwanya terdiri dari Prajurit TNI berdasarkan pangkat tertentu.
d. Peradilan Tata Usaha Negara, dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 yang dimana kewenangannya hanya untuk mengadili
sengketa Tata Usaha Negara.

2. Kewenangan Nisbi ( Relatif)


Setiap Pengadilan Negeri terbatas daerah hukumnya. Hal itu sesuai
dengan kedudukan Pengadilan Negeri, hanya berada pada wilayah
tertentu. Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Pasal 4 ayat (1)
bahwa Pengadilan Negeri berkedudukan di Kotamadya atau di Ibukota
Kabupaten, dan daerah hukumnya, meliputi wilayah Kotamadya atau
Kabupaten yang bersangkutan. Berdasarkan pasal tersebut kewenangan
mengadili Pengadilan Negeri hanya terbatas pada daerah hukumnya, di
luar itu tidak berwenang. Patokan yang digunakan:

a. Actor Sequitur Forum Rei.

Patokan ini digariskan pada Pasal 118 ayat (1) HIR yang menegaskan
yang berwenang mengadili suatu perkara adalah Pengadilan Negeri
tempat tinggal tergugat.

b. Actor Sequitur Forum Rei dengan Hak Opsi


Mengenai asas yang memberi hak opsi kepada penggugat memilih salah
satu Pengadilan Negeri, diatur dalam Pasal 118 ayat (2) HIR

c. Actor Sequitur Forum Rei tanpa Hak Opsi, tetapi Berdasarkan Tempat
Tinggal Debitur Principal.
Undang-Undang tidak memberi hak opsi kepada penggugat, meskipun
pihak tergugat terdiri dari beberapa orang

d. Pengadilan Negeri di Daerah Hukum Tempat Tinggal Penggugat


Pasal 118 ayat (3) HIR kalimat pertama, memberi hak kepada penggugat
mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri tempat tinggal
penggugat.

e. Forum Rei Sitae (Tempat Barang Sengketa)


Makna Forum Rei Sitae, gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri
berdasarkan patokan tempat terletak benda tidak bergerak yang menjadi
objek sengketa.

f. Kompetensi Relatif Berdasarkan Pemilihan Domisili


Menurut Pasal 118 ayat (4) HIR, para pihak dalam perjanjian dapat
menyepakati domisili yang berklausul.

3. Sumber Hukum Materil dan Formal

a. Sumber hukum materil terdapat 3 jenis :

1. Sumber Hukum Historis (rechtsbron in historische zin)


Sumber hukum historis meliputi undang-undang, putusan hakim,
tulisan ahli hukum, dan tulisan yang tak bersifat yuridis sepanjang
memuat pemberitahuan tentang lembaga hukum.
2. Sumber Hukum Sosiologis
(rechtsbroninsociologischezin)
Sumber hukum sosiologis meliputi faktor sosial yang mempengaruhi
isi hukum positif. Makna pernyataan ini adalah peraturan hukum
tertentu mencerminkan kenyataan dalam masyarakat.
3. Sumber Hukum Filosofis (rechtsbron in
filosofische zin)
Sebagai sumber untuk isi hukum dan sumber untuk menaati
kewajiban terhadap hukum atas sumber kekuatan mengikat hukum.
b. Sumber hukum formil :
1. Peraturan Perundang-undangan
2. Praktik Administrasi Negara atau Hukum Tidak Tertulis Sumber
hukum formil berikutnya adalah hukum tidak tertulis
3. Yurisprudensi
4. Doktrin

c. Perbedaan
Sumber hukum materiil ialah sumber hukum yang dilihat dari segi
isinya, misalnya : KUHP segi materilnya adalah pidana umum,
kejahatan dan pelanggaran. KUHPerdata mengatur masalah orang
sebagai subjek hukum, benda sebagai objek, perikatan, perjanjian,
pembuktian dan daluarsa sebagaimana fungsi hukum menurut para
ahli .
Sumber hukum formil adalah dalah sumber hukum yang menentukan
bentuk dan sebab terjadinya suatu peraturan (kaidah hukum).

Pertemuan 10

KEKUASAAN BADAN PERADILAN AGAMA

Kekuasaan mutlak badan peradilan agama


kewenangan badan pengadilan di dalam memeriksa jenis perkara tertentu
dan secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain. Terbagi
dua yaitu :
1. Volunter
bentuk perkara permohonan tanpa adanya lawan dan produknya adalah
penetapan seperti :
Penetapan dispensasi kawin bagi anak dibawah umur (pasal 7 ayat (2) UU
No.1/1974
Isbat nikah untuk perkawinan yang tidak dicatatkan (penjelasan pasal 49
angka 37 UU No. 3/2006
Penetapan wali adhal (Peraturan Menteri Agama No. 2/1987 Pasal 2 ayat 3
Penentuan ahli waris (penjelasan pasal 49 angka 37 UU No. 3/2006
Penetapan kuasa/wali untuk menjual harta warisan, termasuk hak milik
lainnya yang dimiliki anak yang belum dewasa (Sarmin Syukur, 2018: 79);

2. Contensius :
bentuk perkara gugatan/ada sengketa didalamnya dan produk putusannya
adalah vonis) seperti :
Perkawinan: sebagaimana tersebut dalam UU No. 1/1974 ditambah
Pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam ;
Kewarisan: sebagaimana tersebut dalam UU No.7/1989 Tentang PA
ditambah kewenangan “Penetapan ahli waris tanpa sengketa;
Wakaf: sebagaimana tersebut dalam UU No. 41/2004 Tentang Wakaf dan
PP No. 27 Tahun 1977 Tentang perwakafan tanah milik serta KHI ;
Harta : Zakat, Infaq, Shodaqoh, hibah ;
Wasiat ;
Ekonomi Syariah

Kekuasaan Relatif

Kekuasaan relatif adalah adalah pembagian kewenangan atau kekuasaan


mengadili antar pengadilan yang berhubungan dengan wilayah hukum dan
tempat tinggal atau domisili pihak yang berperkara.

Hubungan Kekuasaan Mutlak dengan Kekuasaan Relatif


• Suatu perkara yang termasuk dalam kekuasaan mutlak pengadilan agama,
namun perkara tersebut terjadi di luar daerah hukumnya, maka secara relatif
pengadilan agama tersebut tidak berwenang mengadili.

• Jika Pengadilan Agama tersebut tetap mengadili, maka pengadilan agama


tersebut melakukan tindakan melampaui batas kewenangan (exceeding its
power).

• Putusan tidak sah.

Sumber Hukum

1. Materil
a. Hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-
hubungan yang berwujud perintah dan larangan.
b. Hukum materil peradilan agama adalah hukum Islam (yang biasanya
disebut fiqh).
Contoh :
Undang-undang No. 22 Tahun 1946 dan Undang-undang No. 23 Tahun
1954 yang mengatur tentang hukum perkawinan, talak dan rujuk.

Surat Biro Peradilan Agama No. B/1/735 tanggal 18 februari 1968 dll

2. Formil
a. Hukum yang mengatur cara-cara mempertahankan dan melaksanakan
hukum materiil.
b. Hukum yang memuat peraturan yang mengenai cara cara mengajukan
suatu perkara ke muka pengadilan dan tata cara hakim memberi
putusan.
Contoh :
Wetboek van Koophandel (WvK) atau Kitab Undang-undang Hukum
Dagang
Peraturan Perundang-undangan.
Surat Edaran Mahkamah Agung
Yurisprudensi,dll

Pertemuan 11

KEKUASAAN BADAN PERADILAN MILITER

Peradilan Militer berwenang mengadili perkara pidana yang dilakukan oleh


Militer (prajurit TNI) berpangkat Kapten ke bawah yang melakukan tindak
pidana (kejahatan) maupun pelanggaran masih berdinas aktif dan atau
orang-orang yang tunduk pada kekuasaan Peradilan Militer berdasarkan
Undang-Undang Peradilan Militer.

Kekuasaan mutlaq atau disebut juga kekuasaan yang absolut dijelaskan pada
pasal 9 UU nomor 31 tahun 1997 tentang peradilan militer

Kekuasaan relatif peradilan militer, yaitu pengadilan di bawah peradilan


militer memiliki wewenang untuk mengadili tindak pidana yang dilakukan
di daerah atau wilayah hukumnya atau terdakwa termasuk satu kesatuan.

Sumber hukum

1. PASAL 10 UU NO. 31 TAGUN 1997


Pengadilan dalam lingkingan peradilan badan militer mengadili tidak
pidana yang dilakukan oleh mereka.
2. PASAL 12 UU NO. 31 TAHUN 1997
Dijelaskan tentang susunan badan lingkup peradilan militeryang terdiri
dari
pengadilan militer tinggi, utama dan pertempuran.
3. PASAL 40 UU NO. 31 TAHUN 1997
Menjelaskan tentang kekuasan pengadilan militer , yang memeriksa dan
memutuskanpada tingkat pertama.
4. PASAL 44 UU NO 31 TAHUN 1997
Pengadilan militer utama mempunyai fungsi pengawasan yang diatur
pada pasal tersebut

Pertemuan 12

KEKUASAAN BADAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Kekuasaan mutlak/absolut suatu badan pengadilan


adalah kewenangan yang berkaitan untuk mengadili suatu perkara menurut
obyek atau materi atau pokok sengketa.

Persyaratan keputusan TUN yang dapat menjadi obyek di Pengadilan TUN


meliputi:
1. Penetapan tertulis.
2. Dikeluarkan oleh Badan/Pejabat TUN.
3. Berisi tindakan hukum TUN.
4. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Bersifat konkrit, individual dan final.
6. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata

Kekuasaan relatif
Kekuasaan relatif suatu badan pengadilan ditentukan oleh batas
daerah hukum yang menjadi kewenangannya. Suatu badan
pengadilan dinyatakan berwenang untuk memeriksa suatu sengketa
apabila salah satu pihak yang sedang bersengketa
(Penggugat/Tergugat) berkediaman di salah satu daerah hukum yang
menjadi wilayah hukum pengadilan itu.

Kekuasaan relatif PTUN


Diatur dalam Pasal 6 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan TUN
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004 dan UU No. 51 tahun
2009 menyatakan:

1. Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota


Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah
Kabupaten/Kota.

2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota


Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi.

Sumber Hukum Materil dan Formil

Sumber hukum materiil dalam Peradilan Tata Usaha Negara adalah UU No.
5 tahun 1986 jo UU No. 9 tahun 2004 jo UU No. 51 Tahun 2009.

Sumber hukum formilnya adalah UU No. 5 tahun 1986 jo UU No. 9


tahun 2004 jo UU No. 51 Tahun 2009, UU No.30 tahun 2014 tentang
administrasi pemerintahan, UU No. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan
kehakiman, doktrin, yurisprudensi, traktat dan Peraturan Mahkamah
Agung

Pertemuan 13

TATA CARA BERPERKARA PADA BADAN PENGADILAN UMUM

Perkara Pidana :
1. Peneriamaan
2. Pemeriksaan
3. Penyelesaian

Hukum Acara Perdata


Pengertian : Rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana
orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana
pengadilan itu harus bertindak.

Sumber Hukum
UUD 1945, HIR, RBg,RV,BW,Wvk,UU No 1 Tahun 1974, UU No 2 Tahun
1986.

Banding
Pertimbangan pemeriksaan ulang terhadap putusan pengadilan oleh
pengadilan yang lebih tinggi atas permintaan terdakwa agar putusan
pengadilan tingkat pertama ( Pengadilan Negeri) diperiksa lagi oleh
pengadilan tingkat banding ( Pengadilan Tinggi ).

Kasasi
Permohonan kasasi dapat diajukan hanya jika pemohon terhadap perkaranya
telah menggunakan upaya hukum banding kecuali ditentukan lain oleh
undang – undang. Permohonan Kasai dapat diajukan di Kepaniteraan
Pendadilan Negeri dalam waktu 14 hari kalender.

Peninjauan Kembali
Putusan kasasi merupakan putusan yang telah memiliki kekuatan hukum
yang tetap, jika tidak puas para pihak dapat mengajukan peninjauan kembali
ke Mahkamah Agung melalui panitera pengadilan negeri.

Anda mungkin juga menyukai